GASTROENTERITIS
Disusun oleh:
Aini Nur Farihah 165070200111025
Dhea Anggraini Rahayu 165070200111027
Arbidhio Prihandana 165070200111029
Lucky Setiowati 165070201111001
Gioni Arthur Ascentis 165070201111003
Iin Ainun Ilmi 165070201111005
Diana Nanda Saputri 165070201111007
Luthfi Fauziyah 165070201111009
Riska Rahmawati 165070201111011
Kelompok 3
Reguler 1
B. KLASIFIKASI
Gastroenteritis dapat diklasifikasikan berdasarkan lama waktu :
1) Akut : berlangsung < 5 hari
2) Persisten : berlangsung 15-30 hari
3) Kronik : berlangsung > 30 hari
C. EPIDEMIOLOGI
Menurut Kemenkes RI, 2011 prevalensi diare dalam Riskesdas 2007 yang diukur
dengan menanyakan apakah responden pernah didiagnosis diare oleh tenaga
kesehatan dalam satu bulan terakhir. Responden yang menyatakan tidak pernah,
ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air besar >3 kali
sehari dengan kotoran lembek/cair. Responden yang menderita diare ditanya apakah
minum oralit atau cairan gula garam.
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi
NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai
prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua) yang dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.
Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan
menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9%
pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi diare menurut kelompok umur
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar
10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi pada kelompok
pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh.
D. FAKTOR RISIKO
E. PATOFISIOLOGI
Terlampir
F. MANIFESTASI KLINIK :
Ditandai dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses , pasien terlihat
sangat lemas, kesadaran menurun, kram perut, demam, muntah, gemuruh usus
(borborigimus), anoreksia, dan haus. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan
yang tidak efektif pada anus, dapat terjadi setiap defekasi.
Perubahan tanda-tanda vital seperti nadi dan respirasi cepat, tekanan darah turun,
serta denyut jantung cepat. Pada kondisi lanjut akan didapatkan tanda dan gejala
dehidrasi, meliputi: Turgor kulit menurun <3 detik, pada anak-anak ubun-ubun dan
mata cekung membran mukosa kering dan di sertai penurunan berat badan akut,
keluar keringat dingin.(Muttaqin: 2011)
Manifestasi klinis klien dengan gangguan gastroenteritis menurut Cecyly dan
Betz (2009) adalah :
1. Diare yang berlangsung lama ( berhari-hari atau berminggu-minggu) baik secara
menetap atau berulang à panderita akan mengalami penurunan berat badan.
2. BAB kadang bercampur dengan darah.
3. Tinja yang berbuih.
4. Konsistensi tinja tampak berlendir.
5. Tinja dengan konsistensi encer bercampur dengan lemak
6. Penderita merasakan sekit perut.
7. Rasa kembung.
8. Mual, kadang-kadang sampai muntah.
9. Kadang-kadang demam.
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Muttaqin (2010) pemeriksaan diagnostik pada klien gastroenteritis adalah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui data subyektif dari klien. Pada
pemeriksaan fisik abdomen sistem yang sering di gunakan adalah
inspeksi,auskultasi, palpasi dan perkusi. Tempatkan klien posisi supine. Kontur
dan simetrisitas dari abdomen di inspeksi dengan mengidentifikasi penonjolan
lokal , distensi, atau gelombang peristaltik. Auskultasi dilakukan sebelum perkusi
dan palpasi (yang dapat meningkatkan motilitas usus dan dengan demikian
merubah bising usus). Karakter, lokasi, dan frekwensi bising usus di catat. Palpasi
di gunakan untuk menidentifikasi masa abdomen atau area nyeri tekan.
Pada pemeriksaan gastroenteritis umumnya terdapat :
- Turgor kulit menurun, mata mulai cekung
- Asites (-), BB menurun, bising usus meningkat
- Membran mukosa mulut tampak kering
- BAK 3-5x/hari , ± 75-100 cc tiap BAK, warna kuning agak pekat
- BAB encer 2-3 kali atau lebih dalam sehari
- Konjungtiva subanemis
- Klien terlihat lemah/pucat
2. Pemeriksaan Lab :
a. Pemeriksaan feses
Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biaka
kumanpenyebab, tes resistensi terhadap berbagai antibiotic serta mengtahui
pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi glukosa. Karkteristik hasil
pemeriksaan feces sebagai berikut :
Feses berwarna pekat/ putih kemungkinan disebabkan karena adanya
pigen empedu (obsruksi empedu)
Feses berwarna hitam disebabkan karena efek dari obat seperti Fe, diet
tiggi buah merah dan sayur hjau tua seperti bayam
Feses berwarna pucat disebabkan karena malabsorbsi lemak, diet tinggi
susu
Feses berwarna orage atau hijau disebabkan karena infeksi usus
Feses cair dan berlendir disebabkan karena diare yang penyebabnya
adalah bakteri
Feses seperti tepung berwarna utih disebabkan karena diare yang
penyebabnya adalah virus
Feses seperti ampas disebabkan karena diare yang penyebabnya dalah
parasite.
Feses yang didalamnya terdapat unsur pus atau mucus disebabkan
karena bakteri, darah jika terjadi peradangan usus, terdapat lemak dalam
feses jika disebabkan krena malabsorbsi lemak dalam usus halus
3. Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan
P serum pada diare yang disertai kejang), anemia (hipokronik, kadang-kaang
nikrosionik) dan dapat terjadi karena malnutrisi, mlabsorbsi tekanan fungsi
sum-sum tulang (proses inflamasi kronis) peningkatan sel-sel darah puth,
4. Pemeriksaan elektrolit tubuh
Untuk mengetahui kadar Natrium, kalim, kalsium karbonat
5. Duodenal intubation
Untuk mengtahui kuman peyebab secara kuantitatif terutama pada diare kronik
6. Pemeriksaan kadar ureum
Untuk mengetahui faal ginjal. Jika terjadi faal ginjal maka kadar ureum dan
creatinin akan meingkat.
Batas normal ureum : 20 – 40 mg/dl
Batas normal kreatinin : 0,5 – 1,5 mg/dl
7. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologis
Pada foto polos abdomen dapat dijumpai pengapuran (kalsifikasi) di daerah
pankreas yang menunjukkan kemungkinan adanya pankreatitis
kronik,umumnya peminum alkohol yang berat biasanya menderita diare
dengan steatorea.
b. Barium meal (pemeriksaan rontgen kontras lambung)
Dapat dijumpai adanya fistula gastrokolik yang disebabkan karsinoma
lambung dan tungkak peptik kronik.Barium follow through:dapat dijumpai
adanya kelainan radiologis penyakit Crohn usus halus dan divertikulosis
jejunum.Barium enema:dapat menunjukkan kelainan kolon antara lain:skip
lesion ditambah tukak apthosa pada penyakit Crohn,filling defect pada
karsinoma kolon,spasme pada sindrom kolon iritabel,gambaran tidak adanya
haustre disertai tumpukan bubur barium pada colitis. Penderita akan minum
cairan kontras, kemudian difoto dengan alat Röntgen. Hasil foto akan
memperlihatkan kelainan anatomis,
c. Kolonoskopi
Pemeriksaan kolonoskopi dapat dianjurkan pada sangkaan adanya colitis
walaupun hasil foto kolon dengan kontras ganda menunjukkan gambaran yang
normal.koloskopi masih dianjurkan pada sangkaan adanya proses peradangan
kolon,karena dengan kolonoskopi kita bisa melihat seluruh kolon bahkan
sampai ileum terminal dan biopsi jaringan.
d. Ultrasonography (USG)
Untuk mengidentifikasi proses patofisiologi dalam pancreas, hati,
limfa.Analisis Gaster adalah suatu bentuk pemeriksaan sekresi asam lambung
dan pepsin dalam gaster. suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap
secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa
diukur
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Untuk mempelajari aliran darah dan mengidentifikasi tumor, infeksi dan
gambaran otot halus.
8. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Supartini (2004) penatalaksanaan medis pada pasien
gastroenteritis meliputi:
1) Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien gastroenteritis dan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL dan glukosa untuk
diare akut.
b. Cairan Parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai dengan
kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan setampat.
Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di berikan tergantung berat / ringan
dehidrasi, yang di perhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur
dan berat badannya.
Dehidrasi Ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg BB /oral.
Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg BB /hari.
Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit (inperset 1 ml :
20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
2) Obat- obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja
dengan tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa
/ karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dsb).
a. Obat Anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30 mg. Klorrpomozin, dosis
0,5 – 1 mg / kg BB / hari.
b. Obat spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak beladora, opium
loperamia tidak di gunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras tinja
seperti kaolin, pectin,charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi
diare sehingga tidak diberikan lagi.
c. Antibiotic
Umumnya antibiotic tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila
penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB / hari. Antibiotic
juga diberikan bila terdapat penyakit seperti OMA, faringitis, bronchitis /
bronkopeneumonia.
2. Penatalaksaan Keperawatan
Menurut Nugroho (2011) penatalaksanaan keperawatan antara lain :
1) Rencanakan dan berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
2) Monitor tanda-tanda dehidrasi : penurunan kesadaran, takikardi, tensi turun,
anuria, keadaan kulit/turgor.
3) Hentikan makanan padat
4) Monitor tanda –tanda vital
5) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA