Dibuat Oleh :
UNIVERSITAS PADJAJARAN
-Komoditas E-Commerce
Infrastruktur
Logistik
- Kepuasan dan Kepercayaan Konsumen (Membangun Trust terhadap
Konsumen)
- Potensi Selling
Latar Belakang Masalah 1.1
Fungsi pembangunan sangat penting dalam proses meningkatkan ekonomi suatu
bangsa terutama pembangunan infrastruktur. Karena infrastruktur merupakan salah satu
intstrumen penting yang berdampak luas di sektor industri maupun sumber daya manusia.
Tetapi khususnya di Indonesia masih begitu banyak pembangunan infrastruktur yang tidak
merata dan tidak maksimal sehingga tidak ditemukannya potensi potensi baru yang dapat
meningkatkan kualitasnya, khususnya industri kreatif di dunia E-Commerce.
Berbicara E-commerce tentu tidak dapat dilepas kaitannya dengan internet. Di era
modern saat ini internet berkembang sangat pesat. Internet seolah menjadi suatu bagian yang
tidak bisa dilepaskan dari berbagai kegiatan manusia. Melalui Kompas.com, Asosiasi Penyedia
Jasa Indonesia (APJII) merilis hasil survey pada tanggal 19 Februari 2018 menunjukan, rata –
rata penggunaan internet masyarakat Indonesia , presentase 1 sampai 3 jam adalah 43,89%, 4
sampai 7 jam 29,63%, dan 7 jam dalam sehari yaitu 26,48%. Survey tersebut menunjukan
bahwa di generasi modern ini rata – rata masyarakat sudah kebergantungan terhadap internet.
Melihat kebiasaan serta perkembangan internet/teknologi informasi saat ini merupakan suatu
kebutuhan yang harus dimaksimalkan oleh organisasi. Khususnya pelaku industri kreatif E-
Commerce.
2.5.1 Faktor – Faktor Pendorong Konsumen Melakukan Transaksi Pembelian Melalui Online
Shop/E-Commerce
Pada dasarnya konsumen akan membeli sebuah produk dari sebuah toko jika produk
tersebut memberikan keuntungan kepada pemiliknya atau tidak. Ada beberapa faktor yang
mendorong konsumen mau berbelanja secara online. Hal ini bisa dilihat dari dua sisi yaitu
diferensiasi dan biaya rendah. (Afuah & Tucci, 2003: 55) 1. Diferensiasi Sebuah produk atau
jasa dikatakan berbeda jika memberikan keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh produk
atau jasa lainnya. (i) Keunggulan produk, menawarkan keunggulan yang tidak dimiliki produk
lain. (ii) Waktu Kemunculan, diferensiasi produk bisa dilakukan dengan menjadi yang pertama
muncul atau pioneer. Menjadi satu-satunya produk yang muncul akan memberi nilai lebih. (iii)
Lokasi, kemudahan dalam mendapatkan suatu produk juga perlu diperhatikan. Jika lokasi toko
online memakan ongkos pengiriman yang cukup mahal karena tidak berada di kota, maka akan
menjadi bumerang bagi toko tersebut. (iv) Pelayanan, pemberian garansi akan produk dan
kemudahan untuk mendapatkan suku cadang di kota pembeli akan menjadi nilai plus. Para
pembeli online akan bertanya tentang produk di sebuah grup. Maka akan banyak tanggapan
dari member lainnya. (v) Product-Mix, keragaman produk dalam sebuah toko online menjadi
daya tarik bagi calon konsumen sehingga mereka bisa melakukan one-stop-shopping. (vi)
Linkages, ketergabungan online shop dengan sebuah asosiasi membuat calon konsumen
menjadi lebih percaya. Misalnya Komunitas Online Shop Regional Yogyakarta. (vii)Reputasi
Nama Online Shop, hal ini menjadi sangat penting karena berhubungan dengan diferensiasi
produk yang dijual. 2. Biaya rendah Harga produk atau jasa lebih murah dibandingkan dengan
harga di toko sebelah. Tidak hanya harga produk atau jasa saja yang rendah, namun biaya
rendah ini termasuk perhitungan distribusi, pengemasan, dan biaya kirim produk atau jasa
tersebut. Semua kegiatan berbelanja secara online didukung dengan bermunculannya banyak
situs belanja dan toko-toko online. Toko online tidak hanya memanfaatkan website saja.
Banyak toko online yang menggunakan media online lain untuk berjualan. Contoh paling
mudah adalah maraknya toko online di situs jejaring sosial seperti Blog, Flickr, Tumblr,
Instagram, Path, MySpace, Twitter, dan yang paling mudah ditemui adalah Facebook.
2.5.2 Faktor Pendukung Eksternal
Implementasi e-commerce untuk UKM di Indonesia masih menghadapi kendala, baik
dari aspek teknis maupun non-teknis. Oleh sebab itu, diperlukan sinergi antara pemerintah,
perusahaan pengembang, pelaku usaha bahkan konsumen untuk mendukung aktivitas e-
commerce (Suryana et al., 2013). Investasi e-commerce pada negara berkembang relatif lebih
tinggi dibanding dengan rata-rata global, namun dalam hal ini pemerintah dan pelaku usaha
diharapkan untuk tidak resisten dengan trend perkembangan yang ada (Molla et al., 2007).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk yang relatif besar
menjadi surga untuk bisnis perdagangan. Penyediaan infrastruktur yang mampu menunjang
transaksi perdagangan digital memberi ruang e-commerce untuk terus berkembang. Manfaat
ekonomis dari perkembangan e-commerce tersebut dapat diperoleh melalui kolaborasi ide
kreatif pelaku usaha dan adanya dukungan kebijakan pemerintah. Zhu dan Kraemer (2005)
dalam Rahayu dan Day (2015) menilai faktor dukungan eksternal dalam konteks pengadopsian
e-commerce melalui beberapa indikator. Pertama, melalui regulasi dan kebijakan pemerintah
yang mampu melindungi pelaku usaha dalam transaksi bisnis digital. Kedua, melalui peran
perusahaan pengembang sistem untuk ikut terlibat aktif dalam menyediakan fasilitas pelatihan
dan konsultasi. Ketiga, insentif bagi pelaku usaha untuk menerapkan sistem teknologi digital
dalam transaksi perdagangan. Sementara itu, Kurnia et al. (2015) dalam risetnya melibatkan
aspek ketersediaan infrastruktur dalam faktor pendukung eksternal selain ketiga indikator
tersebut.
2.5.3 Potensi Selling E-Commerce di Indonesia
Potensi E-commerce di Indonesia sangat potensial untuk dapat memajukan ekonomi
negara dan mendorong kreatifitas masyarakat serta membuka banyak lapangan pekerjaan.
Ditulis oleh Dwi Hadya Jayani di laman databoks.katadata.co.id, Statista memproyeksikan
total pendapatan yang berasal dari pasar e-commerce Indonesia sepanjang 2019 mencapai US$
18,8 miliar, tumbuh hingga 56% dari periode sebelumnya yang sebesar US$ 12 miliar. Adapun
segmen pasar yang diproyeksikan mengalami pertumbuhan tertinggi terdapat di pasar mainan,
hobi, dan swakriya sebesar 66,93% dari US$ 1,9 miliar pada 2018 menjadi US$ 3,2 miliar pada
2019. Pertumbuhan tertinggi kedua terdapat di pasar makanan dan produk perawatan pribadi
sebesar 60,37% menjadi US$ 3,2 miliar dari 2018 yang sebesar US$ 2 miliar. Pasar fesyen
mencatatkan pertumbuhan terendah kedua tetapi segmen ini memiliki nilai pendapatan terbesar
dibandingkan pasar e-commerce lainnya. Proyeksi pendapatan pasar fesyen sebesar US$ 4,8
miliar. Pendapatan terbesar selanjutnya terdapat di pasar elektronik dan media sebesar US$ 4,7
miliar, serta mainan, hobi, dan swakriya sebesar US$ 3,2 miliar.
Meskipun pada tahun-tahun selanjutnya pendapatan e-commerce selalu meningkat,
tetapi pertumbuhan e-commerce justru semakin rendah. Secara berturut-turut pertumbuhan e-
commerce pada 2020 diprediksi sebesar 43,5% dengan nilai pendapatan sebesar US$ 26,9
miliar. Pada 2021, pertumbuhan e-commerce sebesar 30,6% dengan nilai pendapatan sebesar
US$ 35,2 miliar. Pada 2022 pertumbuhan pasar e-commerce sebesar 19,7% dengan nilai
pendapatan sebesar US$ 42 miliar dan 2023 tumbuh sebesar 11,9% dengan nilai pendapatan
sebesar US$ 47 miliar.
2.7 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan rerangka pemikiran yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang digunakan adalah :
H1 : Infrastruktur diduga berpengaruh terhadap Potensi selling pada
Pelaku Usaha E-Commerce.
H2 : Logistik (Suppy Chain) diduga berpengaruh terhadap Potensi pada
Pelaku Usaha E-Commerce.
H3 : Kepuasan dan Kepercayaan Konsumen diduga berpengaruh terhadap Potensi selling pada
Pelaku Usaha E-Commerce.
UMKM Askha Jaya.
H4 : Infrastruktur, Logistik, serta Kepuasan dan Kepercayaan Konsumen diduga berpengaruh
terhadap Potensi selling pada Pelaku Usaha E-Commerce.