Anda di halaman 1dari 9

DEFINISI

1) Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati
(Mansjoer, FKUI, 2001).
2) Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan ikat dan usaha
regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi
mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul
tersebut (Smeltzer & Bare, 2001).
3) Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan
pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit hati
kronis dan terjadinya pengerasan dari hati (Sujono, 2002).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sirosis hati


adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan difus pada hati, diikuti
dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel hati disertai nodul dan
merupakan stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati

KLASIFIKASI
Ada 3 tipe sirosis menurut Smeltzer dan Bare (2010) pada buku berjudul Rencana
Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah: Diagnosa NANDA-I 2015-2017, Intervensi NIC,
Hasil NOC tahun 2016, yaitu:
1. Sirosis portal laenec (alkoholik, nutrisional) yaitu jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal, sirosis ini merupakan sirosis yang paling banyak
ditemukan di negara barat.
2. Sirosis pascanekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat
lanjut dari hepatitis virus akut yang dialami sebelumnya.
3. Sirosis bilier yaitu pembentukan jaringan parut yang terjadi di dalam hati di
sekitar saluran empedu biasanya terjadi sebagai akibat obstruksi bilier yang
kronis dan infeksi (kolangitis).
Sirosis hati diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologinya. Klasifikasi morfologi
telah jarang dipakai karena sering tumpang tindih satu sama lainnya. Klasifikasi ini terdiri
dari :
a) Sirosis mikronoduler ; nodul berbentuk uniform, diameter kurang dari 3 mm.
Penyebabnya antara lain: alkoholisme, hemakromatosis, obstruksi bilier dan
obstruksi vena hepatika.
b) Sirosis makronoduler; nodul bervariasi dengan diameter lebih dari 3mm.
Penyebabnya antara lain: hepatitis kronik B, hepatitis kronik C, defisiensi α-1-
antitripsin dan sirosis bilier primer .

c) Sirosis campuran kombinasi antara mikronoduler dan makronoduler.


Klasifikasi etiologi lebih serig dipakai. Mayoritas penderita sirosis awalnya merupakan
penderita penyakit hati kronis yang disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita
steatohepatitis yang berkaitan dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas.
Beberapa etiologi lain dari penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit
(schistosomiasis), penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier,
penyakit hati bawaan, penyakit metabolik seperti Wilson’s disease, penyakit
granulomatosa (sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis
A), dan obstuksi aliran vena seperti sindrom Budd-Chiari dan penyakit veno-
oklusif.(Sulaiman, 2007)
Di Amerika Serikat, kecanduan alkohol adalah penyebab yang paling sering dari
sirosis hati. Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan
penyebab tersering dari sirosis hati yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus
hepatitis C dengan 30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui
penyebabnya dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (Rockey, 2006).

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :


1) Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
2) Sirosis hati Dekompensata

Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus

EPIDEMIOLOGI
Konsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka panjang merupakan satu-satunya
penyebab penyakit hati yang paling penting di Amerika Serikat dan beberapa Negara
Barat. Berdasarkan data mengenai distribusi penyakit sistem cerna pasien rawat inap
Indonesia tahun 2004, sirosis hati merupakan penyebab kematian pertama dengan Case
Fatality Rate (CFR) tertinggi yaitu 14,1% dengan sex ratio antara laki-laki penderita
sirosis hati dan perempuan penderita sirosis hati yaitu 1,9:1. Berdasarkan data Depkes
RI (2005) di Indonesia pada tahun 2004 terdapat 9.441 penderita sirosis hati dengan
proporsi 0,4% dan merupakan penyebab kematian ke-21 dari 50 penyebab kematian
dengan jumlah kematian 1.336 orang (PMR 1,2%).
Menurut hasil penelitian Durrotul Djanah tahun 2003 di RSUP Dr. Kariadi Semarang
diketahui dari 56 pasien sirosis hati proporsi berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki 36
orang (64,3%) dan perempuan 20 orang (35,7%), dan proporsi berdasarkan umur
tertinggi pada umur 41-50 yaitu 42 orang (76,8%). 31,32 26 Menurut hasil penelitian
Mariadi & I Dewa tahun 2006 di RS Sanglah Denpasar diketahui dari 52 pasien sirosis
hati proporsi berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki yaitu 39 orang (75%) dan
perempuan 13 orang (25%). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di RSUD
Sidikalang tahun 2007-2011 diketahui bahwa jumlah pasien rawat inap sirosis hati
terdapat 115 penderita dengan rincian 25 penderita (21,7%) tahun 2007, 22 penderita
(19,1%) tahun 2008, 23 penderita (20%) tahun 2009, 24 penderita (20,9%) tahun 2010,
21 penderita (18,3%) tahun 2011. Di Sidikalang, mayoritas penduduk adalah suku Batak
yang memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol yang merupakan salah satu dari faktor
risiko sirosis hati. Berdasarkan data diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang
karakteristik penderita sirosis hati di RSUD Sidikalang tahun 2007-2011.

FAKTOR RISIKO
Menurut (AS, malau.2012) penyebab terjadinya sirosis hati masih belum jelas
penyebabnya apa akan tetapi sirosis terjadi akibat dari :
1. Faktor kekurangan nutrisi menurut spelbeng, shiff (1998) bahwa negara di Asia faktor
gangguan nutrisi memegang penting untuk timbulnya sirosis hati.
2. Konsumsi alkohol menyebabkan peningkatan kerusakan hati dimana alkohol sendiri
memiliki kandungan zat kimia yang disebut asetaldehida yang memberikan toksik
sehingga dapat menyebabkan nekrosis pada hati.
3. Virus hepatitis B disebut sebagai salah satu penyebab sirosis hati yang mana
penderita telah mengalami penyakit hepatitis bartahun-tahun atau disebut dengan
hepatitis kronis dapat menyababkan sirosis hati.
4. Zat Hepatoksik beberapa obat-obatan dan bahan kimia dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan pada sel hati secara akut dan kronis.
5. Hemokromatosis terjadi fibrosis pada vena portal yang menyebabkan trombosis pada
vena potal menyebabkan gangguan pada hati. Hemokromatosis disebabkan dua
faktor yaitu faktor kelainan kongenital dan kelainan akibat alkoholik.

PATOFISIOLOGI
Terjadinya fibrosis hati menggambarkan kondisi ketidakseimbangan antara
produksi matriks ekstraseluler dan proses degradasinya. Sel stelata yang berada
dalam ruangan perisinusoidal merupakan sel penting untuk memproduksi matriks
ekstraseluler. Sel ini bersama sel liposit dapat mulai diaktivasi sel pembentuk kolagen
oleh berbagai faktor parakrin. Beberapa faktor dapat dilepas atau diproduksi oleh sel
hepatosit, sel Kupfer dan endotel sinusoid pada saat terjadi kerusakan hati.

Sel-sel stelata yang aktif juga mempunyai sifat kontriksi yang dapat memacu
hipertensi portal.( Sulaiman,2007)
Fibrosis hati dapat muncul dalam tiga keadaan sebagai berikut:
1. Efek sekunder dari proses inflamasi dan subsekuensi dari respon imun.

2. Bagian dari proses penyembuhan luka

3. Respon terhadap rangsangan dari agen penyebab fibrogenesis primer

HBV dan Schistoma sp. merupakan contoh agen-agen yang dapat memicu
terjadinya fibrosis hati dengan cara menstimulasi respon imun. Carbon tetrachloride
adalah contoh agen yang dapat menyerang dan membunuh sel hepatosit sehingga
terjadi fibrosis sebagai bagian dari proses penyembuhan luka. Baik dalam proses
respon immun atau penyembuhan luka ,fibrosis dipicu secara tidak langsung sebagai
efek dari pelepasan citokin-citokin oleh sel-sel inflammasi. Tetapi , zat-zat tertentu
seperti etanol dan besi dapat menyebabkan fibrogenesis primer dengan
meningkatkan proses transkripsi gen kolagen dan menyebabkan peningkatan jumlah
jaringan ikat yang disekresi oleh sel-sel ( Khalili, 2012)

PATHWAY (TERLAMPIR)

MANIFESTASI KLINIS

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi


perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Jika sudah lanjut
(sirosis dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi sampai koma.
(Sudoyo, 2007).
Menurut, Price & Wilson, 2005 :
1. Ikterus dan jaundice akibat menurunnya ekskresi bilirubin sehingga terjadi
hiperbilirubin dalam tubuh.
2. Peningkatan rasio estradiol/testosteron menyebabkan timbulnya angioma spidernevi
yaitu suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena kecil sering ditemukan di bahu,
muka, dan lengan atas. Perubahan metabolisme estrogen juga menimbulkan eritema
palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan.
Ginekomastia berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-
laki,kemungkinan akibat peningkatan androstenedion.
3. Gangguan hematologi yang sering terjadi adalah perdarahan, anemia, leukopenia, dan
trombositopenia. Penderita sering mengalami perdarahan gusi, hidung, menstruasi
berat dan mudah memar. Manifestasi ini terjadi akibat berkurangnya faktor pembekuan
darah. Anemia, leukopenia, trombositopenia diduga terjadi akibat hipersplenisme.
Limpa tidak hanya membesar tetapi juga aktif menghancurkan sel-sel darah dari
sirkulasi sehingga menimbulkan anemia dengan defisiensi folat, vitamin B12 dan besi.
4. Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit
protein. Hal ini dapat dikaji melalui shifting dullness atau gelombang cairan. Faktor
utama terjadinya asites ialah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus
(hipertensi portal) dan penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia.
5. Edema terjadi ketika konsentrasi albumin plasma menurun. Produksi aldosteron yang
berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
6. Pembesaran Hati : Pada awal perjalanan sirosis hati, hati cenderung membesar dan
sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi
tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai
akibat dari pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kapsula Glissoni). Pada
perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan
parut menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat dipalpasi,
permukaan hati akan teraba berbenjol-benjol (noduler).
7. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang memetap di
atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi
terhadap aliran darah melalui hati.
8. Varises gastrointestinal : Distensi pembuluh darah akan membentuk varises/hemoroid
tergantung lokasinya. Adanya tekanan yang tinggi dapat menimbulkan ruptur dan
pendarahan. Kurang lebih 25% pasien akan mengalami hematemesis ringan/varises
pada lambung dan esofagus.
9. Kemunduran Mental
Manifestasi klinis lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati dan koma hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan
neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup perilaku umum
pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Doengoes (2002), pemeriksaan penunjang yang dapat memperkuat diagnosa
sirosis adalah :
1) Skan/Biopsi Hati
Mendeteksi infiltrat, fibrosis, kerusakan jaringan hati.
2) Kolesistografi/Kolangiografi
Memperlihatkan penyakit duktus empedu, yang mungkin sebagai faktor
predisposisi.
3) Esofagaskopi
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
4) Portografi Transhepatik Perkutaneus
Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
5) Bilirubin Serum
Meningkat karena gangguan seluler, ketidakmampuan hati untuk mengkonjugasi,
atau obstruksi billier.
6) AST (SGOT) / ALT (SGPT), LDH
Meningkat karena kerusakan seluler dan mengeluarkan enzim.
7) Alkalin Fosfatse
Meningkat karena penurunan ekskresi.
8) Albumin Serum
Menurun karena penekanan sintesis.
9) Globulin (IgA dan IgG)
Peningkatan sintesis.
10) Darah Lengkap
Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena perdarahan. Kerusakan SDM dan
anemia terlihat dengan hipersplenisme dan defisiensi besi. Leukopenia mungkin
ada sebagai akibat hipersplenisme.
11) Masa Protrombin/PTT
Memanjang (penurunan sintesis protrombin).
12) Fibrinogen
Menurun
13) BUN
Meningkat menunjukkan kerusakan darah/protein.
14) Amonia Serum
Meningkat karena ketidakmampuan untuk berubah dari amonia menjadi urea.
15) Glukosa Serum
Hipoglikemia diduga mengganggu glikogenesis.
16) Elektrolit
Hipokalemia menunjukkan peningkatan aldosteron, meskipun berbagai
ketidakseimbangan dapat terjadi.
17) Kalsium
Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan absorpsi vitamin D.
18) Pemeriksaan Nutrien
Defisiensi vitamin A, B12, C, K, asam folat dan mungkin besi.
19) Urobilinogen Urine
Ada/tak ada. Bertindak sebagai petunjuk untuk membedakan penyakit hati,
penyakit hemolitik, dan obstrusi bilier.
20) Urobilinogen Fekal
Menurunkan ekskresi.
21) Imaging examination: USG hati, kantung empedu, dan limpa. USG hati dapat
menggambarkan seberapa jauh kerusakannya.
22) Pemeriksaan patologis: Pemeriksaan patologis untuk tanda-tanda virus hepatitis
23) Tes fungsi hati: Dengan tes fungsi hati, kita dapat memahami seberapa jauh
keparahan sirosis hatinya.
24) Four indicators of hepatic fibrosis: Fibrosis liver adalah penyakit yang kronik.
Pemeriksaan dini menggunakan four indicator of hepatic fibrosis dapat membantu
mendiagnosa lebih cepat ada tidaknya fibrosis liver.
25) Laparoscopy: Pemeriksaan langsung yang dapat dilakukan di organ hati, limpa,
organ pencernaan

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan menurut Tarigan (2001) adalah:
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol yang
teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein, lemak
secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya. Alkohol akan
mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet tinggi kalori (300
kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari untuk menghambat
perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D penicilamine dan
Cochicine.
b. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi
(desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama
setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram/
hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari.
Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari,
tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana
pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid
dengan dosis 20-40 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila
tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi
dengan pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau
melena saja)
- Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
- Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100
x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
- Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c. Ensefalopati
- Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada hipokalemia.
- Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet sesuai.
- Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan pada
varises.
- Pemberian antibiotik campisilin/ sefalosporin pada keadaan infeksi sistemik.
- Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim,
amoxicillin, aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik Mengatur keseimbangan cairan dan
garam.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI. Jakarta: Medica

Aesculpalus

Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph, Edisi 20. Jakarta : EGC.

Betz, Cecily L. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Ed.3. Jakarta: EGC

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : buku saku. Edisi 3 Revisi. Jakarta : EGC.

Dosen keperawatan medikal-bedah Indonesia. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan

Medikal-Bedah: Diagnosa NANDA-I 2015-2017, Intervensi NIC, Hasil NOC. Jakarta:

EGC

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisisologi. Jakarta : EGC

Price and Wilson.2005. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Vol.2.Jakarta: EGC

Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Edisi 4, Jilid 1. Jakarta

:Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Sujono Hadi. 2002. Lambung. Dalam: Gastroenterologi. Edisi 7. Bandung: Alumni.

Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo...(dkk), EGC,

Jakarta.

Tarigan, P. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam jilid 1 Ed. 3 Sirosis Hati. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI

Anda mungkin juga menyukai