PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kecepatan informasi dan mobilitas manusia di era modernisasi saat ini begitu tinggi
sehingga terjadi hubungan social dan budaya. Hubungan social antar manusia dirasakan
menurun akhir – akhir ini, bahkan kadang- kadang hanya sebatas imitasi saja. Padahal
bangsa Indonesia yang mempunyai / menjunjung tinggi adat ketimuran sangat
memperhatikan hubungan social ini. Dengan demikian kita patut waspada dari kehilangan
identitas diri tersebut. Perubahan yang terjadi tadi dapat membuat rasa bingung karena
muncul rasa tidak pasti antara moral, norma,nilai – nilai dan etika bahkan juga hokum.
Menurut Dadang Hawari ( 1996 ) hal – hal tersebut dapat menyebabkan perubahan
psikososial, antara lain : pola hidup social religious menjadi materialistis dan sekuler.
Nilai agama dan tradisional diera modern menjadi serba boleh dan seterusnya.
Perubahan – perubahan yang dirasakan dapat mempengaruhi tidak hanya fisik tapi
juga mental, seperti yang menjadi standar WHO ( 1984 ) yang dikatakan sehat tidak
hanya fisik tetapi juga mental,social dan spiritual. Standar sehat yang disampaikan oleh
WHO tersebut dapat menjadi peluang besar bagi perawat untuk berbuat banyak, karena
perawat mempunyai kesempatan kontak dengan klien selama 24 jam sehari. Olehnya itu
dalam tulisan ini kami bermaksud mebahas tentang dimensi spiritual, dimensi spiritual
dalam kesehatan, konsep dalam memberikan asuhan keperawatan spiritual dan proses
keperawatan dalam dimensi spiritual.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Keperawatan jiwa
1. Zaman kuno
2. Zaman Keagamaan
Perkembangan keperawatan mulai bergeser kearah spiritual dimana seseorang
yang sakit dapat disebabkan karena adanya dosa/kutukan Tuhan. Pusat perawatan adalah
tempat-tempat ibadah sehingga pada waktu itu pemimpin agama disebut sebagai tabib yang
mengobati pasien. Perawat dianggap sebagai budak dan yang hanya membantu dan bekerja
atas perintah pemimpin agama
3. Pada zaman Kristen awal (1–1000 M), kepercayaan dan takhyul primitif kuat.
Semua penyakit itu lagi-lagi disalahkan pada iblis, dan orang yang sakit mental dianggap
kerasukan. Para pendeta melakukan pengusiran setan untuk dihilangkan Roh jahat. Ketika itu
gagal, mereka menggunakan tindakan yang lebih parah dan brutal, seperti penahanan di ruang
bawah tanah, cambuk, dan kelaparan.
4. Zaman Masehi
Keperawatan dimulai pada saat perkembangan agama Nasrani, dimana pada saat itu
banyak terbentuk Diakones yaitu suatu organisasi wanita yang bertujuan untuk
mengunjungiorang sakit sedangkan laki-laki diberi tugas dalam memberikan perawatan untuk
mengubur bagi yang meninggal. Pada zaman pemerintahan Lord-Constantine, ia mendirikan
Xenodhoecim atau hospes yaitu tempat penampungan orang-orang sakit yang membutuhkan
pertolongan. Pada zaman ini berdirilah Rumah Sakit di Roma yaitu Monastic Hospital.
rawat inap. Selain itu, banyak orang memiliki masalah ganda yaitu penyakit mental yang
parah dan substansi penyalahgunaan. Penggunaan alkohol dan obat-obatan memperburuk
gejala penyakit mental, lagi-lagi membuat rawat inap lebih banyak mungkin. Masalah
penyalahgunaan zat tidak dapat ditangani dalam 3 hingga 5 hari seperti biasa untuk
penerimaan di saat ini lingkungan perawatan yang dikelola.
Tunawisma adalah masalah utama di Amerika Serikat saat ini dengan 610.000 orang,
termasuk 140.000 anak-anak, menjadi tunawisma pada malam tertentu. Sekitar 257.300
populasi tunawisma (42%) memiliki penyakit mental yang parah dari gangguan penggunaan
zat kronis. Segmen populasi tunawisma dipertimbangkan menjadi nomor tunawisma kronis
110.000 dan 30% dari kelompok ini memiliki penyakit kejiwaan dan dua pertiga memiliki
gangguan penyalahgunaan zat primer atau kondisi kesehatan kronis lainnya (Penyalahgunaan
Zat dan Mental Administrasi Layanan Kesehatan, 2015). Mereka yang tunawisma dan sakit
mental ditemukan di taman, bandara dan terminal bus, gang dan tangga, penjara, dan tempat
umum lainnya. Beberapa menggunakan tempat penampungan, rumah setengah jalan, atau
ruang papan dan perawatan; yang lain menyewa kamar hotel murah ketika mereka mampu
membelinya. Tunawisma bertambah buruk masalah kejiwaan bagi banyak orang dengan
penyakit mental yang berakhir di jalanan, berkontribusi terhadap setan siklus. Banyak
masalah para tunawisma yang sakit mental, juga dari mereka yang melewati pintu putar
perawatan kejiwaan, berasal dari kurangnya sumber daya masyarakat yang memadai. Uang
disimpan oleh negara ketika Negara rumah sakit ditutup belum ditransfer ke program dan
dukungan masyarakat. Psikiatri rawat inap perawatan masih menyumbang sebagian besar
pengeluaran untuk kesehatan mental di Amerika Serikat, demikian juga mental masyarakat
kesehatan tidak pernah diberikan dasar finansial yang dibutuhkan untuk menjadi efektif.
Selain itu, layanan kesehatan mental asalkan dalam masyarakat harus individual, tersedia, dan
relevan secara budaya agar efektif.
B. Sejarah dan Perkembangan Keperawatan Jiwa di Indonesia
Sejarah dan perkembangan keperawatan di Indonesia dimulai pada masa penjajahan
Belanda sampai pada masa kemerdekaan.
1. Masa Penjajahan Belanda
Perkembangam keperawatan di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi yaitu pada
saat penjajahan kolonial Belanda, Inggris dan Jepang. Pada masa pemerintahan kolonial
Belanda, perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut Velpeger dengan dibantu
Zieken Oppaser sebagai penjaga orang sakit.
Tahun 1799 didirikan rumah sakit Binen Hospital di Jakarta untuk memelihara kesehatan staf
dan tentara Belanda. Usaha pemerintah kolonial Belanda pada masa ini adalah membentuk
Dinas Kesehatan Tentara dan Dinas Kesehatan Rakyat. Daendels mendirikan rumah sakit di
Jakarta, Surabaya dan Semarang, tetapi tidak diikuti perkembangan profesi keperawatan,
karena tujuannya hanya untuk kepentingan tentara Belanda.
2. Masa Penjajahan Inggris (1812 – 1816)
Gurbernur Jenderal Inggris ketika VOC berkuasa yaitu Raffles sangat memperhatikan
kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya yaitu kesehatan adalah milik manusia, ia
melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi antara
lain :
pencacaran umum
cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa
kesehatan para tahanan
Setelah pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, kesehatan penduduk lebih
maju. Pada tahun 1819 didirikan RS. Stadverband di Glodok Jakarta dan pada tahun 1919
dipindahkan ke Salemba yaitu RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM). Tahun 1816 – 1942
berdiri rumah sakit – rumah sakit hampir bersamaan yaitu RS. PGI Cikini Jakarta, RS. ST
Carollus Jakarta, RS. ST. Boromeus di Bandung, RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan
dengan itu berdiri pula sekolah-sekolah perawat.
Sistem berbasis komunitas tidak secara akurat mengantisipasi sejauh mana kebutuhan
orang-orang yang parah dan penyakit mental persisten. Banyak klien tidak memiliki
keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup mandiri di Internet masyarakat, dan mengajarkan
keterampilan ini seringkali memakan waktu dan padat karya, membutuhkan staf 1: 1
rasio klien. Selain itu, sifat beberapa penyakit mental membuat belajar keterampilan ini lebih
sulit. Untuk Sebagai contoh, seorang klien yang berhalusinasi atau "mendengar suara-suara"
dapat mengalami kesulitan mendengarkan atau memahami instruksi. Klien lain mengalami
perubahan suasana hati yang drastis, karena tidak dapat bangun dari tempat tidur satu hari
kemudian tidak dapat berkonsentrasi atau memperhatikan beberapa hari kemudian. Terlepas
dari kekurangan dalam sistem, program berbasis masyarakat memiliki aspek positif yang
membuatnya lebih disukai untuk mengobati banyak orang dengan penyakit mental. Klien
dapat tetap tinggal di komunitas mereka, pertahankan kontak dengan keluarga dan teman-
teman, dan nikmati kebebasan pribadi yang tidak dimungkinkan di suatu institusi. Orang-
orang di institusi sering kehilangan motivasi dan harapan serta keterampilan hidup sehari-hari
yang fungsional, seperti berbelanja dan memasak. Karena itu, perawatan di masyarakat
merupakan tren yang akan terus berlanjut.
Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah perubahan
orientasi pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar gangguan jiwa masuk
dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu, ganguan jiwa dituntut mengikuti paradigma
natural sciences, yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi (ada
tanda/gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat penggolongan dari tanda-
tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu, kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh
dan spesfikasinya masing-masing ( Gail W Stuart.2007).
1. Revolusi kesehatan jiwa I
Dengan diterima gangguan jiwa sebagai suatu penyakit, maka terjadilah perubahan
orientasi pada organo biologis. Pada saat ini, Qubius menuntut agar gangguan jiwa masuk
dalam bidang kedokteran. Oleh karena itu, ganguan jiwa dituntut mengikuti
paradigma natural sciences, yaitu ada taksonomi (penggolongan penyakit) dan nosologi (ada
tanda/gejala penyakit). Akhirnya, Emil Craepelee mampu membuat penggolongan dari tanda-
tanda gangguan jiwa. Sejak saat itu, kesehatan jiwa terus berkembang dengan berbagai tokoh
dan spesfikasinya masing-masing ( Gail W Stuart.2007).
Sebut saja Bejamin Rush, dia disebut Bapak Psikiatric Amerika. Pertama menulis
buku tentang Pskiatric Amerika dan banyak tindakan kemanusian untuk penderita penyakit
mental/jiwa. Tahun 1783, masa tindakan moral dan bekerjasama dengan rumah sakit
Pennsylvania. Tahun 1843, Thomas kirkbridge memberikan pelatihan di rumah sakit
Pennsylvania untuk membantu dokter merawat pasien penyakit jiwa. Tahun 1872, New
England Hospital dibuka untuk perempuan & anak, dan Women’s Hospital di Philadelphia
mendirikan sekolah perawat, tetapi tidak untuk pelayan pskiatrik. Setelah itu Dorothea Lynde
Dix, seorang pengajar yang memberikan contoh penderita penyakit jiwa ( Gail W Stuart.2007).
Pola perkembangan pada Revolusi Kesehatan Jiwa II masih berorientasi pada berbasis
rumah sakit (hospital base), maka pada perkembangan berikutnya dikembangkanlah basis
komunitas (community base) dengan adanya upaya pusat kesehatan mental komunitas
(community mental health centre) yang dipelopori oleh J.F. Kennedy. Pada saat inilah disebut
revolusi kesehatan jiwa III( Gail W Stuart.2007).
Pada masa abad 20, perubahan mengenai kesehatan mental sangat besar dipengaruhi
oleh Clifford Beers dengan diterbitkannya buku yang berjudul A Mind That Found Itself
(1908). Dia menulis bukunya berdasarkan pengalaman dan observasi selama 3 tahun sebagai
pasien di rumah sakit jiwa. Beers menggunakan pengaruhnya untuk membentuk National
Society for Mental Hygiene tahun 1909, sekarang dikenal dengan National Association for
Mental Health. Sebagai hasilnya, banyak dibangun rumah sakit jiwa di daerah pedesaan,
dimana pasien akan mendapatkan udara segar, sinar matahari dan lingkungan alami (Sofyan
Willis.2005).
Pada tahun 1915, Linda Richards, lulusan Perawat pertama di AS dan sering disebut
sebagai perawat psikiatrik pertama di AS, menganjurkan pelayanan yang sama terhadap
pasien penyakit jiwa dengan pasien penyakit fisik. Dia menempatkan asuhan pada pasien
penyakit jiwa memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi dan siswa tidak terpengaruh.
Pengalaman klinik di rumah sakit jiwa memberikan kesempatan kepada siswa perawat untuk
mempunyai kemampuan tersebut. Banyak kemajuan terlihat di National Commettee on
Mental Hygiene and the American Nurses Association yang mempromosikan pendidikan
kepada pasien penyakit jiwa dengan menerbitkan journal. Buku – buku tentang keperawatan
jiwa ditulis dan dewan National League for Nursing mendiskusikan pendidikan Diploma
keperawatan psikiatrik 1915-1935 (Sofyan Willis.2005).
Pengalaman klinik di Rumah Sakit Jiwa merupakan bagian terpenting dari dasar
pengalaman siswa perawat dan sudah distandarisasikan pada tahun 1937. Pada tahun 1939
hampir semua sekolah perawatan memberikan pembelajaran keperawatan psikiatri untuk
siswa, tetapi belum dapat diakui sampai dengan tahun 1955. Pada tahun 1963, Gerakan
Kesehatan Mental Masyarakat mendirikan pusat kesehatan masyarakat (Sofyan Willis.2005).
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Kita sebagai perawat tidak boleh lupa akan sejarah perjuangan keperwatan jiwa
yang selalu dipandang sebalah mata terhdapa khalayak umum & harus terkobarkan semangat
juang membantu orang yang mengalami gangguan jiwa untuk sembuh seperti semula.