Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KEMOTERAPI


DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI RUANG KEMOTERAPI

Disusun untuk memenuhi tugas Program Profesi Ners Keperawatan Medika Bedah 2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh
OVI WIJAYANTI

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM PROFESI NERS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2019 M
A. Definisi
Menurut Desen (2008), kemoterapi merupakan terapi modalitas kanker yang paling
sering digunakan pada kanker stadium lanjut lokal, maupun metastatis dan sering menjadi
satu-satunya pilihan metode terapi yang efektif. Kemoterapi dapat diberikan sebagai terapi
utama, adjuvant (tambahan), dan neoadjuvant, yaitu kemoterapi adjuvant yang diberikan
pada saat pra-operasi atau pra-radiasi (Sukardja, 2000). Terapi adjuvant mengacu pada
perawatan pasien kanker setelah operasi pengangkatan tumor (Johnson, dkk., 2014).
Menurut Desen (2008) kanker yang dapat disembuhkan dengan kemoterapi mencapai
lebih dari 10 jenis atau 5% dari seluruh pasien kanker, termasuk kanker derajat keganasan
tinggi seperti kanker trofoblstik, leukemia limfosit akut anak, limfom Hodgkin dan
nonHodgkin, kanker sel germinal testis, kanker ovarium, nefroblastoma anak,
rabdomiosarkoma embrional, sarcoma Ewing, dan leukemia granulositik akut dewasa.
Kanker dengan jenis yang lain (misalnya kanker mamae, kanker prostat, neuroblastoma,
dan lain-lain) walaupun tidak dapat disembuhkan dengan kemoterapi, namun lama
survivalnya dapat diperpanjang (Desen, 2008; Johnson, dkk., 2014). Menurut Fasching,
dkk. (2011), 52% pasien kanker payudara dengan HER2- positif yang menerima
pengobatan anti-HER2 (Trastuzumab) dalam kemoterapi neoadjuvant mengalami PCR
(Prognosis Complite Response). Menurut Rezkin (2009), diperkirakan sekitar 70% pasien
kanker ovarium stadium III atau IV yang diberikan kemoterapi sitostatika akan memberikan
respon klinik yang komplit.

B. Tujuan Kemoterapi
Menurut Sukardja (2000) tujuan terapi umum dari terapi kanker yaitu :
a) Terapi kuratif (penyembuhan) yakni tindakan untuk menyembuhkan penderita yaitu
membebaskan penderita dari kanker untuk selama-lamanya
b) Terapi palliative (meringankan) yakni semua tindakan aktif guna meringankan beban
penderita kanker terutama bagi yang tidak mungkin disembuhkan lagi

Menurut Rasiji (2007) tujuan penggunaan kemoterapi yaitu :


a) Terapi adjuvant
Kemoterapi yang diberikan sesudah operasi, dapat sendiri atau bersamaan dengan
radiasi dan bertujuan untuk membunuh sel yang telah bermetastase
b) Terapi neodjuvan
Kemoterapi yang diberikan sebelum operasi untuk mengecilkan massa tumor, biasyanya
dikombinasikan dengan radioterapi
c) Kemoterapi primer
Digunakan sendiri dalam penatalaksanaan tumor yang kemungkinan kecil untuk diobati
dan kemoterapi digunakan hanya untuk mengontrol gejalanya
d) Kemoterapi induksi
Digunakan sebagai terapi pertama dari beberapa terapi berikutnya
e) Kemoterapi kombinasi
Menggunakan 2 atau lebih agen kemoterapi (Rasjidi, 2007)

C. Cara Pemberian Kemoterapi


a) Pemberian per oral
Beberapa jenis kemoterapi telah dikemas untuk pemberian per-oral diantaranya adalah
chlrombucil dan etoposide (vp-16)
b) Pemberian secara intra-muscular
Pemberian dengan cara ini relative lebih mudah dan sebaiknya suntikan tidak diberikan
pada lokasi yang sama dengan pemberian dua-tiga kali berturut-turut yang dapat
diberikan secara intra-muskulus antara lain bleomicin dan methrotrexate
c) Pemberian secara intravena
Pemberian secara intravena dapat dengan bolus perlahan-lahan atau diberikan secara
infuse (drip). Cara ini merupakan cara pemberian kemoterapi yang paling umum dan
banyak digunakan.
d) Pemberian secara intra-arteri
Pemberian intra-arteri jarang dilakukan karena membutuhkan sarana yang cukup
banyak antara lain alat radiologi diagnostic, mesin atau alat filter serta memerlukan
ketrampilan tersendiri (Rasjidi, 2007)

D. Cara Kerja Kemoterapi


Suatu sel normal berkembang mengikuti siklus pembelahan sel yang teratur. Beberapa
sel akan membelah diri dan membentuk sel baru dan sel yang lain akan mati. Sel yang
abnormal akan membelah diri dan berkembang secara tidak terkontrol yang pada akhirnya
akan terjadi suatu masa yang dikenal sebagai tumor (Rasjidi, 2007).
Siklus sel secara sederhana dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
a) Fase G0 dikenal juga sebagai fase istirahat ketika ada sinyal untuk berkembang, sel ini
akan memasuki fase G1
b) Fase G1, pada fase ini siap untuk membelah diri yang diperantarai oleh beberapa protein
penting untuk berproduksi. Fase ini berlangsung 18-30 jam.
c) Fase S, disebut juga sebagai fase sintesis. Pada fase ini DNA sel akan di copy. Fase ini
berlangsung selama 18-20 jam.
d) Fase G2, sintesis protein terus berlanjut. Fase ini berlangsung 2-10 jam.
e) Fase M, sel dibagi menjadi 2 sel baru. Fase ini berlangsung 30-60 menit

Siklus sel sangat penting dalam kemoterapi sebab obat kemoterapi mempunyai target
dan efek merusak yang berbeda bergantung pada siklus selnya. Obat kemoterapi aktif pada
sat sel berproduksi (bukan pada fase G0) sehingga sel tumor yang aktif merupakan target
utama dari kemoterapi, namun sel yang sehat juga bereproduksi maka tidak menutup
kemungknan mereka juga akan terpengaruh oleh kemoterapi yang akan muncul sebagai
efek samping (Rasjidi, 2007).

E. Persiapan Kemoterapi
a) Persiapan yang harus dipenuhi oleh pasien
1. Sebelum menjalani pengobatan kemoterapi maka terlebih dahulu pasien dilakukan
pemeriksaan darah yang menunjukkan hemoglobin lebih dari 10g%, leukosit lebih
dari 5000/mm3 , dan trombosit lebih dari 150.000/mm3
2. Pemeriksaan fungsi hepar, fungsi ginjal, dan EKG.
3. Keadaan umum pasien harus baik
4. Pasien mengetahui tentang tujuan pengobatan dan efek samping yang kemungkinan
terjadi
5. Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
b) Persiapan yang harus dipenuhi oleh tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan harus mempunyai pengetahuan dan manajemen kanker pada
umumnya dan mempunyai sarana laboratorium yang lengkap (Rasjidi, 2007)
F. Persiapan Pemberian Obat
Keamanan penanganan obat sitostatika merupakan hal yang penting yang harus
diperhatikan oleh dokter, perawat, farmasi, penderita, gudang/distribusi. Oleh karena itu
persiapannya harus sesuai dengan prosedur :
a) Persiapan obat
1. Dosis : ditentukan dengan menggunakan luas permukaan tubuh yang diketahui
dengan mengukur TB dan BB
2. Strorage dan stability : baca petunjuk mengenai storage dan stability masing-masing
obat sehingga tetap dalam keadaan baik. Obat yang tidak mengandung preservasi
setelah dibuka/dilarutkan (oplos) harus segera di buang dalam waktu 8-24 jam
3. Preparasi (pelarutan) pelarut untuk masing-masing obat biasanya disebutkan dalam
penjelasan pemakaian obat masing-masing kadang ada pelarut yang incompatible
terhadap obat-obatan tertentu. Secara umum pelarut yang biasa dipakai adalah
dextrose 5% atau Nacl fisiologis. Pelarut dilakukan dalam tempat tertentu dan
dilakukan oleh petugas atau pharmacist yang terlatih (Rasjidi, 2009)

b) Persiapan provider
1. Memakai gaun khusus atau schort
2. Memakai masker yang dispossible
3. Memakai handscoone karet
4. Memakai topi pelindung kepala
5. Memakai kacamata pelindung terhadap percikan obat, tanpa menghalangi lapang
penglihatan (kaca google)
6. Well trained
c) Persiapan peralatan dan cairan
1. Jarum suntik, abbocath no 20 atau 24 (disesuaikan dengan ukuran vena)
2. Spuit disposibble 3 cc, 5 cc, 20 cc
3. Infus se, pada obat golongan taxan telah disediakan infus set khusus
4. Larutan Nacl 0,9% 100 cc, Nacl 0,9% 500 cc dan aquadest 25 cc
5. Syringe pump/infuse pump
6. Alat penyuntikan untuk menghindari kontak obat dengan laken
d) Penyuntikan
1. Teliti protocol pemberian obat kemoterapi yang akan diberikan
2. Cek informed concent
3. Pilih vena paling distal dan lurus (biasanya metacarpal bagian distal) dan
kontralateral dengan kankernya. Dipastikan tidak terjadi ekstravasasi yaitu dengan
memasang infus dan drip cepat
4. Setelah penyuntikan selesai, alat-alat atau botol bekas adan obat sitostatika
dimasukan kedalam kantong plastic dan diikat serta dimasukkan dalam wadah
sampah medis khusus
5. Buat catatan penderita pada rekam medic penderita, catat semua tindakan
(Haryanto, 2009)
G. Penilaian Respon (Treatment Outcome)
Pengertian respon disini adalah perubahan yang terjadi pada tumor menurut
kepekaannya terhadap kemoterapi.
Respon kemoterapi dapat didefinisikan sebagai :
a) Respon lengkap : tidak tampaknya semua bukti adanya penyakit dan tidak tampaknya
penyakit baru untuk selang waktu yang ditentukan (biasanya 4 minggu)
b) Respon sebagian : berkurangnya ukuran tumor paling sedikit 50% dari dua diameter
terpanjang dari semua lesi dalam waktu tidak kurang dari 4 minggu dan tidak ditemukan
adanya lesi baru
c) Respon minimal : ukuran tumor mengecil kurang dari 50%, biasanya tidak dilaporkan
dalam uji klinis
d) Progression : didapatkan peningkatan ukuran tumor lebih dari 25% dan adanya
pertumbuhan penyakit atau tampaknya penyakit baru selama kemoterapi
Pada pemberian kemoterapi neoadjuvan, setelah pemberian siklus ke-3 dilakukan
penilaian respon terapi dan resektibilitasnya. Bila didapatkan respon parsial dan menjadi
resektabel maka dilanjutkan dengan tindakan operasi. Bila respon terapi menunjukkan
respon minimal atau tidak resektable maka dilanjutkan dengan radioterapi atau kombinasi
kemoterapinya ditingkatkan menjadi second line chemotherapy.

Penilaian respon kemoterapi meliputi :

a) Penilaian respon objektif


1. Ukuran tumor
2. Tumor marker
3. Objektif kualiti : perbahan gejala klinis missal pada tumor otak dalam hal ini gejala
neurologi
b) Penilaian respon subjektif
Biasanya ditentukan dengan adanya peningkatan status performance dari pasien. Ada
dua skala status penampilan pasien yaitu menurut kornoffsky dan ECOG (Eastern
Cooperative Oncology Group)

Skala status penampilan menurut karnoffsky

Skala Derajat aktivitas Kemampuan fungsional


100 Normal tanpa keluhan Mampu melaksanakan
Tidak ada kelainan
aktifitas normal
90 Keluhan gejala minimal Tidak perlu pengawasan
80 Normal dengan beberapa keluhan gejala
khusus
70 Mampu merawat diri Tidak mampu bekerja
Tidak mampu melakukan Bisa tinggal dirumah
60 Kadang-kadang perlu bantuan tetapi Perlu bantuan dalam banyak
umumnya dapat melakukan untuk keperluan hal
sendiri
50 Perlu bantuan dan umumnya perlu obat-
obatan
40 Perlu bantuan dan perawatan khusus Tidak mampu merawat diri
Perlu perawatan di rumah
sakit
30 Perlu pertimbangan-pertimbangan masuk
rumah sakit
20 Sakit berat, perawatan rumah sakit,
pengobatan aktif suportif sangat perlu
10 Mendeteksi ajal
0 Meninggal

Skala status penampilan menurut ECOG :

Grade ECOG
0 Masih sepenuhnya aktif, tanpa hambatan untuk mengerjakan tugas sehari-
hari
1 Hambatan pada pekerjaan berat namun masih mampu bekerja kantor
ataupun pekerjaan rumah yang ringan
2 Hambatan melakukan banyak pekerjaan, 50% waktunya untuk tiduran dan
hanya bisa mengurus perawatan dirinya sendiri, tidak dapat melakukan
pekerjaan lain
3 Hanya mampu melakukan perawatan diri tertentu, lebih dari 50% waktunya
untuk tiduran
4 Sepenuhnya tidak bisa melakukan aktifitas apapun, betul-betul hanya di
kursi atau tiduran terus

c) Survival
sebagian pengobatan palliative bertujuan untuk mengurangi penderitaan pasien ,
memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan support
kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien meninggal yang terpenting sebelum
meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak stress manghadapi
penyakit yang dideritanya. (Haryanto, 2009)

H. Efek Samping Obat

Efek samping kemoterapi :

a) Immediate side effects


Efek sampng yang segera terjadi. Timbul dalam 24 jam pertama, misalnya mual dan
muntah, reaksi alergi obat dan ekstravasai (biasanya terjadi selama kemoterapi
berlangsung)
b) Early side effects
Efek samping yang awal terjadi, timbul dalam beberapa hari sampai minggu kemudian,
misalnya : mual dan muntah, stomatitis, dehidrasi, hematologi (anemia, leukopeni,
trombositopeni)
c) Delayed side effects
Efek samping yang timbul beberapa minggu atau bulan, misalnya : nefropati,
cardiotoxicity, alopecia
d) Late side effects
Efek samping yang timbul beberapa bulan sampai tahun. Misalnya : keganasan
sekunder

Pemeriksaan darah lengkap satu minggu paska kemoterapi untuk mengetahui adanya
efek samping hematologi (neutropenia, leukopeni, anemia) dan untuk memberikan terapi
yang sesuai agar saat kemoterapi berikutnya dapat sesuai jadwal (Sukardja, 2000)
I. Efek samping kemoterapi
a) Efek kemoterapi secara fisik
1. Kerontokan rambut
Kerontokan rambut secara total tidak terlalu sering terjadi, kevuali obat atrasiklin
kuat yang digunakan dalam regimen. Informasi mengenai perawatan rambut,
penggunaan syal atau topi juga memakai wig diperlukan untuk mengurangi distress
sehingga informasi tersebut harus disampaikan sebelum kemoterapi. Rambut
biasanya kembali tumbuh 4-6 minggu setelah kemoterapi selesai.
Pendinginan kulit kepala dengan menggunakan kantong es atau cap kepala dingin
dapat membantu mempertahankan rambut karena dengan menurunkan suhu pada
kulit kepala, aliran darah menuju folikel rambut akan menurun.
2. Sakit mata
Kemoterapi atrasiklin dan anti folat sering kali mempengaruhi konjungtiva mata,
menyebabkan mata lengket dan dapat menyebabkan rasa sakit serta kering. Asam
folinat tablet yang diberikan peroral dapat mengurangi efek antifolat dan
penggunaan tetes mata juga dapat memberikan kenyamanan.
3. Luka mulut
Membran mukosa mulut normalnya memperbaiki selnya secara cepat dan mudah
dipengaruhi oleh kemoterapi. Pasien harus diberikan informasi untuk menggunakan
sikat gigi yang lembut guna mancegah luka gores pada mulut, kebersihan mulut
harus dijaga serta mempertahankan asupan cairan perhari minimal 2 – 2,5 liter.
Apabila ditemukan stomatitis pada mulut disarankan untuk membersihkannya
dengan kapas lidi yang telah dicelupkan kedalam air hangat atau obat kumur
klorheksidin (0,2%). Ulserasi pada mulut dapat diobati dengan obat kumur sukralfat
yang dapat mengurangi kekeringan pada mulut. Diet yang tinggi vitamin dan protein
dapat membantu mempercepat penyembuhan luka.
4. Mual Muntah
Mual muntah dapat terjadi karena tubuh mengenali agens kemoterapi sebagai zat
toksik dan mengakibatkan terjadinya peningkatan asam lambung. Mual yang
disebabkan oleh karena kemoterapi dapat dikurangi dengan makan sedikit tetapi
sering dengan mengkonsumsi makanan lunak. Pasien biasanya diberi tablet anti
emetik untuk dikonsumsi di rumah
5. Penurunan Hitung Sel
Sumsum tulang terus memproduksi sel-sel yang membentuk darah, yaitu trombosit,
leukosit dan eritrosit. Darah yang bersirkulasi berkurang banyaknya akibat
kemoterapi. Berdasarkan obat kemoterapi yang diberikan, banyaknya sel darah
mencapai titik terendah, biasanya 8-12 hari setelah kemoterapi dilaksanakan. Pasien
harus mendapatkan informasi jika mengalami gejala trombositopenia, seperti mudah
memar atau gusi berdarah, serta tanda indikasi penurunan hitung sel darah putih
seperti infeksi, dan suhu tubuh yang meningkat.
6. Diare
Diare dapat disebabkan oleh efek kemoterapi yang merusak mukosa saluran
pencernaan. Pemberian agen anti diare efektif untuk mengatasi diare, jika diare
berlanjut, penetalaksanaan perlu ditambah dengan pemberian nutrisi parenteral.
7. Letargi
Letargi adalah suatu keadaan yang sangat lelah, yang tidak hilang hanya dengan
tidur. Kondisi ini diderita oleh sebagian besar pasien yang menjalani kemoterapi dan
meningkat sampai akhir pengobatan selama 6 bulan. Pasien harus beristirahat jika
merasa lelah dan perlunya dukungan orang-orang terdekat dalam memahami efek
samping dari kemoterapi (Andrews, 2009).

b) Efek kemoterapi secara psikologi


1. Ketidakberdayaan
Ketidakberdaayan merupakan kondisi psikologis yang disebabkan oleh gangguan
motivasi, proses kognisi dan emosi sebagian hasil pengalaman di luar control
organisme. Ketidak berdayaan pada penderita kanker bisa terjadi karena proses
kognitif pada penderita yang berupa pikiran bahwa usahanya selama ini untuk
memperpanjang hidupnya atau mendapat kesembuhan ternyata menimbulkan efek
samping yang tidak diinginkan. Munculnya ketidakberdayaan mampu menimbulkan
suatu bentuk tingkah laku seperti marah dan seolah mencoba mengontrol lingkungan
untuk menerima keberadaan mereka. Ketidakberdayaan dapat menyebabkan
penderita kanker mengalami dampak psikologis lain yaitu depresi (Wijayanti, 2007)
2. Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan psikologis yang disebabkan oleh adanya rasa khawair
yang terus-menerus ditimbulkan oleh adanya inner conflict. Kecemasan dapat pula
muncul sebagai reaksi terhadap diagnosis penyakit parah yang dideritanya.
3. Rasa malu
Rasa malu merupakan suatu keadaan emosi yang kompleks karena mencakup
perasaan diri yang negative. Perasaan malu pada penderita kanker muncul karena
ada perasaan dimana ia memiliki mutu kesehatan yang rendah dan kerusakan dalam
organ
4. Harga diri
Harga diri merupakan bagian konsep diri, maka bila konsep diri menurun diartikan
bahwa harga dirinya juga menurun. Terjadinya penurunan harga diri sejalan dengan
memburuknya kondisi fisik yaitu pasien tidak dapat merawat diri sendiri dan sulit
menampilkan diri secara efektif. Ancaman paling berat pada psikologisnya adalah
kehilangan harga diri.
5. Stress
Stress yang muncul sebagai dampak pada penderita kanker memfokuskan pada
reaksi seseorang terhadap stressor (penyakit kanker). Stress dipengaruhi oleh
beberapa hal salah satunya yaitu dukungan social.
6. Depresi
Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur
dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak
berupa usianya akan singkat, menjadikan perasaan putus asa dalam diri penderita
kanker
7. Amarah
Seseorang yang mengalami reaksi fisiologi dapat muncil suatu ekspresi emosional
tidak sengaja yang disebabkan oleh kejadian yang tidak menyenangkan dan disebut
sebagai amarah. Munculnya reaksi marah pada penderita kanker dapat muncul
karena perasaan bahwa banyak kegiatan hariannya yang diinterupsi oleh penyakit
yang membuatnya tidak berdaya. Reaksi marah yang muncul bisa berupa reaksi
motoric seperti tangan mengepal, perubahan raut muka seperti alis mengkerut
(Wijayanti, 2007).

J. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Melakukan pengkajian meliputi :
a) Identitas (pekerjaan klien dan tempat tinggal mempengaruhi riwayat penyakit
yang diderita)
b) Tingkat kesadaran
c) Berat badan (berat badan pada pasien kemoterapi biasanya akan turun)
d) TTV
e) Rasa tidak nyaman pada saluran pencernaan (mual, muntah, nyeri)
f) Masalah tentang berkemih (rasa terbakar, frekuensi)
g) Perubahan pada fungsi neurologis (sakit kepala, rasa baal, gangguan
penglihatan, berjalan dan mendengar)
h) Kondisi kulit
i) Bunyi paru
j) Nafsu makan (biasanya nafsu makan turun karena mual dan muntah)
k) Perubahan pada pola defekasi atau warnanya dan konsistensi dari feses
l) Perubahan dalam tingkat aktivitas seperti kelemahan yang terus menerus
2. Pemeriksaan penunjang
a) Nilai JDL untuk supresi sumsum tulang
b) Nilai BUN dan kreatinin untuk fungsi ginjal
c) Pemeriksaan fungsi untuk kerusakan hati
d) Nilai sinar-X dada untuk fibrosis pulmoner
e) Nilai EKG untuk kardiotoksisitas
f) Kadar asam urat serum meningkat pada penggunaan beberapa agen
(Rasjidi, 2007)
3. Kaji pemahaman tentang kemoterapi dan masalah potensial efek samping terapi
b. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1 Nausea b.d efek Setelah di berikan asuhan Manajemen Mual
1. Identifikasi pengalaman
toksin keperawatan selama 1 x 30
mual
menit diharapkan tingkat
2. Identifikasi mual terhadap
nausea menurun dengan
kualitas hidup
kriteria hasil : 3. Identifikasi factor penyebab
1. Nafsu makan meningkat
mual
2. Keluhan mual menurun
4. Monitor mual
3. Perasaan ingin muntah
5. Monitor asupan nutrisi dan
menurun
kalori
4. Perasaan asam dimulut
6. Anjurkan istirahat dan tidur
menurun
yang cukup
5. Frekuensi menelan
7. Anjurkan makan tinggi
menurun
karbohidrat dan rendah
6. Jumlah saliva menurun
7. Pucat membaik lemak
8. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengatasi mual
Manajemen muntah
1. Identifikasi karakteristik
muntah
2. Identifikasi factor penyebab
muntah
3. Monitor keseimbangan
cairan dan elektrolit
4. Berikan cairan yang tidak
mengandung karbonasi
minimal 30 menit setelah
muntah
5. Ajarkan teknik
norfamakologis
6. Kolaborasi pemberian
antiemetik
Manajemen Kemoterapi
Observasi
1. Periksan kondisi sebelum
kemoterapi
2. Monitor efek samping dan
efek samping pengobatan
3. Monitor mual dan muntah
akibat kemoterapi
4. Monitor status gizi dan
berat badan
Terapeutik
1. Hindari penggunaan produk
aspirin
2. Berikan cariran adekuat
3. Lakukan tindakan
perawatan rambut bila
terjadi kerontokan
4. Berikan obat kemoterapi
sesuai dengan program
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur kemoterapi
2. Jelaskan efek obat pada sel
kanker dan sumsum tulang
belakang
3. Anjurkan diet sesuai dengan
indikasi
4. Anjurkan untuk melaporkan
efek kemoterapi
5. Ajarkan teknik relaksasi dan
distraksi
2 Anxietas b.d Setelah dilakukan
asuhan Terapi relaksasi
1. Ciptakan lingkungan tenang
kekhawatiran keperawatan selama 1x24
dan nyaman
mengalami jam diharapkan kecemasan
2. Jelaskan tujuan, manfaat,
kegagalan berkurang dengan kriteria
jenis relaksasi yang akan
hasil :
digunakan
1. Klien mampu
3. Jelaskan secara terperinci
menggambarkan
intervensi relaksasi yang
kecemasan pola koping
akan dipilih
sendiri 4. Anjurkan posisi yang
2. Klien menunjukkan
nyaman
peningkatan konsentrasi 5. Anjurkan rileks dan
dan ketepatan berfikir merasakan sensasi relaksasi
3. Klien menunjukkan 6. Anjurkan untuk mengulangi
kemampuan untuk dan melatih teknik relaksasi
7. Demonstrasikan dan latih
meyakinkan diri sendiri
4. Klien dapat menunjukkan teknik relaksasi
pengendalian diri
terhadap kecemasan
5. Klien memiliki postur,
ekspresi wajah, gerakan
dan tingkat aktivitas yang
dapat menurunkan
tekanan stress
(Tim pokja PPNI, 2017 & 2018)

DAFTAR PUSTAKA
Andrews, G. (2009). Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta. EGC.
Desen (2008). Buku ajar onkologi medik. Edisi 2. Jakarta : Balai penerbit FKUI
Haryanto, N. (2009). Mengenal, Mencegah dan Mengatasi Silent Killer Kanker. Semarang :
Penerbit Pustaka Widyamara
Rasjidi, Imam. (2007). Kemoterapi Kanker Ginekologi Dalam Prakek Sehari-hari. Jakarta : CV
Saagungseto
Rasjidi, Imam. (2009). Deteksi Dini dan Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta : CV
Sagung Seto.
Sukardja. I.D.G.(2000) Onkologi Klinik. Surabaya : Universitas Airlangga Press
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Indikator Dignostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI
Wijayanti, T. (2007) . Dampak Psikologis Pada Perempuan Penderita Kanker Payudara.
Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata

Anda mungkin juga menyukai