Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sendi Bahu

Bahu merupakan persendian yang terjadi antara caput humeri dengan


cavitas glenoidalis, struktur anatomi ini memeiliki Range of Movement
(ROM) yang luas sehingga memungkinkan kita untuk berinteraksi dengan
lingkungan sekitar. (Snell, 1997)
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket
joint) yang terdiri atas bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi
bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan seseorang dapat
menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-
hari. Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan
sendi bahu dan ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada
bahu.
Sendi bahu merupakan sendi yang komplek pada tubuh manusia
dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder blade), clavicula
(collar bone), humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian
bahu mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi
glenohumeral, sendi acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat
sendi tersebut bekerjasama secara secara sinkron. Pada sendi
glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak
masuk ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal (Sidharta,
1984).

4
5

Gambar 1. Anatomi sendi bahu

Berbeda dngan cara berpikir murni anatomis tentang gelang bahu,


maka bila dipandang dari sudut klinis praktis gelang bahu ada 5 fungsi
persendian yang kompleks, yaitu:
a. Sendi Glenohumerale
Sendi glenohumeral dibentuk oleh caput humeri yang bulat dan
cavitas glenoidalisscapula yang dangkal dan berbentuk buah per.
Permukaan sendi meliputi oleh rawan hyaline, dan cavitas glenoidalis
diperdalam oleh adanya labrum glenoidale (Snell, 1997).
Dibentuk oleh caput humerrus dengan cavitas glenoidalisscapulae,
yang diperluas dengan adanya cartilago pada tepi cavitas glenoidalis,
sehingga rongga sendi menjadi lebih dalam. Kapsul sendi longgar
sehingga memungkinkan gerakan dengan jarak gerak yang lebih luas.
Proteksi terhadap sendi tersebut diselenggarakan oleh acromion, procecus
coracoideus, dan ligamen-ligamen. Tegangan otot diperlukan untuk
mempertahankan agar caput humerus selalu dipelihara pada cavitas
glenoidalisnya.
Ligamen-ligamen yang memperkuat sendi glenohumeral antara lain
ligamenglenoidalis, ligamenhumeral tranversum, ligamencoraco humeral
6

dan ligamencoracoacromiale, serta kapsul sendi melekat pada cavitas


glenoidalis dan collum anatomicum humeri (Snell, 1997).
Gerakan arthrokinematika pada sendi gleno humeralyaitu : (1)
gerakan fleksi terjadi rollingcaput humeri ke anterior, sliding ke posterior
(2) gerakan abduksi terjadi rollingcaput humeri ke cranio posterior,
sliding ke caudo ventral (3) gerakan eksternal rotasi terjadi rollingcaput
humeri ke dorso lateral, sliding ke ventro medial (4) gerakan internal
rotasi terjadi rollingcaput humeri ke ventro medial dan sliding ke dorso
lateral (Kapanji, 1982).
b. Sendi sterno claviculare
Dibentuk oleh extremitas glenoidalis clavikula, dengan incisura
clavicularis sterni. Menurut bentuknya termasuk articulation sellaris,
tetapi fungsionalnya glubiodea. Diantar kedua facies articularisnya ada
suatu discus articularis sehingga lebih dapat menyesuikan kedua facies
articularisnya dan sebagai cavum srticulare. Capsula articularis
luas,sehingga kemungkinan gerakan luas.
Gerak osteokinematika yang terjadi adalah gerak elevasi 45° dan
gerak depresi 70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°. Sedangkan gerak
osteokinematikanya meliputi: (1) gerak protraksi terjadi roll clavicula
kearah ventral dan slide kearah ventral, (2) gerak retraksi terjadi roll
clavicula kerah dorsal dan slide kearah dorsal, (3) gerak elevasi terjadi
roll kearah cranial dan slide kearah caudal, gerak fleksi shoulder 10°
(sampai fleksi 90°) terjadi gerak elevasi berkisasr 4°, (4) gerak depresi
terjadi roll ke arah caudal dan slide clavicula kearah cranial.

c. Sendi acromioclaviculare
Dibentuk oleh extremitas acromialisclavicula dengan tepi medial
dari acromion scapulae. Facies articularisnya kecil dan rata dan dilapisi
oleh fibro cartilago. Diantara facies articularis ada discus artucularis.
7

Secara morfologis termasuk ariculatio ellipsoidea, karena facies


articularisnya sempit, dengan ligamentum yang longgar.
Gerak osteokinematika sendi acromio clavicularis selalu berkaitan
dengan gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka
terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini
menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi sterno
clavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula.
d. Sendi subacromiale
Sendi subacromiale berada diantara arcus acromioclaviculare yang
berada di sebelah cranial dari caput serta tuberositas humeri yang ada di
sebeleh caudal, dangan bursa subacromiale yang besar bertindak sebagai
rongga sendi.
e. Sendi scapulo thoracic
Sendi scapulo thoracic bukan sendi yang sebenarnya, hanya berupa
pergerakan scapula terhadap dinding thorax (Sri surini, dkk, 2002).
Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan kerah medial
lateral yang dalam klinis disebut down ward-up wardrotasi juga gerak
kerah cranial-caudal yang dikenal dengan gerak elevasi-depresi.
Join play movement adalah istilah yang digunakan pada
Manipulative therapy untuk menggambarkan apa yang terjadi didalam
sendi ketika dilakukan gerakan translasi, gerakan-gerakan tersebut
dilakukan secara pasif oleh terapis pada saat pemeriksaan maupun terapi.
Ada 3 macam joint play movement: (1). Traction/traksi, (2). Compression/
kompresi, (3). Gliding.
1) Gliding
Gliding yaitu gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik
kontak pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik kontak
yang baru (selalu berubah) pada permukaan sendi laannya. Arah gliding
permukaan sendi sesuai dengan hukum konkaf konvek yaitu : jika
permukaan sendi konkaf, maka arah gliding berlawanan dengan gerakan
tulang. Sedangkan bila permukaan sendi konvek maka arah gliding searah
8

dengan gerakan tulang. Untuk sendi bahu arah gliding berlawanan dengan
arah gerakan tulang, karena pertmukaan sendi konfek bergerak peda
permukaan sendi konkaf (caput humei dengan cavitas glenoidal).
2) Traksi
Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arah geraknya tegak
lurus dan menjauhi bidang terapi sehimgga terjadi peregangan sendi,
biasanya dapat mengurangi nyeri pada sendi.
3) Kompresi
Kompresi adalah gerakan translasi tulang yang arahnyategak lurus
tetapi kedua pernukaan sendi saling mendekati, biasanya akan
menimbulkan nyeri (Mudatsir, 2007).

2.2 Frozen Shoulder


2.2.1 Definisi Frozen Shoulder
Frozen shoulder merupakan gangguan pada sendi bahu yang
menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi (LGS). Adanya rasa
nyeri dapat mengganggu penderita dalam melakukan aktifitas. Biasanya
nyeri ini akan timbul saat melakukan aktifitas, seperti : mengangkat tangan
ke atas waktu menyisir rambut, menggosok punggung sewaktu mandi,
menulis dipapan tulis, mengambil sesuatu dari saku belakang celana,
mengambil atau menaruh sesuatu di atas dan kesulitan saat memakai atau
melepas baju. Hal ini akan menyebabkan pasien enggan menggerakkan
sendi bahunya yang akhirnya dapat memperberat kondisi yang ada
sehingga dapat menimbulkan gangguan dalam gerak dan aktifitas
fungsional keseharian (Wiratno, 1988).
Frozen shoulder merupakan istilah yang merupakan wadah untuk
semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan
pembatasan lingkup gerak sendi baik aktif maupun pasif akibat capsulitis
adhesive yang disebabkan adanya perlengketan kapsul sendi, yang
sebenarnya lebih tepat untuk menggolongkannya dalam kelompok
periarthrits (Sidharta, 1984).
9

Dalam pendapat yang lain frozen shoulder adalah penyakut kronis


dengan gejala khas berupa nyeri bahu dan pembatasan lingkup gerak
sendi bahu yang dapat mengakibatkan gangguan aktivitas kerja sehari-hari
(AAOS, 2000).
Istilah frozen shouder hanya digunakan untuk penyakit yang sudah
diketahui dengan baik yang ditandai dengan nyeri dan kekakuan progresif
bahu yang berlangsung 18 bulan. Proses peradangan dari tendonitis kronis
tapi perubahan-perubahan peradangan kemudian menyebar melibatkan
seluruh cuff dan capsul (Appley, 1993).

2.2.2 Klasifikasi Frozen Shoulder


1. Primer/ idiopetik frozen shoulder
Yaitu frozen shoulder yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen
shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria dan biasanya
terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak
digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang
melakukan pekerjaan dengan gerakan bahu yang lama dan berulang.

2. Sekunder frozen shoulder


Yaitu frozen shoulder yang diikuti trauma yang berarati pada bahu
misal fraktur, dislokasi, luka baker yang berat, meskipun cedera ini
mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.

2.2.3 Etiologi Frozen Shoulder

Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini


merupakan respon auto immobilisasi terhadap hasil – hasil rusaknya
jaringan lokal. Meskipun penyebab utamanya idiopatik, banyak yang
menjadi predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya respon auto
immobilisasi seperti yang dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi
lainnya yaitu usia, trauma berulang (repetitive injury), diabetes mellitus,
10

kelumpuhan, pasca operasi payudara atau dada dan infark miokardia, dari
dalam sendi glenohumeral (tendonitis bicipitalis, infalamasi rotator cuff,
fracture) atau kelainan ekstra articular (cervical spondylisis, angina
pectoris) (Djohan, 2004; David, 2009).

2.2.4 Patofisiologi

Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan
dalamnya terbentuk dari jaringan penyambung berpembuluh darah
banyak dan sinovium, yang berbentuk suatu kantong yang melapisi
seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi,
sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi tetapi terlipat
sehingga memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan
cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan
sinovium normalnya bening, tidak membeku, tidak berwarna. Jumlah
yang di permukaan sendi relative kecil (1-3 ml). Cairan sinovium juga
bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Capsulitis
adhesiva merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi
peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul
sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous
dapat diperburuk akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi
impingement yang terlalu lama (Appley, 1993).
Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul
artikularis glenohumeral yaitu perubahan pada kapsul sendi bagian
anterior superior mengalami synovitis, kontraktur ligamen
coracohumeral, dan penebalan pada ligamen superior glenohumeral, pada
kapsul sendi bagian anterior inferior mengalami penebalan pada ligamen
inferior glenohumeral dan perlengketan pada ressesus axilaris, sedangkan
pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga khas pada
kasus ini rotasi internal paling bebas, abduksi terbatas dan rotasi eksternal
11

paling terbatas atau biasa disebut pola kapsuler (Donatelli et al, 1999;
Soeharyono, 2004).

Nyeri yang ditimbulkan oleh frozen shoulder dan spasme cervico


thoracal akibat frozen shoulder dapat menyebabkan terbentuknya vicious
circle of reflexes yang mengakibatkan medulla spinalis membangkitkan
aktifitas efferent sistem simpatis sehingga dapat menyebabkan spasme
pada pembuluh darah kapiler akan kekurangan cairan sehingga jaringan
otot dan kulit menjadi kurang nutrisi. Pengaruh refleks sistem simpatik
pada otot pada tahap awal menunjukkan adanya peningkatan suhu, aliran
darah, gangguan metabolisme energi phospat tinggi dan pengurangan
konsumsi oksigen pada tahap akhir penyakit nonspesifik dan
abnormalitas histologi dapat terjadi (David, 2009).
Adapun beberapa teori yang dikemukakan American Academy of
Orthopedic Surgeon tahun 2000 mengenai frozen shoulder, teori tersebut
adalah :
a. Teori hormonal.
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60% pada wanita bersamaan
dengan datangnya menopause.
b. Teori genetik.
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder,
contohnya ada beberapa kasus dimana kembar identik pasti
menderita pada saat yang sama.
c. Teori auto immuno.
Diduga penyakit ini merupakan respon auto immuno terhadap hasil-
hasil rusaknya jaringan lokal.
d. Teori postur.
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan berpostur
tegap menyebabkan pemendekan pada salah satu ligamen bahu.
12

Menurut Kisner (1996) frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan,


yaitu :

a. Pain (Freezing)
Ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak
sendi bahu menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini
berakhir ampai 10- 36 minggu.
b. Stiffness (Frozen)
Ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau
perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral
yang di ikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12
bulan.
c. Recovery (Thawing)
Pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada
synovitis tetapi terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan
yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.

2.2.5 Gejala Klinis


1. Nyeri

Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma,


seringkali ringan, diikuti sakit pada bahu dan lengan nyeri secara
berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur
pada sisi yang terkena. Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi
sementara itu kekakuan semakin terjadi, berlanjut terus selama 6-12
bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat
bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal (Appley,1993).

2. Keterbatasan Lingkup gerak sendi (LGS)


Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak
sendi glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun pasif. Ini
adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai infark myokard,
13

diabetes melitus, fraktur immobilisasi berkepanjangan atau redikulitis


cervicalis. Keadaan ini biasanya unilateral, terjadi pada usia antara 45–60
tahun dan lebih sering pada wanita.
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada
malam hari sering sampai mengganggu tidur. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya
(abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat
bahunya (srugging) (Heru P Kuntono,2004).

3. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot


Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya (abduksi) karena penurunan kekuatan otot. Nyeri
dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam hari sering
menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran
penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita
akan melakukandengan mengangkat bahunya (srugging). Juga dapat
dijumpai adanya atropi bahu (dalam berbagaoi tingkatan). Sedangkan
pemeriksaan neurologik biasanya dalam batas normal (Heru P Kuntono,
2004).

4. Gangguan aktifitas fungsional


Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan
pada penderita frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva seperti adanya
nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka secara
langsung akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas fungsional yang
dijalaninya
2.2.6 Diagnosis

1. Anamnesis
Pada penderita “ frozen shoulder “ didapatkan keluhan nyeri di
bagian depan dan samping bahu ,sehingga penderita tidak dapat menyisir
rambut maupun keluhan keterbatasan gerak lainnya.
14

2. Pemeriksaan fisik
Frozen shoulder “ merupakan gangguan pada kapsul sendi ,maka
gerakan aktif maupun pasif terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke
leher , lengan atas dan punggung, perlu dilihat faktor pencetus timbulnya
nyeri. Gerakan pasif dan aktif terbatas, pertama – tama pada gerakan
elevasi dan rotasi interna lengan, tetapi kemudian untuk semua gerakan
sendi bahu (Sidharta, 1984).
Tes Appley scratch merupakan tes yang berguna untuk mengevaluasi
lingkup gerak sendi aktif pasien. Pasien diminta menggaruk daerah
angulus medialis scapula dengan tangan sisi kontra lateral melewati
belakang kepala (Woodward dan Best, 2005).

Gambar 2. Appley scratch test

Pada Frozen shoulder pasien tidak dapat melakukan gerakan ini.


Bila sendi dapat bergerak penuh pada bidang geraknya secara pasif,
tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot bahu
sebagai penyebab keterbatasan (Mancini, 1985).
15

2.2.7 Visual Analogue Scale (VAS)

Visual Analogue Scale (VAS) adalah skala unidimensional nyeri


yang biasa digunakan untuk mengukur komponen sensorik dari rasa sakit.
Jenis pengukuran yang paling umum digunakan terdiri dari garis
horizontal mulai dari “ tidak ada rasa sakit “ sampai “tak tertahankan /“ di
mana subyek diminta untuk membuat tanda mewakili level mereka
dianggap sakit intensitas. Skala mencetak dengan mengukur jarak dari
tidak ada nyeri sampai ujung titik yang ditandai pasien . Meskipun VAS
paling sulit umumnya digunakan dan diterapkan dalam praktek klinis,
VAS sering dianjurkan dalam penelitian terapan karena kepekaan lebih
besar dan ketahanan yang statistik. (Wowers & Lowe, 1990)
Beberapa faktor dapat menjelaskan variabilitas ini, termasuk
kombinasi faktor fisik, fisiologis dan psikososial . Variabilitas ini, namun,
juga mungkin karena variasi dalam penggunaan skala yang dihasilkan dari
sifat-sifat skala rating itu sendiri. Variasi tersebut memungkinkan terdapat
bias respon umum untuk besarnya skala prosedur, seperti perubahan dalam
respon kriteria atau interpretasi skala besarnya . Pada kenyataannya,
patokan poin, “tidak ada nyeri” dan “nyeri sangat hebat”, dari VAS dapat
memunculkan bias respon. Sebagai contoh, ketika sekelompok pasien
dengan rasa sakit kronis diminta untuk menggunakan istilah-istilah mereka
sendiri untuk menunjukkan makna patokan poin pada skala nyeri, pasien
mengira end point “tidak ada nyeri” sebagai “normal nyeri” (Kemp et all.,
2012).
VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang
terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini
memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri.
VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif
karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada
dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
16

Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah


digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien
melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka
deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja
dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi
perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau
saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami
penurunan atau peningkatan (Potter, 2005).
Secara Operasional VAS biasanya adalah garis horizontal, 100 mm
panjang, berlabuh oleh kata Deskriptor di setiap akhir, seperti
digambarkan dalam gambar 3. Pasien menandai pada baris titik bahwa
mereka merasa mewakili persepsi mereka tentang keadaan saat ini. Skor
VAS ditentukan dengan mengukur di milimeter dari ujung kiri baris ke
titik yang menandai pasien. (Wewers & Lowe, 1990).

Gambar 3. Contoh garis horizontal VAS

2.2.8 Tatalaksana
Frozen shoulder biasanya akan sembuh dengan sendiriya namun
akan memakan waktu yang lama, kadang hingga 2-3 tahun. Pengobatan
untuk mengontrol nyeri dan memulihkan pergerakan.
17

Edukasi yang baik kepada pasien dapat membantu mengurangi rasa


frustasi dan memberikan semangat. Suatu penjelasan bahwa kondisi
tersebut akan secara spontan teratasi dan kekakuan akan menghilang
seiring waktu terbukti membantu psikologi pasien. Namun perlu juga
diingatkan bahwa cakupan gerak bahu tidak akan dapat pulih sepenuhnya.
2.2.8.1 Terapi Medikamentosa
Beberapa peneliti telah melaporkan adanya komponen inflamasi
pada frozen shoulder syndrome. Oleh karena itu, penggunaan obat-obat
nonsteroid dalam tahap pengobatan awal frozen shoulder dianjurkan.
Pemberian obat-obatan nonsteroid dapat mengurangi peradangan dan nyeri
dan pasien lebih mampu mentolerir terapi fisik yang agresif. Sebelum
pasien yang diresepkan obat, sebaiknya dilakukan anamsesis terlebih
dahulu apakah pasien kontraindikasi terhadap obat-obatan nonsteroid
2.2.8.2 Terapi Panas
Efek terapi dari pemberian panas lokal, baik dangkal maupun dalam,
terjadi oleh adanya produksi atau perpindahan panas. Pada umumnya
reaksi fisiologis yang dapat diterima sebagai dasar aplikasi terapi panas
adalah bahwa panas akan meningkatkan viskoelastik jaringan kolagen dan
mengurangi kekakuan sendi. Panas mengurangi rasa nyeri dengan jalan
meningkatkan nilai ambang nyeri serabut-serabut saraf. Efek lain adalah
memperbaiki spasme otot, meningkatkan aliran darah, juga membantu
resolusi infiltrat radang, edema, dan efek eksudasi (Goldfried, 2008).
Modalitas lain yang digunakan adalah short wave diathermy. Disini
digunakan arus listrik dengan frekuensi tinggi dengan panjang gelombang
11m yang diubah menjadi panas sewaktu melewati jaringan.Pada
umumnya pemanasan ini paling banyak diserap jaringan dibawah kulit dan
otot yang terletak di permukaan (Goldfried, 2008).
Beberapa penulis menganjurkan pemanasan dilakukan bersamaan
dengan peregangan, dimana efek pemanasan meningkatkan sirkulasi yang
bermanfaat sebagai analgesik.Terapi panas dangkal menghasilkan panas
yang tertinggi pada permukaan tubuh namun penetrasinya kedalam
18

jaringan hanya beberapa milimeter. Pada terapi panas dalam, panas


diproduksi secara konversi dari energi listrik atau suara ke energi panas
didalam jaringan tubuh. Panas yang terjadi masuk kejaringan tubuh kita
yang lebih dalam, tidak hanya sampai jaringan dibawah kulit (subkutan).
Golongan ini yang sering disebut diatermi, terdiri dari:
 Diatermi gelombang pendek (shortwave diathermy = SWD)
 Diatermi gelombang mikro (microwave diathermy = MWD)
 Diatermi ultrasound (utrasound diathermy = USD)

1. Ultrasound Diathermy (USD)


Pada Capsulitis adhesive, modalitas yang sering digunakan adalah
ultrasound diathermy (US) yang merupakan gelombang suara dengan
frekuensi diatas 17.000 Hz dengan daya tembus yang paling dalam
diantara diatermi yang lain. Gelombang suara ini selain memberikan efek
panas/ termal, juga ada efek nontermal/ mekanik/ mikromasase, oleh
karena itu banyak digunakan pada kasus perlekatan jaringan. Frekuensi
yang dipakai untuk terapi adalah 0,8 dan 1 MHz. Dosis terapi 0,5-4
watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau 2 hari
sekali. US memerlukan media sebagai penghantarannya dan tidak bisa
melalui daerah hampa udara. Menurut penelitian, medium kontak yang
paling ideal adalah gel. (Goldfried, 2008)
Ultrasound merupakan deep heat modality, yang telah digunakan
selama lebih dari 60 tahun di klinik, tetapi efek dari US dalam
menurunkan rasa nyeri masih dipertanyakan. Ultrasound efektif dalam
meningkatkan ROM bahu periarthritic. Ekstensibilatas kolagen dan tendon
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Sehingga peregangan harus
dimulai selama pemanasan dan teruskan hingga jaringan kembali seperti
semula (Lippincott Williams & Wilkins, 2005)
Efek US pada Capsulitis adhesive :
 Meningkatkan aliran darah
 Meningkatkan metabolisme jaringan
19

 Mengurangi spasme otot


 Mengurangi perlekatan jaringan
 Meningkatkan ekstensibilitas jaringan.

2. Microwave Diathermy (MWD)


Microwave diathermy (MWD) modalitas yang menggunakan energi
elektromagnetik dalam rentang frekuensi microwave (300 MHz sampai
300 GHz) dan disetujui oleh seluruh dunia digunakan pada frekuensi 2450
MHz untuk tujuan terapeutik. Perangkat microwave diathermy bekerja
dengan cara menghasilkan radiasi microwave melalui kabel coaxial dan
antena kemudian akan dipancarkan ke daerah yang akan diobati. Antena
yang tergabung dalam aplikator yang memiliki fungsi mengarahkan radiasi
terhadap area yang akan diobati.
Radiasi gelombang mikro tersebut yang akan diserap dalam tubuh,
kemudian akan meningkatkan aliran darah dalam jaringan melalui
pelebaran pembuluh darah. Hal ini meningkatkan tekanan kapiler,
permeabilitas membran sel, dan tingkat metabolisme, menyebabkan
transfer nutris lebih cepat dari darah melintasi membran sel. Tindakan ini
dapat mengurangi rasa sakit dan mempercepat proses penyembuhan lebih
cepat. (Goats, 1990)

Efek MWD pada Capsulitis adhesive :


 Meningkatkan aliran darah
 Meredakan nyeri
 Mengurangi spasme otot
 Engurangi inflamasi

2.2.8.3 Terapi Latihan

Terapi latihan yang dimaksudkan adalah latihan khas (specific


exercises). Tujuan pokok terapi latihan pada nyeri bahu adalah :
a. Mengurangi sakit dan spasme otot
20

b. Memelihara fungsi sendi bahu


c. Menghilangkan gangguan fungsi sendi bahu yang terjadi atau
meningkatkan fungsi sendi semaksimal mungkin. (Thomson, 2001;
Djohan, 2004).
Bagian yang terpenting dari terapi frozen shoulder. Pada awalnya
latihan gerak dilakukan secara pasif terutama bila rasa nyeri begitu berat.
Setelah nyeri berkurang latihan dapat dimulai dengan aktif dibantu. Rasa
nyeri yang timbul pada waktu sendi digerakkan baik secara pasif maupun
aktif menentukan saat dimulainya latihan gerak. Bila selama latihan pasif
timbul rasa nyeri sebelum akhir pergerakan sendi diduga masih fase akut
sehingga latihan gerakan aktif tidak diperbolehkan. Bila rasa nyeri terdapat
pada akhir gerakan yang terbatas, berarti masa akut sudah berkurang dan
latihan secara aktif boleh dilakukan. Pada latihan gerak yang
menimbulkan/ menambah rasa nyeri, maka latihan harus ditunda karena
rasa nyeri yang ditimbulkan akan menurunkan lingkup gerak sendi. Tetapi
bila gerakan pada latihan tidak menambah rasa nyeri maka kemungkinan
besar terapi latihan gerak akan berhasil dengan baik. Latihan gerak dengan
menggunakan alat seperti shoulder wheel , overhead pulleys, finger
ladder, dan tongkat merupakan terapi standar untuk penderita frozen
shoulder (Goldfried, 2008).

1. Latihan Codman ( Pendulum )


Gravitasi menyebabkan traksi pada sendi dan tendo dari otot
lengan. Codman memperkenalkan latihan untuk sendi bahu dengan
menggunakan gravitasi . Bila penderita melakukan gerak abduksi pada
saat berdiri tegak akan timbul rasa nyeri hebat. Tetapi bila dilakukan
dengan pengaruh dari gravitasi dan otot supraspinatus relaksasi, maka
gerakan tersebut terjadi tanpa disertai rasa nyeri . Pada gerakan pendulum
penderita membungkuk kedepan, lengan yang terkena tergantung bebas
tanpa atau dengan beban. Tubuh dapat ditopang dengan meletakkan lengan
satunya diatas meja atau bangku, lengan digerakkan ke depan dan ke
21

belakang pada bidang sagital ( fleksi – ekstensi Makin lama makin jauh
gerakannya, kemudian gerakan kesamping, dilanjutkan gerakan lingkar (
sirkuler ) searah maupun berlawanan arah dengan jarum jam. Pemberian
beban pada latihan pendulum akan menyebabkan otot memanjang dan
dapat menimbulkan relaksasi pada otot bahu (Goldfried, 2008).
2. Latihan dengan Menggunakan Tongkat.
Latihan dengan tongkat dapat berupa gerakan fleksi, abduksi,
adduksi, dan rotasi. Gerakan dapat dilakukan dalam posisi berdiri, duduk
ataupun berbaring. Cara latihan : tongkat dipegang dengan kedua tangan di
depan tubuh. Untuk fleksi bahu posisi tongkat. Untuk horizontal abduksi
0
dan adduksi, tongkat diangkat sampai sendi bahu fleksi 90 . Siku tetap
ekstensi, tangan yang sehat dipakai untuk mendorong sisi yang sakit
selebar mungkin secara perlahan – lahan. Dengan tongkat diletakkan
dibelakang punggung dapat dilaksanakan rotasi eksternal atau rotasi
internal. Pada saat terasa peregangan, posisi dipertahankan selama 3
hitungan, dan peregangan dapat diulang 3 sampai 5 kali (Goldfried, 2008).

3. Latihan Finger Ladder


Finger ladder adalah alat bantu yang dapat memberikan bantuan
secara obyektif sehingga penderita mempunyai motivasi yang kuat untuk
melakukan latihan lingkup gerak sendi dengan penuh. Perlu diperhatikan
agar penderita berlatih dengan posisi yang benar, jangan sampai penderita
memiringkan tubuhnya, berjinjit maupun melakukan elevasi skapula.
Gerakan yang dapat dilakukan adalah fleksi dan abduksi. Penderita berdiri
menghadap dinding dengan ujung jari – jari tangan sisi yang terkena
menyentuh dinding. Lengan bergerak keatas dengan menggerakkan jari –
jari tersebut ( untuk fleksi bahu ). Untuk gerakan abduksi dikerjakan
dengan samping badan menghadap dinding (Goldfried, 2008).

4. Latihan dengan Over Head Pulleys ( Katrol )


22

Bila diajarkan dengan benar , sistem katrol sangat efektif untuk


membantu mencapai lingkup gerak sendi bahu dengan penuh. Peralatan
dua buah katrol digantungkan pada tiang dengan seutas tali dihubungkan
dengan kedua katrol tersebut. Kedua ujung tali diberi alat agar tangan
dapat menggenggam dengan baik. Posisi penderita bisa duduk, berdiri
atau berbaring telentang dengan bahu terletak dibawah katrol tersebut.
Dengan menarik tali pada salah satu sisi tali yang lain akan terangkat.
Sendi siku diusahakan tetap dalam posisi ekstensi dan penderita tidak
boleh mengangkat bahu maupun mengangkat tubuh. Gerakan dilakukan
perlahan-lahan (Goldfried, 2008).

5. Latihan dengan Shoulder Wheel


Dengan instruksi yang benar shoulder wheel dapat dipergunakan
untuk memberi motivasi pada penderita untuk melakukan latihan lingkup
gerak sendi bahu secara aktif.
Cara penggunaan alat : penderita berdiri sedemikian rupa sehingga aksis
dari sendi bahu sama dengan aksis roda pemutar sehingga gerak lengan
sesuai dengan gerak putaran roda.Penderita tidak diharuskan
menggerakkan roda secara penuh, tetapi gerakan hanya dilakukan sebesar
kemampuan gerakan sendi bahunya. Harus pula diperhatikan pada waktu
melakukan gerakan endorotasi maupun eksorotasi bahu dalam posisi
abduksi 90 0 dan siku fleksi 90 0. Dengan meletakkan siku pada aksis roda
maka gerakan dapat dilakukan sampai pada keterbatasan lingkup gerak
sendi (Goldfried, 2008).

2.2.9 Komplikasi
Komplikasi dominan timbul dari frozen shoulder adalah kekakuan
bahu atau nyeri. Beberapa laporan telah menunjukkan bahwa sebagian
besar pasien mengalami rasa sakit dan atau kekakuan hingga 3 tahun
setelah pengobatan konservatif. Selain itu, fraktur humerus, ruptur tendon
23

biseps, dan tendon subscapularis juga telah dilaporkan pada pasien yang
dilakukan manipulasi bahu
2.2.10 Prognosis
Apabila dilakukan tindakan sendiri mungkin secara tepat maka
prognosis gerak dan fungsi dari kasus frozen shoulder adalah baik.
Penderita sebaiknya diberitahu bahwa akan dapat menggerakkan bahu
kembali tanpa rasa nyeri tetapi memerlukan waktu beberapa bulan
(Setiawan,1991).

2.3 Kerangka Teori

 Idiopatik
 Usia tua  Trauma
 Jenis Perubahan patologis  Imobilisasi
 Disuse
kelamin pada struktur kapsul
 Penyekit kronis
 Pekerjaan artikularis
 Penyekit tiroid
glenohumeral
 Penyakit autoimun
24

Pemeriksaan Visual Vasospasme


Nyeri
Analoque Scale pembuluh darah

Vasospasme
Spasme otot pembuluh darah

Pemeriksaan Lingkup gerak sendi


geniometri test bahu terbatas

Imbalance antara
Pemberian aggressive fibrosis Hipoksia jaringan
terapi latihan dan hilangnya
remodeling kolagen
yang normal

Reaksi fibrous

Frozen Shoulder

Anda mungkin juga menyukai