Anda di halaman 1dari 21

1

1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Setelah ratusan tahun lamanya menguasai Indonesia, akhirnya kekuasaan

Belanda diserahkan kepada Jepang. Jepang menduduki Indonesia selama 3,5

tahun. Meskipun relatif singkat, Pendudukan Jepang di Indonesia cukup membuat

goresan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia (Hendri F. Isnaeni dan Apid,

2008 : 24).

Masa pendudukan Jepang dari bulan Maret 1942 sampai bulan Agustus

1945 merupakan suatu pengalaman berat dan pahit bagi kebanyakan orang di

Indonesia. Kedatangan Jepang dengan propaganda dan janji-janji manisnya yang

akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia merupakan kebohongan belaka.

Karena sebenarnya kedatangan dan pendudukan Jepang di Indonesia hanyalah

untuk menguras kekayaan alam Indonesia yaitu bahan-bahan mentah untuk

industrinya, terutama industri perangnya. Apalagi saat itu bersamaan dengan

Perang Pasifik sehingga Jepang sangat membutuhkan minyak bumi untuk

angkatan perangnya. Lama kelamaan pada periode 1942-1945 dalam sejarah

Indonesia dikenal sebagai masa pendudukan Jepang.

Pendudukan Jepang di Indonesia berlangsung secara bertahap dari daerah

luar pulau Jawa. Secara kronologis, serangan-serangan Pasukan Jepang di

Indonesia yaitu dimulai dari wilayah Tarakan (Kalimantan Timur) sebagai

penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia (Moedjanto, 1991 : 70), berturut-

turut kemudian wilayah Balikpapan, Ambon, Kendari, Pontianak dapat dikuasai

pada bulan yang sama.


2

Setelah semua wilayah Kalimantan berhasil dikuasai, pasukan militer

Jepang bergerak ke pulau Sumatera. Salah satu daerah di Sumatera yang sangat

berarti bagi Jepang adalah Palembang, berbeda dengan strategi Belanda atau

Inggris, Jepang menilai bahwa pulau Sumatera dan semenanjung Malaysia

penting karena hasil buminya sehingga tidak perlu menyerang Jawa terlebih

dahulu. Mereka yakin kalau gagal menduduki Palembang, semua rencana perang

akan gagal (Mahmud, 2004 : 70).

Penyerangan Jepang atas Palembang dimulai pada tanggal 14 Februari

1942 dengan sebuah armada penyerang Jepang dibawah Laksamana Ozawa

berlayar menuju ladang-ladang minyak Palembang di Sumatera Selatan. Minyak

di wilayah Palembang bukan hanya melimpah, tetapi juga merupakan salah satu

minyak mentah terbaik di dunia sehingga sangat di butuhkan oleh Jepang

(Oktorino, 2016 : 117-118).

Sebanyak 700 pasukan payung diterjunkan dari udara. Isyarat sebelumnya

ditandai dengan suasana hiruk piruk para serdadu asing (Australia) yang panik

dan ketakutan ketika melintasi sepanjangan baru di 7 Ulu Kertapati. Mereka

adalah serdadu ABDA (Persekutuan Pertahanan Amerika, Inggris, Belanda dan

Australia) yang kalah perang dan diliputi perasaan tak menentu sebelum tiba

saatnya harus menjadi tawanan atau sasaran pembantaian Jepang. Perembesan

militer “Saudara Tua” ini memang tidak mampu dibendung oleh kekuatan

apapun. Mereka menyusup bagaikan siluman, baik yang didaratkan diperairan

Musi maupun yang diterjunkan dengan parasut dari pesawat udara. Yang terjadi

adalah, kota Palembang memasuki suasana hampir tak ditemukan ketentraman


3

dan jauh dari apa yang dibayangkan semula. “Sang Pembebas” telah datang, tetapi

mereka membawa suasana hiruk piruk dan keonaran (Said, 2007 : 26).

Pendudukan Jepang memberikan pengaruh terhadap kebudayaan, sosial,

ekonomi, politik serta terhadap pendidikan. Jepang memperkenalkan kebijakan

ekonomi yang sangat memeras masyarakat pribumi. Sasaran utama eksploitasi di

Palembang adalah minyak. Palembang tidak lepas dari pendudukan Jepang yang

mengakibatkan kemerosotan, kekacauan ekonomi dan penderitaan bagi

masyarakat Palembang.

Berdasarkan uraian diatas, membuat penulis tertarik meneliti tentang

Kondisi Sosial Ekonomi di Palembang Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-

1945.

Penelitian mengenai Kondisi Sosial Ekonomi di Palembang Masa

Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945, sebelumnya pernah ditulis oleh Najmah

Fairus (060110301091) dengan Judul Pengaruh Pendudukan Jepang Terhadap

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Keresidenan Malang Tahun 1942-1945

sebagai laporan akhir untuk mencapai gelar sarjana di Jurusan Ilmu Sejarah

Fakultas Sastra Universitas Jember. Kesimpulan dari penelitian tersebut yaitu

Jepang menduduki Indonesia selama tiga setengah tahun yang membawa

perubahan besar. Dengan terbentuknya pemerintahan baru, maka Jepang mulai

melaksanakan kebijakan untuk meningkatkan produksi pangan. Berbagai cara

dilakukan pemerintah Jepang untuk mencapai tujuannnya, yang kemudian

berdampak pada kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat yakni rakyat


4

mengalami kemerosotan kemakmuran yang dilukiskan dengan rakyat mengalami

kekurangan sandang dan pangan.

Kemudian penelitian selajutnya yang ditulis oleh Sukma Windyasari

(152009020) pada tahun 2013 dengan judul Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat

Salatiga Masa Pendudukan Jepang Tahun 1942-1945 sebagai laporan akhir untuk

mencapai gelar sarjana di Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan

Dan Ilmu Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga yang

kesimpulannya yaitu sejak kedatangan pemerintah militer Jepang pada tanggal 9

Maret 1942, kondisi kota Salatiga kacau, terutama dalam bidang ekonomi dan

sosial. Mata pencaharian penduduk pada waktu itu ialah menjadi petani, peternak,

pedagang, pegawai negeri dan buruh kasar dengan pendapatan yang rendah.

Masyarakat dipaksa menanam tanaman Jarak, Rami dan Rosella, kemudian

perekonomian masyarakat Salatiga merosot akibat banyak yang dijadikan

romusha dan hanya digaji secangkir beras.

Pendudukan Jepang di Salatiga menimbulkan trauma tersendiri bagi

masyarakat yang mengalaminya. Sehingga zaman pendudukan Jepang ini disebut

sebagai “zaman susah” jika dibandingkan dengan zaman pemerintahan Hindia

Belanda di Salatiga.

Persamaan dalam penelitian ini adalah mengkaji tentang kondisi sosial-

ekonomi masyarakat pada masa pendudukan Jepang, sedangkan perbedaan dalam

penelitian ini terletak pada ruang lingkup atau tempat penelitian.


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kondisi Palembang sebelum pendudukan Jepang ?

2. Bagaimana kebijakan Pemerintahan Jepang terhadap masyarakat di

Palembang ?

3. Bagaimana kondisi sosial ekonomi di Palembang masa pendudukan

Jepang tahun 1942-1945?

C. Batasan Masalah

Untuk mencapai titik fokus dalam penelitian ini, maka harus ada

pembatasan masalah adapun batasan masalah dalam penulisan penelitian ini

dibedakan menjadi dua aspek yaitu :

1) Aspek Spatial (ruang atau wilayah) penelitian ini membatasi wilayah

yang berada di Pulau Sumatera, mengingat luasnya wilanyah Pulau

Sumatera, maka penulis membatasi penulisan ini di daerah Sumatera

Selatan khususnya Daerah Palembang, karena kehidupan perekonomian

masyarakat Palembang telah terpengaruh oleh politik.

2) Aspek temporal (waktu), terhadap aspek temporal penulis membatasi

penulisan dari Tahun 1942-1945, karena pada Tahun 1942-1945 di

Sumatera khususnya Palembang menjadi salah satu wilayah kekuasaan

Jepang.

D. Tujuan
6

Sejalan dengan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan kondisi Palembang sebelum pendudukan Jepang

2. Menjelaskan kebijakan Pemerintahan Jepang terhadap masyarakat di

Palembang

3. Mendiskripsikan tentang kondisi sosial ekonomi masyarakat Palembang

masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945.

E. Kegunaan

Adapun kegunaan yang penulis harapkan dari penelitian ini antara lain:

a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipertimbangkan sebagai bahan

masukan untuk:

1. Memperkaya pengetahuan tentang bagaimana kondisi sosial ekonomi

masyarakat Palembang masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945.

2. Memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan sejarah pada khususnya

yaitu mengenai materi sejarah lokal.

b. Secara Praktis

1. Memberi informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan kondisi sosial

ekonomi di Palembang masa pendudukan Jepang tahun 1942-1945.

2. Sarana menanamkan nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme pada

masyarakat Palembang pada umumnya dan generasi muda pada

khususnya.

F. Definisi Istilah
7

Berdasarkan penelitian judul proposal Kondisi Sosial Ekonomi Di

Palembang Pada Masa Pendudukan Jepang (1942-9145). Penulis menguarikan

beberapa defenisi istilah yang bersumber dari Buku Kamus Praktis Bahasa

Indonesia karangan Naraga (2002), Kamus Sejarah Indonesia karangan Robert

Cribb & Audrey Kahin (2012) dan Kamus Politik karangan Marbun (2013)

Adapun definisi Istilah tersebut antara lain :

Ekonomi : Ilmu yang mempelajari tentang produksi , distribusi, dan

pemakaian barang-barang serta kekayaan seperti hal

keuangan, perindustrian, dan perdagangan.

Masyarakat : Sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi

(tertutup atau semi terbuka.

Palembang : Kota dan negara di suangai musi di Sumatera Selatan

kemungkinan menjadi ibukota kerajaan Sriwijaya.

Pengaruh : Daya yang ada atau timbul dari sesuatu/ orang/benda

yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan

seseorang.

Jepang : Sebuah negara kepulauan yang terdapat di Asia Timur,

terletak di ujung Barat Samudra Fasifik.

Sosial : Segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat.


8

II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Sosial, Ekonomi, Palembang, Pendudukan, Jepang

Menurut Sugiono (2014 : 57) kajian pustaka adalah “seperangkap konstruk

atau konsep, definisi dan proporsi yang berfungsi melihat fenomena secara

sistematik”. Dalam penilisan kajian pustaka, penulis akan menguraikan masing-

masing pengertian sosial, ekonomi, pendudukan dan Jepang,

1. Pengertian Sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti berkenaan

dengan masyarakat (KBBI, 2002 :145). Pengertian sosial menurut Hoeve (1950 :

127) adalah “menyelidiki hubungan antara individu dengan individu lainnya”.

Sedangkan menurut Poerwadarminta (1976 : 157) sosial adalah “segala sesuatu

mengenai masyarakat”. Sosial merupakan segala perilaku manusia yang

menggambarkan hubungan non individualis. Pengertian sosial ini merujuk pada

hubungan-hubungan manusia dalam kemasyarakatan, hubungan antar manusia,

hubungan manusia dengan kelompok, serta hubungan manusia dengan organisasi

(Ahira. 2011. http://www.anneahira.co/pengertianpsosial.htl.online.diakses 10

Oktober 2017).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sosial adalah segala

sesuatu yang berkaitan dengan hubungan antar manusia berupa perilaku manusia

yang menggambarkan hubungan antar individual.


9
10

2. Pengertian Ekonomi

Secara umum dapat disebutkan bahwa pengertian ekonomi adalah sebagai

suatu kajian ilmu yang berhubungan tentang sumber daya material induvidu dan

masyarakat serta negara untuk meningkatkan kesejahteraan manusia sehingga

ekonomi menjadi satu diantara ilmu yang terkait tentang tingkah laku dan aksi

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berkembang dengan adanya

sumber daya melalui kegiatan mengonsumsi, distribusi dan produksi.

Menurut Abraham Maslow dalam Jusup (1995 : 6), ekonomi adalah “Salah

satu bidang pengkajian yang mencoba menyelesaikan masalah keperluan asas

kehidupan manusia melalui penggembelngan segala suber ekonomi yang ada

dengan berasaskan prinspip serta teori tertentu dala suatu sistem ekonomi yang

dianggap efektif dan efesien”.

Sedangkan menurut Arsyad (1999 : 12), ekonomi merupakan “cara-cara yang

dilakukan oleh manusia dan kelompoknya untuk memanfaatkan sumber-sumber

yang terbatas untuk memperoleh berbagai komoditi dan mendistribusikannya

untuk dikonsumsi oleh masyarakat”.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa ekonomi adalah sebuah

bidang kajian tentang pengurusan sumber daya material individu, masyarakat, dan

negara untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Karena ekonomi

merupakan ilmu tentang perilaku dan tindakan manusia untuk memenuhi

kebutuhan hidupnya yang bervariasi dan berkembang dengan sumber daya yang

ada melalui pilihan-pilihan kegiatan produksi, konsusi dan distribusi.


11

3. Pengertian Palembang

Nama Palembang berasal dari bahasa daerah Palembang yang terdiri dari dua

kata yaitu “Pa dan Lembang, Pa menunjukkan tempat dan Lembang berarti

melibang atau mengayak untuk memisahkan sesuatu (memisahkan emas dari air

atau tanah) sedangkan Lembang dalam bahasa Melayu yang berarti tanah yang

rendah, tanah yang tertekan, akar ayang mebengkak dan lunak karena lama

terendam air” (Tahyudin, 1997 : 2).

Sedangkan menurut Lempok (1969 : 05) nama Palembang berasal dari kata

“limbang yang berarti memisahkan dan menguji dala air untuk mengambil

sesuatu. Selain itu pengertian lembang yaitu tersusun rapi atau berserakan. Ini

juga cocok dengan pemukiman kota Palembang yang semulanya berserak-serakan

dan tidak tersusun rapi”.

Selain itu, Palembang sering disebut sebagai Venetie Van Oost, sebagaimana

yang dijelaskan oleh Santun berikut ini.

Orang-orang Eropa menyebut Palembang sebagai Venetie oleh karena


kota ini penuh dengan muatan-muatan simbolis sebagai kota air,
waterfront. Disamping sebutan Venetie van Oost, mereka juga
menyebut Palembang sebagai de stad her twinting einlander, kota dua
puluh pulau. Pusat kota Palembang pada saat itu dialiri dan seolah-olah
dipetakan oleh dari seratus anak sungai dengan lembahnya yang
berawa-rawa banyaknya anak sungai yang memotong lembah tersebut
menyebabkan daratan yang ada berbentuk sebuah pulau. Oleh karena
itu secara topografi, Palembang menjadi kota yang lahannya selalu
digenangi air (Santun, 2011 : 2).
Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nama kota

Palembang berasal dari dua kata yaitu Pa dan Lembang yang artinya memisahkan

dari air dan tanah karena diperkirakan dahulu mata pencarian penduduk sekitar

sungai Musi tepat menimbang mas.


12

4. Pengertian Pendudukan Jepang

Pendudukan menurut KBBI memiliki arti proses, cara, perbuatan menduduki

(merebut atau menguasai) suatu daerah. Pendudukan secara harfiah maknanya

hampir sama dengan penjajahan, yaitu merebut dan menguasai suatu negara

tertentu. Tapi istilah ini digunakan pada saat Jepang menguasai Indonesia karena

Jepang menguasai Indonesia bersifat strategi militer.

Pendudukan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada

tanggal 17 Agutus 1945. Pendudukan Jepang diawali dengan pendaratan di kota

tarakan Pendudukan Jepang di Indonesia berlangsung secara bertahap dari daerah

luar pulau Jawa. Secara kronologis, serangan-serangan Pasukan Jepang di

Indonesia yaitu dimulai dari wilayah Tarakan (Kalimantan Timur) sebagai

penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia (Moedjanto, 1991 : 70), berturut-

turut kemudian wilayah Balikpapan, Ambon, Kendari, Pontianak dapat dikuasai

pada bulan yang sama.

B. Keadaan Alam, dan Penduduk Kota Palembang

Kota Palembang sebagai tempat kelahiran kesultanan Palembang yang

kemudian dijadikan sebagai pusat atau ibukota, “terletak dikaki bukit Seguntang

pada kira-kira 258o Lintang selatan dan 105o Bujur Timur dari Greenwich.

Ditengah-tengah lokasi ini membujur dari Barat Daya ke Timur Laut sungai Musi

yang mengalir membelah kota menjadi dua bagian: bagian Ilir dan Ulu” (Alfian,

dkk. 1983 : 7). Sungai Musi yang bermuara di Sungsang merupakan pula muara

dari sembilan anak sungai lainnya dan secara tradisional daerah ini lazim disebut

Batang Hari Sembilan.


13

Letaknya yang sentral ini menyebabkan kota Palembang sebagai kota bandar

cepet berkembang dan memang peranan penting dalam bidang politik, ekonomi

dan penyebaran agama Islam, karena merupakan titik pertemuan anatara pantai

dan pedalaman. Dari pantai Palembang mendapat pengaruh dari segala jenis

kebudayaan, sedangkan dari pedalaman mengalir hasil-hasil hutan, kebun, danau

dan lain-lain. Inilah yang menyebabkan ruang lingkup kehidupan sosial-

ekonominya bertopang pada kegiatan pelayaran perdagangan.


14

III

PEMBAHASAN

1. Kondisi Palembang Sebelum Pendudukan Jepang

Jepang memasuki Palembang pada tanggal 14 febuari 1942 dan mendarat

di lapangangan terbang Talang Betutu. Sebelum Jepang berkuasa, keadaan

masyarakat selama periode tahun 1900-1942 dapat dikatakan dalam kegelisahan.

Pemerintah kolonial Belanda tidak memperhatikan kebutuhan sosial dan

pendidikan serta kesehatan rakyat. Terdapat perbedaan mencolok antara

kehidupan golongan pribumi dengan golongan Eropa. Orang-orang pribumi yang

mendapatkan pendidikan baik dan kehidupan yang layak, adalah mereka dari

keluarga pengeran atau Depati-Depati serta mereka yang mengabdi kepada

pemerintahan Belanda sebagai ambetenaar. Dahulu, Pangeran-pangeran dan

Depati-Depati sebagai kepala marga merupakan pengayom rakyat di daerahnya,

tetapi dimasa pemerintahan kolonial Belanda menjadi golongan feodal baru,

bahkan menjadi alat pemerintah untuk mengeksploitasi rakyat.

Pemerintah kolonial sengaja menghembuskan pertentangan kesukuan dan

agama (kaum tuo dan kaum mudo). Otonomi pemerintahan Marga yang

berdasarkan etnis mempertajam pemisahan masyarakat daerah satu dengan yang

lain. Kurangnya komunikasi, sehingga keserasian pergaulan hidup masyarakat

tidak terjalin. Marga atau suku yang satu ingin lebih unggul atau berkuasa dari

suku lain. Golongan kaum ambatenaar pun ikut mengalami kegelisahan karena

selama pemerintahan kolonial Belanda merasa dijauhkan dari masyarakat atau

rakyat. Mereka hidup terpengaruh oleh pola kebudayaan Barat, tetapi oleh orang-
15

orang Belanda dan orang asing lainnya dianggap rendah tidak diberi kesempatan

untuk mencapai jenjang kepangkatan yang lebih tinggi. Perbedaan warna kulit

menjadi dasar kehidupan kolonialisme. “Penguasaan secara leluasa oleh orang-

orang Belanda atas Palembang dengan membeli hasil-hasil dari Palembang

dengan harga murah mengakibatkan perekonomian di Palembang tidak menentu”

(Alfian, dkk. 1983: 25). Kemiskinan meliputi kehidupan semua lapisan

masyarakat, sedangkan orang-orang Belanda dan orang-orang asing lainnya hidup

mewah.

2. Kebijakan Pemerintahan Jepang Terhadap Masyarakat di Palembang

Dengan di kuasainya Palembang oleh Jepang, maka berakhir sudah

pemerintah Belanda di Palembang, dengan demikian sistem pemerintahan banyak

mengalami perubahan pada masa pemerintahan Jepang. Sebelumnya ketika pada

masa Hindia Belanda masuk ke Indonesia sistem pemerintahan masih berbentuk

kesultanan, namun di hapus oleh Belanda ketika mereka menguasai Indonesia.

Dengan di hapusnya kesultanan Palembang maka kerajaan dalam arti kingdom

yang betul-betul tidak ada lagi di daerah Sumatera Selatan yang masih ada hingga

sekarang sebagai warisan dari kesultanan Palembang di antaranya ialah

pemerintahan kemargaan (Abdullah, 1991:153).

Pada masa pemerintahan Belanda diganti dari kesultanan Palembang

menjadi keresidenan Palembang, begitu juga ketika Jepang mengambil alih

Palembang dari Belanda, maka sistem pemerintahan sedikit banyak mengalami

perubahan, Jepang lebih banyak meneruskan sistem pemerintahan pada masa

pemerintahan Belanda, hanya struktur penamaannya saja yang berubah dari


16

keresidenan Palembang menjadi Palembang Syi, tapi sebenarnya dampak dari

pendudukan Jepang sangatlah terasa bagi masyarakat Palembang pada masa itu

terutama dalam sistem pemerintahan.

Untuk mendapat suplay bahan bakar bagi pesawat terbang dan kapal-kapal,

setelah berhasil menduduki Palembang Jepang mengadakan perbaikan pabrik-

pabrik penyulingan minyak bumi yang berpusat di Plaju dan sungai Gerong yang

rusak akibat siasat bumi hangus. Sungai gerong lebih parat rusaknya dari pada

Plaju. Banyak tenaga romusa/BPP baik dari dalam maupun luar Sumatera

dikerahkan disamping buruh dari perusahaan itu.

Dalam usaha dan menkonsentrasi memenuhi kebutuhannya sendiri akan

bahan makanan, pemerintah pendudukan militer Jepang meningkatkan produksi

beras. Daerah-daerah penanaman padi di buka di perusahaan perkebunan yang

menghasilkan bukan hasil pokok bagi kepentingan usaha-usaha perang Jepang

antara lain perkebunan kopi, oleh Jepang perusahaan perkebunan kopi dipadang

karet, kebun Pagar Alam dan tempat lainnya, dijadikan daerah penenam padi

disamping membuka daerah baru untuk tanaman yang sama.

Untuk memperoleh minyak pelumas yang hukan berasal dari minyak bumi,

Jepang memperkenalkan jenis tanaman baru. Sedangkan “untuk kepentingan akan

bahan sandang Jepang mengusahakan penanaman kapas dan rami di Palembang

dan tempat lainnya” (Departemen pendidikan dan kebudayaan : 1991 :160).


17

3. Kondisi Sosial Ekonomi di Palembang Masa Pendudukan Jepang Tahun

1942-1945

Tujuan dari pendaratan pasukan Jepang dikarenakan selain Palembang

merupakan tempat yang strategis dua pangkalan minyak yang terletak di Plaju dan

Sungai Gerong, kedatangan pasukan Jepang di Palembang sangatlah mengejutkan

para pasukan Belanda yang ada di Palembang, sehingga terjadilah pertempuran

yang tidak seimbang dimana pasukan Belanda yang ada di Palembang kalah

jumlah dari pasukan Jepang yang memang diprioritaskan terlebih dahulu di

Palembang sebelum menguasai daerah-daerah lain.

Hari pertama pendudukan Jepang di Palembang terlihat pemandangan yang

sangat kacau, terutama para orang-orang Belanda, mereka sibuk mempertahankan

Palembang dari gempuran pasukan Jepang, oleh karena jumlah yang tidak

seimbang akhirnya pasukan Belanda melarikan diri keluar dari Palembang yang

saat itu sudah di penuhi oleh pasukan Jepang, sebelum mereka melarikan diri

terlebih dahulu mereka membakar tempat-tempat penting di Palembang, mereka

juga membakar instalasi minyak di sungai Gerong, yang merupakan dua dari

instalasi minyak terpenting di Palembang, akhirnya “Palembang pada tanggal 16

Febuari 1942 jatuh ketangan Jepang, dengan jatuhnya Palembang sebagai sumber

minyak, maka terbukalah pulau Jawa bagi pasukan Jepang ke Jawa” (Hanafiah,

1988 : 15).

Penyerangan Jepang atas Palembang dimulai pada tanggal 14 Februari 1942

dengan sebuah armada penyerang Jepang dibawah Laksamana Ozawa berlayar

menuju ladang-ladang minyak Palembang di Sumatera Selatan. Minyak di


18

wilayah Palembang bukan hanya melimpah, tetapi juga merupakan salah satu

minyak mentah terbaik di dunia sehingga sangat di butuhkan oleh Jepang

(Oktorino, 2016 : 117-118).

Meskipun dalam beberapa tindakannya adalah baik, tetapi bagi Indonesia,

masa pendudukan Jepang merupakan suatu periode penderitaan. Kondisi sosial

masyarakat Sumatera Selatan pada umumnya adalah buruk. Sebagian besar

penduduk Sumatera Selatan adalah hidup sebagai petani. Petani-petani diharuskan

bersawah tetapi hasilnya sebagian harus disetorkan kepada Jepang. Barang-barang

pokok kebutuhan hidup sehari-hari, sandang dan pangan termasuk rokok oleh

Jepang disimpan di gudang. Barang-barang itu dibagikan dengan sistem distribusi

melalui penyalur yang ditunjuk. Penduduk kurang makan dan sandang karena

sandang sukar didapat, rakyat terpaksa berpakaian karung goni atau kulit kayu.

Kondisi para romusha atau kuli BPP (Badan Pembantu pemerintah) sangat

menyedihkan. Upah, makanan dan kesehatan mereka kurang diperhatikan oleh

Jepang. Akibatnya banyak yang meninggal dunia ditempat kerja. Sebagai buruh

paksa mereka dipekerjakan dibeberapa tepat untuk mebangun bangunan yang

berhubungan dengan kepentingan perang Jepang, seperti: jalan-jalan, benteng-

benteng, lapangan kapal terbang dan sebagainya di Palembang (Sekojo), Plaju,

Mariana dan ditempat-tempat lain yang dianggap penting.

Nasib buruh, pegawai negeri yang bekerja diperusahaan-perusahaan dan

instansi-instansi Jepang adalah sama seperti yang diderita oleh BPP. Mereka juga

menderita kurang makan dan kurang pakaian. Upah buruh, pegawai negeri dalam

instansi-instansi Jepang pada umumnya adalah rendah, sedang jam kerja


19

diperpanjang. Buruh perkebunan dibolehkan tetap berada di perkebunan atau tetap

bekerja pada perkebunan tetapi mereka harus menyediakan waktunya untuk

menanam tanaman yang menghasilkan bahan makanan di samping melakukan

tugasnya.

Sama halnya dengan kehidupan sosial, kehidupan ekonomi di Palembang

juga mengalami perubahan. Pemerintah pendudukan militer Jepang mengubah

sistem perekonoian menjadi kehidupan ekonomi perang. Perioritas pertama

diarahkan kepada sumber-sumber bagi kepentingan usaha-usaha perang dan

perioritas kedua kepada kepentingan memenuhi kebutuhannya sendiri bagi dunia

kemakmuran bersama Asia.

Dalam lapangan perdagangan diadakan pengawasan dan pengendalian harga

dengan maksud menstabilkan situasi karena inflasi. Uang kertas Jepang banyak

beredar, barang kebutuhan senantiasa meningkat sedangkan persediaannya kurang

akibat penyetoran impor dan ekspor. “perusahaan-perusahaan diabil alih dan di

tempatkan dibawah pengawasan badan-badan tertentu yang telah ditunjuk”

(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . 1991 : 160).


20

IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Jepang memasuki Palembang pada tanggal 14 febuari 1942 dan mendarat di

lapangangan terbang Talang Betutu. Sebelum Jepang berkuasa, keadaan

masyarakat selama periode tahun 1900-1942 dapat dikatakan dalam kegelisahan.

Pemerintah kolonial Belanda tidak memperhatikan kebutuhan sosial dan

pendidikan serta kesehatan rakyat.

Dengan di kuasainya Palembang oleh Jepang, maka berakhir sudah

pemerintah Belanda di Palembang, dengan demikian sistem pemerintahan banyak

mengalami perubahan pada masa pemerintahan Jepang. Pada masa pemerintahan

Belanda diganti dari kesultanan Palembang menjadi keresidenan Palembang,

begitu juga ketika Jepang mengambil alih Palembang dari Belanda, maka sistem

pemerintahan sedikit banyak mengalami perubahan.

Penguasaan Jepang atas Palembang semakin menderita, kondisi sosial

ekonomi Sumatera Selatan yang pada umumnya adalah buruk. Sebagian besar

penduduk Sumatera Selatan adalah hidup sebagai petani. Petani-petani diharuskan

bersawah tetapi hasilnya sebagian harus disetorkan kepada Jepang. Barang-barang

pokok kebutuhan hidup sehari-hari, sandang dan pangan termasuk rokok oleh

Jepang disimpan di gudang. Barang-barang itu dibagikan dengan sistem distribusi

melalui penyalur yang ditunjuk. Penduduk kurang makan dan sandang karena

sandang sukar didapat, rakyat terpaksa berpakaian karung goni atau kulit kayu.
21

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Lincoln. 1999. Pengantar Perencanaan DAN Pembangunan Ekonomi.


Yogyakarta : PBFE

Hanafiah, Abu. 1997. Nilai-nilai Budaya Sumatera Selatan. Palembang: PD.


Alima Jaya

Lempok . 1969. Kota Palembang. Palembang : Jajasan Dana Baasis Palembang

Hendri F. Isnaeni dan Apid. 2008. Romusha: Sejarah yang


Terlupakan.Yogyakarta: Penerbit Ombak

Mahmud, Kiagus Imran. 2004. Sejarah Palembang. Palembang: Angrek


Palembang.

Moedjanto, G. 1991. Indonesia Abad ke-20. Yogyakarta: Kanisius


Tahyudin, Didi. 1997. Lintas sejarah Budaya Sumatera Selatan. Palembang :
Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai