Anda di halaman 1dari 21

Pengaruh Infrastruktur dan Logistik serta Perilaku dan Kepercayaan Konsumen terhadap

Potensi Selling E-Commerce di Indonesia

Dibuat Oleh :

Faldi Akbar Ramdhani 120210160054

UNIVERSITAS PADJAJARAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

ILMU EKONOMI STUDI PEMBANGUNAN


Pengaruh Infrastruktur dan Logistik serta Perilaku dan Kepercayaan Konsumen terhadap
Potensi Selling E-Commerce di Indonesia

Kerangka Latar Belakang

-Komoditas E-Commerce
 Infrastruktur
 Logistik
- Kepuasan dan Kepercayaan Konsumen (Membangun Trust terhadap
Konsumen)
- Potensi Selling
Latar Belakang Masalah 1.1
Fungsi pembangunan sangat penting dalam proses meningkatkan ekonomi suatu
bangsa terutama pembangunan infrastruktur. Karena infrastruktur merupakan salah satu
intstrumen penting yang berdampak luas di sektor industri maupun sumber daya manusia.
Tetapi khususnya di Indonesia masih begitu banyak pembangunan infrastruktur yang tidak
merata dan tidak maksimal sehingga tidak ditemukannya potensi potensi baru yang dapat
meningkatkan kualitasnya, khususnya industri kreatif di dunia E-Commerce.

Berbicara E-commerce tentu tidak dapat dilepas kaitannya dengan internet. Di era
modern saat ini internet berkembang sangat pesat. Internet seolah menjadi suatu bagian yang
tidak bisa dilepaskan dari berbagai kegiatan manusia. Melalui Kompas.com, Asosiasi Penyedia
Jasa Indonesia (APJII) merilis hasil survey pada tanggal 19 Februari 2018 menunjukan, rata –
rata penggunaan internet masyarakat Indonesia , presentase 1 sampai 3 jam adalah 43,89%, 4
sampai 7 jam 29,63%, dan 7 jam dalam sehari yaitu 26,48%. Survey tersebut menunjukan
bahwa di generasi modern ini rata – rata masyarakat sudah kebergantungan terhadap internet.
Melihat kebiasaan serta perkembangan internet/teknologi informasi saat ini merupakan suatu
kebutuhan yang harus dimaksimalkan oleh organisasi. Khususnya pelaku industri kreatif E-
Commerce.

Potensi E-commerce di Indonesia sangat potensial untuk dapat memajukan ekonomi


negara dan mendorong kreatifitas masyarakat serta membuka banyak lapangan pekerjaan.
Ditulis oleh Dwi Hadya Jayani di laman databoks.katadata.co.id, Statista memproyeksikan
total pendapatan yang berasal dari pasar e-commerce Indonesia sepanjang 2019 mencapai US$
18,8 miliar, tumbuh hingga 56% dari periode sebelumnya yang sebesar US$ 12 miliar. Adapun
segmen pasar yang diproyeksikan mengalami pertumbuhan tertinggi terdapat di pasar mainan,
hobi, dan swakriya sebesar 66,93% dari US$ 1,9 miliar pada 2018 menjadi US$ 3,2 miliar pada
2019. Pertumbuhan tertinggi kedua terdapat di pasar makanan dan produk perawatan pribadi
sebesar 60,37% menjadi US$ 3,2 miliar dari 2018 yang sebesar US$ 2 miliar. Pasar fesyen
mencatatkan pertumbuhan terendah kedua tetapi segmen ini memiliki nilai pendapatan terbesar
dibandingkan pasar e-commerce lainnya. Proyeksi pendapatan pasar fesyen sebesar US$ 4,8
miliar. Pendapatan terbesar selanjutnya terdapat di pasar elektronik dan media sebesar US$ 4,7
miliar, serta mainan, hobi, dan swakriya sebesar US$ 3,2 miliar.

Meskipun pada tahun-tahun selanjutnya pendapatan e-commerce selalu meningkat,


tetapi pertumbuhan e-commerce justru semakin rendah. Secara berturut-turut pertumbuhan e-
commerce pada 2020 diprediksi sebesar 43,5% dengan nilai pendapatan sebesar US$ 26,9
miliar. Pada 2021, pertumbuhan e-commerce sebesar 30,6% dengan nilai pendapatan sebesar
US$ 35,2 miliar. Pada 2022 pertumbuhan pasar e-commerce sebesar 19,7% dengan nilai
pendapatan sebesar US$ 42 miliar dan 2023 tumbuh sebesar 11,9% dengan nilai pendapatan
sebesar US$ 47 miliar.
Namun disamping potensi yang besar, masih banyak permasalahan yang belum
terselelesaikan oleh Pemerintah maupun palaku E-Commerce itu sendiri. Contoh permasalahan
yang belum terselesaikan adalah kebijakan pajak bagi pelaku E-Commerce.
Pendapat yang sangat berlebihan tentang bisnis ‘dotcom’ atau bisnis on-line seolaholah
mampu menggantikan bisnis tradisionalnya (off-line). Kita dapat melakukan order dengan
cepat diinternet dalam orde menit, tetapi proses pengiriman barang justru memakan waktu dan
koordinasi yang lebih rumit, bisa memakan waktu mingguan, menurut Softbank;s Rieschel,
Internet hanya menyelesaikan 10% dari proses transaksi, sementara 90 % lainnya adalah biaya
untuk persiapan infrastruktur back-end, termasuk logistic. Reintiventing dunia bisnis bukan
berarti menggantikan system yang ada, tapi justru komplemen dan ekstensi dari system
infratruktur perdagangan dan produksi yang ada sebelumnya. Dalam mengimplementasikan e-
commerce tersedia suatu integrasi rantai nilai dari infrastrukturnya, yang terdiri dari tiga lapis.
Pertama, Insfrastruktur system distribusi (flow of good) kedua, Insfrastruktur pembayaran
(flow of money) Dan Ketiga, Infrastruktur system informasi (flow of information). Dalam hal
kesiapan infrastruktur ecommerce, penulis percaya bahwa logistics follow trade, bahwa semua
transaksi akan diikuti oleh perpindahan barang dari sisi penjual kepada pembeli. Agar dapat
terintegrasinya system rantai suplai dari supplier, ke pabrik, ke gudang, distribusi, jasa
transportasi, hingga ke customer maka diperlukan integrasi enterprise system untuk
menciptakan supply chain visibility.
Berdasarkan dari permasalahan dari E-commerce yang terpapar diatas, perlu
diperhatikan dalam meningkatkan potensi Usaha industri-industri kreatif E-Commerce di
Indonesia adalah proaktifnya peran pemerintah dan kementrian keuangan yang salah satunya
dalam hal pembangunan infrastruktur dan logistic serta menerbitkan atau memperjelas
peraturan hukum pajak untuk para pelaku E-Commerce , karena upaya yang dilakukan
Pemerintah dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan terus potensi diharapkan
mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang dapat memajukan perekonomian bangsa
serta membangun sumber daya manusia yang berkualitas di kemudian hari. Sehingga penulis
tertarik untuk meneliti topik “Pengaruh Infrastruktur dan Logistik serta perilaku dan
kepercayaan konsumennya terhadap potensi selling profit E-Commerce di Indonesia”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan latar belakang yang peneliti tulis, maka dirumuskan

permasalahan pada indusri kreatif E-Commerce sebagai berikut :

1. Apakah variabel infrastruktur dan logistic secara Bersama sama berpengaruh


terhadap potensi selling profit pada industri kreatif E-Commerce?
2. Bagaimana kepuasan dan kepercayaan konsumen mempengaruhi pertumbuhan dan
potensi selling indutri kreatif E-Commerce.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaruh pembangunan infrastruktur terhadap kemajuan E-


Commerce nantinya.

2. Untuk mengetahui apakah infrastruktur dan logistik mempengaruhi perilaku


konsumen dan ikut memajukan E-Commerce
II. KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Definisi E-Commerce

Definisi E-Commerce menurut Laudon (2007), E-Commerce adalah suatu


proses membeli dan menjual produk-produk secara elektronik oleh konsumen dan
dari perusahaan ke perusahaan dengan komputer sebagai perantara transaksi
bisnis. E-Commerce menurut David Baum (1999) merupakan satu set dinamis
teknologi, aplikasi, dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan,
konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan perdagangan
barang, pelayanan, dan informasi yang dilakukan secara elektronik. Definisi dari
E-Commerce menurut Kalakota dan Whinston (1997) dapat ditinjau dalam tiga
perspektif berikut :
1. Perspektif komunikasi, E-Commerce adalah pengiriman barang, layanan,
informasi, pembayaran melalui jaringan komputer atau melalui peralatan
elektronik lainnya.
2. Perspektif proses bisnis, E-commerce adalah aplikasi dari teknologi yang
menuju otomatisasi dari transaksi bisnis dan aliran kerja.
3. Perspektif layanan, E-Commerce merupakan suatu alat yang memenuhi
keinginan perusahaan, konsumen, dan manajemen untuk memangkas biaya
layanan (service cost). Ketika meningkatkan kualitas barang dan
meningkatkan kecepatan layanan pengiriman.
4. Perspektif online, E-Commerce menyediakan kemampuan untuk membeli dan
menjual barang ataupun informasi melalui internet.
Menurut Rayport dan Jaworski, e-commerce adalah pertukaran yang dimediasi oleh
teknologi antar beberapa kelompok (individual atau organisasai) secara elektronik berbasiskan
aktivitas intra-organisasi atau inter-organisasi yang memfasilitasi pertukaran tersebut. (Rayport
and Jaworski, 2001: 3) Zwass dalam Choi (1997: xxvi) juga mengatakan bahwa sesungguhnya
e-commerce tidak hanya terbatas pada jual beli barangbarang namun juga mencakup berbagai
macam proses yang ada di dalam suatu organisasi atau perusahaan yang dimaksudkan untuk
mendukung atau menunjang tujuan jual beli barang tersebut. Hampir sama dengan Zwass,
Choi, mendefinisikan e-commerce lebih dari sekedar saluran alternatif untuk memasarkan atau
menjual produk-produk dan jasa-jasa secara online (elektronik). Menurut Zwass dan Choi, e-
commerce telah menjadi suatu pasar elektronik yang memungkinkan para penjual untuk
berinovasi dan untuk melaksanakan keseluruhan proses bisnis mereka (mulai dari proses
produksi hingga pelayanan konsumen) secara elektronik dan memungkinkan dilakukannya
pengintegrasian proses-proses bisnis tersebut menjadi suatu kesatuan dimana informasi tentang
pilihan dan harga produk, misalnya dapat selalu diperbaharui dalam riil (real timebasis)
berdasarkan informasi-informasi yang diberikan oleh konsumen. (Choi, 1997: xxvi)
Transaksi e-commerce melibatkan beberapa pihak, baik yang terlibat secara langsung
maupun tidak langsung, diantaranya penjual (merchant), konsumen (card holder), bank,
provider, Certification Authorities. (Mansur & Gultom, 2005: 152-153)
2.1.1 Jenis-jenis e-commerce
Kegiatan E-Commerce mencakup banyak hal, untuk membedakannya E
Commerce dibedakan menjadi tiga berdasarkan karateristiknya (Laudon, 2007) :
1. Business to Business, karateristiknya :
a. Trading partners yang sudah saling mengetahui dan antara mereka
sudah terjalin hubungan yang berlangsung cukup lama.
b. Pertukaran data dilakukan secara berulang-ulang dan berkala dengan
format data yang telah disepakati bersama.
c. Salah satu pelaku tidak harus menunggu rekan mereka lainnya untuk
mengirimkan data.
d. Model yang umum digunakan adalah peer to peer, dimana processing
intelligence dapat didistribusikan di kedua pelaku bisnis.
2. Business to Consumer, karateristiknya :
a. Terbuka untuk umum, dimana informasi disebarkan secara umum.
b. Service yang digunakan juga bersifat umum, sehingga dapat digunakan
oleh orang banyak.
c. Service yang digunakan berdasarkan permintaan.
d. Sistem pendekatan melalui client-server
3. Consumer to consumer
E-Commerce konsumen ke konsumen (C2C) melibatkan konsumen yang
menjual secara langsung ke konsumen.

2.1.2 Proses transaksi e-commerce

Kegiatan perdagangan antar pembeli dan penjual dapat dilakukan maka


harus ada satu proses tertentu. Proses transaksi e-commerce bisa mencakup tahap
tahap sebagai berikut ( Suyanto, 2003 ) :
1. Show. Penjual menunjukkan produk atau layanannya di situs yang dimiliki,
lengkap dengan detail spesifikasi produk dan harganya.
2. Register. Konsumen melakukan register untuk memasukkan data-data
identitas, alamat pengiriman dan informasi login.
3. Order. Setelah konsumen memilih produk yang diinginkan, konsumen pun
selanjutnya melakukan order pembelian.
4. Payment. Konsumen melakukan pembayaran.
5. Verification. Verifikasi data konsumen seperti data-data pembayaran
contohnya nomor rekening atau kartu kredit.
6. Deliver. Produk yang dipesan pembeli kemudian dikirimkan oleh penjual ke
konsumen.
2.2. Infrastruktur
2.2.1 Definisi Infrastruktur
Menurut Grigg (1998) infrastruktur merupakan sistem fisik yang menyediakan
transportasi, pengairan, drainase, bangunan gedung, dan fasilitas publik lainnya, yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia baik kebutuhan sosial maupun
kebutuhan ekonomi. Dalam hal ini, hal-hal yang terkait dengan infrastruktur tidak
dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sistem lingkungan dapat terhubung karena
adanya infrastruktur yang menopang antara sistem sosial dan sistem ekonomi.
Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem
ekonomi yang ada di masyarakat. Maka infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar
dasar dalam mengambil kebijakan (J. Kodoatie, 2005).
Mankiw (2003) menyatakan pekerja akan lebih produktif jika mereka mempunyai
alat-alat untuk bekerja. Peralatan dan infrastruktur yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa disebut modal fisik. Hal serupa juga dijelaskan dalam
Todaro (2006) bahwa tingkat ketersediaan infrastruktur di suatu negara adalah faktor
penting dan menentukan bagi tingkat kecepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi.
Infrastruktur merupakan suatu wadah untuk menopang kegiatan-kegiatan dalam satu
ruang. Ketersediaan infrastruktur memberikan akses mudah bagi masyarakat terhadap
sumber daya sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam
melakukan kegiatan sosial maupun ekonomi. Dengan meningkatnya efisiensi
otomatis secara tidak langsung meningkatkan perkembangan ekonomi dalam suatu
wilayah. Sehingga menjadi sangat penting peran infrastruktur dalam perkembangan
ekonomi.
Infrastruktur mengacu pada fasilitas kapital fisik dan termasuk pula dalam kerangka
kerja organisasional, pengetahuan dan teknologi yang penting untuk organisasi
masyarakat dan pembangunan ekonomi mereka. Infrastruktur meliputi undang
undang, sistem pendidikan dan kesehatan publik, sistem distribusi dan perawatan air,
pengumpulan sampah dan limbah, pengelolaan dan pembuangannya, sistem
keselamatan publik, seperti pemadam kebakaran dan keamanan, sistem komunikasi,
sistem transportasi, dan utilitas publik (Tatom, 1993).

2.2,2 Hubungan Infrastruktur dan Pertumbuhan Ekonomi


Beberapa literatur teori pertumbuhan baru (new growth theory) mencoba
menjelaskan pentingnya infrastruktur dalam mendorong perekonomian. Teori ini
memasukkan infrastruktur sebagai input dalam mempengaruhi output agregat dan
juga merupakan sumber yang mungkin dalam meningkatkan batas-batas kemajuan
teknologi yang didapat dari munculnya eksternalitas pada pembangunan
infrastruktur (Hulten dan Schwab, 1991). Eksternalitas infrastruktur mempengaruhi
kegiatan produksi dengan memberikan aksesbilitas, kemudahan, dan kemungkinan
kegiatan produksi menjadi lebih efisien dan produktif. Eksternalitas infrastruktur
disebut dengan ekternalitas positif yang diakibatkan oleh infrastruktur ke dalam fungsi
produksi. Sektor publik mempunyai peranan penting dalam kegiatan produksi.
Secara nyata, sektor publik dapat dimasukkan ke dalam fungsi produksi sebab
adanya peran penting dari sektor publik sebagai salah satu input dalam produksi.
Peran sektor publik yang produktif tersebut yang akan menciptakan potensi
keterkaitan positif antara pemerintah dan pertumbuhan (Barro, 1990).
Dalam studi literaturnya mengenai publik spending, Barro (1990) mulai
memasukkan beberapa asumsi unuk menjelaskan keterkaitan antara pemerintah
dengan pertumbuhan ekonomi. Diasumsikan bahwa pemerintah disini adalah
pelayanan publik yang disediakan tanpa adanya pengenaan biaya penggunaan dan
tidak dihalangi dengan efek kemacetan (congestion effects). Model ini merupakan
penyederhanaan dari eksternalitas yang berkaitan dengan penggunaan layanan
publik. Kemudian menganggap peran pelayanan publik sebagai input (g) selain
kapital (k) dalam fungsi produksi. Peran yang produktif tersebut yang akan
menciptakan potensi keterkaitan positif antara pemerintah dan pertumbuhan.
Produksi menunjukan asumsi constant return to scale pada k dan g secara bersama
sama tetapi diminishing return pada k secara terpisah. Kemudian menuliskan fungsi
produksi dengan eksternalitas infrastrukur sebagai berikut :
Dimana syarat untuk positif dan diminishing marginal products, sehingga > 0
dan < 0, variabel k mewakili kuantitas kapital produsen. Kemudian, g adalah
pengeluaran/pembelian pemerintah atas barang dan jasa (untuk pelayanan publik).
Barro (1990) memperluas model pertumbuhan dengan memasukkan intervensi
pemerintah G, ke dalam fungsi produksi sebagai barang publik (pure publik goods)
sehingga fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi :
Dimana 0 < α < 1. Persamaan diatas mengimplikasikan bahwa fungsi produksi setiap
perusahaan (i) adalah constant returns to scale pada input privat (perusahaan) L dan
K. Kemudian diasumsikan bahwa tenaga kerja agregat L konstan pada G yang telah
ditetapkan (fixed), perekonomian akan mengalami diminishing returns pada
akumulasi kapital agregat k. Tetapi jika g meningkat bersamaan dengan k,
persamaan diatas mengimplikasikan bahwa diminishing returns tidak akan muncul
sehingga fungsi produksi menunjukkan constant returns pada k dan G untuk L yang
ditetapkan (fixed). Bentuk fungsi produksi juga mengimplikasikan bahwa layanan
publik merupakan komplemener terhadap input privat, dalam artian peningkatan G
akan meningkatkan produksi tambahan (marginal product) L dan k. Jika eksponen
pada G lebih kecil dari pada 1-α, maka tingkat pertumbuhan akan cenderung terus
meningkat (Hapsari, 2011).
2.3. Logistic E-commerce
2.3.1 Definisi Logistik
Logistik adalah manajemen aliran perpindahan barang dari suatu titik asal
yang berakhir pada titik konsumsi untuk memenuhi permintaan tertentu, contohnya
tertuju kepada konsumen ataupun perusahaan-perusahaan. Jenis barang yang ada
dalam bidang logistik terdiri dari benda berwujud fisik seperti makanan, bahan
bahan bangunan, hewan, peralatan dan cairan. Sama halnya dengan perpindahan
benda tidak berwujud (abstract) seperti waktu, informasi, partikel dan energi.
Logistik benda fisik pada umumnya ikut melibatkan integrasi aliran informasi,
penanganan bahan, produksi, packaging, persediaan, transportasi, warehousing,
dan keamanan. Kompleksitas dalam logistik dapat dianalisa, diuraikan menjadi
suatu model, divisualisasikan dan dioptimalisasi dengan simulation software yang
ada (Li, X., 2014:1).
Logistik adalah proses perencanaan, implementasi dan kontrol yang efisien,
alur yang efektif dan penyimpanan barang dan jasa, dan seluruh informasi terkait
dari suatu titik asal menuju titik konsumsi demi memenuhi kebutuhan pelanggan.
Definisi ini mengikutsertakan inbound, outbound, pergerakan internal dan
eksternal, dan return of materials untuk tujuan yang bersifat environmental.
Logistik berperan efektif dalam persaingan yang secara luas dakui sebagai suatu
kinerja pelayanan pelanggan yang unggul Pencapaian nilai logistik berdasarkan layaran
berkualitas tinggi dan pengendalian biaya adalah dimensi penting dari suatu
bisnis yang berfokus pada peningkatan perilaku pembelian konsumen (Bowersox,
D.J., dkk., 1999).
Peran logistik kini telah meluas bukan hanya sekadar memindahkan produk
jadi dan bahan, tetapi juga menciptakan keunggulan kompetitif dengan memberikan
layanan yang memenuhi permintaan konsumen. Memiliki jasa logistik yang
kompetitif sangatlah penting bagi Indonesia dalam upaya membangun konektivitas
nasional dan internasional (Salim, Z., 2015, Chapman, et al., 2002).
Sektor jasa logistik merupakan sektor yang vital karena perannya dalam
mendistribusikan barang dan jasa, mulai dari ekstraksi bahan baku, proses produksi,
pemasaran, sampai barang dan jasa tersebut sampai di tangan konsumen (Salim, Z., 2015:147
148).
2.3.2 Tantangan logistik e-commerce
Perusahaan pengelola e-commerce dalam melaksanakan logistik dapat dilakukan
sendiri atau diserahkan pengelolaannya ke perusahaan kurir. Umumnya, kegiatan inti dari
logistik e-commerce mencakup: Processing, meliputi aktivitas sortir dan cross-docking
pertukaran kiriman. Transporting, meliputi transportasi kiriman baik transportasi dari dan
antar processing center sebagai hub, dan dari processing center ke delivery center sebagai
spoke. Delivery, meliputi aktivitas pengantaran barang ke alamat tujuan penerima.
Untuk dapat meningkatkan kinerja bisnis e-commerce, perusahaan perlu menggunakan
pendekatan sistem manajemen logistik dan supply chain. Inti dari logistik adalah transportasi
dan pergudangan, untuk melakukan movement barang atau kiriman dari satu titik asal ke titik
tujuan. Kunci keberhasilan aktivitas logistik adalah: quality, cost, dan time.
Dengan pendekatan sistem logistik dan supply chain, perusahaan dalam merancang
sistem manajemen transportasi akan melakukan penentuan jalur transportasi (routing),
penentuan jadwal keberangkatan dan kedatangan (schedulling), pemilihan moda transportasi
(trucking, kereta api, angkutan laut, dan angkutan udara), dan penentuan lokasi warehousing
untuk pemrosesan dan distribusi kiriman. Sasaran dari sistem manajemen transportasi dan
warehousing adalah efisiensi biaya, ketepatan waktu pengiriman (lead time), dan keamanan
barang. Pengelolaan logistik e-commerce mensyaratkan lokasi distributor warehouse yang
lebih mendekati dengan customer. Dari perspektif inventory, distributor warehouse untuk
logistik e-commerce didesain untuk menangani fast moving consumer goods.
Model logistik e-commerce dirancang untuk memenuhi fungsi e-fulfillment. Order
diproses melalui sistem aplikasi ICT, yang memungkinkan identifikasi perintah picking barang
dari main warehouse ke parcel hub, untuk selanjutnya diproses penyortiran di sortation center
atau langsung ke local depot (urban logistics). Dari sortation center diproses di parcel delivery
center untuk didistribusikan langsung ke customer penerima, collection point, atau delivery
point.
2.3.3 Model Logistik E-commerce
Model logistik e-commerce dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenis fasilitas yang
digunakan: Mega e-fulfillment centers. Fasilitas pergudangan ini digunakan untuk
menyimpan barang yang dioperasikan oleh retailer atau 3PL. Umumnya, luas gudang ini tidak
kurang dari 500.000 m2 atau 50 ha sampai dengan 1.000.000 m2 atau 100 ha. Operasional
gudang ini 24 jam per hari dan 7 hari dalam seminggu (24/7). 
 Parcel hubs/sortation
centers. Parcel hubs melakukan sortasi order berdasarkan kode pos, untuk selanjutnya
dilakukan proses pengiriman atau pengantaran parcel ke alamat penerima atau collection point.

 Parcel delivery centers. Parcel deliver center melakukan aktivitas last-mile delivery ke
alamat penerima.
2.4.1 Pengaruh Kinerja Infrastruktur atau Logistik (Website) terhadap Kepuasan Pelanggan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Barnes dan Vidgen (2002) yang
berjudul “Integrative Approach to the Assessment of E-Commerce Quality”, menyatakan
bahwa variabel service interacttion adalah variabel yang paling penting pada penawaran e-
commerce. Penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2008) menyatakan bahwa kualitas website
berpengaruh terhadap tingkat kepuasan penggunanya. Semakin tinggi kualitas suatu website,
maka akan semakin banyak pengguna yang mengakses. Pada penelitian Irawan (2012) tentang
evaluasi terhadap kualitas suatu website, menyatakan bahwa ketiga variabel pada Webqual
sangat menentukan kualitas dari website itu sendiri, sehingga jika hubungan antara variabel
nilainya tidak signifikan maka perlu dilakukan perbaikan terhadap kualitas website yang
digunakan. Pernyataan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari
(2012) yang mengemukakan bahwa kualitas website signifikan terhadap nilai yang di
persepsikan. Perkembangan web e-commerce di Indonesia juga semakin pesat ditandai dengan
munculnya web e-commerce besar yang makin dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat seperti
berniaga.com dan olx.com. Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan pasar toko online
terbesar di dunia dengan rata-rata sebesar 17% tiap tahunnya (www.bisnisukm com).
Pertumbuhan tersebut menyebabkan semakin ketatnya persaingan bisnis dengan media website
atau toko online.

2.4.2 Pengaruh Kepercayaam Konsumen Agar Terjadinya Beli Ulang


Dalam online shopping informasi yang diberikan kepada penjual dapat memengaruhi
tingkah laku pelanggan dalam mengambil keputusan yang akan diambilnya (Kotler, 2003).
Para pemasar online (online marketer) dapat mempengaruhi keputusan pelanggan dengan
melibatkan cara tradisional dalam pemasaran tetapi yang paling penting adalah memberikan
testimonial kepada pelanggan online shopping mengenai pengalaman perusahaan dalam
menjalankan online shopping karena hanya dengan melihat bukti – bukti baik yang diberikan
perusahaan, sehingga pelanggan dapat percaya dan tidak merasa ragu dalam melakukan online
shopping (Constantinides, 2002). Bagi pelanggan online, melakukan trasaksi dengan vendor
secara online akan mempertimbangkan ketidakpastian dan resiko jika dibandingkan dengan
transaksi jual beli secara tradisional. Pembeli diberikan kesempatan yang sedikit untuk
mengetahui kualitas barang dan melakukan pengujian terhadap produk yang diinginkan
melalui media Web yang disediakan oleh vendor. Ketika pelanggan melakukan pembelian dari
web site vendor yang tidak dikenal, mereka tidak dapat mengetahui kualitas barang dan jasa
yang di tawarkan apakah masuk akal dan dapat diandalkan atau tidak. Penelitian terdahulu
(Doney, Cannon dan Mullen (2003); Eden (1988) ; Kim, Silvasailam, Rao (2004)) menunjukan
bahwa kepercayaan adalah faktor yang sangat signifikan dalam menjelaskan proses online
shopping. Faktor – faktor yang dapat meningkatkan kepercayaan pembeli terhadap online
shopping antara lain penjual memiliki pengetahuan akan teknologi, memiliki situs web yang
mutunya baik serta memiliki mutu perusahaan yang baik. Pengetahuan teknologi disini lebih
diartikan sebagai sejauh mana seseorang percaya terhadap dirinya bahwa dirinya dapat
melaksanakan tugas atau melakukan sesuatu hal yang spesifik. Young dan Dan (2005)
menjelaskan bahwa Pengetahuan Teknologi Internet sangat berpengaruh terhadap hasil yang
diharapkan pengguna dalam bertransaksi melalui Web Site. Sedangkan dalam penelitian
Bramall, Schoefer dan McKechnie (2004), Mutu Perusahaan sering di gunakan oleh pelanggan
sebagai indikasi sejauh mana perusahaan atau web vendor dapat dipercaya oleh para pelanggan
dan seberapa jauh perhatian perusahaan terhadap para pelanggan. Begitu juga dengan Mutu
dari suatu Web Site dalam perusahaan yang bergerak di bidang online trading merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi keputusan pelanggan. Mengidentifikasikan dan mengklasifikasikan
faktor-faktor web site sangat perlu dilakukan termasuk pelakupelaku yang mungkin
memberikan hasil dalam interaksi secara virtual. Klasifikasi ini dapat membantu para pemasar
untuk mengenali dan lebih memahami potensi dari alat-alat online shopping yang akan
digunakan. Menurut Wingfield (2002),
Menurut Rosseau, Sitkin, dan Camere (1998), mendefinisikan kepercayaan dalam
berbagai konteks yaitu kesediaan seseorang untuk menerima risiko. Diadaptasi dari definisi
tersebut, Lim et al (2001) menyatakan kepercayaan konsumen dalam berbelanja online sebagai
kesediaan konsumen untuk mengekspos dirinya terhadap kemungkinan rugi yang akan dialami
selama melakukan transaksi secara digital, didasarkan pada adanya harapan bahwa penjual
menjanjikan transaksi yang akan memuaskan konsumen dan mampu untuk mengirim barang
atau jasa yang telah dijanjikan, kepercayaan konsumen menjadi pondasi dalam menjalankan
bisnis online maupun offline, sehingga loyalitas konsumen dapat terbentuk. Pelaku bisnis
online perlu membangun kepercayaan konsumen dalam platform belanja online, sehingga
mereka dapat menpertahankan bisnis tersebut di tengah persaingan yang semakin ketat. Ketika
konsumen mempercayai sebuah perusahaan, mereka akan lebih suka melakukan pembelian
ulang dan membagi informasi pribadi yang berharga kepada perusahaan tersebut
(Prasaranphanich, 2007). Beli Ulang menunjukkan keinginan konsumen untuk melakukan
pembelian ulang terhadap suatu barang atau jasa (Woodside, dalam Surya Aji, 2012).

2.5.1 Faktor – Faktor Pendorong Konsumen Melakukan Transaksi Pembelian Melalui Online
Shop/E-Commerce
Pada dasarnya konsumen akan membeli sebuah produk dari sebuah toko jika produk
tersebut memberikan keuntungan kepada pemiliknya atau tidak. Ada beberapa faktor yang
mendorong konsumen mau berbelanja secara online. Hal ini bisa dilihat dari dua sisi yaitu
diferensiasi dan biaya rendah. (Afuah & Tucci, 2003: 55) 1. Diferensiasi Sebuah produk atau
jasa dikatakan berbeda jika memberikan keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh produk
atau jasa lainnya. (i) Keunggulan produk, menawarkan keunggulan yang tidak dimiliki produk
lain. (ii) Waktu Kemunculan, diferensiasi produk bisa dilakukan dengan menjadi yang pertama
muncul atau pioneer. Menjadi satu-satunya produk yang muncul akan memberi nilai lebih. (iii)
Lokasi, kemudahan dalam mendapatkan suatu produk juga perlu diperhatikan. Jika lokasi toko
online memakan ongkos pengiriman yang cukup mahal karena tidak berada di kota, maka akan
menjadi bumerang bagi toko tersebut. (iv) Pelayanan, pemberian garansi akan produk dan
kemudahan untuk mendapatkan suku cadang di kota pembeli akan menjadi nilai plus. Para
pembeli online akan bertanya tentang produk di sebuah grup. Maka akan banyak tanggapan
dari member lainnya. (v) Product-Mix, keragaman produk dalam sebuah toko online menjadi
daya tarik bagi calon konsumen sehingga mereka bisa melakukan one-stop-shopping. (vi)
Linkages, ketergabungan online shop dengan sebuah asosiasi membuat calon konsumen
menjadi lebih percaya. Misalnya Komunitas Online Shop Regional Yogyakarta. (vii)Reputasi
Nama Online Shop, hal ini menjadi sangat penting karena berhubungan dengan diferensiasi
produk yang dijual. 2. Biaya rendah Harga produk atau jasa lebih murah dibandingkan dengan
harga di toko sebelah. Tidak hanya harga produk atau jasa saja yang rendah, namun biaya
rendah ini termasuk perhitungan distribusi, pengemasan, dan biaya kirim produk atau jasa
tersebut. Semua kegiatan berbelanja secara online didukung dengan bermunculannya banyak
situs belanja dan toko-toko online. Toko online tidak hanya memanfaatkan website saja.
Banyak toko online yang menggunakan media online lain untuk berjualan. Contoh paling
mudah adalah maraknya toko online di situs jejaring sosial seperti Blog, Flickr, Tumblr,
Instagram, Path, MySpace, Twitter, dan yang paling mudah ditemui adalah Facebook.
2.5.2 Faktor Pendukung Eksternal
Implementasi e-commerce untuk UKM di Indonesia masih menghadapi kendala, baik
dari aspek teknis maupun non-teknis. Oleh sebab itu, diperlukan sinergi antara pemerintah,
perusahaan pengembang, pelaku usaha bahkan konsumen untuk mendukung aktivitas e-
commerce (Suryana et al., 2013). Investasi e-commerce pada negara berkembang relatif lebih
tinggi dibanding dengan rata-rata global, namun dalam hal ini pemerintah dan pelaku usaha
diharapkan untuk tidak resisten dengan trend perkembangan yang ada (Molla et al., 2007).
Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan jumlah penduduk yang relatif besar
menjadi surga untuk bisnis perdagangan. Penyediaan infrastruktur yang mampu menunjang
transaksi perdagangan digital memberi ruang e-commerce untuk terus berkembang. Manfaat
ekonomis dari perkembangan e-commerce tersebut dapat diperoleh melalui kolaborasi ide
kreatif pelaku usaha dan adanya dukungan kebijakan pemerintah. Zhu dan Kraemer (2005)
dalam Rahayu dan Day (2015) menilai faktor dukungan eksternal dalam konteks pengadopsian
e-commerce melalui beberapa indikator. Pertama, melalui regulasi dan kebijakan pemerintah
yang mampu melindungi pelaku usaha dalam transaksi bisnis digital. Kedua, melalui peran
perusahaan pengembang sistem untuk ikut terlibat aktif dalam menyediakan fasilitas pelatihan
dan konsultasi. Ketiga, insentif bagi pelaku usaha untuk menerapkan sistem teknologi digital
dalam transaksi perdagangan. Sementara itu, Kurnia et al. (2015) dalam risetnya melibatkan
aspek ketersediaan infrastruktur dalam faktor pendukung eksternal selain ketiga indikator
tersebut.
2.5.3 Potensi Selling E-Commerce di Indonesia
Potensi E-commerce di Indonesia sangat potensial untuk dapat memajukan ekonomi
negara dan mendorong kreatifitas masyarakat serta membuka banyak lapangan pekerjaan.
Ditulis oleh Dwi Hadya Jayani di laman databoks.katadata.co.id, Statista memproyeksikan
total pendapatan yang berasal dari pasar e-commerce Indonesia sepanjang 2019 mencapai US$
18,8 miliar, tumbuh hingga 56% dari periode sebelumnya yang sebesar US$ 12 miliar. Adapun
segmen pasar yang diproyeksikan mengalami pertumbuhan tertinggi terdapat di pasar mainan,
hobi, dan swakriya sebesar 66,93% dari US$ 1,9 miliar pada 2018 menjadi US$ 3,2 miliar pada
2019. Pertumbuhan tertinggi kedua terdapat di pasar makanan dan produk perawatan pribadi
sebesar 60,37% menjadi US$ 3,2 miliar dari 2018 yang sebesar US$ 2 miliar. Pasar fesyen
mencatatkan pertumbuhan terendah kedua tetapi segmen ini memiliki nilai pendapatan terbesar
dibandingkan pasar e-commerce lainnya. Proyeksi pendapatan pasar fesyen sebesar US$ 4,8
miliar. Pendapatan terbesar selanjutnya terdapat di pasar elektronik dan media sebesar US$ 4,7
miliar, serta mainan, hobi, dan swakriya sebesar US$ 3,2 miliar.
Meskipun pada tahun-tahun selanjutnya pendapatan e-commerce selalu meningkat,
tetapi pertumbuhan e-commerce justru semakin rendah. Secara berturut-turut pertumbuhan e-
commerce pada 2020 diprediksi sebesar 43,5% dengan nilai pendapatan sebesar US$ 26,9
miliar. Pada 2021, pertumbuhan e-commerce sebesar 30,6% dengan nilai pendapatan sebesar
US$ 35,2 miliar. Pada 2022 pertumbuhan pasar e-commerce sebesar 19,7% dengan nilai
pendapatan sebesar US$ 42 miliar dan 2023 tumbuh sebesar 11,9% dengan nilai pendapatan
sebesar US$ 47 miliar.

2.6 Rerangka Pemikiran


2.6.1 Pengaruh Pembangunan Infrastruktur terhadap Potensi Selling E-Commerce.
Ketersediaan infrastruktur memberikan dampak terhadap sistem sosial dan sistem
ekonomi yang ada di masyarakat. Maka infrastruktur perlu dipahami sebagai dasar
dasar dalam mengambil kebijakan (J. Kodoatie, 2005). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara pembangunan E-Commerce dan pengaruhnya terhadap Potensi
Selling E-Commerce. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui komponen infrastruktur e-
commerce dan kepuasan pelanggan dalam perpektif electronic business.
2.6.2 Pengaruh Logistik (Supply Chain) terhadap potensi selling E-commerce.
Pengaruh Logistik (supply chain) terhadap potensi selling sangat erat kaitannya. Untuk
dapat meningkatkan kinerja bisnis e-commerce, perusahaan perlu menggunakan pendekatan
sistem manajemen logistik dan supply chain. Inti dari logistik adalah transportasi dan
pergudangan, untuk melakukan movement barang atau kiriman dari satu titik asal ke titik
tujuan. Kunci keberhasilan aktivitas logistik adalah: quality, cost, dan time.
Dengan pendekatan sistem logistik dan supply chain, perusahaan dalam merancang sistem
manajemen transportasi akan melakukan penentuan jalur transportasi (routing), penentuan
jadwal keberangkatan dan kedatangan (schedulling), pemilihan moda transportasi (trucking,
kereta api, angkutan laut, dan angkutan udara), dan penentuan lokasi warehousing untuk
pemrosesan dan distribusi kiriman. Sasaran dari sistem manajemen transportasi dan
warehousing adalah efisiensi biaya, ketepatan waktu pengiriman (lead time), dan keamanan
barang. Pengelolaan logistik e-commerce mensyaratkan lokasi distributor warehouse yang
lebih mendekati dengan customer.
2.6.3 Pengaruh Kepuasan dan Kepercayaan terhadap Potensi Selling E-Commerce.
Kepuasan dan Kepercyaan Konsumen merupakan misi pertama yang harus dipenuhi
oleh para pelaku E-commerce. Dengan menumbuhkan profesionalitas untuk mendapat
kepercayaan dan kepuasan dari pelanggan tentu dapat mendorong konsumen untuk melakukan
pembelian ulang dan tentu akan meningkatkan brand image yang baik serta meningkatkan
profit dan potensi sellingnya.

2.7 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, permasalahan, dan rerangka pemikiran yang telah
diuraikan sebelumnya, maka hipotesis yang digunakan adalah :
H1 : Infrastruktur diduga berpengaruh terhadap Potensi selling pada
Pelaku Usaha E-Commerce.
H2 : Logistik (Suppy Chain) diduga berpengaruh terhadap Potensi pada
Pelaku Usaha E-Commerce.
H3 : Kepuasan dan Kepercayaan Konsumen diduga berpengaruh terhadap Potensi selling pada
Pelaku Usaha E-Commerce.
UMKM Askha Jaya.
H4 : Infrastruktur, Logistik, serta Kepuasan dan Kepercayaan Konsumen diduga berpengaruh
terhadap Potensi selling pada Pelaku Usaha E-Commerce.

III. METODE PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh infrastruktur,
logistic(supply chain) dan kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap potensi selling pada
pelaku usaha E-Commerce. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian
ini adalah deskriptif. Menurut Sugiyono (2013) studi deskriptif adalah penelitian
yang berusaha menggambarkan kegiatan penelitian dengan tujuan menerangkan
secara sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungannya dengan
menggunakan model matematis, teori, dan hipotesis yang berkaitan dengan penelitian.
3.2 Objek Penelitian
Menurut Sugiyono (2013) objek penelitian adalah suatu atribut, sifat atau nilai
dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Objek dalam penelitian
ini ada tiga variabel diantaranya variabel X (variabel bebas) yaitu X1 (e-commerce),
X2 (kualitas produk), X3 (brand image) serta variabel Y (variabel terikat) yaitu
keputusan pembelian. Penelitian ini dilakukan di lingkungan mahasiswa sekitaran Kota
Bandung. Pada penelitian ini, subjek yang dijadikan responden adalah
para mahasiswa yang pernah melakukan transaksi melalui E-commerce di sekitaran Kota
Bandung.
3.3 Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dikumpulkan untuk penelitian dari tempat aktual
terjadinya peristiwa yang diperoleh melalui berbicara dengan mereka, dengan
mengamati peristiwa, orang, dan objek; atau dengan menyebarkan kuisioner
kepada orang-orang (Sekaran, 2006). Data primer pada penelitian ini diperoleh
melalui penyebaran kuisioner para mahasiswa yang pernah melakukan transaksi melalui E-
commerce di sekitaran Kota Bandung. Kuisioner tersebut berisi sejumlah pernyataan dan
pertanyaan yang terkait dengan penelitian yang sedang dilakukan untuk mengetahui pengaruh
infrastruktur, logistic(supply chain) dan kepuasan dan kepercayaan konsumen terhadap potensi
selling pada pelaku usaha E-Commerce.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui sumber yang ada (Sekaran,
2006). Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber tertulis seperti artikel,
tulisan ilmiah, maupun keterangan yang diperoleh dari buku dan maupun internet.
3.4 Populasi
Menurut Sekaran (2006) populasi mengacu pada keseluruhan kelompok orang,
kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi. Populasi dalam penelitian ini
adalah para mahasiswa yang pernah melakukan transaksi melalui E-commerce di sekitaran
Kota Bandung.
3.5 Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi (Sekaran, 2006). Sampel terdiri atas
sejumlah anggota yang dipilih dari populasi, dengan kata lain elemen populasi akan
membentuk sempel. Mempelajari sampel membuat peneliti akan mampu menarik
kesimpulan yang dapat digeneralisasikan terhadap populasi penelitian. Sampel yang
dijadikan objek dalam penelitian ini adalah para mahasiswa yang pernah melakukan transaksi
melalui E-commerce di sekitaran Kota Bandung.
Adapun pengambilan sampel ini dengan menggunakan non probability sampling
dengan teknik purposive sampling yaitu merupakan salah satu metode penentuan
sampel dengan kriteria tertentu. Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini yaitu :
1. Pengguna internet
2. Berusia di atas 17 tahun
3. Pernah membeli dan merasakan produk melalui e-commerce
Ukuran populasi dalam penelitian ini sangat banyak dan beragam sehingga tidak
dapat diketahui dengan pasti, maka rumus yang digunakan untuk menghitung besaran
sampel adalah sebagai berikut (Sugiyono, 2013):
Keterangan:
n = Ukuran sampel
Z = 1,96 pada tingkat signifikansi tertentu (derajat keyakinan 95%)
Moe = Margin of Error (tingkat kesalahan maksimum 10%)
n=()
Peneliti menggunakan rumus diatas, maka peneliti memperoleh perhitungan
sebagai berikut: n = (, ) ( ) n = 96,04 = 96 atau 100 (pembulatan)
Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa sampel penelitian yang diambil dalam
penelitian ini adalah sebanyak 100 responden yang merupakan para mahasiswa yang pernah
melakukan transaksi melalui E-commerce di sekitaran Kota Bandung.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data atau cara memperoleh informasi atau dari berbagai
sumber, dilakukan dengan cara :
1. Kuesioner
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik riset lapangan (survei)
dengan cara menyebarkan kuisioner yang berisi lembaran pernyataan-pernyataan
yang diberikan kepada para mahasiswa yang pernah melakukan transaksi melalui E-commerce
di sekitaran Kota Bandung.
2. Penelitian Kepustakaan Penelitian
Kepustakaan ini berupa data yang diambil dari beberapa literatur seperti buku,
jurnal dan internet.
3.7 Definisi Operasional Variabel
Variabel adalah apa pun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada
nilai (Sekaran, 2006). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini secara garis besar
dibagi menjadi dua yaitu variabel bebas (independent) dan variabel terikat
(dependent). Variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan
disebut variabel terikat, dalam skripsi ini variabel bebas adalah e-commerce, kualitas
produk dan brand image yang disimbolkan dengan (X). Variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas disebut variabel terikat yang
disimbolkan dengan (Y). Pada skripsi ini variabel terikat adalah keputusan pembelian
produk Keripik Pisang Askha Kota Bandar Lampung. Untuk lebih memperjelas,
beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Variabel Bebas (X)
Dalam menyusun skripsi ini terdiri dari tiga variabel bebas, yaitu infrastruktur
(X1), logistic(supply chain) (X2), dan kepuasan dan kepercayaan konsumen (X3).
2. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat penelitian ini adalah Potensi selling.
3.8 Skala Pengukuran Variabel
Penelitian ini menggunakan kuisioner dengan menggunakan skala likert dengan
jenis ordinal (ordinal scale). Uma Sekaran (2006) mendefiniskan skala ordinal
digunakan untuk meningkatkan prefensi atau kegunaan beragam jenis produk oleh
konsumen dan untuk mengurutkan tingkatan individu, objek atau peristiwa.
Penentuan bobot yang digunakan dalam melakukan penelitian atas hasil daftar
pertanyaan yang diajukan kepada responden adalah dengan menggunakan Skala
Ordinal yaitu 5 berjenjang (5, 4, 3, 2, 1), dengan kriteria umum penelitian untuk skor
jawaban adalah :
SS (Sangat Setuju) = 5
S (Setuju) = 4
N (Netral) = 3
TS (Tidak setuju ) = 2
STS (Sangat Tidak Setuju) = 1
3.9 Teknik Pengujian Instrumen
Untuk mengetahui reliabilitas dan validitas variabel – variabel yang diteliti
menggunakan teknik pengujian sebagai berikut :
3.9.1 Uji validitas instrumen
Menurut Sekaran (2006) validitas adalah memastikan kemampuan sebuah skala
untuk mengukur konsep yang dimaksudkan. Berdasarkan definisi diatas, maka
validitas dapat diartikan sebagai suatu karakteristik dari ukuran terkait dengan tingkat
pengukuran sebuah alat tes (kuesioner) dalam mengukur secara benar apa yang
diinginkan peneliti untuk diukur. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur
apa yang hendak diukur dan diinginkan dengan tepat. Tinggi rendahnya validitas
instrumen menunjukan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari
gambaran tentang variabel yang dimaksud. Penelitian ini menggunakan faktor analisis
melalui program SPSS versi 20,0.
Menurut Sekaran (2006) apabila hasil model analisis faktor menunjukkan bahwa
dengan signifikansi di bawah 0,05 dan Kaiser-Mayer-Olkin (KMO), anti image, dan
factor loading ≥ 0, 5 maka dinyatakan valid dan sampel bisa diteliti lebih lanjut.
3.9.2 Uji reliabilitas instrumen
Reliabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan alat
pengukuran konstruk atau variabel. Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal
jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu (Ghozali, 2013).
Sedangkan dalam pengambilan keputusan reliabilitas, menurut Ghozali (2013)
suatu instrumen dikatakan reliabel, jika:
a. Koefisien Cronbach Alpha > taraf 0,6 maka kuisioner tersebut reliabel.
b. Koefisien Cronbach Alpha < taraf 0,6 maka kuisioner tersebut tidak reliabel.

Anda mungkin juga menyukai