Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PJBL

GASTROENTERITIS

Disusun untuk memenuhi penilaian mata kuliah


Blok Sistem Digestif

Disusun oleh:
Aini Nur Farihah 165070200111025
Dhea Anggraini Rahayu 165070200111027
Arbidhio Prihandana 165070200111029
Lucky Setiowati 165070201111001
Gioni Arthur Ascentis 165070201111003
Iin Ainun Ilmi 165070201111005
Diana Nanda Saputri 165070201111007
Luthfi Fauziyah 165070201111009
Riska Rahmawati 165070201111011

Kelompok 3
Reguler 1

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
A. DEFINISI
Gastroenteritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan (-itis) pada
saluran pencernaan yang melibatkan lambung (gastro-) dan usus kecil (entero-),
sehingga mengakibatkan kombinasi diare, muntah, dan sakit serta kejang perut.
Gastroenteritis juga sering disebut sebagai gastro, stomach bug, dan stomach virus.
Gastroenteritis adalah infeksi yang terjadi pada usus atau perut yang disebabkan oleh
beberapa jenis virus. Kondisi ini juga dikenal dengan istilah flu perut, flu lambung, atau
virus perut. Infeksi ini menyebabkan terjadinya mual, muntah, diare, kram perut, dan
terkadang demam.
Gastroenteritis didefinisikan sebagai peningkatan frekuensi, volume, dan
kandungan fluida dari tinja. Propulsi yang cepat dari isi usus melalui hasil usus kecil
diare dan dapat menyebabkan defisit volume cairan serius. Penyebab umum adalah
infeksi, sindrom malabsorpsi, obat, alergi, dan penyakit sistemik. (Joyce, 2010)
Gastroenteritis akut adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut
dengan kerusakan erosi pada bagian superficial. (Muttaqin, 2011)
Gastroenteritis merupakan perwujudan infeksi campylobacter yang paling
banyak terjadi, biasanya disebabkan oleh C. jejuni, c. coli, dan C. laridis. Masa inkubasi
adalah 1- 7 hari, diare yang terjadi dari cairan tinja encer atau tinja berdarah dan
mengandung lendir (Berhman, 2000)

B. KLASIFIKASI
Gastroenteritis dapat diklasifikasikan berdasarkan lama waktu :
1) Akut : berlangsung < 5 hari
2) Persisten : berlangsung 15-30 hari
3) Kronik : berlangsung > 30 hari

Menurut Depkes RI (2000) dalam Wulandari (2009), berdasarkan jenisnya diare


dibagi empat yaitu:
1) Diare Akut
Diare akut yaitu, diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang
dari 7 hari). Akibatnya adalah dehidrasi, sedangkan dehidrasi merupakan
penyebab utama kematian bagi penderita diare.
2) Disentri
Disentri yaitu, diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri adalah
anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinnya
komplikasi pada mukosa.
3) Diare persisten
Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus
menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan gangguan
metabolisme. Diare persisten memiliki tanda-tanda antara lain diare sudah lebih
dari 14 hari dengan dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu diare persisten
berat apabila ditemukan adanya tanda dehidrasi dan diare persisten apabila tidak
ditemukan adanya tanda dehidrasi.
4) Diare dengan masalah lain
Anak yang menderita diare (diare akut dan diare persisten) mungkin juga
disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

Menurut referensi lain disebutkan bahwa klasifikasi diare yaitu:


a) Diare osmotic
Diare tipe ini disebabkan oleh peningkatan tekanan osmotik intralumen
usus halus yang disebabkan oleh obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik
(MgSO4, Mg(OH)2, malabsorbsi umum, dan defek dalam absorbsi mukosa usus
misal pada defisiensi disararidase, malabsorbsi glukosa/galaktosa.
b) Diare sekretorik
Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya sekresi air maupun elektrolit
dari usus, menurunnya absorbsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis
ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap
berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe
ini antara lain karena efek enterotoksin pada infeksi Vibrio cholerae, atau
Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VIPoma), reseksi ileum
(gangguan absorbsi garam empedu), dan efek obat laksatif (dioctyl sodium
sulfosuksinat, dll)
c) Diare infeksi
Infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut
kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas noninvasif (tidak merusak mukosa)
dan invasif (merusak mukosa). Bakteri noninvasif menyebabkan diare karena
toksin yang disekresi oleh bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik.

Beberapa klasifikasi diare, antara lain :


Berdasarkan ada tidaknya infeksi :
a) Diare infeksi spesifik : tifus abdomen dan paratifus, disentri hasil (Shigella),
enterokolitis stafilokokus
b) Diare non spesifik : diare dietetik
Berdasarkan organ yang terkena infeksi :
a) Diare infeksi enteral karena infeksi saluran pencernaan yang terjadi di usus
b) Diare infeksi parenteral karena infeksi diluar usus (OMA)
Berdasarkan lamnya diare :
a) Diare akut karena infeksi usus yang bersifat mendadak. Umumnya kurang lebih
berlangsung 7 hari. Akibat dari daire akut adalah dehidrasi.
b) Diare kronik yang umumnya bersifat menahun, diantara diare akut dan diare kronik
disebut subakut/diare persisten. Diare kronik adalah diare hilang timbul atau
berlangsung lama dengan penyebab non infeksi, seperti : penyakit sensitif
terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama diare kronik
lebih dari 30 hari.

C. EPIDEMIOLOGI
Menurut Kemenkes RI, 2011 prevalensi diare dalam Riskesdas 2007 yang diukur
dengan menanyakan apakah responden pernah didiagnosis diare oleh tenaga
kesehatan dalam satu bulan terakhir. Responden yang menyatakan tidak pernah,
ditanya apakah dalam satu bulan tersebut pernah menderita buang air besar >3 kali
sehari dengan kotoran lembek/cair. Responden yang menderita diare ditanya apakah
minum oralit atau cairan gula garam.
Prevalensi diare klinis adalah 9,0% (rentang: 4,2% - 18,9%), tertinggi di Provinsi
NAD (18,9%) dan terendah di DI Yogyakarta (4,2%). Beberapa provinsi mempunyai
prevalensi diare klinis >9% (NAD, Sumatera Barat, Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Banten, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tengara Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Papua Barat dan Papua) yang dapat dilihat
pada gambar di bawah ini.

Bila dilihat per kelompok umur diare tersebar di semua kelompok umur dengan
prevalensi tertinggi terdeteksi pada anak balita (1-4 tahun) yaitu 16,7%. Sedangkan
menurut jenis kelamin prevalensi laki-laki dan perempuan hampir sama, yaitu 8,9%
pada laki-laki dan 9,1% pada perempuan. Prevalensi diare menurut kelompok umur
dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Prevalensi diare lebih banyak di perdesaan dibandingkan perkotaan, yaitu sebesar
10% di perdesaan dan 7,4 % di perkotaan. Diare cenderung lebih tinggi pada kelompok
pendidikan rendah dan bekerja sebagai petani/nelayan dan buruh.

D. FAKTOR RISIKO

Berikut ini merupakan beberapa faktor resiko yang menyebabkan gastroenteritis


adalah :
1) Faktor lingkungan
• Kurangnya penyediaan air minum yang bersih yang memenuhi syarat kesehatan
• Kurangnya sarana pembuanagan kotoran yang sehat
• Keadaan rumah yang umumnya tidak sehat
• Usaha hygiene dan sanitasi makanan yang kurang
• Belim ditanganinya hygine dan sanitasi industri yang intensif
• Kurangnya usaha pengawasan dan pencegahan terhadap pencematan lingkungan
• Pembuangan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik
2) Faktor Host sendiri
• Bayi yang tidak mendapat ASI sampai usia 2 tahun.
• ASI mengandung antibodi yang dapat melindungu terhadap kuman penyebab
gastroenteritis.
• Kurang gizi. Gatroenteritis meningkat pada penderita gizi buruk karena :
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut dan hanya memberi air dan
teh saja
- Makanan tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya
hiperperstaltik usus.
• Campak. Gastroenteritis sering terjadi pada anak dengan penyakit campak dalam
4 minggu terakhir. Hal ini dikarenakan penurunan kekebalan tubuh penderita.
• Faktor resiko lain yang menyebabkan gastroenteritis adalah faktor psikologis, rasa
takut dan cemas.
• Anak dengan sindrom dtatis pada usus. Seperti pada penyakit Hirschsprung, polip
usus besar atau stenosis ani. Sindrom statis menyebabkan berkembangnya bakteri
yang ada di usus sehingga dapat menyebabkan gastroenteritis.

Berikut ini beberapa kelompok individu yang berisiko tinggi mengalami


gastroenteritis, (Marianti, 2017) diantaranya:
1. Anak kecil. Anak-anak lebih sering terserang infeksi virus karena belum memiliki
sistem kekebalan tubuh yang kuat.
2. Anak sekolah dan yang tinggal di asrama. Infeksi ini bisa menular dengan mudah
di tempat-tempat yang terdapat banyak orang berkumpul dengan jarak dekat.
3. Orang lanjut usia. Sistem kekebalan pada orang tua akan menurun. Infeksi ini bisa
dengan mudah menular ke orang lanjut usia jika mereka tinggal berdekatan dengan
orang yang berpotensi menyebarkan kuman.
4. Orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Orang dengan kondisi medis
tertentu, seperti HIV dan menjalani kemoterapi, lebih berisiko tertular infeksi karena
kekebalan tubuh mereka diserang oleh kondisi yang mereka derita.

E. PATOFISIOLOGI
Terlampir
F. MANIFESTASI KLINIK :
Ditandai dengan meningkatnya kandungan cairan dalam feses , pasien terlihat
sangat lemas, kesadaran menurun, kram perut, demam, muntah, gemuruh usus
(borborigimus), anoreksia, dan haus. Kontraksi spasmodik yang nyeri dan peregangan
yang tidak efektif pada anus, dapat terjadi setiap defekasi.
Perubahan tanda-tanda vital seperti nadi dan respirasi cepat, tekanan darah turun,
serta denyut jantung cepat. Pada kondisi lanjut akan didapatkan tanda dan gejala
dehidrasi, meliputi: Turgor kulit menurun <3 detik, pada anak-anak ubun-ubun dan
mata cekung membran mukosa kering dan di sertai penurunan berat badan akut,
keluar keringat dingin.(Muttaqin: 2011)
Manifestasi klinis klien dengan gangguan gastroenteritis menurut Cecyly dan
Betz (2009) adalah :
1. Diare yang berlangsung lama ( berhari-hari atau berminggu-minggu) baik secara
menetap atau berulang à panderita akan mengalami penurunan berat badan.
2. BAB kadang bercampur dengan darah.
3. Tinja yang berbuih.
4. Konsistensi tinja tampak berlendir.
5. Tinja dengan konsistensi encer bercampur dengan lemak
6. Penderita merasakan sekit perut.
7. Rasa kembung.
8. Mual, kadang-kadang sampai muntah.
9. Kadang-kadang demam.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Muttaqin (2010) pemeriksaan diagnostik pada klien gastroenteritis adalah
sebagai berikut :
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik berguna untuk mengetahui data subyektif dari klien. Pada
pemeriksaan fisik abdomen sistem yang sering di gunakan adalah
inspeksi,auskultasi, palpasi dan perkusi. Tempatkan klien posisi supine. Kontur
dan simetrisitas dari abdomen di inspeksi dengan mengidentifikasi penonjolan
lokal , distensi, atau gelombang peristaltik. Auskultasi dilakukan sebelum perkusi
dan palpasi (yang dapat meningkatkan motilitas usus dan dengan demikian
merubah bising usus). Karakter, lokasi, dan frekwensi bising usus di catat. Palpasi
di gunakan untuk menidentifikasi masa abdomen atau area nyeri tekan.
Pada pemeriksaan gastroenteritis umumnya terdapat :
- Turgor kulit menurun, mata mulai cekung
- Asites (-), BB menurun, bising usus meningkat
- Membran mukosa mulut tampak kering
- BAK 3-5x/hari , ± 75-100 cc tiap BAK, warna kuning agak pekat
- BAB encer 2-3 kali atau lebih dalam sehari
- Konjungtiva subanemis
- Klien terlihat lemah/pucat
2. Pemeriksaan Lab :
a. Pemeriksaan feses
Tes tinja untuk mengetahui makroskopis dan mikroskopis, biaka
kumanpenyebab, tes resistensi terhadap berbagai antibiotic serta mengtahui
pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi glukosa. Karkteristik hasil
pemeriksaan feces sebagai berikut :
 Feses berwarna pekat/ putih kemungkinan disebabkan karena adanya
pigen empedu (obsruksi empedu)
 Feses berwarna hitam disebabkan karena efek dari obat seperti Fe, diet
tiggi buah merah dan sayur hjau tua seperti bayam
 Feses berwarna pucat disebabkan karena malabsorbsi lemak, diet tinggi
susu
 Feses berwarna orage atau hijau disebabkan karena infeksi usus
 Feses cair dan berlendir disebabkan karena diare yang penyebabnya
adalah bakteri
 Feses seperti tepung berwarna utih disebabkan karena diare yang
penyebabnya adalah virus
 Feses seperti ampas disebabkan karena diare yang penyebabnya dalah
parasite.
 Feses yang didalamnya terdapat unsur pus atau mucus disebabkan
karena bakteri, darah jika terjadi peradangan usus, terdapat lemak dalam
feses jika disebabkan krena malabsorbsi lemak dalam usus halus

3. Pemeriksaan darah
Darah perifer lengkap, analisa gas darah dan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan
P serum pada diare yang disertai kejang), anemia (hipokronik, kadang-kaang
nikrosionik) dan dapat terjadi karena malnutrisi, mlabsorbsi tekanan fungsi
sum-sum tulang (proses inflamasi kronis) peningkatan sel-sel darah puth,
4. Pemeriksaan elektrolit tubuh
Untuk mengetahui kadar Natrium, kalim, kalsium karbonat
5. Duodenal intubation
Untuk mengtahui kuman peyebab secara kuantitatif terutama pada diare kronik
6. Pemeriksaan kadar ureum
Untuk mengetahui faal ginjal. Jika terjadi faal ginjal maka kadar ureum dan
creatinin akan meingkat.
Batas normal ureum : 20 – 40 mg/dl
Batas normal kreatinin : 0,5 – 1,5 mg/dl
7. Pemeriksaan penunjang
a. Radiologis
Pada foto polos abdomen dapat dijumpai pengapuran (kalsifikasi) di daerah
pankreas yang menunjukkan kemungkinan adanya pankreatitis
kronik,umumnya peminum alkohol yang berat biasanya menderita diare
dengan steatorea.
b. Barium meal (pemeriksaan rontgen kontras lambung)
Dapat dijumpai adanya fistula gastrokolik yang disebabkan karsinoma
lambung dan tungkak peptik kronik.Barium follow through:dapat dijumpai
adanya kelainan radiologis penyakit Crohn usus halus dan divertikulosis
jejunum.Barium enema:dapat menunjukkan kelainan kolon antara lain:skip
lesion ditambah tukak apthosa pada penyakit Crohn,filling defect pada
karsinoma kolon,spasme pada sindrom kolon iritabel,gambaran tidak adanya
haustre disertai tumpukan bubur barium pada colitis. Penderita akan minum
cairan kontras, kemudian difoto dengan alat Röntgen. Hasil foto akan
memperlihatkan kelainan anatomis,
c. Kolonoskopi
Pemeriksaan kolonoskopi dapat dianjurkan pada sangkaan adanya colitis
walaupun hasil foto kolon dengan kontras ganda menunjukkan gambaran yang
normal.koloskopi masih dianjurkan pada sangkaan adanya proses peradangan
kolon,karena dengan kolonoskopi kita bisa melihat seluruh kolon bahkan
sampai ileum terminal dan biopsi jaringan.
d. Ultrasonography (USG)
Untuk mengidentifikasi proses patofisiologi dalam pancreas, hati,
limfa.Analisis Gaster adalah suatu bentuk pemeriksaan sekresi asam lambung
dan pepsin dalam gaster. suatu prosedur dimana cairan lambung dihisap
secara langsung dari lambung dan duodenum sehingga jumlah asam bisa
diukur
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Untuk mempelajari aliran darah dan mengidentifikasi tumor, infeksi dan
gambaran otot halus.

8. PENATALAKSANAAN

Untuk penatalaksanaan pada diare DEPKES RI 2011 membentuk LINTAS


DIARE (Lima langkah tuntaskan diare) yakni:
1) Oralit, berikan segera bila anak diare, untuk mencegah dan mengatasi dehidrasi.
2) ZINC diberikan selama 10 hari berturut-turut, mengurangi lama dan beratnya
diare, mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan. ZINC juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Cara Pemberian Obat Zinc:
• Pastikan semua anak yang menderita Diare mendapat obat Zinc selama 10 hari
berturut-turut
• Dosis obat Zinc (1 tablet= 20 mg)
- Umur < 6 bulan: 1/2 tablet /hari
- Umur ≥ 6 bulan: 1 tablet /hari
• Larutkan tablet dalam satu sendok air matang atau ASI (tablet mudah larut ± 30
detik), segera berikan kepada anak.
• Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat Zinc, ulangi
pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali
hingga satu dosis penuh.
• Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap berikan
obat Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.
3) ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat, untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti
nutrisi yang hilang.
4) Antibiotik hanya diberikan pada diare berdarah, kolera dan diare dengan masalah
lain.
5) Segera kembali ke petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah, muntah
berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus diare makin sering atau belum
membaik dalam 3 hari.

1. Penatalaksanaan Medis
Menurut Supartini (2004) penatalaksanaan medis pada pasien
gastroenteritis meliputi:
1) Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien gastroenteritis dan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
a. Pemberian cairan
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan yang di berikan peroral
berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCL dan glukosa untuk
diare akut.
b. Cairan Parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang di perlukan sesuai dengan
kebutuhan pasien, tetapi semuanya itu tergantung tersedianya cairan setampat.
Pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) di berikan tergantung berat / ringan
dehidrasi, yang di perhitungkan dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur
dan berat badannya.
 Dehidrasi Ringan
1 jam pertama 25 – 50 ml / kg BB / hari, kemudian 125 ml / kg BB /oral.
 Dehidrasi sedang
1 jam pertama 50 – 100 ml / kg BB / oral kemudian 125 ml / kg BB /hari.
 Dehidrasi berat
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit (inperset 1 ml :
20 tetes), 16 jam nerikutnya 105 ml / kg BB oralit per oral.
2) Obat- obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja
dengan tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa
/ karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dsb).
a. Obat Anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg / ch dengan dosis minimum 30 mg. Klorrpomozin, dosis
0,5 – 1 mg / kg BB / hari.
b. Obat spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin ekstrak beladora, opium
loperamia tidak di gunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras tinja
seperti kaolin, pectin,charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi
diare sehingga tidak diberikan lagi.
c. Antibiotic
Umumnya antibiotic tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila
penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25 – 50 mg / kg BB / hari. Antibiotic
juga diberikan bila terdapat penyakit seperti OMA, faringitis, bronchitis /
bronkopeneumonia.
2. Penatalaksaan Keperawatan
Menurut Nugroho (2011) penatalaksanaan keperawatan antara lain :
1) Rencanakan dan berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
2) Monitor tanda-tanda dehidrasi : penurunan kesadaran, takikardi, tensi turun,
anuria, keadaan kulit/turgor.
3) Hentikan makanan padat
4) Monitor tanda –tanda vital
5) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
DAFTAR PUSTAKA

Al-Thani et al. 2013. Nursing Diagnosis : Procces and Application. Ed : 3rd


Chow et al..2010. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Jogjakarta : Diva Press
Hawks Jane, 2010. The Etiology of Severe Acute Gastroenteritis Among Adult

Visiting Emergency Departments in the united States. The Journal of


Infection Disease. 205 : 1374-1381

Kemenkes RI.2012. Epidemiologi Gastroenteritis.


Muttaqin. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika
Simadibrata: 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Ed : 9. Jakarta : EGC

WHO. 2012. Guidline of Gastroenteritis


Marianti. 2017. Gastroenteritis. (Online). https://www.alodokter.com/. Diakses
pada tanggal 27 Januari 2019

Carpenito, L.J. (2009). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta

Simadibrata MK. 2006. Pendekatan Diagnostik Diare Kronik. Di dalam : Sudoyo


Aru w et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan Depertemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.

Anda mungkin juga menyukai