Cerita
Sudut Pandang (point of view) adalah elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita
pendek. Sudut pandang adalah cara pengarang menempatkan dirinya terhadap cerita, dari sudut mana
pengarang memandang ceritanya. Sudut pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke
dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita. Jadi sudut pandangan ini sangat erat dengan teknik bercerita.
Sudut Pandang adalah salah satu unsur fiksi yang menjadi kunci kesuksesan cerita. Sebelum kita menulis
cerita, harus memutuskan untuk memilih dan menggunakan sudut pandang tertentu di dalam cerita yang akan
kita buat. Kita harus sudah bisa mengambil sikap naratif, antara mengemukakan cerita dengan dikisahkan
oleh seorang tokohnya, atau oleh seorang narator yang diluar cerita itu sendiri.
Di satu pihak, pengarang, narator dapat bebas menceritakan segala sesuatu yang berhubungan dengan tokoh
dia, jadi bersifat mahatahu, di lain pihak ia terikat, mempunyai keterbatasan pengertian terhadap tokoh
dia yang diceritakan itu, jadi bersifat terbatas, hanya selaku pengamat saja. Ada yang berpendapat bahwa
sudut pandang menggunakan gaya "Dia" terbagi menjadi dua, yaitu:
A. Dia Mahatahu
Dalam sudut Dia pandang ini, cerita dikisahkan dari sudut dia, namun pengarang, narator dapat
menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh dia tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia
bersifat mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan, termasuk
motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan
tempat cerita, berpindah-pindah dari tokoh diayang satu ke dia yang lain, menceritakan atau sebaliknya
menyembunyikan ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa pikiran, perasaan,
pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya ucapan dan tindakan nyata.
B. Dia Terbatas Dia
Dalm sudut pandang ini, sebagai pengamat. Dalam sudut pandang dia terbatas, seperti halnya
dalamdiamahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh
tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas.
Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh dia, namun mereka tidak diberi
kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.
sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian dibiarkan untuk mengisahkan sendiri berbagai
pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri itulah yang kemudian menjadi tokoh utama,
sebab dialah yang lebih banyak tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan
tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si akutambahan tampil kembali, dan dialah kini yang
berkisah.
Dengan demikian si aku hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap berlangsungnya cerita yang
ditokohi oleh orang lain. Si aku pada umumnya tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
SP sendiri memiliki pengertian sebagai cara pengarang menempatkan dirinya di dalam cerita. Dengan
demikian, SP pada hakikatnya merupakan teknik atau siasat yang sengaja dipilih penulis untuk
menyampaikan gagasan dan ceritanya, melalui kaca mata tokohatau tokoh-tokohdalam ceritanya.
B. MACAM-MACAM SUDUT PANDANG
3. SP Orang Kedua
Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang sedang berbicara kepada orang lain, menggambarkan
apa-apa yang dilakukan oleh orang tersebut. SP ini menggunakan kata ganti orang kedua, Kau, Kamu
atau Anda yang menjadi pusat pengisahan dalam cerita.
Kedua lututmu terasa lemas saat kau bersandar pada pemadam api yang baru saja dicat merah, putih, dan
biru. Nalurimu ingin berlari mendekati mereka, berteriak, aku juga! Aku juga! Sekarang kau bisa merasakan
penyangkalan yang sudah lama sekali kaulakukan; kau ingin berlari dan mengatakan kepadanya tentang
kehidupanmu selama tiga puluh satu tahun tanpa dirinya, dan membuatnya berteriak dengan kepastian tanpa
dosa: Oh, kau sungguh putri yang cantik!
(Cerpen Main Street Morning karya Natalie M. Patesch, pengarang cerpen asal Amerika)
Pada SP ini pembaca seolah-olah diperlakukan sebagai pelaku utama. Pembaca akan merasa seperti
seseorang yang tengah membaca kiriman surat dari kerabat atau orang terdekatnya. Sehingga membuat
pembaca menjadi merasa dekat dengan cerita, karena seolah-oleh dialah pelaku utama dalam cerita itu.
4. SP Orang Ketiga Tunggal
Pengarang menempatkan dirinya sebagai narator yang berada di luar cerita, atau tidak terlibat dalam cerita.
Dalam SP ini, narator menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut namanya, atau kata gantinya; Dia
atau Ia
SP orang ketiga dapat dibedakan berdasarkan tingkat kebebasan dan keterikatan pengarang terhadap cerita.
Pada satu pihak, pengarang atau narator dapat bebas mengungkapkan segala sesuatu yang berhubungan
dengan tokoh Dia. Di pihak lain, pengarang atau narator tidak dapat leluasa menguangkapkan segala hal
yang berhubungan dengan tokoh Dia, atau dengan kata lain hanya bertindak sebagai pengamat.
a. SP Orang Ketiga Mahatahu
SP ini sering juga disebut SP mata tuhan. Sebab dia berlaku seperti tuhan terhadap tokoh-tokoh di dalam
ceritanya. Pengarang atau narator mengetahui segala hal tentang tokoh-tokohnya, peristiwa, dan tindakan,
termasuk motif yang melatarbelakanginya. Dia bebas berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Bahkan,
pengarang bebas mengungkapkan apa yang ada dipikiran serta perasaan tokoh-tokohnya.
Ya ampun, luar biasa mimpiku ini, kata Tomas sambil menghela napas, kedua tangannya memegang setir,
memikirkan roket, wanita, wiski yang aromanya menyengat, rek kereta api di virginia, dan pesta tersebut.
Sungguh visi yang aneh, pikir makhluk Mars itu, sambil bergegas membayangkan festival, kanal, perahu,
para wanita dengan mata berkilauan bagai emas, dan aneka lagu.
(Cerpen Agustus 2002: Night Meeting karya Ray Bradbury)
Dalam SP ini, pengarang bebas memasuki pikiran dua atau tiga orang dan menunjukkannya pada pembaca.
Seperti contoh di atas, pengarang seakan tahu apa yang ada di pikiran Tomas, pada saat yang bersamaan dia
juga mengetahui apa yang ada di pikiran makhluk Mars.
b. SP Orang Ketiga Terbatas
Dalam SP ini, pengarang juga bisa melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikirkan dan dirasakan
oleh tokoh ceritanya. Namun hanya terbatas pada satu tokoh, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas
(Stanton, 1965:26). Pengarang tidak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya. Melainkan terikat
hanya pada satu atau dua tokoh saja.
Selalu ada cita-cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam, menyusuri Jalan
Braga menuju penginapan. Ia akan menikmati bagaimana lampu-lampu jalan berpendar seperti kunangkunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yangyang berderet tak putusacap kali
menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti sisa ombak yang menepi ke pantai.
(Cerpen Lagu Malam Braga karya Kurnia Effendi dalam buku Senapan Cinta)
Dari contoh di atas, tampak Kurnia Effendi sebagai pengarang masuk ke dalam benak tokoh Ia dan
menyampaikan isi kepala tokohnya itu kepada pembaca. Hal ini mirip SP orang ketiga mahatahu. Hanya saja
terpadas pada satu orang tokoh saja yang merupakan tokoh utama.
c. SP Orang Ketiga Objektif
Pengarang atau narator dalam SP ini bisa melukiskan semua tindakan tokoh-tokohnya, namun dia tak bisa
mengungkapkan apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh-tokohnya. Dia hanya boleh menduga apa
yang dipikirkan, atau dirasakan oleh tokoh ceritanya.
Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan-lahan menghitung tatakan gelas, mengeluarkan pundi-pundi kulit
dari kantungnya dan membayar minumannya dan meninggalkan persenan setengah peseta
Si pelayan mengikutinya dengan mata ketika si lelaki tua keluar ke jalan, seorang lelaki yang sangat tua yang
berjalan terhuyung-huyung tetapi tetap dengan penuh harga diri.
Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas? tanya si pelayan yang tidak tergesa-gesa. Mereka
berdua sedang menurunkan semua tirai. Hari belum lagi jam setengah dua.
Aku ingin cepat pulang dan tidur.
( Cerpen Tempat yang Bersih dan Terang karya Ernest Hemingway dalam buku Salju Kilimanjaro)
Seperti ternampak pada penggalan cerita karya Ernest Hemingway di atas, narator hanya berlaku seperti
wartawan yang tengah melaporkan sebuah peristiwa. Posisinya sejajar dengan pembaca. SP ini menuntut
ketelitian dalam mencatat dan mendeskripsikan peristiwa, tindakan, latar, samapi ke detil-detil yang terkecil.
Narator tak ubahnya sebuah kamera yang merekam dan mengabadikan sebuah objek.
5. SP Orang Ketiga Jamak
Pengarang menjadi narator yang menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kaca mata kolektif. Narator
akan menyebut tokoh-tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; Mereka.
Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan dengan beberapa anak lelaki dari
kelompok pemuda, dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe di pinggir kota. Dia
sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah jendela dan seorang pria duduk
bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas meja
(Cerpen Mother karya Natalia Ginzburg, pengarang asal Italia)
Pada hakikatnya, SP ini mirip dengan SP orang pertama jamak. Pembaca menerima semua gerak dan
tindakan satu orang atau beberapa orang melalui kaca mata sebuah kelompok. Perbedaannya ada pada posisi
narator yang berada di luar cerita, tidak terlibat dalam cerita yang dituturkannya melalui kaca mata tokoh
Mereka.
6. SP Campuran
Sebuah novel mungkin saja menggunakan lebih dari satu ragam SP. Bahkan, belakangan ini, SP campuran
tak hanya digunakan dalam novel saja, tetapi juga digunakan di dalam cerpen. Pengarang menempatkan
dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan SP yang berbeda-beda menggunakan Aku,
Kamu, Kami, Mereka, atau Dia.
Seketika mata Masayu membuka. Lewat pukul sembilan malam ketika lubang pernafasaannya membaui
aroma dari daging yang terbakar. Matanya membelalak menyaksikan api merambat cepat. Dia merasakan
panas di sekujur tubuhnya.
***
Pernahkah dalam hidupmu, kau merasakan kebencian yang teramat hebat? Sehingga apapun yang ada di
kepalamu selalu tentang bagaiman cara melampiaskannya?
Kami hanya dua gadis lugu yang tak pernah tahu arti membenci. Sebelum perceraian Mami dan Papi
menyadarakan kami akan arti memiliki. Kami baru menyadari kalau selama ini kami tak pernah benar-benar
memiliki Mami. Mungkin juga begitu yang dirasakan oleh Papi. Sehingga dia lebih memilih berpisah dengan
Mami, dari pada hidup bersama tetapi tidak merasa memiliki.
Namanya Melly. Tubuhnya tak lebih dari dua puluh centi. Bulunya kuning pudar dimakan usia. Hidungnya
bulat berwarna cokelat tua. Moncongnya putih gading. Kau pasti menduga kalau Melly seekor binatang
piaraan? Hampir tepat. Dia memang menyerupai binatang. Tapi bukan binatang. Karena dia tidak bernyawa.
Dia hanya sebuah boneka. Boneka beruang kepunyaan Mami. Tapi meski hanya sebuah boneka beruang, di
mata Mami, Melly lebih manusia dari manusia. Sehingga ia harus diperlakukan dengan istimewa. Sampaisampai Mami lupa kalau dia memiliki dua orang putri berusia 13 dan 10 tahun. Dua orang putri bernama
Bening dan Ranikamiyang lebih butuh perlakuan istimewa darinya.
(Cerpen Melly karya Denny Prabowo)
Pada paragraf pertama digunakan sudut pandang Dia tokoh Masayu. Pengarang berada di luar cerita.
Namun pada paragraf berikutnya pengarang menempatkan dirinya sebagai Kami yang berbicara pada
Kau. Itu berarti, pengarang menjadi pelaku sekaligus narator di dalam ceritanya. Sebagai narator, tokoh
Kami bertutur tentang tokoh lainnya bernama Melly.
Dalam penggunaan SP campuran, dimungkinkan terjadi pergantian pusat penceritaan dari seorang tokoh ke
tokoh lainnya. Dengan begitu, pembaca akan memperoleh pandangan terhadap suatu peristiwa atau masalah
dari beberapa tokoh.
Jenis-jenis Sudut Pandang dalam Karya Sastra
Apa yang anda lihat dan rasakan ketika menonton sepak bola? Sebagai penonton, perasaan
anda jelas berbeda dengan apa yang dilihat dan dirasa oleh si pemain yang timnya menang
atau malah si pemain yang timnya kalah. Akibat dari kejadian itupun akan berbeda bagi anda,
si pemain yang menang, dan si pemain yang kalah. Oleh sebab itu sudut pandang adalah
krusial dalam mempengaruhi penyajian cerita dan alurnya. Sudut pandang (point of view)
sendiri memiliki pengertian sebagai cara penulis menempatkan dirinya di dalam cerita. Secara
mudah, sudut pandang adalah teknik yang dipilih penulis untuk menyampaikan ceritanya.
Berikut ini macammacamnya:
1.
Penulis sebagai pelaku sekaligus narator yang menggunakan kata ganti aku.
A.
Aku
sebagai
tokoh
utama.
Penulis adalah aku sebagai tokoh utama cerita dan mengisahkan dirinya sendiri, tindakan,
dan kejadian disekitarnya. Pembaca akan menerima cerita sesuai dengan yang dilihat,
didengar, dialami, dan dirasakan aku sebagai narator sekaligus pusat cerita.
Contoh:
Seorang lelaki tua memanggilku sepuluh menit lalu di ruang pribadinya di lantai paling atas
pada gedung megah biru dunker, inti kampusku. Dia duduk pongah di kursi busa berukir khas
jepara dibalik meja. Senyumnya mahal, semahal kursi itu. Kucoba duduk santai dihadapnya,
sambil melirik buku yang tadi dibantingnya. Gagasan, itu tulisan di sudut kanan atas sampul
depan. Mendesah sebelum kualirkan mata ke tanda pengenal meja disebelah buku itu, tulisan
cerlang bereja Rektor pongah menatapku. Kulengoskan kepala keluar jendela, sementara
mulutnya terus mengumpat. Soal buku itu, tentu juga soal aku. (Rektor Itu Ayahmu, Sayang?
Ardyan
Amroellah)
Catatan:
Tokoh aku tak mungkin mengungkapkan perasaan atau pikiran tokoh lain kecuali
dengan perkiraan.
Penulis harus memahami tokoh aku sesuai karakternya. Misalnya soal bahasa, perlu
dilihat apakah aku adalah orang tua atau anak muda. Itu akan mempengaruhi gaya
bahasa yang diucapkan.
B.
Aku
sebagai
tokoh
bukan
utama.
Penulis adalah aku dalam cerita tapi bukan tokoh utama. Keberadaan aku hanya sebagai
saksi/kawan tokoh utama. Aku adalah narator yang menceritakan kisah yang dialami tokoh
lain
yang
menjadi
tokoh
utama.
Contoh:
Aku sudah mengetahui wajahnya sejak lama, sejak sekitar dua tahun lalu. Seminggu sekali dia
datang ke salon itu, selalu. Aku kerap tertawa saat ingat kali pertama aku melihatnya. Lusuh,
kusam, dekil, sama sekali tak berwarna. Tapi aku tahu, dia bak mutiara jatuh dalam kotoran
dan ketakberuntungan. Tinggal membasuhnya saja sebelum moncernya kembali. Dan rupanya
dia tahu bagaimana cara memelihara diri. Terbukti, tak ada tanda kekusaman yang muncul.
Aih,
aku
jadi
iri.
(Mimpimu
Apa?
Ardyan
Amroellah)
Catatan:
Teknik ini hampir mirip dengan Sudut Pandang Orang Ketiga. Hanya saja narator ikut
terlibat sebagai tokoh.
Aku hanya mengomentari apa yang dilihat dan didengar saja. Aku bisa mengungkap
apa yang dirasakan atau dipikirkan tokoh utama, tapi hanya berupa dugaan dan
kemungkinan berdasar apa yang aku amati dari tokoh utama.
3.
Penulis adalah narator yang sedang berbicara kepada kata ganti kamu dan menggambarkan
apa
yang
dilakukan
kamu
atau
kau
atau
anda.
Contoh:
Ini hari pertamamu masuk kerja. Harus sempurna! Maka jadi sejak tiga sejam lalu, kau sibuk
bolak-balik di depan cermin. Mengecek baju, rambut, sampai riasan di wajahmu. Lalu setelah
kau memulaskan lipgloss sebagai sentuhan final yang kau rasa akan memesona teman-teman
barumu di kantor nanti, kau mengambil parfum. Menyemprotkannya di belakang telinga,
pergelangan tangan, selangkangan, dan ke udara. Sedetik berikutnya, kau melewati udara
beraroma lili dan lavender itu, berharap supaya wanginya menempel di rambut dan blazer
barumu. (Novel The Girls Guide to Hunting and Fishing Melissa Bank)
Catatan;
Penulis harus konsisten tak menyebut aku untuk berbicara dengan tokoh utama.
B.
Sudut
Pandang
Orang
Ketiga
Terbatas.
Penulis melukiskan segala apa yang dialami tokoh hanya terbatas pada satu orang atau dalam
jumlah yang sangat terbatas. Penulis tak leluasa berpindah dari satu tokoh ke tokoh lainnya.
Melainkan
terikat
hanya
pada
satu
atau
dua
tokoh
saja.
Contoh:
Selalu ada cita di dalam benaknya, untuk mabuk dan menyeret kaki di tengah malam,
menyusuri Jalan Braga menuju penginapan. Dia akan menikmati bagaimana lampu-lampu
jalan berpendar seperti kunang yang bimbang; garis-garis bangunan pertokoan yang berderet
tak putus acap kali menghilang dari pandangan; dan trotoar pun terasa bergelombang seperti
sisa ombak yang menepi ke pantai. (Lagu Malam Braga Kurnia Effendi)
C.
Sudut
Pandang
Orang
Ketiga
Objektif
Narator melukiskan semua tindakan tokoh dalam cerita namun tak mengungkapkan apa yang
dipikirkan serta dirasakan oleh tokoh cerita. Penulis hanya boleh menduga apa yang
dipikirkan,
atau
dirasakan
oleh
tokoh
ceritanya.
Contoh:
Si lelaki tua bangkit dari kursinya, perlahan mengeluarkan pundi kulit dari kantung, membayar
minuman dan meninggalkan persenan setengah peseta. Si pelayan mengikutinya dengan
mata ketika si lelaki tua keluar. Seorang lelaki yang sangat tua yang berjalan terhuyung tetapi
tetap
dengan
penuh
harga
diri.
Kenapa tak kau biarkan saja dia minum sampai puas? tanya si pelayan lain. Mereka berdua
menurunkan
semua
tirai.
Belum
jam
setengah
dua.
lanjutnya.
Aku ingin cepat pulang dan tidur. (Tempat yang Bersih Terang Ernst Hemingway)
5.
Penulis menuturkan cerita berdasarkan persepsi atau kacamata kolektif. Penulis akan
menyebut para tokohnya dengan menggunakan kata ganti orang ketiga jamak; mereka.
Contoh:
Pada suatu hari, ketika mereka berjalan-jalan dengan Don Vigiliani dan beberapa anak lelaki
dari kelompok pemuda. Dalam perjalanan pulang, mereka melihat ibu mereka di sebuah kafe
di pinggir kota. Dia sedang duduk di dalam kafe itu; mereka melihatnya melalui sebuah
jendela dan seorang pria duduk bersamanya. Ibu mereka meletakkan syal tartarnya di atas
meja. (Ibu Natalia Ginzburg)
6.
Penulis menempatkan dirinya bergantian dari satu tokoh ke tokoh lainnya dengan sudut
pandang yang berbeda-beda. aku, kamu, kami, mereka, dan atau dia.
Catatan:
Biasanya teknik ini dipakai dalam cerita yang membutuhkan halaman banyak.
Perlu ketelitian dalam setiap fragmen saat penulis mengubah sudut pandang.
SUDUT PANDANG ORANG KEDUA: PENJELASAN KHUSUS