Pada tulisan kali ini, penulis akan membahas salah satu unsur instrinsik di
dalam sebuah cerpen yaitu sudut pandang pengarang atau point of view.
Sudut pandang atau point of view sendiri merupakan tekhnik seorang penulis
dalam menyampaikan ceritanya baik tokoh-tokoh, tindakan, dan latar sehingga
membentuk sebuah rangkaian cerita. Dengan kata lain, sudut pandang adalah
cara penulis untuk menempatkan dirinya dalam cerita tersebut.
Pada teknik penyampaian cerita jenis ini, pengarang menggunakan kata ganti
orang pertama tunggal seperti “Aku” dan “Saya”.
Di dalam cerita ini pengarang menjadi tokoh “aku” utama yang terlibat di dalam
cerita atau juga bisa menjadi tokoh “aku” tambahan yaitu tokoh yang
menceritakan orang lain dalam sudut pandang dirinya dan ikut terlibat di dalam
cerita itu.
Hari ini aku lelah sekali. Aku tak ingin pergi bermain bersama Andi dan Joni.
Padahal aku telah berjanji untuk pergi bersama mereka. Namun, aku takut
keputusan ku ini akan mengecewakan mereka. Ketika aku termenung, tiba-tiba
HPku berbunyi dan kulihat SMS masuk dari Andi.
Di pertandingan final kali ini, team kami harus menghadapi. Team Storm dari
sekolah lain. Mereka adalah juara liga tahun lalu, sedangkan team kami
hanyalah underdog. Bahkan taka da yang mengira team kami akan mauk final.
Namun, kami tak mau putus asa. Hal tersebut malah membuat kami termotivasi
untuk memenangkan pertandingan ini……
Advertisement
2. Sudut pandang orang ketiga
Sudut pandang orang ketiga adalah cara yang dilakukan oleh penulis untuk
menyampaikan ceritanya dengan memposisikan dirinya di luar bagian atau tidak
terlibat di dalam cerita. Penulis banyak menggunakan kata ganti orang ketiga
tunggal seperti “Dia”, nama orang, dan “dirinya”.
Sudut pandang ini menempatkan pengarang sebagi orang yang berada di luar
cerita, Dirinya hanyalah narrator atau pencerita. Ada beberapa macam sudut
pandang orang ketiga tunggal yaitu, sudut pandang orang ketiga serba tahu,
sudut pandang orang ketiga tunggal terbatas dan objektif.
Pada sudut pandang orang ketiga maha tahu, penulis mengetahui segala sesuatu
tentang tokoh-tokohnya bahkan hingga ke dalam pikirannya. Sedangkan sudut
pandang orang ketiga terbatas, penulis hanya mengetahui segala sesuatu tentang
tokoh utamanya saja.
Pada suatu hari mereka bertiga pergi ke Benteng Van Der Hok. Mereka tidak
menyadari bahwa benteng tersebut terlarang untuk dimasuki manusia. Konon
kabarnya benteng tersebut dihantui oleh sosok yang menyeramkan…….
Sudut pandang ini adalah gabungan dari sudut pandang orang pertama dan
ketiga “dia” dan “aku”. Pengarang menempatkan dirinya di dalam cerita kadang
kala sebagai orang yang terlibat di dalam cerita (bukan tokoh utama) dan orang
di luar cerita yang serba tahu.
Kami adalah sebuah keluarg yang cukup sederhan, tetapi kami mempunyai
perasaan memiliki satu sama lain yang menguatkan kami kapanpun. Namaku
adalah Ani, aku adalah sebagian kecil dari keluarga tersebut. Meskipun aku bisa
menerima kehidupan pahit ini, kadang kala aku iri dengan kehidupan mereka.
Khusunya keluarga Toni, mereka hidup dengan limpahan kemewahan. Bahkan
Toni tak perlu lagi bekerja karena dia sudah tercukupi dengan harta ayahnya.
Dia kadang-kadang berfikit, “Untuk apa kau sekolah, toh aku sudah kaya”
Tetapi aku berbeda, aku tidak seperti Toni yang selalu mengandalkan ayahnya.
Kami diajari untuk hidup mandiri, Tidak seperti dirinya yang tidak mau
berusaha sedikit pun.
DUT PANDANG
Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita atau
dari sudut mana pengarang memandang ceritanya. Berikut ini beberapa sudut
pandang yang dapat digunakan pengarang dalam bercerita.
a. Sudut pandang orang pertama, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata
ganti aku atau saya. Dalam hal ini pengarang seakan-akan terlibat dalam cerita
dan bertindak sebagai tokoh cerita.
b. Sudut pandang orang ketiga, sudut pandang ini biasanya menggunakan kata
ganti orang ketiga seperti dia, ia atau nama orang yang dijadikan sebagai titik
berat cerita.
c. Sudut pandang pengamat serba tahu, Dalam hal ini pengarang bertindak
seolah-olah mengetahui segala peristiwa yang dialami tokoh dan tingkah laku
tokoh.
d. Sudut pandang campuran, (sudut pandang orang pertama dan pengamat serba
tahu). Pengarang mula-mula menggunakan sudut pandang orang pertama.
Selanjutnya serba tahu dan bagian akhir kembali ke orang pertama.
Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku” mengisahkan berbagai peristiwa dan
tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri,
maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya. Si
”aku”menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita. Segala sesuatu yang di luar
diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang, diceritakan hanya jika
berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki kebebasan untuk memilih
masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita yang demikian,si ”aku”
menjadi tokoh utama (first person central).
Contoh:
Pagi ini begitu cerah hingga mampu mengubah suasana jiwaku yang tadinya
penat karena setumpuk tugas yang masih terbengkelai menjadi sedikit
teringankan. Namun, aku harus segera bangkit dari tidurku dan bergegas mandi
karena pagi ini aku harus meluncur ke Kedubes Australia untuk mengumpulkan
berita yang harus segera aku laporkan hari ini juga.
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku” muncul bukan sebagai tokoh utama,
melainkan sebagai tokoh tambahan (first pesonal peripheral). Tokoh ”aku” hadir
untuk membawakan cerita kepada pembaca, sedangkan tokoh cerita yang
dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai
pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang
kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak tampil,
membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan tokoh-
tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku”tambahan tampil kembali,
dan dialah kini yang berkisah.
Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap
berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya
tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
Contoh:
Deru beribu-ribu kendaraan yang berlalu-lalang serta amat membisingkan
telinga menjadi santapan sehari-hariku setelah tiga bulan aku tinggal di kota
metropolitan ini. Memang tak mudah untuk menata hati dan diriku menghadapi
suasana kota besar, semacam Jakarta, bagi pendatang seperti aku. Dulu, aku
sempat menolak untuk dipindahkan ke kota ini. Tapi, kali ini aku tak kuasa
untuk menghindar dari tugas ini, yang konon katanya aku sangat dibutuhkan
untuk ikut memajukan perusahaan tempatku bekerja.
Ternyata, bukan aku saja yang mengalami mutasi kali ini. Praba, teman satu
asramaku , juga mengalami hal yang sama. Kami menjadi sangat akrab karena
merasa satu nasib, harus beradaptasi dengan suasana Kota Jakarta.
“Aku bisa stress kalau setiap hari harus terjebak macet seperti ini. Apakah tidak
upaya dari Pemkot DKI mengatasi masalah ini! Rasanya, mendingan posisiku
seperti dulu asal tidak di kota ini!” umpatnya.
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut ”dia”, namun pengarang,
narator dapat menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ”dia”
tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat mahatahu (omniscient). Ia
mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk
motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa
saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh
”dia”yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya
”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa
pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya
ucapan dan tindakan nyata.
Contoh:
Sudah genap satu bulan dia menjadi pendatang baru di komplek perumahan ini.
Tapi, belum satu kali pun dia terlihat keluar rumah untuk sekedar beramah-
tamah dengan tetangga yang lain, berbelanja, atau apalah yang penting dia
keluar rumah.
“Apa mungkin dia terlalu sibuk, ya?” celetuk salah seorang tetangganya. “Tapi,
masa bodoh! Aku tak rugi karenanya dan dia juga tak akan rugi karenaku.”
Pernah satu kali dia kedatangan tamu yang kata tetangga sebelah adalah
saudaranya. Memang dia sosok introvert, jadi walaupun saudaranya yang
datang berkunjung, dia tidak bakal menyukainya.
Sudut pandang orang ketiga ialah pengarang menempatkan diri di luar konteks
cerita, sehingga seolah – olah pengarang tidak ada di dalam cerita tersebut.
Namun, dalam karangan tersebut biasanya pengarang menggunakan kata ‘Dia’
atau ‘Ia’ sebagai penokohan. Hal ini juga ditandai dengan kalimat – kalimat
yang menjelaskan karakterisktik tokoh atau pun latar secara detail sehingga
sering disebut dengan ‘serba tahu’.
Contoh:
Sudah menjadi rahasia umum jika dia bertingkah seperti itu. Semua tetangganya
pun seolah tak peduli lagi dengan kelakuannya. Dia adalah Fardan, anak kepala
desa. Sekolahnya saja tak lulus. Semua usaha yang ia lakukan bak api melumat
kertas. Habis tak bersisa. Orang tuanya sudah berkali – kali menyokong
kehidupannya. Namun dia sama sekali tak tahu balas budi. Sekarang lihat, dia
hanya melamun sepanjang hari di kursi malas. Tak patut ditiru oleh generasi
muda dimanapun berada.
Contoh:
Sudah sejak satu jam yang lalu aku duduk termangu di sini. Sengaja membunuh
rasa sepi dengan menghabiskan waktu di tengah taman kota. Rasa penat dengan
segala rutinitas harian sedikit terobati. Tiba – tiba pandanganku terfokus pada
satu arah. Kulihat dia juga sendiri, berbaju vintage, rambutnya panjang sebahu.
Namun sayang, raut wajahnya terlihat muram. Aku mengira mungkin dia baru
saja putus cinta atau hatinya sedang gundah gulana. Beberapa detik yang lalu,
pandanganku tak sengaja bertemu dengan tatapan matanya. Bulat, hitam, dan
tajam. Segera ku alihkan pandanganku ke segala arah. Namun aku menjadi
penasaran, untuk apa dia ke sini seorang diri?