Anda di halaman 1dari 16

1.

Definisi
a. Hepatitis adalah inflamasi/radang dan cedera pada hepar karena
reaksi hepar terhadap berbagai kondisi terutama virus, obat-
obatan dan alkohol. (Ester monika, 2002 : 93)
b. Hepatitis adalah infeksi sistemik yang dominan menyerang hati.
Hepatitis virus adalah istilah yang digunakan untuk infeksi hepar
oleh virus disertai nekrosis dn inflamasi pada sel-sel hati yang
menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokomia serta seluler
yang khas. (Brunner & Suddarth, 2002 : 1169)
c. Hepatitis adalah suatu proses peradangan pada jaringan hati.
Hepatititis dalam bahasa awam sering disebut dengan istilah lever
atau sakit kuning. Padahal definisi lever itu sendiri sebenarnya
berasal dari bahasa belanda yang berarti organ hati,bukan
penyakit hati. Namun banyak asumsi yang berkembang di
masyarakat mengartikan lever adalah penyakit radang hati.
sedangkan istilah sakit kuning sebenarnya dapat menimbulkan
kercunan, karena tidak semua penyakit kuning disebabkan oleh
radang hati, teatapi juga karena adanya peradangan pada kantung
empedu. (M. Sholikul Huda)
d. Hepatitis adalah peradangan pada organ hati yang disebabkan
oleh berbagai sebab, seperti bakteri, virus, proses autoimun, obat-
obatan, perlemakan, alkohol dan zat berbahaya lainnya. Infeksi
(virus, bakteri, dan parasit) menjadi penyebab umum Hepatitis, dan
infeksi karena virus Hepatitis A, B, C, D atau E merupakan yang
terbanyak, di samping infeksi virus lainnya, seperti mononucleosis
infeksiosa, demam kuning, atau sitomegalovirus. Hepatitis yang
disebabkan infeksi virus bisa disebut juga Hepatitis viral (Depkes,
2016).
2. Klasifikasi
Ada lima virus yang diketahui mempengaruhi hati dan
menyebabkan hepatitis: HAV, HBV, HCV, virus hepatis delta (HDV,
yang hanya menyebabkan masalah pada orang yang terinfeksi
HBV), dan virus hepatitis E (HEV). Tidak ada virus hepatitis F. Virus
hepatitis G (HGV) pada awal diperkirakan dapat menyebabkan
kerusakan pada hati, tetapi ternyata diketahui sebagai virus yang
tidak menyebabkan masalah kesehatan, dan virus ini sekarang
diberi nama baru sebagai virus GB-C atau GBV-C (Green, 2005).
Ada 5 jenis Hepatitis Virus yang hingga saat ini diakui
kebenarannya yaitu Hepatitis A, B, C, D, dan E (InfoDATIN, 2014).
a. Hepatitis A
 Penyebabnya adalah virus Hepatitis A, dan merupakan penyakit
endemis di beberapa negara berkembang. Selain itu merupakan
Hepatitis yang ringan, bersifat akut, sembuh spontan/sempurna
tanpa gejala sisa dan tidak menyebabkan infeksi kronik.
 Penularannya melalui fecal oral. Sumber penularan umumnya
terjadi karena pencemaran air minum, makanan yang tidak
dimasak dengan baik, makanan yang tercemar/terpapar, sanitasi
yang buruk dan personal hygiene rendah.
 Diagnosis dutegakkan dengan ditemukannya IgM antibodi dalam
serum penderita.
 Gejalanya bersifat akut, tidak khas, bisa berupa demam, sakit
kepala, mual dan muntah sampai ikterus, bahkan dapat
menyebabkan pembengkakan hati.
 Tidak ada pengobtan khusus hanya pengobatan pendukung dan
menjaga keseimbangn nutrisi.
 Pencegahannya melalui kebersihan lingkungan, terutama
terhadapt makanan dan minuman serta melakukan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS).
b. Hepatitis B
1) Hepatitis B Akut
 Etiologinya virus Hepatitis B dari golongan virus DNA
 Masa inkubasi 60-90 hari
 Penularannya vertikal 95% terjadi masa perinatal (saat persalinan)
dan 5% intrauterin. Penularan horizontal melalui transfusi darah,
jarum suntik, pisau cukur tatoo, transplantasi organ.
 Gejala tidak khas seperti rasa lesu, nafsu makan berkurang,
demam ringan, nyeri abdomen sebalah kanan, dapat timbul
ikterus, air kencing gelap (seperti warna teh).
 Diagnosis ditegakkan dengan test fungsi hati serum transminase
(ALT meningkat), serologi HbsAg dan IgM anti HBC dalam serum.
 Pengobatan tidak diperlukan antiviral, pengobatan umumnya
bersifat simptomatis.
 Pencegahan, telah dilakukan penapisan darah oleh Bank Darah
melalui PMI, imunisasi yang sudah masuk dalam program
Nasional. Menghindari faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
penularan.
2) Hepatitis B Kronik
 Hepatitis B kronik berkembang dari Hepatitis B akut.
 Usia saat terjadinya infeksi mempengaruhi kronisitas penyakitnya.
Bila penularan terjadi saat bayi maka 95% akan menjadi Hepatitis
B kronik dan bila penularan terjadi pada usia balita, maka 20-30 %
menjadi penderita Hepatitis B kronik dan bila saat dewasa maka
hanya 5% yang menjadi penderita Hepatitis B Kronik.
 Hepatitis B Kronik ditandai dengan HbsAg (Hepatitis B Surface
Antigen) positif (>6bulan). Selain itu perlu diperiksa HbeAg
(Hepatitis B E-Antigen, anti Hbe dalam serum, kadar ALT (Alanin
Amino Transferase), HBV-DNA (Hepatitis B Virus-Deoxyribunukleic
Acid) serta biopsi hati.
 Biasanya tanpa gejala
 Sedangkan untuk pengobtannya saat ini telah tersedia 7 macam
obat untuk Hepatitis B (Interferon alfa 2a, penginterferon alfa 2a,
lamivudin, adfovir, Entecavir, Telbivudin, dan Tenofovir).
 Prinsip pengobtana tidak perlu terburu0buru tetapi tidak terlambat
juga.
 Adapan tujuan pengobatan memperpanjang harapan hidup,
menurunkan kemungkinan terjadinya sirosis hepatis atau
hepatoma.
c. Hepatitis C
 Penyebab utamanya adalah sirosis dan kanker hati.
 Etiologi virus Hepatitis C termausk golongan virus RNA
 Masa inkubasi 2-24 minggu
 Penularan Hepatitis C melalui darah dan cairan tubuh, penularan
masa perinatal sangat kecil, melaui jarum sunntik (IDUs, tatto)
transplantasi organ, kecelakaan kerja (petugas kesehatan),
hubungan seksual dapat menularkan tetapi sangan kecil.
 Kronisitas 80% penderita akan menjadi kronik.
 Pengobatan hepatitis C dengan kombinasi pegylated interferon
dan ribavin.
 Pencegahan hepatitis C dengan menghindari faktor resiko karena
sampai saat ini belum tersediannya vaksin untuk hepatitis C.
d. Hepatitis D
 Virus hepatitis D paling jarang ditemukan tapi paling berbahaya
 Hepatitis D juga disebut virus delta, virus ini memerlukan virus
hepatitis B untuk berkembang iak sehingga hanya ditemukan pada
orang yang telah terinfeksi virus hepatitis B.
 Tidak ada vaksin tetapi otomatis orang akan terlindungi jika telah
diberikan imunisasi hepatitis B.
e. Hepatitis E
 Pada awalnya dikenal sebagai Hepantitis Non A-Non B
 Etiologi virus hepatitis E termasuk virus RNA
 Mas ainkubasi 2-9 minggu
 Penularan melalui fekal oral seperti hepatitis A.
 Diagnosis dengan didapatkannya IgM dan IgG anti-HEV pada
penderita yang terinfeksi.
 Gejalanya ringan menyerupai gejala flu, sampai ikterus.
 Pengobatannya belum ada untuk pengobtaan seperti antivirus
 Pencegahan dengan menjaga kebersihan lingkungan, terutama
kebersihan makanan dan minuman.
 Vaksinasi hepatitis E belum tersedia.
3. Epidemiologi
Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di
dunia termasuk indonesia, yang terdiri dari Hepatitis A, B, C, D, dan
E. Hepatitis A dan E sering muncul sebagai kejadian luar biasa
yang bersifat akut. Sedangkan Hepatitis B, C, dan D (jarang) yang
bersifat kronis. Virus Hepatitis B telah menginfeksi sejumlah 2
milyar orang di dunia, sekitar 240 juta orang diantaranya menjadi
pengidap Hepatitis B Kronik, sedangkan untuk penderita Hepatitis
C di dunia diperkirakan sebesar 170 juta orang. Sebanyak 1,5 juta
penduduk dunia meninggal setiap tahunnya karena Hepatitis
(InfoDATIN, 2014).
Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi Hepatitis
B, terbesar kedua di negara South East Asian Region (SEAR)
setelah Myanmar. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas), studi dan uji saring darah donor PMI maka
diperkirakan di antara 100 orang Indonesia, 10 diantaranya telah
terinfeksi Hepatitis B atau C. Sehingga saat ini diperkirakan
terdapat 28 juta penduduk Indonesia yang terinfeksi Hepatitis B dan
C, 14 juta di antaranya berpotensi untuk menjadi kronis, dan dari
yang kronis tersebut 1,4 juta orang berpotensi untuk menderita
kanker hati (InfoDATIN, 2014).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,
prevalensi heptitis tertinggi terdapat pada kelompok umur 45-54
dan 65-74 tahun. Penderita hepatitis baik ada laki-laki maupun
perempuan, proporsinya tidak berbeda secara bermakna.
Prevalensi hepatitis banyak ditemukan pada petani/nelayan/buruh
dibandingkan jenis pekerjaan lainnya (InfoDATIN, 2014).
Hepatitis virus merupakan sebuah fenomena gunung es, dimana
penderita yang tercatat atau yang datang ke layanan kesehatan
lebih sedikit dari jumlah penderita sesungguhnya. Mengingat
penyakit ini adalah penyakit kronis yang menahun, dimana pada
saat orang tersebut telah terinfeksi, kondisi masih sehat dan
belum menunjukkan gejala dan tanda yang khas,tetapi penularan
terus berjalan.
Menurut hasil Riskesdastahun 2013 bahwa jumlah orang yang
didiagnosis Hepatitis di fasilitas pelayanan kesehatan berdasarkan
gejala-gejala yang ada, menunjukan peningkatan 2 kali lipat
apabila dibandingkan dari data tahun 2007 dan 2013, hal ini dapat
memberikan petunjuk awal kepada kita tentang upaya
pengendalian di masa lalu, peningkatan akses, potensial masalah
di masa yang akan datang apabila tidak segera dilakukan upaya-
upayayang serius.
4. Factor resiko
Hepatitis A (CDC,2013)
 Memakan makanan yang kebersihan kurang-bahkan dalam jumlah
mikroskopik
 Diantara laki-laki yang melakukan kontak seksual dengan pria lain
 hubungan anal oral secara langsung
 Kontak dengan jari atau benda yang telah dipakai atau ditaruh
dekat anus
 Makan atau minum makanan atau air yang terkontaminasi bakteri
hepatitis
Hepatitis B (CDC, 2013)
 Disebarkan melalui cairan semen tau darah
 Dapat disebarkan melalui hubungan seksual
 Pemakaian bersama jarus suntik/ alat lain yang digunakan untuk
menyutikkan obat
Hepatitis C (CDC, 2013)
 Kontak dengan darah
 Pemakaian bersama jarum suntik
 Mengunakan tattoo dan menindik tubuh dengan alat yang tidak
steril
 Kontak saat hubungan seksual (STD)
 Hubungan seksual dengan banyak pasangan
 Hepatitis D (PPHI,2013)
Hepatitis E
 Air minum yang telah terkontaminasi
 Konsumsi hewan yang terkontaminasi hepatitis E
 Konsumsi daging mentah atu kurang matang
 Homoseksual
 Penggunaan jarum suntik
 Pendonor darah
 Orang yang pernah menderita penyakit hepatitis B
 Penyalahgunaan obat-obatan dan alcohol

Obat tertentu bisa menyebabkan kerusakan hati parah jika Anda


menggunakannya tak sesuai aturan, contohnya
paracetamol (acetaminophen).Obat-obatan lainnya juga bisa
memicu hepatitis, seperti methotrexate (Trexall, Rheumatrex),
yang digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis
dan psoriasis.
Selain obat-obatan, konsumsi alkohol jangka panjang juga dapat
menyebabkan hepatitis. Orang yang paling berisiko adalah mereka
yang minum sampai 100 gram alkohol setiap hari, dan rutin
mengonsumsi sekitar 10 minuman beralkohol atau lebih dalam
sehari,selama beberapa tahun.

Faktor Hepatitis lainnya


Cara lain untuk terkena hepatitis meliputi:

 Transfusi darah
 Terapi penekanan sistem kekebalan tubuh (hepatitis autoimun)
atau kemoterapi
 Penularan dari ibu ke anak saat persalinan
5. Patofisiologi ( Terlampir )
Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan
oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan
bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul
dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering
dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada
hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada
sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel
hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak
dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh
sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar
klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar
normal (Wijaya&Putri, 2013).
Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan
peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang
memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran
kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan
nyeri di ulu hati (Wijaya&Putri, 2013).
Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun
jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam
hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan
duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan
billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan
dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna
dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat
kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu
belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin
yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang
timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam
pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin (Wijaya&Putri, 2013).
Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak
pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka
bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan
bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar
bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam
empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada
ikterus (Wijaya&Putri, 2013).
6. Manifestasi Klinis
a. Hepatitis Virus Akut
umumnya pada bayi dan anak kecil asimtomatik. Pada anak besar
dan remaja dapat terjadi prodormal infeksi viral sistemik seperti
anoreksia, nausea, vomiting, fatigue, malaise, artralgia, mialgia,
nyeri kepala, fotofobia, faringitis, batuk dan koriza. Dapat
mendahului timbulnya ikterus selama 1-2 minggu. Apabila hepar
sudah membesar pasien dapat mengeluh nyeri perut kanan atas.
Dibedakan menjadi 4 stadium yaitu :
1) masa inkubasi
Masa inkubasi berlangsung 18- 20 hari, dengan rata-rata kuran
dari 28 hari Gejalanya fatique, malaise, nafsu makan berkurang,
mual, muntah, rasa tidak nyaman didaerah kanan atas, demam
(biasanya < 39derajat celcius), merasa dingin, sakit kepala,flu,
nasal discharge, sakit tenggorok dan batuk.
2) Pra ikhterik (prodromal)
Disebut periode praikterus, dimulai setelah periode masa tunas
virus selesai dan pasien mulai memperlihatkan tanda-tanda
penyakit. Stadium ini disebut praikterus karena ikterus belu
muncul. Antibodi terhadap virus biasanya belum dijumpai, stdium
ini berlangsung 1-2 minggu dan ditandai oleh :
Malese umum, Anoreksia, Sakit kepala, Rasa malas, Rasa lelah,
Gejala-gejala infeksi saluran nafas atas, dan Mialgia (nyeri otot).
3) Ikhterik
dimulai urin berwarna kuning tua, seperti the atau gelap, feses
berwarna seperti dempul, Warna sclera dan kulit menjadi kuning.
Dapat berlangsung 2-3 minggu atau lebih, pada sebagia besar
orang stadium ini ditandai oleh timbulnya ikterus
4) Fase penyembuhan
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri, ikhterik menghilang dan
warna feses kembali normaldalam 4 minggu setelah enset.
b. Hepatitis Bacterial
penderita mengeluh panas, terutama pada malam hari, nafsu
makan berkurang, kadang-kadang tidak dapat BAB, Air kencing
berwarna seperti the dan bola mata tampak kekuningan, Lidah
tampak kotor disertai tremor halus, Bibir penderita kering dan
tampak kotor.
c. Hepatitis Obat-Obatan
tanda dan gejalanya menggigil, pabnas, gatal-gatal yang tidak
diketahui penyebabnya dan juga mengeluh rasa pegal-pegal di
sendi, dan otot-otot yang lain dapat pula diketahui gejala
prodormal seperti hepatitis virus akut
( Mansjoer,2000 )
5) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan fisik per sistem dapat membantu menegakkan
diagnosis hepatitis, yaitu sebagai berikut, (Wijaya&Putri, 2013)
a. Kedaan umum: kesadaran composmentis, wajah tampak
menyeringai kesakitan, konjungtiva anemis, Suhu badan 38,5 0 C.
b. Sistem respirasi: frekuensi nafas normal (16-20kali/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan
cuping hidung, tidak terpasang O 2, tidak ada ronchi, whezing,
stridor.
c. Sistem kardiovaskuler: TD 110/70mmHg , tidak ada oedema, tidak
ada pembesaran jantung, tidak ada bunyi jantung tambahan.
d. Sistem urogenital: urine berwarna gelap
e. Sistem musculoskeletal: kelemahan disebabkan tidak adekuatnya
nutrisi (anoreksia).
f. Abdomen:
 inspeksi : abdomen ada benjolan
 Auskultasi : Bising usus positif pada benjolan
 Palpasi : pada hepar teraba keras
 Perkusi : hipertimpani

Beberapa pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan yaitu,


(Wijaya&Putri, 2013):
a. ASR (SGOT) / ALT (SGPT). Awalnya meningkat. Dapat meningkat
1-2 minggu sebelum ikterik, kemudian tampak menurun.
SGOT/SGPT merupakan enzim – enzim intra seluler yang
terutama berada di jantung, hati dan jaringan skelet, terlepas dari
jaringan yang rusak, meningkat pada kerusakan sel hati.
b. Darah Lengkap. SDM menurun sehubungan dengan penurunan
hidup SDM (gangguan enzim hati) atau mengakibatkan
perdarahan.
c. Leukopenia. Trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
d. Diferensia Darah Lengkap. Leukositosis, monositosis, limfosit,
atipikal dan sel plasma.
e. Alkali phosphatase. Sedikit meningkat (kecuali ada kolestasis
berat)
f. Feses. Warna tanah liat, steatorea (penurunan fungsi hati)
g. Albumin Serum. Menurunnya albumin serum, hal ini disebabkan
karena sebagian besar protein serum disintesis oleh hati dan
karena itu kadarnya menurun pada berbagai gangguan hati.
h. Gula Darah. Hiperglikemia transien / hipeglikemia (gangguan
fungsi hati).
i. Anti HAVIgM. Positif pada tipe A
j. HbsAG. Dapat positif (tipe B) atau negatif (tipe A)
k. Masa Protrombin. Kemungkinan memanjang (disfungsi hati),
akibat kerusakan sel hati atau berkurang. Meningkat absorbsi
vitamin K yang penting untuk sintesis protombin.
l. Bilirubin serum. Diatas 2,5 mg/100 ml (bila diatas 200 mg/ml,
prognosis buruk, mungkin berhubungan dengan peningkatan
nekrosis seluler)
m. Tes Eksresi BSP (Bromsulfoptalein). Kadar darah meningkat.
BPS dibersihkan dari darah, disimpan dan dikonyugasi dan
diekskresi. Adanya gangguan dalam satu proses ini menyebabkan
kenaikan retensi BSP.
n. Biopsi Hati. Menujukkan diagnosis dan luas nekrosis
o. CT-scan Hati. Membantu dalam perkiraan beratnya kerusakan
parenkin hati.
p. Urinalisa. Peningkatan kadar bilirubin. Gangguan eksresi bilirubin
mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Karena bilirubin
terkonyugasi larut dalam air, ia dsekresi dalam urin menimbulkan
bilirubinuria.
6) Penatalaksanaan
a. Hepatitis A
Penatalaksanaan hepatitis A virus sebagian besar adalah terapi
suportif, yang terdiri dari bed rest sampai dengan icterus mereda,
diet tinggi kalori, penghentian dari pengobatan yang beresiko
hepatotoxic, dan pembatasan dari konsumsi alcohol.
Sebagian besar dari kasus hepatitis A virus tidak memerlukan
rawat inap. Rawat inap direkomendasikan untuk pasien dengan
usia lanjut, malnutrisi, kehamilan, terapi imunosupresif,
pengobatan yang mengandung hepatotoxic, pasien dengan
muntah berlebih tanpa diimbangi dengan cairan yang adekuat.
Tidak ada pengobatan untuk anti-virus spesifik untuk VHA. Infeksi
akut dapat dicegah dengan pemberian immunoglobulin dalam 2
minggu setelah terinfeksi atau menggunakan vaksin. Penderita
hepatitis A akut dirawat secara rawat jalan, tetapi 13% pendeita
memerlukan rawat inap dengan indikasi muntah berat, dehidrasi
dengan kesulitan makan peroral, kadar SGOT – SGPT > 10 kali
nilai normal, koagulopati, dan ensefalopati (Medical Encyclopedia,
2012)
b. Hepatitis B
Indikasi terapi pada infeksi Hepatitis B adalah :
 Melihat nilai DNA VHB serum
 Dari status HbeAg
 Nilai ALT
 Gambaran histologi hati
Sampai sekarang telah terdapat setidaknya 2 jenis obat hepatitis B
yang diterima secara luas, yaitu golongan interferon dan golongan
analog nukleostida.
Interferon
Interferon (IFN) adalah mediator inflamasi fisiologis tubuh
berfungsi dalam pertahanan terhadap virus. IFN- konvensional
adalah obat-obatan pertama yang diakui sebagai terapi pilihan
hepatitis B kronik sejakmlebih dari 20 tahun yang lalu. Senyawa ini
memiliki efek antiviral, immunomodulatory, dan antiproliferatif. IFN
akan merangsang produksi protein kinase spesifik yang berfungsi
mencegah sintesis protein sehingga menghambat replikasi virus.
Protein kinase ini juga akan merangsang apoptosis sel yang
terinfeksi virus. Waktu paruh IFN dalam darah sangat singkat yaitu
sekitar 3-8 jam. Semua pemberian terapi interferon diberikan
secara injeksi subkutan. Terapi interferon dapat fiberikan pada
pasieng dengan karakteristik :
 Pasien muda yang telah memenuhi indikasi terapi, tanpa penyakit
penyerta, dan memiliki biaya yang mencukupi
 Pada pasien yang diketahui terinfeksi VHB genotip A tau B.
mengingat penelitian yang ada telah membuktikan bahwa terapi
interferon akan memberikan efektifitas yang lebih baik pada inveksi
VHB dari genotip tersebut.
Sebaiknya, interferon tidak boleh diberikan pada pasien dengan
karakteristik :
 Pasien sirosis dekompensata
 Pasien dengan gangguan psikiatri
 Pasien yang sedang hamil
 Pasien dengan autoimun aktif
Lamivudine
Lamivudine adalah analog nukleostida yang mana obat ini bekerja
dengan cara berkompetisi dengan dCTP untuk berikatan dengan
rantai DNA virus yang akan menterminasi pemanjangan rantai
tersebut. Lamivudine diberikan secara oral dengan dosis optimal
100 mg/hari. Pemberian 1x/hari dimungkinkan mengingat waktu
paruhnya yang mencapai 17-19 jam di dalam sel yang terinfeksi.
Sebaiknya lamivudine tidak diberikan pada pasien yang sudah
resisten terhadap lamivudine, telbivudin, atau entecavir.
Adefovir Dipivoxil
Adefovir dipivoxil (ADV) adalah analog adenosine monophosphate
yang bekerja dengan berkompetisi dengan nukleotida cAMP untuk
berikatan dengan DNA virus dan menghambat polymerase dan
reverse transcriptase sehingga memutus rantai DNA VHB. Obat ini
diberikan secara oral sebanyak 10 mg/hari namun obat ini memiliki
efek saping berupa gangguan fungsi pada ginjal. Hendaknya
pasien dengan obat ADV ini dilakukan pemantauan rutin kadar
kreatinin selama menjalani terapi. Adefovir dapat diberikan pada
keadaan sebagai berikut :
 Pasien hepatitis B kronik HBeAg negative, dengan DNA VHB
rendah, dan ALT tinggi
 Pasien dengan riwayat gagal terapi dengan pemberian analog
nukleosida
Sebaliknya, adefovir tidak dapat diberikan pada pasien :
 Hepatitis B kronik dengan gangguan ginjal
 Pasien hepatitis B yang resisten terhadap adefovir
 Pasien dalam pengobatan adefovir yang tidak menunjukkan
respon pada minggu ke-24
Entecavir
Entecavir (ETV) adalah analog 2-deoxyguanosine. Obat ini dekerja
dengan menghambat priming DNA polymerase virus, reverse
transcription dari rantai negative DNA, dan sintesis rantai positif
DNA. Entecavir diberikan secara oral dengan dosis 0.5 mg/hari
dan 1 mg/hari untuk pasien dengan resisten lamivudine.
Telbivudin
Telbivudin (LdT) adalah analog L-nukleosida thymidine yang efektif
melawan replikasi VHB. Obat ini diberikan seara oral dengan dosis
optimal 600 mg/hari
Tenofovir Disoproxil Fumarate
Tenofovir disoproxil fumarate (TDF) merupakan sebuah obat
abalog nukleotida yang efektif untuk hepadanavirus dan retrovirus.
Obat ini awalnya digunakan sebagai terapi HIV, namun beberapa
penelitian menunjukkan keefektifitasnya sangat baik untuk
mengatasi hepatitis B. TDF diberikan secara oral dengan dosis
300mg/hari. Obat ini tidak disarankan diberikan pada pasien
dengan :
 Pasien hepatitis B yang resisten tenofovir
 Hepatitis B dengan gangguan ginjal (Konsesus Nasional
Penatalaksanaan Hepatitis B, 2012)
c. Hepatitis C
Pengobatan standar hepatitis C terdiri dari kombinasi interferon
terpegilasi (PEG-interferon atau PEG-IFN) dan ribavirin (RBV).
PEG-IFN adalah obat untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh
untuk membantu menghilangkan viru hepatitis C dalam tubuh.
Sedangkan ribavirin memperlambat penggandaan virus sehingga
tubuh dapat lebih mudah menghilangkan virus. Ribavirin bekerja
paling optimal jika dikonsumsi bersamaan dengan PEG-IFN. PEG-
IFN diinjeksikan dibawah kulit 1x/minggu dan ribavirin diberikan
dalam bentuk 2-3 kapsul yang diminum 2x/hari setelah makan.
Berikut adalah kondisi dan situasi dimana pengobatan hepatitis C
dianggap tidak aman dan tiak boleh diberikan :
 Pasien yang hamil
 Pasien yang memiliki penyakit atau kerusakan hati lainnya
 Pasien dengan penyakit kronik lainnya
 Pasien dengan sel darah rendah (Hepatitis C Awareness &
Treatment Project, 2013)
Penatalaksanaan Diet
Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau muntah-muntah
sebaiknya di berikan infus. Jika sudah tidak mual lagi, diberikan
makanan yang cukup kalori ( 30 – 35 kalori/kg BB ) dengan
protein cukup ( 1 gr/kg BB ). Pemberin lemak sebenarnya tidak
perlu dibatasi

DAFTAR PUSTAKA :

1. Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II,
edisi V. Jakarta: Interna Publishing.
2. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2013. Viral
Hepatitis: Information for Gay and Bisexual Men dalam
https://www.cdc.gov/hepatitis/populations/pdfs/hepgay-
factsheet.pdf. Diakses pada 25 Februari 2018 pukul 16.05 WIB.
3. Carpenito, Lynda Juall. 2001. Book of Nursing Diagnosis. Edisi
8. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC
4. Elizabeth J. Corwin . 2009. Buku Saku Patofisiologi Ed.3.
Jakarta : EGC. Hal 671-672)
5. Harjono K, Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal, Tinjauan
Terhadap Pemberlakuan Undang-Undang No. 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal, Edisi Pertama, Jakarta: Rajawali
Pers, 2007.
6. InfoDATIN. 2014. InfoDATIN: Situasi dan Analisis Hepatitis.
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
7. Kowalak, Jenifer P. 2011. Buku ajar patofisiologi. Hal 363.
Jakarta. ECG
8. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI). 2012. Konsensus
Nasional Penatalaksanaan Hepatitis B di Indonesia.
9. Smeltzer, C. Suzanne & Bare, G. Brenda. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medical Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi 8
Volume 2. Alih bahasa : Waluyo Agung, dkk. Editor Monica
Ester, Jakarta : EGC
10. Sujono Hadi. 1999. Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung: Alumni.
11. Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah
2, Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta :
Nuha Medika
12. Widoyono. 2008. Penyakit tropis : epidemiologi, penularan,
pencegahan & pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga

Anda mungkin juga menyukai