Anda di halaman 1dari 11

A.

DEFINISI
Sirosis hati adalah tahap paling akhir dari seluruh tipe penyakit hati kronik. Sirosis
hati adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan proses peradangan, nekrosis
sel hati, usaha regenerasi dan terbentuknya fibrosis hati yang difus, dengan terbentuknya
nodul yang mengganggu susunan lobulus hati.(Ramon B, 2008) Respon fibrosis
terhadap kerusakan hati bersifat reversible, namun pada sebagian besar pasien sirosis,
proses fibrosis biasanya tidak reversible.
WHO memberi batasan histologi sirosis sebagai proses kelainan hati yang bersifat
difus, ditandai fibrosis dan perubahan bentuk hati normal ke bentuk nodul-nodul yang
abnormal. (Sulaiman, 2007)

B. KLASIFIKASI
Sirosis hati diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologinya. Klasifikasi
morfologi telah jarang dipakai karena sering tumpang tindih satu sama lainnya. Klasifikasi
ini terdiri dari :
a) Sirosis mikronoduler ; nodul berbentuk uniform, diameter kurang dari 3 mm.
Penyebabnya antara lain: alkoholisme, hemakromatosis, obstruksi bilier dan
obstruksi vena hepatika.

b) Sirosis makronoduler; nodul bervariasi dengan diameter lebih dari 3mm.


Penyebabnya antara lain: hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi α-1-
antitripsin dan sirosis bilier primer .

c) Sirosis campuran kombinasi antara mikronoduler dan makronoduler.


Klasifikasi etiologi lebih serig dipakai. Mayoritas penderita sirosis awalnya merupakan
penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita
steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas.
Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit
(schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier,
penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, penyakit
granulomatosa (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis
A), dan obstuksi aliran vena seperti sindrom Budd-Chiari dan penyakit veno-
oklusif.(Sulaiman, 2007)
Di Amerika Serikat, kecanduan alkohol adalah penyebab yang paling sering dari
sirosis hati. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan
penyebab tersering dari sirosis hati yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus
hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui
penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Rockey, 2006).

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :


1) Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
2) Sirosis hati Dekompensata

Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus

C. EPIDEMIOLOGI
Sirosis hati merupakan penyebab kematian ke 9 di Amerika Serikat. Penyakit hati
kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4 sampai 5% dari pasien - pasien yang
berusia 45-54 tahun dan menyebabkan 30.000 kematian per-tahunnya. Keseluruhan
insidensi sirosis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk ,dimana 60% kasus
adalah laki-laki (Ramon B, 2008)
Lebih dari 40% pasien sirosis hati asimptomatis. Pada keadaan ini, sirosis
ditemukan waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Penyebabnya
sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian
lain menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatitis non-alkoholik
(NASH) dengan prevalensi 4% dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.
Di Indonesia, secara keseluruhan rata-rata prevalensi sirosis adalah 3,5% dari
seluruh pasien yang dirawat di bangsal penyakit dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh
pasien penyakit hati yang dirawat. Perbandingan pria : wanita adalah 2,1 : 1 dan usia
rata-rata 44 tahun. Rentang usia 13 – 88 tahun, dengan kelompok terbanyak antara 40 –
50 tahun.( Sulaiman, 2007) .
Di RS Dr.Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati berkisar 4.1% dari pasien
yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun (data tahun 2004) .
Di RS Cipto Mangunkusumo di ruangan Bagian Penyakit Dalam pada tahun 2005
tercatat dari 193 kasus sirosis hati. Kurang lebih 50% kasus sirosis hati yang dirawat di
RSCM disertai asites ( Komali, 2006)
Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati sebanyak 819
(4%) dari seluruh pasien yang dirawat di Departemen Penyakit Dalam RSUP H.Adam
Malik (Rekam Medik, 2015).

D. FAKTOR RESIKO
Penyebab pasti dari sirosis hati sampai sekarang belum jelas, tetapi sering
disebutkan antara lain :
a) Faktor Kekurangan Nutrisi
Menurut Spellberg, Shiff (1998) bahwa di negara Asia faktor gangguan nutrisi
memegang penting untuk timbulnya sirosis hati. Dari hasil laporan Hadi di dalam
simposium Patogenesis sirosis hati di Yogyakarta tanggal 22 Nopember 1975,
ternyata dari hasil penelitian makanan terdapat 81,4 % penderita kekurangan protein
hewani , dan ditemukan 85 % penderita sirosis hati yang berpenghasilan rendah,
yang digolongkan ini ialah: pegawai rendah, kuli-kuli, petani, buruh kasar, mereka
yang tidak bekerja, pensiunan pegawai rendah menengah.
b) Hepatitis Virus

Hepatitis virus terutama tipe B sering disebut sebagai salah satu penyebab
sirosis hati, apalagi setelah penemuan Australian Antigen oleh Blumberg pada tahun
1965 dalam darah penderita dengan penyakit hati kronis , maka diduga mempunyai
peranan yang besar untuk terjadinya nekrosa sel hati sehingga terjadi sirosis. Secara
klinik telah dikenal bahwa hepatitis virus B lebih banyak mempunyai kecenderungan
untuk lebih menetap dan memberi gejala sisa serta menunjukan perjalanan yang
kronis, bila dibandingkan dengan hepatitis virus A.
c) Zat Hepatotoksik
Beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan terjadinya
kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis. Kerusakan hati akut akan berakibat
nekrosis atau degenerasi lemak, sedangkan kerusakan kronis akan berupa sirosis
hati. Zat hepatotoksik yang sering disebut-sebut ialah alkohol.
d) Penyakit Wilson
Suatu penyakit yang jarang ditemukan , biasanya terdapat pada orang-orang
muda dengan ditandai sirosis hati, degenerasi basal ganglia dari otak, dan
terdapatnya cincin pada kornea yang berwarna coklat kehijauan disebut Kayser
Fleischer Ring. Penyakit ini diduga disebabkan defesiensi bawaan dari
seruloplasmin. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, mungkin ada
hubungannya dengan penimbunan tembaga dalam jaringan hati.
e) Hemokromatosis
Bentuk sirosis yang terjadi biasanya tipe portal. Ada dua kemungkinan timbulnya
hemokromatosis, yaitu:
1. Sejak dilahirkan si penderita menghalami kenaikan absorpsi dari Fe.
2. Kemungkinan didapat setelah lahir, misalnya dijumpai pada penderita dengan
penyakit hati alkoholik. Bertambahnya absorpsi dari Fe, kemungkinan
menyebabkan timbulnya sirosis hati.

f) Sebab-Sebab Lain
1. Kelemahan jantung yang lama dapat menyebabkan timbulnya sirosis kardiak.
Perubahan fibrotik dalam hati terjadi sekunder terhadap reaksi dan nekrosis
sentrilobuler
2. Sebagai saluran empedu akibat obstruksi yang lama pada saluran empedu akan
dapat menimbulkan sirosis biliaris primer. Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada
kaum wanita.
3. Penyebab sirosis hati yang tidak diketahui dan digolongkan dalam sirosis kriptogenik.
Penyakit ini banyak ditemukan di Inggris.
Dari data yang ada di Indonesia Virus Hepatitis B menyebabkan sirosis 40-
50% kasus, sedangkan hepatitis C dalam 30-40%. Sejumlah 10-20% penyebabnya
tidak diketahui dan termasuk disini kelompok virus yang bukan B atau C.

E. PATOFISIOLOGI
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara
produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Sel stelata yang berada
dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk memproduksi matriks
ekstraseluler. Sel ini bersama sel liposit dapat mulai diaktivasi sel pembentuk kolagen
oleh berbagai faktor parakrin. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel
hepatosit, sel Kupfer dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati.

Sel-sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat kontriksi yang dapat memacu
hipertensi portal.( Sulaiman,2007)
Fibrosis hati dapat muncul dalam tiga keadaan sebagai berikut:
1. Efek sekunder dari proses inflamasi dan subsekuensi dari respon imun.

2. Bagian dari proses penyembuhan luka

3. Respon terhadap rangsangan dari agen penyebab fibrogenesis primer

HBV dan Schistoma sp. merupakan contoh agen-agen yang dapat memicu
terjadinya fibrosis hati dengan cara menstimulasi respon imun. Carbon tetrachloride
adalah contoh agen yang dapat menyerang dan membunuh sel hepatosit sehingga
terjadi fibrosis sebagai bagian dari proses penyembuhan luka. Baik dalam proses
respon immun atau penyembuhan luka ,fibrosis dipicu secara tidak langsung sebagai
efek dari pelepasan citokin-citokin oleh sel-sel inflammasi. Tetapi , zat-zat tertentu
seperti etanol dan besi dapat menyebabkan fibrogenesis primer dengan
meningkatkan proses transkripsi gen kolagen dan menyebabkan peningkatan jumlah
jaringan ikat yang disekresi oleh sel-sel ( Khalili, 2012)
F. GEJALA DAN TANDA KLINIS
Gejala
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit
lain.1 Bila sirosis hati sudah lanjut, gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, dan deman tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan
pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan
air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.1
Tanda Klinis
Tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:
1) Adanya ikterus (penguningan) pada penderita sirosis.
Timbulnya ikterus (penguningan ) pada seseorang merupakan tanda bahwa ia
sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver
sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin.17 Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya
kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60 % penderita selama perjalanan
penyakit.
2) Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki (edema) dan abdomen (ascites). Faktor utama asites adalah peningkatan
tekanan hidrostatik pada kapiler usus . Edema umumnya timbul setelah timbulnya
asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air.

3) Hati yang membesar


Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar
sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.
4) Hipertensi portal.
Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap
aliran darah melalui hati.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Adanya sirosis hati dicurigai apabila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada
waktu seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk evaluasi
keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkalin fosfatase, gamma
glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin dan waktu protrombin (Sudoyo AW, 2006).
1) Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan
alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT)
meningkat tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila
transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.

2) Alkali fosfatse, meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang
tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer.

3) Gamma-glutamil transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkali


fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik
kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa
menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
4) Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis hepatis kompensata, tapi bias juga
meningkat pada sirosis hepatis lanjut.
5) Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis.
6) Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari masuknya
antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi
produksi imunoglobulin.
7) Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga
pada sirosis waktu protrombin memanjang.
8) Natrium serum menurun terutama pada sirosis hati dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
9) Kelainan hematologi.
Anemia terjadi karena penyebab yang bermacam-macam. Berdasarkan morfologinya
bisa terjadi anemia normokrom normositer atau hipokrom mikrositer. Anemia dengan
trombositopenia dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan
dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme. (Nurdjanah, 2006 ; Pincus,
2011)

H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
a. Simtomatis
b. Supportif, yaitu :
1. Istirahat yang cukup
2. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang; misalnya : cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin
3. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien
dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti
1) kombinasi IFN dengan ribavirin, 2) terapi induksi IFN, 3) terapi dosis IFN tiap hari
1) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3xseminggu dan
RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan (1000mg untuk berat
badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
2) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih
tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3
juta unit 3 x seminggu selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi
dengan RIB.
3) Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai
HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
c. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi
seperti
1. Astises
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic

Asites
Dalat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
1. istirahat
2. diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah
garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus
dirawat.
3. Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam
dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4
hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia
dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic
adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan
dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum
tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.

Terapi lain :
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan pengobatan konservatif.
Pada keadaan demikian pilihan kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis
cairan asites dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus dilakukan infus
albumin sebanyak 6 – 8 gr/l cairan asites yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa
dapat menurunkan masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada Child’s
C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3,
creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam.
Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)
Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese.
Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati dengan asites, sekitar 20%
kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang
berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi
umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi
permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus.
Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime),
secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan
rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari)
selama 2-3 minggu.
Hepatorenal Sindrome
Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan,
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan
infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi
cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra
seluler. Diuretikdengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan
perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan
pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi
hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prrinsip
penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil,
dalam keadaan ini maka dilakukan :
1) Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
2) Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi
3) Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali
kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
4) Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K,
Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin
5) Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan
Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection.
Ensefalopati Hepatik
Suati syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati
menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke
pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan
adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat
yang Hepatotoxic.
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1. mengenali dan mengobati factor pencetus
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang
berasal dari usus dengan jalan :
a. Dier rendah protein
b. Pemberian antibiotik (neomisin)
c. Pemberian lactulose/ lactikol
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
a. Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
b. Tak langsung (Pemberian AARS)
DAFTAR PUSTAKA

Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatitis

Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian Ilmu Penyakit

Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo

Komali, 2006, Gastroenterology,Penerbit Alumni / Bandung

Ramon B, 2008, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases

Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sitim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell 1997

Sulaiman, 2007, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai