Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PERALIHAN DARI KEKUASAAN BELANDA KE JEPANG


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Indonesia Abad
ke-19 sampai tahun 1945 M

Dosen pengampu: Martias, S.Ag., S.Pd., M.Ag.

Disusun Oleh:
Galih Prayoga (1811020023)
Defry Andika Putra (1811020005)

PRODI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI IMAM BONJOL-PADANG 2020/2021 M
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perang Dunia II (World War II) terjadi di dua benua. Di Eropa, Nazi Jerman
melawan pasukan Sekutu. Di Asia, Jepang melawan Sekutu. Jerman dan Jepang
berpaham fasisme ingin menguasai negara-negara di dunia. Perang Dunia II di Asia
dikenal dengan Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya. Jepang berusaha
membangun imperium di Asia. Perang Dunia II di Asia dimulai pada 8 Desember 1941
saat tentara Jepang (Dai Nippon) mendadak menyerang Pearl Harbor di Hawaii,
pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat terbesar di Pasifik. Pasukan Jepang dipimpin
Laksamana Yamamoto bergerak sangat cepat menuju selatan termasuk ke Indonesia.
Setelah Jepang menyerang Pearl Harbor, Gubernur Henderal Hindia Belanda, Alidius
Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer mengumumkan perang dengan Jepang.
Dalam kesempatan kali, dalam makalah singkat yang akan kami bahas dan sedikit
akan kami uraikan kembali sejarah abad 19 dimana terdapat akhir dari kekuasaan Hindia-
Belanda setelah datangnya bangsa jepang ke bumi Indonesia dan kemudian melakukan
penjajahan terhadap Indonesia, makalah yang kami sajikan hanya akhir dari kedudukan
belanda di indonesia dan kemudian proses masuknya jepang di Indonesia, untuk
penjelasan lebih lanjut mengenai perkembangan kedudukan Jepang di Indonesia akan di
jelaskan dalam makah lanjutan yang akan disajikan selanjutnya.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Runtuhnya Hindia Belanda


Pada tanggal 7 Desember 1941, terjadi peristiwa yang besar. Pada saat itu, Jepang
menyerbu pangkalan Angkatan Laut di Pearl Harbour, Hawai. Nah, aksi Jepang ini
merupakan sebuah gerakan invasi (aksi militer) yang kemudian dengan cepat merambah
ke kawasan Asia Tenggara. Sehingga di Januari-Februari tahun 1942, Jepang menduduki
Filipina, Pontianak, Balikpapan, Palembang, Tarakan (Kalimantan Timur), dan
Samarinda, yang mana waktu itu bangsa Belanda masih berada di wilayah Indonesia.1
Runtuhnya Hindia-Belanda tak cuma berdasarkan fakta Jepang yang perlahan-
lahan menguasai Nusantara, dari Kalimantan hingga Jawa. Keruntuhan sebenarnya sudah
tercium jauh sebelum itu. Hal itu dikarenakan adanya kebijakan yang mengundang
keruntuhan.
Merunut sejarah, suatu aparatus negara biasanya berkembang menurut
kepentingan rakyat. Sayangnya, tak demikian dengan negara kolonial. Kehadiran
pemerintah kolonial Belanda di bumi Nusantara malah mencengkram masyarakat yang
lemah. Berkat ulah tersebut, wawasan politik mengenai gejolak masyarakat menjadi tak
ada sama sekali. Oleh Ong disebutkan Hindia Belanda sebagai suatu negara pejabat
(Beamtenstaat), yang kaku mengadapi persoalan di bawah. “Dengan sendirinya, kondisi
demikian menyebabkan kerenggangan antara negara dan rakyat yang dikuasainya.
Malahan dapat timbul kesan penindasan dari atas ke bawah, karena birokrasi tidak
berakar pada realitas masyarakat, Pun tidak ada usaha sama sekali untuk membangun
jembatan antara pemerintah dan rakyat Indonesia. Semua gerekan dari bawah diabaikan,
permintaan-permintaan ditolak.2
Masalah itu tentu tak dapat dikatakan remeh. Sebab, jika pemerintah Belanda mau
memberi banyak hal atau menjanjikan rakyat Indonesia seperti parlemen dengan
mayoritas orang Indonesia, setidaknya masyarakat menjadi mendukung.
Kiranya, itulah yang tak dilakukan Belanda. Efeknya, kala Jepang mulai
menggelorakan narasi kebanggaan sebagai orang Asia, sampai urusan kecantikkan.

1
Fahri Abdillah, Latar belakang Pendudukan jepang di Indonesia, Ruang Guru : 2018, hal 1
2
Ong Hok Ham, majalah Tempo yang berjudul Runtuhnya Sebuah Negera Pejabat: Hindia-Belanda,
Desember 1942 (1981), hal 3
2
pendudukan Jepang membuat orang Eropa atau Indo-Eropa yang sebelumnya
menganggap dirinya berada di posisi istimewa merosot.3
Maka dari itu, Jepang yang seakan ingin mengembalikan martabat negara-negara
di Asia, lalu mendapat dukungan dari beberapa tokoh besar seperti Soekarno maupun
Hamka. Padahal, Jepang sebenarnya tak sungguh-sungguh menjanjikan kemerdekaan.
Selain itu, runtuhnya Hindia-Belanda bukan cuma disebabkan oleh hubungan
buruk antara rezim dan rakyat. Tetapi terletak pada lemahnya alat-alat perang dan
infrastruktur militer kuno Belanda sejak ratusan tahun terakhir memang tidak mengalami
perang Internasional.
Betapa tidak, infrastruktur militer yang ada hanya cocok digunakan untuk
memuluskan eksistensi menguasai nusantara belaka melawan raja-raja lokal saja,
sedangkan saat berhadapan dengan Jepang, Hindia-Belanda di buat runtuh untuk selama-
lamanya.

B. Pendaratan dan Pendudukan Jepang di Indonesia


Pada 10 Januari 1942, tentara Jepang telah mendarat di Tarakan, Kalimantan
Timur kemudian disusul dengan penguasaan daerah Balikpapan, Pontianak dan
Banjarmasin. Daerah-daerah pertambangan minyak di Kalimantan dengan mudah
dikuasai Jepang. Tentara Jepang bergerak ke Suamtera, menduduki Palembang pada 14
Februari 1942. Sehingga makin mudah merebut Pulau Jawa. Tentara Jepang menjalankan
siasat perang kilat (Blitz Krieg) untuk mewujudkan Imperium Asia Timur Raya. Dalam
menghadapi ekspansi Jepang, Sekutu membentuk ABDACOM (American, British,
Dutch, Australian Command) dengan markas di Lembang, Bandung. Sementara itu
Letjend Hein Ter Poorten diangkat sebagai Panglima Tentara Hindia Belanda (KNIL).
Namun dalam waktu relatif singkat tentara Jepang dapat menguasai hampir seluruh
kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara. 4
Markas besar Kemaharajaan Jepang membentuk tentara umum selatan, yang
meliputi:
1. Tentara ke-14 dipimpin Letjend Honma Masaharu dengan wilayah operasi di
Philipina.

3
L. Ayu Saraswati, Putih: Warna Kulit, Ras, dan Kecantikan di Indonesia Transnasional (2013), hal
14
4
Arum Sutrisni Putri, Pendudukan Jepang di Indonesia, Kompas.com, 2018, hal 1.
3
2. Tentara ke-15 dipimpin Letjend Iida Shojiro dengan wilayah operasi di
Thailand dan Burma.
3. Tentara ke-16 dipimpin Letjend Imamura Hitoshi dengan wilayah operasi di
Indonesia (Hindia Belanda).
4. Tentara ke-25 dipimpin Letjend Yamashita Tomoyuki dengan wilayah operasi
di Malaya (Malaysia).
Selain itu, terdapat beberapa divisi dalam struktur pasukan tersebut. Pada 1 Maret
1942, tentara ke-16 Angkatan Darat Jepang yang dipimpin Letjend Hitoshi Imamura telah
mendarat di Pulau Jawa di tiga tempat, yaitu: Di teluk Banten, Jawa Barat Di Eretan
Wetan, Jawa Barat Di Kragan, Rembang, Jawa Barat.
Tentara Jepang dengan mudah merebut kota-kota penting di Jawa seperti Batavia,
Bandung dan lain-lain. Pada 8 Maret 1942, Letjend Hein Ter Poorten selaku Panglima
Angkatan Perang Hindia Belanda dan atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia
menyerah tanpa syarat kepada pasukan Jepang.

Alasan Pendudukan Jepang di Indonesia


Kedatangan tentara Jepang yang mengusir imperialis Belanda bertujuan bukan
untuk membebaskan rakyat Indonesia, tetapi ada maksud tertentu. Faktor-faktor utama
kedatangan Jepang ke Indonesia adalah:
1. Indonesia kaya hasil tambang, sehingga menunjang untuk keperluan perang.
2. Indonesia terdapat bahan mentah untuk memenuhi kebutuhan industri dalam
negeri Jepang.
3. Indonesia memiliki tenaga manusia atau SDM (man power) yang banyak
sehingga dapat mendukung usaha Jepang.
4. Ambisi Jepang untuk mewujudkan Hakko Ichi-u yaitu pembentukan imperium
yang meliputi bagian besar dunia yang dipimpin Jepang.
5. Kepentingan migrasi, maksudnya wilayah Jepang yang sempit sedangkan
jumlah penduduk banyak maka dibutuhkan tempat bagi pemerataan penduduk.

4
C. Belanda Menyerah Kepada Jepang
Tanggal 28 Februari 1942, Tentara ke 16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal
Hitoshi Imamura mendarat di tiga tempat di Jawa –Banten, Eretan Wetan dan Kragan-
dan segera menggempur pertahanan tentara Belanda. Setelah merebut Pangkalan Udara
Kalijati, Letnan Jenderal Imamura membuat markasnya di sana. Pada 8 Maret 1942,
Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa apabila tidak menyerah, maka
tentara Jepang akan menghancurkan seluruh tentara Belanda dan sekutunya.
Pada 9 Maret 1942, Gubernur Jenderal Jonkheer Tjarda van Starkenborgh
Stachouwer bersama Letnan Jenderal Hein ter Poorten, Panglima Tertinggi Tentara India-
Belanda datang ke Kalijati dan dimulai perundingan antara Pemerintah India Belanda
dengan pihak tentara Jepang yang dipimpin langsung oleh Letnan Jenderal Imamura.
Imamura menyatakan, bahwa Belanda harus menandatangani pernyataan menyerah tanpa
syarat.
Perundingan penyerahan tersebut berlangsung di Kalijati, Subang, Jawa Barat.
Dalam Perundingan Kalijati, dari Jepang diwakili Gubernur Jenderal Imamura,
sedangkan dari pihak Belanda diwakili Gubernur Jenderal Tjarda dan Jenderal Ter
Poorten. Pada 8 Maret 1942 dimulai zaman pendudukan Jepang di Indonesia.

Perundingan Singkat
Perundingan penyerahan kekuasaan dari kolonial Belanda kepada Jepang
berlangsung amat singkat. Dalam transkrip perundingan Kalijati terungkap.
Jenderal Immamura bertanya.“Apakah Gubernur Jenderal dan Panglima
Tentara mempunyai wewenang untuk mengadakan perundingan ini?” , ”Saya tidak
memiliki wewenang bicara sebagai Panglima Tentara,” jawab Gubernur Jenderal Tjarda
van Starkenborgh.
Pihak Belanda mencoba mengulur-ulur dengan menyatakan hanya Ratu
Wilhelmina di Belanda yang punya kewenangan untuk memutuskan. Imamura tak
memberi banyak pilihan. Ia meminta agar Belanda mengumumkan lewat radio
penyerahan diri Belanda. Imamura memberi waktu hingga keesokan harinya.
Perundingan di Kalijati itu tak berlangsung lama. Saat itu juga, Ter Poorten dan Tjarda
secara resmi menandatangi dokumen kapitulasi atau penyerahan tanpa syarat Hindia
Belanda kepada Jepang. Keesokan harinya, 9 Maret 1942, Belanda menyiarkan

5
penyerahan dirinya lewat radio. Setelah itu, Ter Poorten dan Tjarda digiring masuk ke
kamp tahanan sebagai tawanan perang.5
Hari itu juga, tanggal 9 Maret Jenderal Hein ter Poorten memerintahkan kepada
seluruh tentara India Belanda untuk juga menyerahkan diri kepada balatentara Kekaisaran
Jepang. Dengan demikian, tentara Belanda secara sangat pengecut dan memalukan,
menyerah hamper tanpa perlawanan sama sekali. Dengan tindakan yang sangat
memalukan itu, Belanda menghancurkan sendiri citra yang ratusan tahun dibanggakan
oleh mereka yaitu bangsa Belanda/kulit putih tidak terkalahkan.
Boleh dikatakan, sang penguasa yang telah ratusan tahun menikmati dan
menguras bumi Nusantara, menindas penduduknya, kini dengan sangat tidak
bertanggungjawab, menyerahkan jajahannya ke tangan penguasa lain, yang tidak kalah
kejam dan rakusnya. Di atas secarik kertas, Belanda telah melepaskan segala hak dan
legitimasinya atas wilayah dan penduduk yang dikuasainya.
Dengan demikian, tanggal 9 Maret 1942 bukan hanya merupakan tanggal
menyerahnya Belanda kepada Jepang, melainkan juga merupakan hari dan tanggal
berakhirnya penjajahan Belanda di bumi Nusantara, karena ketika Belanda kembali ke
Indonesia setelah tahun 1945, bangsa Indonesia telah merdeka.6

5
Nibras Nada Nailuflar, Perjanjian Kalijati, Ketika Belanda Serahkan Indonesia ke jepang,
Kompas.com : 2020, hal. 2.
6
Ahmad subarkah, Akhir penjajahan Belanda di Bumi Nusantara, Republika.co.id : 2018, hal. 3.
6
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Runtuhnya Hindia-Belanda tak cuma berdasarkan fakta Jepang yang perlahan-
lahan menguasai Nusantara, dari Kalimantan hingga Jawa. Keruntuhan sebenarnya sudah
tercium jauh sebelum itu. Hal itu dikarenakan adanya kebijakan yang mengundang
keruntuhan. Masalah itu tentu tak dapat dikatakan remeh. Sebab, jika pemerintah
Belanda mau memberi banyak hal atau menjanjikan rakyat Indonesia seperti parlemen
dengan mayoritas orang Indonesia, setidaknya masyarakat menjadi mendukung.
Selain itu, runtuhnya Hindia-Belanda bukan cuma disebabkan oleh hubungan
buruk antara rezim dan rakyat. Tetapi terletak pada lemahnya alat-alat perang dan
infrastruktur militer kuno Belanda sejak ratusan tahun terakhir memang tidak mengalami
perang Internasional.
Setelah berhasilnya jepang menduduki beberapa kota besar maka dilakukanlah
perundingan yang berisi penyerahan Indonesia dari Hindia Belanda ke Jepang, hal ini
yang menyebabkan pergantian kekuasaan dar Hindia Belanda ke Jepang.

7
Daftar Pustaka

Ahmad subarkah, Akhir penjajahan Belanda di Bumi Nusantara, Republika.co.id : 2018

Arum Sutrisni Putri, Pendudukan Jepang di Indonesia, Kompas.com, 2018

Fahri Abdillah, Latar belakang Pendudukan jepang di Indonesia, Ruang Guru : 2018

L. Ayu Saraswati, Putih: Warna Kulit, Ras, dan Kecantikan di Indonesia Transnasional
(2013)

Nibras Nada Nailuflar, Perjanjian Kalijati, Ketika Belanda Serahkan Indonesia ke jepang,
Kompas.com : 2020

Ong Hok Ham, majalah Tempo yang berjudul Runtuhnya Sebuah Negera Pejabat: Hindia-
Belanda, Desember 1942 (1981)

Anda mungkin juga menyukai