Perubahan
Perubahan
Ketatnya persaingan bisnis dalam industri apapun menuntut sebuah perusahaan harus
mempunyai perencanaan strategi yang matang untuk dapat memenangkan persaingan bisnis.
Perencanaan strategi ini tentunya disesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai oleh
perusahaan. Akan tetapi untuk mencapai tujuan perusahaan melalui strategi yang telah
ditetapkan tentu tidak semudah yang dibayangkan.
Krisis ekonomi yang melanda bangsa indonesia pada tahun 1997 menyebabkan
perekonomian Indonesia mengalami keterpurukan demikian halnya dengan industri
perbankan, industri ini banyak mendapatkan masalah pada saat Indonesia mengalami krisis
moneter baik masalah permodalan maupun masalah kredit macet. Kondisi ini membuat
beberapa bank swasta nasional dilikuidasi oleh pemerintah sedangkan bank-bank yang
selamat dari likuidasi ada yang memutuskan untuk melakukan merger agar dapat terjadi
sinergi di antara bank-bank tersebut sehingga bisa tetap bertahan dalam industri perbankan
nasional.
Di segala aspek bisnis secara mikro, setelah tahun 1997-1998 dunia usaha mengalami
gangguan dalam cash flow dan neraca modal nya, disaksikan oleh menurunnya realisasi
penerimaan penjualan baik untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Kewajiban yang
jatuh tempo dari perjanjian kredit yang dilakukan sebelum krisis menjadi membengkak,
sebagian besar akibat merosotnya nilai Rupiah. Pada akhirnya para pimpinan puncak
perusahaan (CEO) maupun para pemilik modal (stakeholders) menyerah dan tidak mampu
untuk melunasi hutang jangka pendek mereka yang jatuh tempo.
Kondisi tersebut juga dialami oleh Bank BCA. BCA secara resmi berdiri pada
tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV. Banyak hal telah dilalui sejak
saat berdirinya itu, dan barangkali yang paling signifikan adalah krisis moneter yang terjadi
di tahun 1997. Krisis ini membawa dampak yang luar biasa pada keseluruhan sistem
perbankan di Indonesia. Namun, secara khusus, kondisi ini mempengaruhi aliran dana tunai
di BCA dan bahkan sempat mengancam kelanjutannya. Banyak nasabah menjadi panik lalu
beramai-ramai menarik dana mereka. Akibatnya, bank terpaksa meminta bantuan dari
pemerintah Indonesia. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) lalu mengambil alih
BCA di tahun 1998.
Berkat kebijaksanaan bisnis dan pengambilan keputusan yang arif, BCA berhasil
pulih kembali dalam tahun yang sama. Di bulan Desember 1998, dana pihak ke tiga telah
kembali ke tingkat sebelum krisis. Aset BCA mencapai Rp 67.93 triliun, padahal di bulan
Desember 1997 hanya Rp 53.36 triliun. Kepercayaan masyarakat pada BCA telah
sepenuhnya pulih, dan BCA diserahkan oleh BPPN ke Bank Indonesia di tahun 2000.
Selanjutnya, BCA mengambil langkah besar dengan menjadi perusahaan public.
Penawaran Saham Perdana berlangsung di tahun 2000, dengan menjual saham sebesar
22,55% yang berasal dari divestasi BPPN. Setelah Penawaran Saham Perdana itu, BPPN
masih menguasai 70,30% dari seluruh saham BCA. Penawaran saham ke dua dilaksanakan di
bulan Juni dan Juli 2001, dengan BPPN mendivestasikan 10% lagi dari saham miliknya di
BCA.
Dalam tahun 2002, IBRA melepas 51% dari sahamnya di BCA melalui tender
penempatan privat yang strategis. Farindo Investment, Ltd., yang berbasis di Mauritius,
memenangkan tender tersebut. Saat ini, BCA terus memperkokoh tradisi tata kelola
perusahaan yang baik, kepatuhan penuh pada regulasi, pengelolaan risiko secara baik dan
komitmen pada nasabahnya baik sebagai bank transaksional maupun sebagai lembaga
intermediasi finansial.
Untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi persaingan bisnis di era pasar bebas
mendatang, pada saat ini banyak industri perbankan nasional yang telah melakukan investasi
di bidang teknologi informasi. Meskipun investasi di bidang teknologi informasi
menghabiskan biaya yang cukup besar namun investasi dibidang ini tampaknya tidak lagi
dianggap sebagai cost center bagi perusahaan hal ini dikarenakan investasi dalam bidang
teknologi informasi ini menyebabkan transaksi perbankan mengalami peningkatan. Kondisi
ini tentunya akan menambah pendapatan perusahaan yang pada akhirnya akan memperbesar
profit perusahaan
2.1.Manajemen Perubahan
Manajemen Perubahan dalam implementasinya memerlukan waktu dan tujuan yang
terencana dan strategis sehingga mampu memberikan manfaat dengan adanya perubahan
tersebut. Secara umum, perubahan dalam suatu organisasi sudah merupakan kewajiban tetapi
perubahan yang dilakukan oleh tiap-tiap organisasi tidak akan sama dan disesuaikan dengan
tujuan dari masing-masing organisasi tersebut. Dalam beberapa teori Manajemen Perubahan
banyak dibahas mengenai tahapan maupun cara untuk mengimplementasikannya. Adapun
salah satu yang membahas mengenai Manajemen Perubahan ini disebutkan dalam beberapa
tahap proses yang diterangkan dan digagas oleh Kurt Lewin (1947). Terdapat 3 langkah
utama dalam manajemen perubahan. Langkah-langkah tersebut adalah:
1. Unfreezing
2. Changing
3. Refreezing
2.1.1 Unfreezing
Unfreezing apat diartikan mencairkan atau melunakan, dimana pada tahap ini,
resistensi dalam perubahan dengan persetujuan dan mampu melewati atau menghindarkan
dari ketakutan orang-orang akan perubahan sehingga mampu membuka diri atau
menghilangkan ketakutan tersebut. Pemberian informasi-informasi baru diharapakan dapat
mencairkan orang-orang yang masih berstatus quo dan akan membuat mereka memilih setuju
atau tidaknya akan adanya perubahan yang diberlakukan. Mereka akanmelakukan
menunjukkan tindakan yang mengidentifikasikan penilaian mereka.
2.1.2. Changing
Changing dapat diartikan merubah, ada yang mengartikan juga dengan ”moving”
dimana pada tahapan ini dilakukan manajemen perubahan keseluruhan dari organisasi yang
dapat meliputi seperti sumber daya manusia, produk, pelayanan, teknologi informasi,
administrasi maupun politik. Sehingga merubah atau menggeser dari situasi yang sudah ada,
kesituasi yang sedang dikerjakan atau diterapkan kemudian dikembangkan lagi untuk situasi
yang akan datang.
2.1.3. Refreezing
Refreezing dapat diartikan merefresh atau memberlakukan perubahan baru tersebut,
dimana dalam tahap yang terakhir ini dilakukan penerapan dari perubahan yang baru yang
berakibat pada kegiatan rutin yang baru atau menimbulkan kegiatan yang stabil. Lewin
megatakan perubahan baru ini jika tidak diimplementasikan akan tidak berumur panjang atau
tidak digubris dan akhirnya tidak tercapai. Penerapan perubahan secara umum pada semua
lini bisnis dari suatu organisai, dan secara khusus dibahas olehLewin adalah pada orang-
orang atau karyawan suatu organisasi seperti melakukan perubahan penglolaan sumber daya
manusia dapat dicontohkanseperti melakukan pelatihan, pendidikan terapan, dan reward
fasilitas yanglebih baik.
Teori Kurt Lewin mengikuti beberapa elemen dasar dari formula dasar strategi
perubahan organisasi yang disebutkan sebagai berikut:
1. Mendefinisikan keinginan perubahan.
2. Mengembangkan visi.
3. Membangun konsensus.
4. Identifikasi barrier untuk implementasi.
5. Berjalan tetap pada pembicaraan.
6. Membuat strategi perubahan menyeluruh.
7. Implementasi dan evaluasi.
Perubahan dapat terjadi melalui beberapa pengalaman, eksprimen, dan efek balik
yang mana hal ini kan dijadikan rujukan/petunjuk dalam mengembangkan organisasi.
BAB III
GAMBARAN UMUM
Bank Central Asia (BCA) secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan
nama Bank Central Asia NV. Tahun 1998 Bank Central Asia (BCA) di ambang kehancuran,
menyusul kerusuhan massal 13-14 Mei 1998, bank yang ketika itu sudah menjadi bank
swasta nasional terbesar, selama seminggu digedor (rush) para deposannya. Antrian panjang
nasabah di setiap kantor cabang, cabang pembantu dan ATM BCA di banyak kota, waktu itu
terlihat mengular hampir ke jalan-jalan raya. Asian Wall Street Journal menyebutkan dana
yang ditarik para nasabah BCA itu mencapai belasan triliun, padahal dana likuid bank yang
semula dimiliki keluarga Soeharto dan Liem Sioe Liong ini pada waktu itu hanya Rp 11
triliun. Penyebabnya dikabarkan adalah faktor politik yang terkait dengan nama pemilik
bank ini. Apapun, pendeknya, ketika itu BCA benar-benar di ujung tanduk. Untuk
menyelamatkannya, pemerintah terpaksa menyuntikkan dana belasan triliun rupiah dan
mengambil alih kepemilikannya.
Kini, bank yang hampir collapse itu, telah kembali berjaya sebagai bank swasta
nasional terbesar di Tanah Air. Begitu persoalan-persoalan berbau politis diatasi,
berbondong-bondong bekas nasabah lamanya balik lagi, ditambah dengan nasabah-nasabah
baru. Kejayaannya BCA kini bahkan terlihat lebih gemilang, karena berhasil mendominasi
pasar consumer banking nasional. Tak banyak yang mengira, proses recovery-nya bisa
sedemikian cepat, kecuali kalau kita memperhitungkan kelebihan bank ini dalam hal jaringan
dan teknologi informasi (TI) yang sudah dibangun serius sejak awal 1990-an.
BAB IV
PEMBAHASAN
Bank Central Asia (BCA) telah sukses dalam implementasikan Enterprise Resource
Planning ERP yang merupakan suatu sistem yang terintegrasi. Sebagai dampak dari
kesuksesan implementasi ERP tersebut BCA telah mendapatkan banyak keuntungan yang
dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan.
Sebagai indikasi dari banyaknya keuntungan yang didapat dari investasi di bidang
teknologi informasi adalah semua transaksi yang dulu dilayani oleh teller sekarang bisa
melalui fasilitas elektronik. Secara kuantitatif jumlah pelanggan produk berbasis teknologi
informasi di BCA mengalami peningkatan hal ini dikarenakan pada saat ini perkembangan
internet di masyarakat terus mengalami peningkatan sehingga fasilitas teknologi informasi
yang disediakan BCA untuk para nasabahnya melalui pemberian layanan internet
banking tampaknya membuat konsumen merasa nyaman dalam melakukan transaksi.
Demikian halnya dengan produk mobile banking BCA, pelanggan dari produk ini terus
mengalami peningkatan seiring perkembangan industri hand phone di Indonesia.
4.1. Kesimpulan
Investasi di bidang teknologi informasi sangat diperlukan secara mutlak bagi
perusahaan atau industry manapun meskipun dalam melakukan investasi di bidang teknologi
informasi ini perusahaan harus mengeluarkan dana yang cukup. Hal ini dikarenakan investasi
tersebut telah banyak memberikan keuntungan bagi perusahaan yang secara tidak langsung
dapat meningkatkan kinerja perusahaan untuk jangka panjang dalam menghadapi persaingan
global.
Penerapan teknologi informasi yang tepat tentu akan memberi nilai tambah bagi
perusahaan demikian halnya dengan Bank Central Asia (BCA). Penerapan sistem ERP telah
berhasil mengintegrasikan semua kantor cabang dan semua departemen yang ada dalam
perusahaan. Kondisi ini menyebabkan perusahaan akan dapat mengetahui secara akurat dan
tepat mengenai proses yang sedang terjadi dalam perusahaan dan perlu waktu berapa lama
lagi apabila proses tersebut belum selesai. Kondisi ini menjadikan proses yang ada dalam
perusahaan menjadi lebih transparan sehingga perusahaan dapat memelihara tingkat kualitas
pelayanan yang diberikan kepada para pelanggannya dengan jelas.
Dengan pengintegrasian data menjadikan data-data dari kantor cabang dan
departemen-departemen yang ada menjadi lebih transparan yang nantinya akan
mempermudah perusahaan untuk mengetahui kondisi internal perusahaan secara keseluruhan
yang selanjutnya akan mempermudah perusahaan dalam melakukan pengendalian apabila
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terlebih pada saat ini kondisi perekonomian Indonesia
masih belum stabil. Di samping mempermudah perusahaan dalam melakukan pengendalian,
investasi di bidang teknologi informasi ini juga dapat memberikan kemudahan kepada
perusahaan dalam melakukan forecasting karena adanya data history dalam sistem tersebut
dengan demikian perusahaan akan dapat mengetahui kecenderungan produk di pasaran
nantinya sehingga mereka dapat menentukan perencanaan strategi terhadap target produk
mereka di pasar.
Benefit-benefit yang didapatkan perusahaan dengan mengimplementasikan teknologi
informasi pada umumnya merupakan benefit yang tidak dapat diukur dengan uang tetapi
langsung dapat mendukung kinerja perusahaan. Oleh karena banyaknya benefit yang
diperoleh perusahaan baik yang dapat diukur maupun yang tidak dapat diukur dengan uang
yang secara langsung dapat mendukung kinerja perusahaan menjadikan BCA tidak
menganggap investasi di bidang teknologi informasi ini sebagai cost center dalam perusahaan
tetapi lebih menganggap investasi teknologi informasi tersebut sebagai strategic patner
perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Implementasi di bidang teknologi informasi ini
juga menjadikan proses yang ada dalam perusahaan menjadi lebih terkontrol.
Kesuksesan Bank Central Asia (BCA) dalam melakukan investasi di bidang teknologi
informasi dimana dapat terlihat dari nilai aset dan jumlah pelanggannya yang terus
mengalami peningkatan. Kondisi ini menjadikan bank-bank nasional baik swasta maupun
milik pemerintah yang tadinya ragu-ragu untuk melakukan investasi di bidang teknologi
informasi menjadi tertarik untuk melakukan investasi padahal kesuksesan implementasi di
bidang teknologi informasi dalam sistem yang sama di satu perusahaan belum tentu akan
mendapatkan kesuksesan yang sama meskipun kedua perusahaan tersebut bergerak dalam
industri yang sama.
Daftar Pustaka