Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

CVA ICH (STROKE HEMORAGIK)


CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA)

A. Definisi
Cerebra Vasculer Accident atau stroke adalah suatu sindrom yang ditandai
dengan gejala dan atau tanda klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa
gangguan fungsional otak fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam
(kecuali ada intervensi bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh
sebab lain selain penyebab vaskuler (Mansjoer, 2010). Stroke adalah suatu keadaan
yang mengakibatkan seseorang mengalami kelumpuhan atau kematian karena
terjadinya gangguan perdarahan di otak yang menyebabkan kematian jaringan
otak (Batticaca, 2009). Stroke terjadi akibat pembuluh darah yang membawa darah
dan oksigen ke otak mengalami penyumbatan dan ruptur, kekurangan oksigen
menyebabkan fungsi control gerakan tubuh yang dikendalikan oleh otak tidak
berfungsi (American Heart Association [AHA], 2015).
Stroke merupakan penyebab kecacatan nomor satu di dunia dan penyebab
kematian nomor dua di dunia. Duapertiga stroke terjadi di negara berkembang.
Pada masyarakat barat, 80% penderita mengalami stroke iskemik dan 20%
mengalami stroke hemoragik. Insiden stroke meningkat seiring pertambahan usia
(Dewanto dkk, 2009).
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran darah otak
berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di otak.
Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi
terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel
saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan memunculkan gejala stroke (Junaidi,
2011).

1
B. Klasifikasi Stroke secara umum
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik dan stroke
hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang berbeda, pada stroke
hemorhagic terdapat timbunan darah di subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan
stroke iskemik terjadi karena kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan
oksigen dan nutrisi kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut Wardhana (2011),
antara lain sebagai berikut :
1) Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan pasokan
darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh darah otak.
penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol
yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa terjadi pada pembuluh darah besar
(arteri karotis), atau pembuluh darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh
darah kecil.
Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian dalam
pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran darah tidak lancar
dan tertahan. Oleh karena darah berupa cairan kental, maka ada kemungkinan
akan terjadi gumpalan darah (trombosis), sehingga aliran darah makin lambat
dan lama-lama menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami
kekurangan pasokan darah yang membawah nutrisi dan oksigen yang
diperlukan oleh darah. Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh stroke
iskemik atau infark, stroke infark pada dasarnya terjadi akibat kurangnya aliran
darah ke otak. Penurunan aliran darah yang semakin parah dapat
menyebabkan kematian jaringan otak. Penggolongan stroke iskemik atau infark
menurut Junaidi (2011) dikelompokkan sebagai berikut :
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang gejalanya
berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan sementara dan
disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu sampai dua jam biasanya
TIA dapat ditangani, namun apabila sampai tiga jam juga belum bisa
teratasi sekitar 50 % pasien sudah terkena infark (Grofir, 2009; Brust,
2007, Junaidi, 2011).
b. Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih 24 jam,
biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.

2
c. Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus berkembang
dimana terlihat semakin berat dan memburuk setelah 48 jam. Defisit
neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari ringan sampai
menjadi berat.
d. Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau permanen tidak
berkembang lagi bergantung daerah bagian otak mana yang mengalami
infark.
2) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran atau
pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah menggenangi atau
menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya darah yang mengenangi atau
menutupi ruang-ruang jaringan sel otak akan menyebabkan kerusakan jaringan
sel otak dan menyebabkan kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa
terjadi pada otak sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage)
atau dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak
(subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan fatal
bahkan sampai pada kematian.
Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia, karena
penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah rapuh
(aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan karena faktor
usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan karena faktor keturunan
(genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah kerapuhan karena mengerasnya
dinding pembuluh darah akibat tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih
parah lagi apabila disertai dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis
stroke hemoragik menurut Feigin (2007), yaitu:
a. Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan bedah
neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini biasanya diikuti
dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah atau arteri
meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa jam setelah
mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma subdural
yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan hematomanya
lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.

3
c. Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang subaraknoid)
dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau hipertensi tetapi penyebab
paling sering adalah kebocoran aneurisma.
d. Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di substansi
dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan hipertensi
dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif karena
penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan subarachnoid
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan
+/- +++
meningeal
Hemiperase ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

Sedangkan untuk membedakan stroke hemoragik dengan stroke non


hemoragik adalah sebagai berikut
Sroke
Gejala (anamnesa) Stroke hemoragik
nonhemoragik
Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi
Mendadak Saat aktivitas
awitan)
Bangun
Peringatan -
pagi/istirahat
Nyeri kepala + 50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
-
Kesadaran menurun +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran
+/- +++
menurun
Kaku kuduk - ++
Tanda kering - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
Brakikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya Hampir selalu hipertensi,
aterosklerosis di aterosklerosis, penyakit
retina, koroner, jantung hemolisis (HHD)
perifer. Emboli
pada kelainan

4
katub, fibrilasi,
bising karotis
Pemeriksaan darah
- +
pada LP
Kemungkinan pergeseran
Rontgen +
glandula pineal
Aneurisma, AVM, massa
Angiografi Oklusi, stenosis
intrahemister/vasospasme
Densitas Massa intracranial
CT scan berkurang (lesi densitas bertambah (lesi
hipodensi) hiperdensi)
Fenomena silang Perdarahan retina atau
Oftalmoskop
Silver wire art korpus vitreum
Lumbal pungsi
Normal Meningkat
- Tekanan
Jernih Merah
- Warna
< 250/mm3 >1000/mm3
- Eritrosit
Arteriografi Oklusi Ada pergeseran
Bergeser dari bagian
EEG Di tengah
tengah

Klasifikasi menurut OSCP (Oxofordshire Community Stroke Project).


Stroke infark di bagi menjadi :
1. TACI (total oklusi arteri serebri media)
2. PACI (oklusi persial arteri serebri infark)
3. LACI (lacunar)
4. POCI (infrak serebri posterior)
C. Etiologi
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis (Muttaqin, 2008). Beberapa
keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
1. Atherosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria,
basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

5
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat
dapat melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri )

D. Faktor Resiko
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya. Faktor risiko
stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi dengan
perubahan gaya hidup atau secara medic. Menurut Goldstein (2001), faktor-faktor
risiko pada stroke adalah :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati. Insidensi stroke
bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tekanan
darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik,
perdarahan intrakranial maupun perdarahan subarachnoid.
2. Penyakit jantung
Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia
jantung dan atrium fibrilasi merupakan faktor risiko stroke.
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Resiko pada wanita lebih
besar daripada pria. Bila disertai hipertensi, risiko menjadi lebih besar.
4. Viskositas darah
Meningkatnya viskositas darah baik karena meningkatnya hematokrit maupun
fibrinogen akan meningkatkan risiko stroke.
5. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Trancient Ischemic Attack)
50% stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke atau TIA.
Beberapa laporan menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA kemungkinan akan
mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala lanjutan dan 1/3 akan mengalami
stroke.
6. Peningkatan kadar lemak darah

6
Ada hubungan positif antara meningkatnya kadar lipid plasma dan lipoprotein
dengan aterosklerosis serebrovaskular; ada hubungan positif antara kadar
kolesterol total dan trigliserida dengan risiko stroke; dan ada hubungan negatif
antara menigkatnya HDL dengan risiko stroke.
7. Merokok
Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah rokok yang
dihisap per hari.
8. Obesitas
Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa.
Obesitas tanpa hipertensi dan DM bukan merupakan faktor risiko stroke yang
bermakna.
9. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga
Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan lemak.
Timbunan lemak yang berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin
sehingga akan menjadi diabetes dan disfungsi endote.
10. Usia tua
Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua usia, pembuluh
darah makin tidak elastis. Apabila pembuluh darah kehilangan elastisitasnya,
akan lebih mudah mengalami aterosklerosis.
11. Jenis kelamin (pria > wanita)
12. Ras (kulit hitam > kulit putih)

E. Fisiologi Otak
Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow (CBF) dan
dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya tergantung pada tekanan
perfusi otak/cerebral perfusion pressure (CPP) dan resistensi
serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR) (Trent, 2011). Dalam keadaan
normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit.
Hubungan antara ketiga variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut:
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean arterial blood
pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan intracranial/intracranial pressure (ICP),
sedangkan komponen CVR ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh
darah otak, struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati
pembuluh darah otak (Guyton, 2006). Ambang batas aliran darah otak ada tiga, yaitu:

7
1. Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit. Bila
tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal, tetapi integritas
sel-sel saraf masih utuh
2. Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100
gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik neuronal
berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam proses
disintegrasi.
3. Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak terpenuhi
akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah 15 cc/100
gram/menit.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:
1. Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma atau
tersumbat oleh trombus/embolus.
2. Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang meningkat
akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia yang berat dapat
menyebabkan oksigenasi otak menurun.
3. Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.

F. Autoregulasi Otak
Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk mempertahankan
aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada tekanan perfusi otak. Dalam
keadaan fisiologis, tekanan arterial rata – rata adalah 50 – 150 mmHg pada penderita
normotensi. Pembuluh darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan
darah sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan.10 Keadaan inilah yang
mengakibatkan perfusi otak tetap konstan.
Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 – 200 mmHg
dan tekanan diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg merupakan ambang
iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120 mmHg adalah batas atas
diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari
dinding arteriol dan melalui peranan dari sistem saraf otonom (Guyton, 2006).

G. Metabolisme Otak
Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan pemasukan
oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5 ml/100 gr/menit dan
aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit. Glukosa merupakan sumber energi
yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O.

8
Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara komplit, 10%
yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme anaerob). Bila aliran
darah otak turun menjadi 20 – 25 ml/100gram otak/ menit maka akan terjadi
kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi
neuron dapat dipertahankan (Guyton, 2006).

H. Patofisiologi
Infark adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada factor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah
yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan local (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau
oleh Karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering / cenderung sebagai factor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi antara
trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh darah.
Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis karena adanya
glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2)
pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel
yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen
pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit dan
merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-granula di
dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang mengandung lemak.
Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan perlekatan trombosit dengan
jaringan kolagen pembuluh darah
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat)
pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari
flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran

9
darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding
pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah..
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.

10
Faktor resiko

Gangguan
menelan

11
Manifestasi Klinis
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat,
dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori). Fungsi otak yang rusak
tidak dapat membaik sepenuhnya. Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002), antara lain:
1. Defisit Lapang Pandangan
a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan
b. Kesulitan menilai jarak
c. Diplopia
2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama).
b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).
c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti
yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara.
e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)
3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
4. Defisit Verbal
a. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)
b. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami)
c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah

12
g. Perasaan isolasi

I.Diagnosa
Diagnostik stroke didasarkan atas hasil penemuan klinis, pemeriksaan
tambahan dan laboratorium (Aliah dkk, 2007). Diagnosa klinis dapat ditetapkan dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis dimana didapatkan gejala-gejala yang
sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta tanda yang sesuai
dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.
Pada stroke iskemik, dari anamnesa di dapat keluhan dan gejala neurologik
mendadak, tanpa adanya trauma kepala serta adanya faktor risiko stroke. Pada
pemeriksaan fisik dijumpai adanya defisit neurologik fokal, ditemukan penyakit sebagai
faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung dan lain-lain. Pemeriksaan tambahan
berupa Computerized Tomography (CT scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI),
angiografi, dan pemeriksaan likuor serebrospinalis dapat membantu membedakan
infark dan perdarahan otak. Pemeriksaan laboratorium, Electrocardiografi dan lain-lain
dapat digunakan untuk menemukan faktor risiko (Aliah dkk, 2007).

J. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
a) CT-Scan
Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan antara
jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus
juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi
terakhir, CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke iskemik,
dan menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-Scan. MRI juga dapat
digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat
mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan
fraktur. Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit
dan lebih lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga
pemeriksaan yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien
yang memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi
beberapa parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit,

13
ureum, kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time
(PT) dan activated thromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer.
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang
dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi
menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Trombositemia
meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus.
Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan
hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit
bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat dan
magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat.
Analisis gas darah perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik,
hipoksia dan hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor
resiko stroke. PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring
terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.
K. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
 Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan
penghisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernapasan.
 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
2. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial

14
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskular.
3. Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.
L. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer & Bare
(2002) adalah:
1. Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan ke
jaringan, pemberian oksigen mempertahankan hemoglobin serta hematokrit
akan membantu mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas pembuluh
darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus menjamin penurunan
viskositas darah dan memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan
hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran
darah serebral dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral

Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi


atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten
dan menghentikan trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.

M. Pencegahan

15
American Heart Associaton (AHA) tahun 2010, mengeluarkan beberapa
rekomendasi preventif primer maupun sekunder diantaranya:
1. Preventif Stroke pada Hipertensi
Hipertensi harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya stroke
(preventif primer) dan pengendalian pada pasien hipertensi yang pernah
mengalami TIA atau stroke dapat mengurangi atau mencegah resiko terjadinya
stroke berulang (preventif sekunder). Pengendalian hipertensi dapat dilakukan
melalui dua pendekatan, yaitu pengendalian gaya hidup (lifestyle) dan
pemberian obat anti hipertensi. Pengendalian gaya hidup untuk masalah
hipertensi menurut Bethesda stroke center (2007) adalah:
a. Mempertahankan berat badan normal untuk dewasa dengan perhitungan
indeks masa tubuh 20-25kg/m2.
b. Mengurangi asupan garam, kurang dari 6 gram dapur atau kurang dari 2,4
gr Na+/hari.
c. Olahraga 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik dari pada angkat besi
d. Makan buah dan sayur.
e. Mengurangi konsumsi lemak baik yang jenuh maupun tidak jenuh.
2. Preventif Stroke pada Diabetes Mellitus
Penderita DM rentan terhadap komplikasi vaskuler termasuk stroke. DM
merupakan suatu faktor resiko untuk stroke iskemik dan pasien DM beresiko
tinggi untuk terkena stroke pada pembuluh darah besar atau kecil Kontrol DM
yang ketat terbukti mencegah komplikasi vaskuler yang lain dan dapat
menurunkan resiko stroke, juga selain itu perbaikan Kontrol DM akan
mengurangi progresi pembentukan atherosclerosis. Pengendalian glukosa
direkomendasikan sampai kadar yang hampir normoglikemik pada pasien
diabetes mikrovaskular. ACE-1 Dan ARB lebih efektif dalam menurunkan
progresivitas penyakit hipertensi dan ginjal dan direkomendasikan sebagai
pilihan pertama untuk pasien diabetes mellitus (Siswanto, 2005).
3. Preventif Stroke pada Gaya Hidup Sehat
Jika kita menjalankan pola hidup yang sehat, maka berbagai penyakit
akan jauh dari kita. Gaya hidup atau pola hidup utama yang tidak sehat sangat
erat kaitannya dengan faktor resiko stroke penyakit pembuluh darah. Upaya
merubah gaya hidup yang tidak benar menjadi gaya hidup yang sehat sangat
diperlukan untuk upaya mendukung prevensi sekunder.

16
Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke, namun kini stroke mulai
mengancam usia-usia produktif dikarenakan perubahan pola hidup yang tidak
sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan siap saji yang sarat akan
kolesterol, merokok, minuman keras, kurangnya berolahraga dan stress.
Karena gaya hidup sehat meliputi pengaturan gizi yang seimbang, olah raga
secara teratur, berhenti merokok, dan mengurangi alcohol (Siswanto, 2005).

N. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada
saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,
muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan
separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus.
Pengumpulan data
a. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa,
paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia.
Dan hipertensi arterial.

17
c. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria,
distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
e. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
f. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial.
Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur,
dyspalopia, lapang pandang menyempit. Hilangnya daya sensori pada bagian
yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang
sama di muka.
g. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
h. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas,
whezing, ronchi.
i. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi
dan orientasi Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur
kebutuhan nutrisi. Tidak mampu mengambil keputusan.
j. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
ke otak
3) Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4) Kerusakan mobilitas fisik  berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.

18
6) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
7) Resiko Aspirasi berhubungan dengan  penurunan kesadaran
8) Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC :
Perfusi jaringan tindakan keperawatan Intrakranial Pressure (ICP)
serebral  b.d aliran selama 3 x 24 jam, Monitoring (Monitor tekanan
darah ke otak diharapkan suplai aliran intrakranial)
terhambat. darah keotak lancar   Berikan informasi kepada
dengan kriteria hasil: keluarga
NOC :   Set alarm
Circulation status   Monitor tekanan perfusi serebral
Tissue Prefusion :   Catat respon pasien terhadap
cerebral stimuli
Kriteria Hasil :   Monitor tekanan intrakranial
1.      pasien dan respon neurology
mendemonstrasik terhadap aktivitas
an status sirkulasi   Monitor jumlah drainage cairan
yang ditandai serebrospinal
dengan :   Monitor intake dan output cairan
  Tekanan systole   Restrain pasien jika perlu
dandiastole   Monitor suhu dan angka WBC
dalam rentang   Kolaborasi pemberian antibiotik
yang diharapkan   Posisikan pasien pada posisi
  Tidak ada semifowler
ortostatikhiperten   Minimalkan stimuli dari
si lingkungan
  Tidk ada tanda Terapi oksigen
tanda 1.    Bersihkan jalan nafas dari
peningkatan sekret
tekanan 2.    Pertahankan jalan nafas tetap
intrakranial (tidak efektif
lebih dari 15 3.    Berikan oksigen sesuai intruksi
mmHg) 4.    Monitor aliran oksigen, kanul
2.      oksigen dan sistem humidifier
mendemonstrasik 5.    Beri penjelasan kepada klien
an kemampuan tentang pentingnya pemberian
kognitif yang oksigen
ditandai dengan: 6.    Observasi tanda-tanda hipo-
  berkomunikasi ventilasi
dengan jelas dan 7.    Monitor respon klien terhadap
sesuai dengan pemberian oksigen

19
kemampuan 8.    Anjurkan klien untuk tetap
  menunjukkan memakai oksigen selama aktifitas
perhatian, dan tidur
konsentrasi dan
orientasi
  memproses
informasi
  membuat
keputusan
dengan benar
3.      menunjukkan
fungsi sensori
motori cranial
yang utuh :
tingkat kesadaran
mambaik, tidak
ada gerakan
gerakan
involunter
2 Kerusakan Setelah dilakukan 1.      Libatkan keluarga untuk
komunikasi verbal tindakan keperawatan membantu memahami /
b.d penurunan selama  3 x 24 jam, memahamkan informasi dari / ke
sirkulasi ke otak diharapkan klien mampu klien
untuk berkomunikasi lagi 2.      Dengarkan setiap ucapan klien
dengan kriteria hasil: dengan penuh perhatian
-          dapat 3.      Gunakan kata-kata sederhana
menjawab dan pendek dalam komunikasi
pertanyaan yang dengan klien
diajukan perawat 4.      Dorong klien untuk mengulang
-          dapat kata-kata
mengerti dan 5.      Berikan arahan / perintah yang
memahami sederhana setiap interaksi dengan
pesan-pesan klien
melalui gambar 6.      Programkan speech-language
-          dapat teraphy
mengekspresikan 7.      Lakukan speech-language
perasaannya teraphy setiap interaksi dengan klien
secara verbal
maupun
nonverbal
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan NIC :
diri; tindakan keperawatan Self Care assistance : ADLs
mandi,berpakaian, selama 3x 24 jam,   Monitor kemempuan klien untuk
makan, toileting b.d diharapkan kebutuhan perawatan diri yang mandiri.
kerusakan mandiri klien terpenuhi,   Monitor kebutuhan klien untuk
neurovaskuler dengan kriteria hasil: alat-alat bantu untuk kebersihan diri,

20
NOC : berpakaian, berhias, toileting dan
  Self care : Activity makan.
of Daily Living   Sediakan bantuan sampai klien
(ADLs) mampu secara utuh untuk
Kriteria Hasil : melakukan self-care.
  Klien terbebas   Dorong klien untuk melakukan
dari bau badan aktivitas sehari-hari yang normal
  Menyatakan sesuai kemampuan yang dimiliki.
kenyamanan   Dorong untuk melakukan secara
terhadap mandiri, tapi beri bantuan ketika
kemampuan klien tidak mampu melakukannya.
untuk melakukan   Ajarkan klien/ keluarga untuk
ADLs mendorong kemandirian, untuk
  Dapat melakukan memberikan bantuan hanya jika
ADLS dengan pasien tidak mampu untuk
bantuan melakukannya.
-              Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
  Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari. 
4 Kerusakan Setelah dilakukan NIC :
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan Exercise therapy : ambulation
kerusakan selama 3x24 jam,   Monitoring vital sign
neurovaskuler diharapkan klien dapat sebelm/sesudah latihan dan lihat
melakukan pergerakan respon pasien saat latihan
fisik dengan kriteria   Konsultasikan dengan terapi fisik
hasil : tentang rencana ambulasi sesuai
  Joint Movement : dengan kebutuhan
Active   Bantu klien untuk menggunakan
  Mobility Level tongkat saat berjalan dan cegah
  Self care : ADLs terhadap cedera
  Transfer   Ajarkan pasien atau tenaga
performance kesehatan lain tentang teknik
Kriteria Hasil : ambulasi
  Klien meningkat   Kaji kemampuan pasien dalam
dalam aktivitas mobilisasi
fisik   Latih pasien dalam pemenuhan
  Mengerti tujuan kebutuhan ADLs secara mandiri
dari peningkatan sesuai kemampuan
mobilitas   Dampingi dan Bantu pasien saat
  mobilisasi dan bantu penuhi
Memverbalisasik kebutuhan ADLs ps.
an perasaan   Berikan alat Bantu jika klien
dalam memerlukan.
meningkatkan 1        Ajarkan pasien bagaimana

21
kekuatan dan merubah posisi dan berikan bantuan
kemampuan jika diperlukan
berpindah
  Memperagakan
penggunaan alat
Bantu untuk
mobilisasi
(walker)
5 Pola nafas tidak Setelah dilakukan NIC :
efektif tindakan perawatan Airway Management
berhubungan selama 3 x 24 jam,          Buka jalan nafas, guanakan
dengan penurunan diharapkan pola nafas teknik chin lift atau jaw thrust bila
kesadaran pasien efektif dengan perlu
kriteria hasil :          Posisikan pasien untuk
- Menujukkan jalan nafas memaksimalkan ventilasi
paten ( tidak merasa          Identifikasi pasien perlunya
tercekik, irama nafas pemasangan alat jalan nafas buatan
normal, frekuensi nafas          Pasang mayo bila perlu
normal,tidak ada suara          Lakukan fisioterapi dada jika
nafas tambahan perlu
- NOC :          Keluarkan sekret dengan
  Respiratory status batuk atau suction
: Ventilation          Auskultasi suara nafas, catat
  Respiratory status adanya suara tambahan
: Airway patency          Lakukan suction pada mayo
  Vital sign Status          Berikan bronkodilator bila
Kriteria Hasil : perlu
           Berikan pelembab udara
Mendemonstrasik Kassa basah NaCl Lembab
an batuk efektif          Atur intake untuk cairan
dan suara nafas mengoptimalkan keseimbangan.
yang bersih, tidak          Monitor respirasi dan status
ada sianosis dan O2
dyspneu (mampu Oxygen Therapy
mengeluarkan   Bersihkan mulut, hidung dan
sputum, mampu secret trakea
bernafas dengan   Pertahankan jalan nafas yang
mudah, tidak ada paten
pursed lips)   Atur peralatan oksigenasi
  Menunjukkan   Monitor aliran oksigen
jalan nafas yang   Pertahankan posisi pasien
paten (klien tidak   Onservasi adanya tanda tanda
merasa tercekik, hipoventilasi
irama nafas,   Monitor adanya kecemasan
frekuensi pasien terhadap oksigenasi
pernafasan

22
dalam rentang
normal, tidak ada
suara nafas
abnormal)
Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan
6 Resiko kerusakan Setelah dilakukan NIC : Pressure Management
integritas kulit b.d tindakan perawatan   Anjurkan pasien untuk
immobilisasi fisik selama 3 x 24 jam, menggunakan pakaian yang longgar
diharapkan pasien   Hindari kerutan padaa tempat
mampu mengetahui dan  tidur
mengontrol resiko   Jaga kebersihan kulit agar tetap
dengan kriteria hasil : bersih dan kering
NOC : Tissue Integrity :   Mobilisasi pasien (ubah posisi
Skin and Mucous pasien) setiap dua jam sekali
Membranes   Monitor kulit akan adanya
Kriteria Hasil : kemerahan
  Integritas kulit   Oleskan lotion atau minyak/baby
yang baik bisa oil pada derah yang tertekan
dipertahankan   Monitor aktivitas dan mobilisasi
(sensasi, pasien
elastisitas,   Monitor status nutrisi pasien
temperatur, -          Memandikan pasien dengan
hidrasi, sabun dan air hangat
pigmentasi)
  Tidak ada luka/lesi
pada kulit
  Perfusi jaringan
baik
  Menunjukkan
pemahaman
dalam proses
perbaikan kulit
dan mencegah
terjadinya sedera
berulang
  Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
7 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan NIC:
berhubungan tindakan perawatan Aspiration precaution

23
dengan penurunan selama 3 x 24 jam,   Monitor tingkat kesadaran, reflek
tingkat kesadaran diharapkan tidak terjadi batuk dan kemampuan menelan
aspirasi pada pasien   Monitor status paru
dengan kriteria hasil :   Pelihara jalan nafas
NOC :   Lakukan suction jika diperlukan
  Respiratory Status   Cek nasogastrik sebelum makan
: Ventilation   Hindari makan kalau residu masih
  Aspiration control banyak
  Swallowing Status   Potong makanan kecil kecil
Kriteria Hasil :   Haluskan obat
  Klien dapat sebelumpemberian
bernafas dengan   Naikkan kepala 30-45 derajat
mudah, tidak setelah makan
irama, frekuensi
pernafasan
normal
  Pasien mampu
menelan,
mengunyah
tanpa terjadi
aspirasi, dan
mampumelakuka
n oral hygiene
Jalan nafas paten,
mudah bernafas, tidak
merasa tercekik dan
tidak ada suara nafas
abnormal
8 Resiko Injury Setelah dilakukan NIC : Environment Management
berhubungan tindakan perawatan (Manajemen lingkungan)
dengan penurunan selama 3 x 24 jam,   Sediakan lingkungan yang aman
tingkat kesadaran diharapkan tidak terjadi untuk pasien
trauma pada pasien   Identifikasi kebutuhan keamanan
dengan kriteria hasil: pasien, sesuai dengan kondisi fisik
NOC : Risk Kontrol dan fungsi kognitif  pasien dan
Kriteria Hasil : riwayat penyakit terdahulu pasien
 Klien terbebas   Menghindarkan lingkungan yang
dari cedera berbahaya (misalnya memindahkan
 Klien mampu perabotan)
menjelaskan   Memasang side rail tempat tidur
cara/metode   Menyediakan tempat tidur yang
untukmencegah nyaman dan bersih
injury/cedera   Menempatkan saklar lampu
 Klien mampu ditempat yang mudah dijangkau
menjelaskan pasien.
factor resiko dari   Membatasi pengunjung

24
lingkungan/perila   Memberikan penerangan yang
ku personal cukup
   Menganjurkan keluarga untuk
Mampumemodifik menemani pasien.
asi gaya hidup   Mengontrol lingkungan dari
untukmencegah kebisingan
injury   Memindahkan barang-barang
 Menggunakan yang dapat membahayakan
fasilitas   Berikan penjelasan pada pasien
kesehatan yang dan keluarga atau pengunjung
ada adanya perubahan status kesehatan
-          Mampu dan penyebab penyakit.
mengenali
perubahan status
kesehatan

25
Daftar Pustaka

Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi, Jantung, dan
Stroke. Dianloka Pustaka: Yogyakarta
American Heart Association. 2010. Heart disease & stroke statistics – 2010
Update. Dallar, Texas: American Heart Association
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatab pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta
Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Edisi 4. EGC: Jakarta
Ruhyanudin, Faqih. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan. Gangguan
Sistem Kardiovaskuler. Umm Press: Malang.
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Wardhana, W.A. 2011. Strategi mengatasi & bangkit dari stroke. Penerbit Pustaka
Pelajar : Yogyakarta.

26
27

Anda mungkin juga menyukai