25 KIAT MEMPENGARUHI
JIWA DAN AKAL ANAK
AL INSHAT AL IN’IKASI
Penerbit
"Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan. Padanya ada
malaikatyang kasar dan bengis yang tidak durhaka kepada Allah (dalam
menjalankan) apa yang diperintahkan kepada mereka dan selalu
mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka. " (At-Tahirm 6)
Rasulullah saw. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Ibnu 'Umar:
"Tidak ada seorang anak yang dilahirkan melainkan dalam keadaan fitrah.
Maka ibu dan bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau
Majusi." (Bukhari)
Abul-'Ala mengatakan:
Hal itu juga diisyaratkan oleh Imam Al-Ghazali. Beliau mengatakan, "Anak
kecil siap menerima segala ukiran dan akan cenderung pada setiap yang
diucapkan." Karenanya, jika kita mengajari dan membiasakan anak-anak
kita dengan kebaikan maka mereka akan tumbuh dalam kebaikan itu.
Mereka akan bahagia di dunia dan akhirat dan kita juga akan bahagia
bersama mereka, insya Allah. Dan jika kita mengabaikan mereka
sebagaimana binatang, mereka akan celaka dan binasa, dan kita turut
celaka bersama mereka. Kita menanggung dosa akibat melalaikan
tanggungjawab dan kewajiban kita terhadap mereka.
Boleh jadi seorang bapak menyesali sikap tak mempedulikan anaknya dan
menangisi apa yang telah ia lakukan. Akan tetapi apa arti tangisan itu bila
nasi sudah menjadi bubur.
Firman-Nya pula:
"Seandainya Allah hendak mengambil anak niscaya Dia akan memilih apa
yang Dia kehendaki dari apa yang diciptakan-Nya. Maha Suci Allah, Dialah
Allah Yang Esa dan Maha Mengalahkan. " (Az-Zumar 4)
"Pendidikan di masa kecil akan bermanfaat Sedangkan di saat tua dia tidak
berguna Sesungguhnya ranting jika engkau luruskan akan menjadi lurus,
Sedangkan batang jika engkau luruskan tidak akan melunak."
Ini semua dimaksudkan agar kita dapat mempersiapkan anak kita sebagai
orang-orang masa depan dan orang-orang abad mendatang yang penuh
dengan tantangan; agar ia kelak menjadi orang yang tangguh dalam
memikul segala beban dan mengemban tanggung jawab dan kemudian ia
menjadi panutan karena kesucian jiwanya, kebersihan hatinya, ketinggian
akhlaknya, keindahan perilakunya, keserasian penampilannya, dan
kelemah-lembutan pergaulannya.
Muhammad Rasyid Dimas
1. Bersahabatlah dengan Anak dan Jadilah Teladan
Dalam sebuah hadits, Anas Bin Malik menjelaskan bahwa Jibril pernah
datang kepada Rasulullah saw. sedangkan beliau tengah bermain bersama
anak-anak. Lalu Jibril membawa beliau, membaringkan, dan membelah
dadanya.
Demikian pula para sahabat beliau -semoga Allah meridhai mereka. 'Umar
biasa menemani puteranya dan menemani Ibnu 'Abbas. Zubair biasa
menyertai anaknya ke medan perang untuk belajar seni berperang hingga
tumbuh menjadi kuat dan tangguh. Adalah Rasulullah saw, di masa
kecilnya, biasa bergaul dengan anak-anak dan bermain bersama mereka.
Pagi dan petang selalu dengan mereka. Demikianlah beliau tumbuh.
Karena itu, Allah mengutus Nabi Muhammad Saw. untuk menjadi teladan
bagi manusia. "Sungguh telah ada, untuk kalian, pada diri Rasulullah
teladan yang baik." Dan Allah menampilkan kepribadian Rasulullah saw.
sebagai gambaran utuh sistem Islam, sebuah gambaran yang hidup dan
abadi sepanjang sejarah.
Imam Ahmad Bin Hanbal meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah -semoga
Allah meridhainya-bahwa Nabi saw. bersabda:
Abu Daud mengeluarkan hadits dari Abdullah Bin 'Amir, ia berkata, "Suatu
hari ibuku memanggilku, sedangkan Rasulullah saw. tengah duduk di
rumah kami. Ibuku mengatakan, 'Kemarilah aku akan memberi kamu
sesuatu.' Rasulullah saw. bertanya kepadanya, 'Apa yang mau kauberikan
kepadanya?' Ibuku menjawab, "Aku akan beri dia kurma.' Rasulullah saw.
berkata kepadanya, 'Demi Allah jika engkau tidak memberi sesuatu
padanya maka akan dicatat bahwa engkau berdusta'."
Bukankah tuntunan Nabi saw. itu menunjukkan upaya keras beliau agar
pendidik mempraktikkan kejujuran di hadapan orang yang dididiknya untuk
memberi keteladanan kepadanya.
"Berangkatlah tiga orang -dari umat terdahulu- hingga tiba malam yang
memaksa mereka berlindung di sebuah goa. Lalu mereka memasukinya.
Tiba-tiba sebuah batu besar jatuh dari gunung menutup pintu goa
tersebut. Mereka berkata, 'Tidak ada yang dapat menyelamatkan kalian
dari batu ini kecuali doa kalian dengan (perantaraan) amal saleh kalian.
Salah seorang di antara mereka mengatakan, 'Ya Allah, aku mempunyai
ibu bapak yang sudah tua renta. Dan aku tidak pernah berani mendahului
mereka minum di sore hari, tidak pula keluargaku. Pada suatu hari aku
harus pergi jauh untuk mencari kayu bakar hingga aku pulang menemui
mereka dalam keadaan sudah tertidur. Aku tidak ingin membangunkan
mereka sementara aku tidak mau mendahulukan keluargaku (untuk
minum). Maka aku menunggu mereka bangun, sedangkan cangkir tetap di
tanganku, hingga terbit fajar. Sedangkan anak-anakku, saat aku datang,
menggeliat-geliat karena lapar. Lalu kedua orangtua saya bangun dan
meminum minumannya itu. Ya Allah, jika aku lakukan itu karena mencari
ridha-Mu maka berilah aku jalan keluar dari himpitan batu ini. Maka
bergesarlah batu itu sedikit, namun mereka belum dapat keluar darinya..."
(Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Hal itu menunjukkan betapa Rasulullah saw. ingin agar para pendidik
berbuat baik kepada orang tuanya agar menjadi teladan bagi orang yang
sedang dididik. Apa makna anak-anak yang dibiarkan menggeliat-geliat
kelaparan padahal cangkir minuman itu ada di tangannya? Bukankah itu
menunjukkan bahwa ayah adalah teladan bagi anak-anaknya dalam hal
berbuat baik kepada kedua orang tuanya?
Anak-anak akan meniru perilaku orang dewasa yang mereka amati. Jika
mereka mendapatkan kedua orang tuanya jujur, maka mereka akan
tumbuh menjadi orang jujur. Demikian pula dalam hal lainnya. Anak-anak
melihat orang dewasa di sekitarnya sebagai sosok ideal. Jadi, ayah dan ibu
di rumah atau guru di sekolah, dengan segala perilakunya akan menjadi
contoh yang akan ia tiru. Di sinilah arti penting larangan menampakkan
sikap kontradikitif di depan anak-anak. Tidak boleh sama sekali, misalnya,
mengatakan kepada anak-anak bahwa dusta itu salah dan haram
sementara kita berdusta di hadapannya. Atau bahwa kita tidak boleh kotor
tapi kemudian mereka melihat kita makan tanpa mencuci tangan terlebih
dahulu.
"Aku menginap di rumah bibiku, Maimunah, pada suatu malam. Maka nabi
saw. berdiri (untuk shalat malam). Beliau berwuduhu dari ember yang
tergantung dengan (cara) wudhu yang ringan. Kemudian berdiri shalat,
dan aku pun bangun untuk wudhu seperti wudhu beliau kemudian aku
kembali (dari berwudhu) dan berdiri di samping kiri Rasulullah saw. Maka
beliau memindahkanku ke sebelah kanannya kemudian ia shalat..."
(Riwayat Bukhari)
la menulis:
Tiba-tiba saja salah seorang guru mengajak kami menyantap makanan dan
minuman yang tersedia di hadapan kami. Dan saya pun mengerti bahwa ia
ingin mencegah kami agar tidak menikmati lebih jauh tentang apa yang
terjadi di hadapanku."
Jadi, sekali saja contoh yang buruk, sudah cukup. Sekali saja murid
mendengar gurunya mengucapkan kata-kata kotor dan menghina, itu
sudah cukup. Sekali saja anak mendengar ibunya berdusta kepada
ayahnya atau sebaliknya, atau salah satunya berdusta kepada
tetangganya, sekali saja, cukup untuk menumbangkan nilai kejujuran
dalam jiwanya.
Untuk itu, saya ingin mengingatkan kita semua agar tidak terjadi
kontradiksi antara ucapan dengan perbuatan kita. Jika kita cermati al-
Quran, kita akan temukan bahwa al-Quran menolak keras perilaku orang-
orang yang perbuatannya berlainan dengan ucapannya termasuk di
dalamnya adalah para bapak, para ibu, semua pendidik, dan semua orang
yang mengemban amanah pendidikan. Firman Allah swt.:
Firman-Nya pula:
Lalu keluarlah 'Umar untuk menyeru manusia kepada kebaikan. Maka tidak
seorang pun dari mereka ragu-ragu untuk mendengar dan menaatinya.
Sebab ia telah memberi mereka contoh dengan perbuatan sebelum dengan
kata-kata.
senyimpangan
DIANTARA hak paling penting yang wajib kita tunaikan kepada anak
adalah memahaminya, berempati kepadanya, dan menasihatinya jika ia
melakukan kesalahan. Temuan berikut ini akan mempertegas hal itu:
Seorang ahli pendidikan menunjuk tiga orang ibu dari para peserta
Pelatihan Seni Kebapakan. Ia mengatakan kepada mereka,
"Saya akan memanggil ibu yang pertama dengan Hanan, yang kedua
Su'ad, dan yang ketiga dengan nama Laila. Dan saya akan bertanya
kepada Anda semua dengan beberapa pertanyaan. Saya ingin Anda semua
menjawabnya."
Ahli
Semua perempuan itu : "Saya tidak akan peduli dengan semua itu."
Para ibu itu serempak: "Tidak. Suami macam itu lebih buruk lagi dari yang
pertama. Sebab ia menganggap saya dungu."
Saat itu si ahli pendidikan mengatakan, "Bagaimana kalau apa yang suami
Anda lakukan kepada Anda itu Anda lakukan
kepada anak Anda?"
Ahli pendidikan : "Kalau begitu mari kita cari tahu apa yang
mungkin kita pelajari dari kasus roti hangus ini.
Apa yang membantu merubah perasaan Anda
dari benci menjadi senang terhadap suami Anda?"
Inilah Rasulullah saw. Beliau meminta izin kepada anak kecil yang ada di
sebelah kanannya untuk mengalah dari hak minum guna memberikannya
terlebih dahulu kepada orang dewasa yang ada di sebelah kirinya. Tapi
ternyata si anak itu tidak ingin orang lain mendahulinya meminum air sisa
Rasulullah saw. itu. Rasulullah saw. pun kemudian memberikan minuman
itu kepada si anak. Dan si anak merasa nyaman dalam menikmati haknya.
Kepada orang seperti itu kita sampaikan hadits Nabi saw. berikut:
Di antara hak anak adalah menjadi imam dan pemimpin jika ia mempunyai
ilmu dan bagus bacaan (Quran)-Nya. Dari Muhajir Bin Hubaib Az-Zubaidi, ia
mengatakan, berkumpullah Abu Salamah Bin 'Abdirrahman dan Sa'id Bin
Jubair. Berkatalah Sa'id kepada Abu Salamah, "Sampaikanlah hadits
kepada Icami, kami akan mengikutimu." Abu Salamah mengatakan,
Rasulullah saw. bersabda, "Jika ada tiga orang dalam perjalanan maka
hendaklah yang mengimami ibereka adalah orang yang paling baik bacaan
(Quran)-nya walaupun ia paling kecil. Dan jika ia mengimaminya maka
dialah pemimpin mereka." Abu Salamah mengatakan, "Itulah pemimpin
yang diangkat langsung oleh Rasulullah saw." (HR 'Abdur-Razzaq)
Dan sudah mafhum bahwa yang dimaksud dengan paling baik bacaannya
adalah paling memahami hukum-hukum shalat dan bacaan al-Qur'an.
Imam Muslim meriwayatkan bahwa Abu Musa minta izin sebanyak tiga kali
untuk masuk ke rumah 'Umar. Tampaknya ia mendapatkan 'Umar dalam
keadaan sibuk lalu ia pulang. "Tidakkah kamu dengar suara Abdullah Bin
Qais (Abu Musa)? Biarkan dia masuk," kata "Umar setelah Abu Musa
pulang. Lalu dipanggillah Abu Musa, seraya 'Umar berkata, "Apa yang
membuatmu bersikap begitu?" la menjawab, "Sesungguhnya kami
diperintah begitu (oleh Rasulullah saw)" 'Umar mengatakan, "Kamu harus
mendatangkan bukti dan jika tidak akan aku hukum." Maka keluarlah Abu
Musa menemui majlis kaum Anshar dan mereka mengatakan, "Tidak ada
yang menjadi saksi untukmu selain orang yang paling kecil (muda) di
antara kita." Maka berdirilah Abu Sa'id seraya berkata, "Memang kita
diperintahkan demikian (oleh Rasulullah saw)" Umar berkata, "Aku tidak
mengetahui perintah Rasulullah saw tersebut. Urusan dagangan di pasar
telah membuatku lalai." (HR Muslim)
Dalam riwayat lain, "Tidak ada yang bisa menjadi saksi untukmu sekalian
kecuali orang yang paling muda usianya. Bangunlah wahai Abu Sa'id!"
Anda lihat, jiwa-jiwa agung itu, kepala-kepala yang penuh dengan ilmu itu
menerima nasehat dan bimbingan dari anak-anak. Mereka mendengar
anak-anak itu dengan rendah hati lalu menerima pendapat mereka untuk
mengoreksi dan meluruskan pemikiran dan langkah mereka. Semoga Allah
menjadikan saya dan Anda berjalan di atas petunjuk dan menerima
kebenaran dari anak kecil dan orang tua.5
3. Gembirakan dan Hiburlah Hatinya
Kita bisa melihat dari kisah itu bahwa saat Rasulullah saw. mengusap dada
dan ubun-ubun Abu Mahdzurah, beliau membuatnya merasakan
kedamaian, ketentraman, dan keceriaan jiwa hingga ia menerima
keimanan dengan perasaan puas dan lalu menjadi muadzin untuk
penduduk Makkah. Begitulah, dengan cara mengembangkan keceriaan,
kecintaan, dan mendengarkan anak maka kita bisa mengungkap
kemampuan-kemampuannya.
Lalu cara apa yang digunakan Rasulullah saw. untuk membuat anak-anak
gembira dan ceria? Banyak cara yang beliau lakukan, antara lain:
menyambut dengan hangat; mencium dan bercanda; mengusap kepala;
menggendong dan memeluknya; memberikan makanan yang baik; atau
makan bersama dengan mereka.
4. Gunakanlah Cara "Siapa Menang Dia Dapat"
Jadi, persaingan dan perlombaan adalah salah satu cara yang bisa
digunakan para orang tua dan pendidik, pada waktu-waktu yang tepat,
untuk memotivasi anak-anak dan menumbuhkan bakat mereka. Yang
menang mendapatkan hadiah, seperti yang dilakukan Rasulullah saw.,
"Barang siapa lebih dulu sampai kepadaku maka ia mendapat itu dan ini."
Contoh lainnya adalah lomba kecerdasan. Rasulullah saw. melontarkan
beberapa pertanyaan kepada para sahabatnya dan di antara yang hadir
adalah Ibnu 'Umar, orang yang paling muda usianya.
Al-Barra' Bin 'Azib mengatakan bahwa Rasulullah saw sedang shalat lalu
datanglah Hasan dan Husen (atau salah satunya) -semoga Allah meridhai
mereka- dan menaiki punggung beliau. Jika bangkit beliau mengisyaratkan
dengan tangannya agar ia berpegangan. kemudian beliau mengatakan,
"Sebaik-baik kendaraan adalah kendaraanmu." (HR Ath-Thabtani)
Ada contoh lain bagaimana 'Umar Bin Khathab -semoga Allah meridhainya-
mendorong anak-anak untuk berbicara di hadapan majlis orang tua guna
menyampaikan pendapat dan gagasan. 'Umar bertanya, "Terkait dengan
apa turunya ayat, 'Inginkah seseorang di antara kalian memiliki kebun
kurma dan anggur?" Mereka menjawab, "Hanya Allahlah yang tahu." Maka
'Umar marah seraya mengatakan, "Katanlanlah: tahu atau tidak tahu."
Ibnu 'Abbas menjawab, "Dalam benakku ada sedikit pengetahuan tentang
itu, wahai Amirul Mu'minin." 'Umar mengatakan, "Katakanlah wahai anakku
dan janganlah kamu merendahkan dirimu sendiri." Ibnu 'Abbas berkata,
"Ayat itu menggambarkan perumpamaan amal." "Amal apa?" tukas 'Umar.
Ibnu 'Abbas menjawab, "Seorang kaya yang melakukan kebaikan-kebaikan
kemudian Allah mengutus kepadanya syetan lalu orang itu melakukan
kemaksiatan hingga menghancurkan segala amal baiknya itu." "
Cara lain yang baik untuk memotivasi anak adalah dengan membelikan
buku-buku yang bermanfaat untuknya. Sehingga anak akan mempunyai
perpustakaan ilmiah yang terus berkembang sesuai dengan pertumbuhan
dirinya. Ibnu 'Abidin -seorang ulama besar- bercerita kepada anaknya
tentang perjalanan dirinya. la mengatakan bahwa yang menyebabkan ia
mengumpulkan buku-buku dalam jumlah yang tidak ada tandingannya itu
adalah ayahnya. Ayahnya, menurut Ibnu 'Abdidin, selalu membelikan buku
yang dinginkanya lalu mengatakan, "Belilah buku yang kamu inginkan dan
aku akan membayarnya. Karena kamu telah menghidupkan sirah
(perjalanan hidup) para pendahulu kita. Semoga Allah membalasmu
dengan kebaikan, hai anakku." Lalu ia pun memberikan kepadanya buku-
buku para pendahulunya yang dimilikinya.
7. Tumbuhkanlah Rasa Percaya Diri
Ketika anak bergaul denga orang dewasa dan berkumpul dengan teman-
teman sebaya maka akan tumbuh rasa kepercayaan sosialnya. Ini yang
kita tangkap dari kesertaan para sahabat terhadap anak-anaknya. Anak-
anak mereka biasa menghadiri majlis Rasulullah saw. karena orangtua
mereka mengajaknya. 'Umar Bin Khaththab menemani anaknya datang ke
majlis Rasulullah saw.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Ibnu 'Umar -semoga Allah meridhai
mereka- bahwa Rasulullah saw. bersabda,
Imam Ahmad, Bukhari, dan Muslim -dan redaksi hadits ini berdasarkan
riwayat Ahmad- meriwayatkan. dari Tsabit Al-Banan dari Anas Bin Malik
-semoga Allah meridhainya- berkata, "Aku melayani Rasulullah saw. pada
suat hari, sampai aku menyelesaikan tugasku. Rasulullah saw. kemudian
tidur siang dan aku keluar menemui anak-anak. Aku melihat permaina
mereka. Maka datanglah Rasulullah saw. seraya mengucapkan salam
kepada anak-anak yang sedang bermain. Kemudian beliau memanggilku
dan menyuruhku untuk satu keperluan. Maka aku pun pergi untuk
keperluan itu sedangkan Rasulullah saw. duduk di bawah bayang-bayang,
hingga aku kembali.Aku terlambat datang menemui ibuku. Ketika aku pergi
kepada ibuku, ia bertanya, "Apa yang membuatmu terlambat datang?" Aku
menjawab, "Rasulullah ! mengutusku untuk satu keperluan." Ia berkata,
Apa keperluannya?" Aku menjawab, "Itu rahasia Rasulullah saw." Ia
berkata, "Kalau begitu jagalah rahasia Rasulullah saw."
Ini dicapai dengan cara mengajarinya al-Qur'an, Sunnah, dan sirah Nabi
saw. yang agung. Kelak anak akan tumbuh dengan membawa ilmu yang
luas. Maka tumbuhlah kepercayaan ilmiah dalam dirinya karena ia memiliki
hakikat-hakikat ilmu yang jauh dari khurafat dan dongeng-dongeng.
Sebaiknya anak dimotivasi untuk menghafal dengan diberi hadiah.
Dan akhirnya saya ingin mengingatkan Anda tentang beberapa cara yang
salah yang oleh para ahli pendidikan dinilai dapat menyebabkan anak
kurang percaya diri, yakni:
PUJIAN bagi anak mempunyai pengaruh besar pada jiwanya. Pujian dapat
menyentuh perasaannya dan membuatnya segera mengoreksi perbuatan
dan perilakunya dengan perasaan lega dan serius. Itulah yang ditegaskan
Rasulullah saw. Beliau mengingatkan Urgensi pujian bagi anak, jika kita
menginginkan dia merespon dan melaksanakan kewajibannya.
Dan di antara yang dikatakan Nabi saw. pada hari perang Khandaq kepada
pemuda yang belajar bahasa Suryani untuk berkhidmat kepada Rasulullah
saw. "Bukankah dia adalah anak yang paling baik?" Artinya, Rasulullah
saw. menyanjung dan memuji pemuda itu.
Karenanya, mari kita meneladani Rasulullah saw. Mari kita puji anak-anak
kita secara proporsional, pada waktu dan tempatnya yang tepat.
9. Memotivasi untuk Kebajikan dan Memperingatkan Bahaya
Keburukan
Dan agar manusia tidak berputus asa dari rahmat Tuhan mereka, maka
Allah memberikan motivasi untuk beramal saleh, dengan menyatakan
bahwa Dia menerima taubat yang sungguh-sungguh. Firman-Nya:
Tapi bukan hanya ibadah ritual saja kebiasaan yang ingin ditumbuhkan
oleh sistem pendidikan Islam. Sebab sebenarnya, anak dapat dilatih dan
dibiasakan pada semua model perilaku islami dan setiap adab serta akhlak
Islami: adab makan, minum, berjalan, duduk, tidur, bangun, mengucapkan
salam; adab dalam keluarga, seks, berbicara, pertemuan, berpisah,
bepergian, pulang dari bepergian, bertetangga/ berteman dan seterusnya.
Semua itu adalah merupakan hal-hal baru bagi kaum muslimin di masa
Rasulullah saw. Sebelumnya, di masa jahilryyah, mereka tidak pernah
melakukan hal-hal itu. Maka Rasulullah saw. membiasakan dan mendidik
mereka untuk melaksanakan adab-adab itu dengan keteladanan,
pengajaran, pemantauan, dan pengarahan. Hingga adab-adab itu menjadi
kebiasaan yang mendarah daging dalam jiwa dan menjadi watak istimewa
mereka, yang membedakan antara kaum muslimin dengan non muslim di
seluruh penjuru bumi.
Anak, sebagaimana manusia lainnya, bisa lupa dan lalai. Allah swt. telah
mengkhususkan untuknya -sesuatu yang tidak diberikan kepada makhluk
lainnya- rentang waktu masa kanak-kanak yang panjang. Dan masa itu
bukanlah masa taklif (pemberlakuan kewajiban) melainkan masa untuk
mempersiapkannya agar siap menerima taklif. Jika kita pahami hal ini,
mudahlah bagi kita untuk percaya kepada prinsip pengulangan lebih dari
satu kali hingga membekas dalam jiwa dan siap menerima perintah serta
merespon panggilan.
"Suruhlah anak-anakmu untuk shalat saat usia mereka tujuh tahun. Dan
pukullah mereka (jika tidak mau shalat) bila usia mereka mencapai sepuluh
tahun. "
Jadi Rasulullah saw telah mengalokasikan waktu khusus selama tiga tahun
berturut-turut untuk menghunjamkan hal penting dalam Islam yakni shalat.
Tentu saja itu merupakan rentang waktu yang leluasa untuk
membiasakannya shalat. Maka jika mereka telah mencapai usia sepuluh
tahun, mereka akan telah siap Untuk menunaikannya. Jika masih belum
terbiasa melakukannya sendiri selama tiga tahun pembiasaan itu, maka
harus diambil langkah tegas yang menjamin tumbuh dan mapannya
kebiasaan itu. Karena urgensinya, maka al-Qu'ran menegaskan:
Jadi harus ada kesabaran pada tiga tahun pertama. Kita harus mengulang-
ulangi apa yang menjadi tujuan kita lebih dari satu kali. Pembiasaan
memang tidak mudah dan tidak cukup dengan hanya kita katakan satu kali
atau beberapa kali, "Lakukanlah itu," lalu dia mengikuti. Anak
Membutuhkan pengingatan dan pengulangan berkali-kali agar menjadi
paham. Karenanya tidak heran bila kita sering mendengar seorang ayah
mengatakan kepada anaknya, "Saya sudah ingatkan kamu berulang kali."
Jika angka itu punya arti, maka itu menunjukkan urgensi pengulangan dan
bahwa jiwa anak boleh jadi tidak merespon perintah pertama, kedua, atau
ketiga. Maka perlu pengulangan tanpa putus asa.
Ada penelitian yang membuktikan bahwa informasi yang diulang satu kali
hanya 10 °/o saja yang bisa kita ingat di akhir bulan. Akan tetapi kalau
nasihat itu diulang sebanyak enam kali, dengan cara berbeda-beda, maka
kita akan mengingatnya sebanyak 90 %. Ini artinya bahwa anak akan
senantiasa mengingat shalat dan urgensinya jika kita melakukan
pengulangan tentang pentingnya melaksanakan shalat.
Pembiasaan ini bisa juga dibentuk melalui pemberian contoh yang baik.
Bahkan ini merupakan salah satu faktor penting yang menumbuhkan
kebiasaan yang baik. la seringkali bisa menghemat tenaga. Karena
memang anak memiliki kecenderungan untuk meniru. Dan anak-anak
muslimin selalu meniru orang tua mereka melaksanakan shalat bahkan
sebelum mereka belajar berbicara. Sehingga jadilah membiasakan
perbuatan itu pada dirinya menjadi sesuatu yang mudah. Kecuali pada
anak-anak yang mempunyai kelainan. Dan kelainan adalah sesuatu yang
bisa saja terjadi. Bisa karena faktor keturunan atau karena kondisi tertentu
yang buruk. Dan mereka itulah yang berhak mendapatkan hukuman jika
mereka tidak dapat menerima pembiasaan pada rentang waktu tertentu.
Hal ini berlaku pada setiap kebiasaan yang baik, yang ingin kita terapkan
pada anak dan juga kebiasaan buruk yang kita ingin jauhkan darinya atau
ingin kita ubah. Pembiasaan sebenarnya menyedot energi paling besar dari
orangtua. Tetapi itulah esensi proses pendidikan. Sebab bila pada anak
tidak terbentuk kebiasaan-kebiasaan yang baik maka sebenarnya kita
belum berbuat apa-apa selain hanya angan-angan indah yang tidak
berguna sama sekali di alam nyata. Pendidik haruslah menghayati nilai-nilai
dan prinsip-prinsip Islam di balik perilaku kesehariannya. janganlah ia
menjalankan pekerjaan-pekerjaan itu, terutama shalat, secara mekanistis.
Ingatkan anak kepada Allah dan bahwa semua pekerjaan harus
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-Nya, karena Allah menginginkan
demikian. Dan ketika kita melaksakannya maka kita berada dalam ridha
Allah. Semoga Allah merahmati orang yang mengatakan:
Jika orang tua memilih waktu yang tepat dan mengesankan bagi anak
maka akan mempermudah jalan dan menghemat tenaga dalam proses
pendidikan.
DI ANTARA metoda yang efektif pada banyak situasi -tidak selalu- adalah
memenuhi kecenderungan-kecenderungan anak dan membuatnya puas.
Karena di usia kanak-kanak, seseorang ingin selalu merasa puas dan ingin
segala kemauannya terpenuhi. Jika kebutuhan dan kemauannya terpenuhi
maka perasaannya akan lega dan gembira. Dia akan melaju dengan penuh
dinamika. Tapi bila keinginannya tidak terpenuhi maka ia akan kesal,
marah, dan bertindak bodoh dengan melakukan sesuatu yang tidak disukai
orang tuanya.
Pada saat makan ini anak akan memperlihatkan watak aslinya dan tak
berdaya menghadapi keinginan untuk makan. Karena itu, kadang-kadang
ia berperilaku buruk dan merusak tatakrama. Jika orangtua tidak duduk
bersama mereka secara terus menerus saat mereka makan dan
meluruskan kesalahan-kesalahan mereka maka si anak akan tetap
membawa bibit-bibit kebiasaan buruk.
Hal lain, jika orang tua tidak pernah menemani mereka saat makan ia
akan kehilangan kesempatan baik untuk memberikan pengajaran
kepadanya. Adalah Rasulullah saw. makan bersama anak-anak. Jika
menyaksikan sejumlah kesalahan maka beliau meluruskanya dengan cara
yang simpatik yang dapat berpengaruh pada jiwa dan akal mereka.
mam Bukhari meriwayatkan dari 'Umar Bin Abi Salamah -semoga Allah
meridhainya- ia mengatakan, "Dulu aku adalah anak kecil yang biasa
berada di kamar Rasulullah saw. Ketika tanganku mau menyuapkan
makanan, beliau bersabda, 'Nak, sebut-lah nama Allah, makanlah dengan
tangan kananmu, dan makanlah apa yang dekat denganmu'."
Dalam hadits riwayat Abu Daud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban, Rasulullah
saw. bersabda, "Mendekatlah hai anakku, sebutlah nama Allah, makanlah
dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang dekat denganmu."
c. Waktu Sakit
Sakit akan melunakkan hati orang dewasa yang keras apalagi hati anak-
anak yang memang masih penuh kelembutan dan mempunyai kesiapan
untuk merespon. Anak, saat dia sakit, mempunyai dua sifat sekaligus yang
menjadi bekal untuk meluruskan kesalahan-kesalahan perilaku maupun
keyakinan. pertama adalah fitrah masa kanak-kanak dan kedua adalah sifat
kelembutan hati dan jiwa saat sakit.
Rasulullah saw. telah mengarahkan kita dalam hal ini. Beliau menjenguk
anak Yahudi yang sakit dan diajaknya masuk Islam. Ternyata kunjungan
Rasulullah saw itu merupakan pembuka hidayah bagi anak
Di sini kita melihat bahwa anak itu biasa melayani Rasulullah saw. Namun
demikian beliau tidak menyerunya untuk masuk Islam kecuali saat beliau
menemukan waktu yang tepat untuk itu Karenanya kita harus memilih
waktu yang tepat untuk mengarahkan anak-anak kita.
13. Bertahap dalam Menyampaikan Nasihat, Tugas dan Perintah
DARI hadits yang lalu, "Perintahlah anakmu shalat saat di berumur tujuh
tahun dan pukullah mereka saat dia berumur tujuh tahun dan pukullah
mereka (jika dia tidak melaksanakannya) saat umur mereka telah
mencapai sepuluh tahun," kita dapat mengambil satu prinsip penting yang
berpengaruh dalam jiwa anak. Prinsip itu adalah : bertahap dan tidak
menyerahkan berbagai persoalan kepadanya secara sekailgus. Setiap fase
mempunyai masanya sendiri. Shalat saja yang merupakan tiang agama
melewati tiga fase.
Fase pertama, sejak perjalanan awal hingga usia tujuh tahun adalah masa
di mana ia menyaksikan orangtuanya shalat lalu ia segera mengikutinya.
Jika orangtuanya melatihnya terus-menerus maka akan berbuah kebaikan.
Fase kedua, masa diperintah. Dan ini berlangsung dari usia tujuh hingga
sepuluh tahun. Pada masa ini ibu dan bapaknya memberikan perintah-
perintah dan memintanya untuk melaksanakan shalat.
Fase ketiga, masa layak untuk dihukum. Ini dimulai dari usia sepuluh.
Pada usia ini baru si anak dipukul bila tidak mau melaksanakan shalat.
Hadits berikut ini tidak lain merupakan dalil untuk hal itu. Dalam hadits
riwayat At-Tirmidzi, Ibnu 'Abbas mengatakan, "Suatu hari aku berada di
belakang Rasulullah saw. lalu beliau mengatakan kepadaku, 'Nak, aku akan
ajarkan kepadamu beberapa kata ." Jadi Rasulullah saw. berbicara
langsung pada topik yang ingin disampaikan. Beliau mengatakan, "Aku
ingjn ajarkan kepadamu." Lalu beliau mengajarkan kepadanya "beberapa
kata" yang singkat, bermanfaat, padat dan tidak membosankan Itu sesuai
dengan watak pemikiran anak yang menginginkan kalimat-kalimat pendek,
ringkas, menyeluruh, dan sarat makna.
"Rasulullah saw. berkata kepadaku, 'Wahai anakku, jika kamu bisa, saat
datang pagi dan petang, dalam keadaan hatimu tidak menyimpan
kedengkian kepada seseorang maka lakukanlah, wahai anakku. Dan itu
termasuk sunnahku. Barangsiapa menghidupkan sunnahku maka dia telah
menghidupkanku. Dan barang siapa menghidupkanku maka dia bersamaku
di sorga'."
Di sini Rasulullah saw. menggunakan kata 'anakku'. Hal itu dalam rangka
menyentuh perasaan si anak, menarik perhatiannya, dan merangsangnya
untuk mendengarkannya secara jelas.
JIKA kita mengetahui tingkat pertumbuhan yang dicapai akal anak, akan
mudah bagi kita untuk memecahkan banyak persoalannya. Dengannya kita
akan tahu kapan kita harus bicara padanya, kalimat macam apa yang
dipilih, dan gagasan apa yang kita ajukan kepadanya. Sebab anak, seperti
manusia lainnya, memiliki keterbatasan yang tidak dapat diterobosnya.
Akal dan pemikirannya masih dalam proses pertumbuhan dan perluasan.
Ini dibuktikan dengan kasus yang terjadi menjelang Perang Badar. Para
sahabat menangkap seorang gembala dari orang Quraisy. Mereka
menanyainya tentang jumlah pasukan Quraisy. Ternyata anak itu tidak
menjawab dengan baik lalu para sahabat memukulnya. Hingga datanglah
Rasululiah saw. -seorang ahli kejiwaan yang tidak diragukan lagi. Ternyata
Rasulullah saw. bertanya kepadanya, "Berapa ekor unta yang mereka
sembelih?" Si anak itu menjawab, "Sekitar sembilan atau sepuluh ekor."
Maka Rasululiah saw. bersabda, "Berarti jumlah mereka sekitar sembilan
ratus sampai seribu orang."
Contoh lain adalah ketika Anas Bin Malik -semoga Allah meridhainya-
melakukan kelalaian atau lupa sesuatu saat melayani Rasulullah saw. Maka
keluarga beliau menghukumnya. Namun ternyata Rasululiah saw. yang
mengetahui batas-batas kemampuan anak mengatakan, "Biarkanlah.
Sebab kalau memang dia mampu pasti dia lakukan." Ini menunjukkan
bahwa anak mempunyai kemampuan berfikir dan kemampuan fisik yang
terbatas. Menuntutnya untuk melakukan apa yang berada di luar
kemampuannya sama saja dengan si cebol merindukan bulan. Bahkan
dalam bercanda pun Rasululiah saw. melakukannya sesuai dengan kadar
nalar anak-anak yang diajaknya bercanda.
Rasululiah saw. bercanda dengan hal-hal yang mereka rasakan, pahami
dan ketahui. Rasulullah saw. bertanya kepada seorang anak: "Hai Aba
'Umair, sedang apa burung kecil itu? "
Itu tidak lain merupakan dalil bagi hal itu. Nughair adalah burung kecil
yang menjadi mainan anak itu.
Kalau kita perhatikan kalimat yang digunakan Rasululiah saw. itu kita akan
mendapatkannya telah memenuhi sifat-sifat kalimat edukatif yang baik,
yakni:
a) Kalimatnya pendek, dengan enam kata dan dua belas suku kata.
Dan ini kalimat yang cocok untuk anak kecil.
b) Kalimatnya mudah diucapkan dan tidak ada kata yang sulit
diucapkan.
c) Kalimatnya mudah dipahami dan jelas.
d) d. Kalimatnya mudah dihafalkan karena mempunyai unsur sajak
yakni adanya kesamaan bunyi pada kedua ujung penggalan
kalimat.
e) Penggalan-penggalan kalimatnya sesuai dengan jiwa anak dimulai
dengan sapaan, ada jeda, dan ada pertanyaan.
Rasulullah saw. berdialog secara tenang dengan anak muda yang datang
kepadanya untuk meminta agar dizinkan berzina. Dan pada akhirnya si
anak muda itu bangkit dari duduknya dalam keadaan telah sangat
membenci perbuatan zina.
Beliau juga berdialog dengan anak kecil yang ingin ikut menjadi prajurit
perang dengan tenang, penuh perhatian, dan objektif.
"Rasulullah saw. menerima seorang anak kecil menjadi prajurit perang dan
menolak saya. Maka saya katakan kepadanya, "Ya Rasulullah, engkau
menerimanya dan menolak saya. Padahal kalau saya bergulat dengannya
pasti saya bisa mengalahkannya." Maka saya bergulat dengannya dan
mengalahkannya. (HR. Al-Hakim)
Rasulullah saw. juga berdialog dengan Ibnu 'Abbas. Dari Ibnu 'Abbas
-semoga Allah meridhainya, ia mengatakan, "Aku menginap di rumah
bibiku, Maimunah, untuk melihat shalat Rasulullah saw. Maka beliau
bangun dari tidur seraya mengucapkan, 'Mata telah tertidur, bintang-
bintang pun telah tenggelam, dan (Allah) Yang Maha Hidup lagi Berdiri
Sendiri tetap ada.' Kemudian beliau membaca akhir surah Ali 'Imran 'Inna
fii khlaqissamawali wal-ardhi...' Kemudian beliau bangun menuju tempat air
yang bergantung lalu berwudhu dan memulai shalat. Maka aku pun
berwudhu kemudian berdiri di sebelah kirinya. Beliau menarik kupingku
dan memindahkanku ke sebelah kanannya. Aku kembali ke tempatku
semula dan Rasulullah saw. kembali memindahkan aku dua dan tiga kali.
Ketika selesai shalat, beliau mengatakan, 'Nak, apa yang menghalangimu
untuk tetap di tempat berdiri yang aku tunjukkan?' Aku mengatakan,
'Engkau adalah Rasulullah. Tidak layak seorang pun menyamaimu.' Maka
Rasulullah saw. bersabda, 'Ya Allah jadikanlah dia orang yang memahami
agama dan ajarkanlah padanya takwil'."
Para sahabat pun telah mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah saw
Amirul-Mu'minin 'Umar Bin Khaththab mendapat pengaduan dari seorang
bapak tentang anaknya. Maka 'Umar Bin Khaththab memanggil anak itu
untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi. "Apa yang
menyebabkan kamu durhaka kepada bapakmu?" tanya 'Umar kepada anak
itu. "Wahai Amirul-Mu'minin, apa hak anak pada papaknya?" si anak balik
bertanya. "Dia harus memberinya nama yang bagus, memilihkan untuknya
calon ibu yang baik, dan mengajarinya Al-Qur'an ," . jawab 'Umar. "Wahai
Amirul Mu'minin, ayahku tidak melakukan satu pun dari semua itu," ungkap
si anak. 'Umar lalu menoleh kepada si ayah seraya mengatakan, "Engkau
telah durhaka kepada anakmu sebelum anakmu durhaka kepadamu."
Begitulah 'Umar berdialog dengan anak kecil untuk konfirmasi dalam hal-
hal penting.
Umar bertanya, "Berapa umur anak itu?" Beliau mendapat jawaban bahwa
umurnya sebelas tahun. Beliau bertanya-tanya tentang anak itu, ternyata
ia keturunan Husen Bin 'Ali -semoga Allah meridhai mereka. Akhirnya, kami
ingin angkat contoh lain tentang dialog yang tenang yang mampu
meluruskan langkah seorang Imam besar, Abu Hanifah. Ia melihat seorang
anak kecil sedang bermain tanah. Ia mengatakan kepada anak itu, "Hati-
hati kamu jangan sampai jatuh ke tanah." Si anak itu menjawab, "Engkau
yang harus hati-hati agar tidak terjatuh. Karena jatuhnya seorang alim
berarti jatuhnya alam semesta." Setelah mendengar nasihat itu Abu
Hanifah tidak berani mengeluarkan fatwa kecuali setelah dikaji bersama
murid-muridnya selama satu buIan.
17. Latih, Latih dan Latih
Jadi betapa pentingnya latihan bagi anak. Nah, agar latihan yang kita
lakukan terhadap anak kita sukses, maka harus diperhatikan hal-hal
berikut:
Tidaklah tepat meminta anak kecil untuk mengangkat sesuatu yang sangat
berat. Tidaklah tepat menyuruh anak perempuan yang masih kecil
mencuci bertumpuk-tumpuk piring yang memakan waktu lebih dari satu
jam.
Jika Anda ingin melatihnya pergi ke supermarket maka untuk pertama kali
janganlah ia disuruh pergi ke supermarket yang jauh dan jangan disuruh
belanja barang yang harganya tinggi. Suruhlah dia pergi ke supermarket
yang dekat untuk membeli hanya satu jenis barang dengan harga murah
dan kemudian tingkatkan sedikit demi sedikit.
Jika Anda suruh dia membeli sesuatu dan temyata ia membeli barang yang
lain atau salah dalam menghitung uang atau memecahkan apa yang ia beli
janganlah Anda mengecamnya dengan mengatakan, "Ah, Coba saya tidak
suruh kamu," atau "Seharusnya saya bisa mempercayai kamu," atau,
"Mana otakmu?" dan Iain-lain. Kalimat-kalimat itu akan membuat dia
sangat terpukul dan meninggalkan dampak buruk dalam jiwanya. Demikian
pula jika Anda menyuruh puteri Anda melakukan pekerjaan-pekerjan dapur
seperti mengiris tomat, mencuci sayuran atau mencuci piring dan tidak
mencapai hasil yang memuaskan, maka jangan katakan padanya," Sudah
pergi saja bermain. Kamu masih kecil. Seharusnya saya sendiri yang
mengerjakan semua ini."
Sangat baik jika Anda bisa menyertainya pada tugas-tugas pertama. Jadi
jika kita menyuruhnya untuk membeli sesuatu, maka tidak ada salahnya
jika kita mengawasinya dari jendela atau berdiri di dekatnya. Dan jika kita
menyuruh puteri kita melakukan sesuatu di dapur, tidak ada salahnya jika
kita mengawasi dan membantunya untuk melakukan pekerjaan secara baik
sehingga ia tidak merasa gagal di langkah awal.
Dalam riwayat lain dari Ibnu Khuzaimah, "Aku menginap di rumah bibiku
Maimunah, lalu aku menunggu-nunggu bagaimana Rasulullah saw. shalat,
kemudian beliau berdiri dan shalat..."
"Didiklah anak kalian untuk tiga hal: mencintai nabi kalian, mencintai
keluarganya, dan membaca al-Al-Qur'an ." (Dikeluarkan oleh Ath-
Thabrani dari 'Ali Bin Abi Thalib)
Melalui penanaman cinta kepada Rasulullah saw. itu kita dapat menuntun
anak kepada pribadi beliau. Dan langkah-langkah untuk itu adalah:
Komunikasi macam ini dengan anak akan membuat hubungan baik dan
mengokohkan jalinan serta membuat dia mandiri dan tabah.
Kita dapat menggunakan cara mendengar reflektif ini pada anak dari mulai
umur tiga tahun, dengan syarat kita menggunakan bahasa yang mudah
dan sederhana. Ada lima hal penting yang harus diperhatikan saat Anda
menyelami perasaannya, yakni:
Sangat baik jika Anda merangkum atau meyusun ulang inti sari yang dia
katakan tentang perasaannya itu. Tidaklah cukup -sementara kita tengah
bicara tentang empati- hanya mendengarkan dan memahami apa yang
dikatakan anak. Sebaiknya kita mengulangi perkataan dan ungkapan
perasaannya untuk memberikan bukti bahwa kita merespon dan
Apa pun kondisinya, dengan cara menyimak dan menyusun ulang fikiran si
anak serta membuatnya menjelaskan perasaannya dengan situasi yang
melatarbelakanginya, kita akan tahu kalau dia over acting tanpa harus
mengatakannya kepadanya secara langsung.
Cara ini bisa digunakan dengan anak dalam segala usia. Karena cara ini
memenuhi dua syarat.
d. Rumuskan perasaannya
Jika dugaan Anda -tentang perasaannya- tidak tepat untuk pertama kali,
maka coba lagi. Tetaplah anda menghargainya, tenang, dan bicaralah
dengan menggunakan jeda-jeda waktu agar Anda menjadi paham.
Doronglah puteri Anda itu menilai dugaan anda, benar atau salah.
Namun untuk itu kita harus menjadi teladan dalam hal tatakrama
mengungkapkan perasaan yang kita terapkan pada anak kita. Kita jangan
memberi contoh dengan menghinakannya dan melontarkan ungkapan atau
julukan yang merusak kejiwaannya.
Sejak itu amarah Sarah mulai reda. Tidak lama kemudian ia pergi keluar
untuk bermain sepeda bersama adiknya, setelah ia lupa kemarahannya
kepada gurunya.
Jadi Sarah menginginkan ibunya memahaminya dan mengakui apa yang ia
rasakan terhadap gurunya. Dan ibunya telah memenuhi apa yang dia
inginkan. Ia tidak menceramahinya melainkan menampung amarahnya
dengan cerdas. Dan semua orang tua bisa melakukannya dengan berlatih
dan kesabaran.
Reaksi spontan seorang ibu menghadapi situasi seperti itu bisa beberapa
sikap. Mungkin ia akan mencela anaknya karena kelalaiannya dan
mengatakan bahwa dia memang layak mendapat hukuman seperti itu dari
gurunya. Atau mungkin si ibu berdiri di pihak puterinya melawan gurunya.
Akan tetapi ibu Sarah tidak melakukan itu. Dia justeru mengakui perasaan
anaknya dengan mengatakan, "Kamu menganggap perlakuannya tidak adil,
bukan?" Demikian pula saat ia mengatakan, "Omonganmu menunjukkan
bahwa kamu benar-benar marah kepadanya." Ibu Sarah juga tidak
berusaha menghakimi atau menceramahinya. Karena ia tahu bahwa
gurunya telah menjalankan tugas mendidik dan ia tidak ingin mengulangi
apa yang dilakukan gurunya di sekolah.
Begitulah si ibu sampai kepada hasil positif. Sarah telah keluar untuk
bermain sepeda dengan adik-nya setelah memperoleh pelajaran yang
semestinya dari gurunya dan mencurahkan kemarahannya yang
menggumpal dalam jiwanya melalui curahan hati (curhat) dengan ibunya.
20. Doakan untuk Kebaikan, bukan Keburukannya
DOA termasuk hal penting yang harus kita pegang teguh. Kita perlu
mencari waktu-waktu terkabulnya doa yang dijelaskan Rasulullah saw.
Sebab doa orangtua akan dikabulkan oleh Allah swt. Dengan doa muatan
rasa cinta dan kasih sayang akan bertambah mekar di dalam hati kedua
orangtua. Maka hendaklah keduanya bermunajat dan memohon kepada
Allah agar Dia meluruskan anaknya dan masa depannya. Itulah Sunnah
para nabi dan rasul. Oleh karena itu mendoakan keburukan kepada anak
merupakan hal yang berbahaya. Sebab hal ini akan mengakibatkan
kehancuran anak dan masa depannya, bahkan kehancuran orang tua itu
sendiri.
Dan berkat doa Rasulullah saw. itu Ibnu 'Abbas menjadi habrul-ummah
(ulama yang luas ilmunya) dan turjumanul-Al-Qur'an (pakar al-Al-Qur'an ).
"Maha Suci (Allah) Yang telah memudahkan (perjalanan) ini bagi kami
padahal sebelumnya kami tidak mampu melakukannya. Dan sesungguhnya
kami kepada Tuhan kami akan kembali. Ya Allah, sesungguhnya kami
memohon kepada-Mu, dalam perjalanan ini, kebaikan dan ketakwaan dan
amal yang Engkau ridhai. Ya Allah, ringankanlah bagi kami perjalanan ini
dan dekatkanlah bagi kami jarak yang jauh. Ya Allah, Engkaulah Yang
Menyertai kami dalam perjalanan dan Yang Mengurusi keluarga. Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kepenatan perjalanan, dari
pemandangan yang menyedihkan, dan dari keburukan saat kami kembali,
yang m enimpa harta, keluarga, dan anak."
"Aku bertanya kepada Abu 'Abdillah Bin 'Utbah Bin Mas'ud, Apa yang kau
ingat dari Rasulullah saw.?' Dia menjawab, 'Aku masih ingat saat beliau
membawaku, dan usiaku waktu itu lima atau enam tahun, lalu menyuruhku
duduk di kamarnya seraya mengusap kepalaku dan mendoakan barokah
untukku dan keturunanku'." (Al-Hakim)
Mungkin ada yang berkata, "Anak memang pembangkang dan tidak patuh
kepada kedua orang tuanya." Jawaban untuk hal itu adalah kelapangan
dada Nabi Ya'qub terhadap anaknya yang mengatakan, "Aku akan
mintakan ampun untukmu kepada Tuhanku."
21. Mendidik dengan Kasus
"(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut
dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit
juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada
sisi Allah adalah besar. Dan mengapa kamu tidak berkata, di waktu
mendengar berita bohong itu: 'Sekali-kali tidaklah layak bagi kita untuk
memperkatakan ini. Maha suci Engkau (Ya Tuhan Kami), ini adalah dusta
yang besar.' Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali
memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu adalah orang-
orang yang beriman. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu.
Dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. " (QS. An-Nur 15-18)
Membuka dialog antara pendidik dengan anak. Hal ini akan menumbuhkan
daya berfikir dan menambah informasi pada anak
a. Dapat mewujudkan tiga tujuan pendidikan: kognitif, afektif, dan
psiko-motorik
b. Membuat anak terus menerus berada dalam situasi belajar tanpa
dihinggapi rasa bosan karena ada informasi dan pelajaran yang
bervariasi, menyangkut aqidah, akhlak dan sebagainya.
c. Membuka peluang bagi pendidik untuk melontarkan pertanyaan
dan sekaligus jawabannya atas peristiwa itu.
d. Berpengaruh lebih kuat pada jiwa anak karena pemahaman yang
diperolehnya berpijak pada pengamatan indera audio-visual
(pendengaran dan penglihatan).
22. Isi Waktu Luangnya dengan Hal-hal yang Bermanfaat
Apa pun yang dilakukan, yang penting semua itu merupakan ketaatan
yang mendekatkan diri kepada Allah dan menambah kekayaan jiwa karena
itu semua akan menambah aset kebaikan. Dan janganlah potensi jiwa
dihabiskan untuk hal-hal tidak berguna lebih-lebih merusak dan
menghancurkan.
Terkait dengan anak, untuk mengisi waktu luangnya bisa dengan bermain,
menata atau menyusun sesuatu, melakukan beberapa pekerjaan di rumah,
bercerita atau mendengarkan cerita, berjalan-jalan ke luar rumah, atau
berkunjung ke rumah salah seorang kawan. Semua itu mengisi waktu
dalam hal yang bermanfaat dan tidak membiarkannya diisi dengan hal-hal
yang buruk.
Di antara sarana yang dipakai Islam dalam mendidik manusia untuk hal itu
adalah dengan cara menyalurkan segala muatan potensi tubuh dan jiwanya
dan tidak membelenggunya. Karena manusia memiliki potensi dinamis
yang bersifatfietral, dapat berpihak kepada kebenaran maupun keburukan.
Bisa untuk membangun dan bisa juga untuk menghancurkan. Dan dapat
pula semua itu disalurkan secara sia-sia tanpa arah dan tujuan. Maka Islam
mengarahkannya ke arah yang benar dalam rangka mencapai kebenaran.
Dan jangan hendaknya manusia memendam potensi tersebut sebab akan
menimbulkan guncangan dan penyakit jiwa lainnya.
Jika mereka tidak menyalurkan potensinya dalam hal yang bermanfaat
pasti akan disalurkan . dalam hal yang buruk. Dan ini berbahaya. Di sinilah
juga pentingnya pendidik selalu memantau anak didiknya.
a. Permainan
Imajinasi adalah sesuatu yang penting bagi anak dan pasti dimilikinya
karena hal itu merupakan ciri khas anak. Pengembangan imajinasi pada
anak menempati posisi penting dalam pendidikan. Dan itu bisa dilakukan
dengan cara menceritakan cerita-cerita fiktif yang dibingkai dengan akhlak.
Dengan syarat kandungannya mudah difahami, membangkitkan perhatian
anak, dan menyentuh perasaan. Pengembangan imajinasi juga bisa
dilakukan dengan menceritakan cerita-cerita fiksi-limiah yang
menggambarkan tentang berbagai inovasi dan masa depan.
Masih banyak cerita-cerita bagus yang dapat dijadikan bahan bacaan anak-
anak, dalam rangka meningkatkan kecerdasan. Misalnya saja kisah-kisah
dalam lingkungan Islam (seperti kisah para nabi, para sahabat, para
pahlwawan Islam, pen.), kisah yang bermuatan teka-teki yang tidak
bertentangan dengan akhlak dan kewajaran. Karenanya kita harus
memilihkan untuk anak-anak cerita-cerita yang bisa meningkatkan
kecerdasan dan kreatifitas namun pada saat yang sama juga mengajarkan
kasih sayang, keindahan, dan akhlak terpuji.
Meskipun lukisan anak itu sendiri bagian dari permainannya namun dalam
waktu yang sama ia juga merupakan wahana komunikasi antara dirinya
dengan orang lain. Ia melukis karena ia ingin memperlihatkannya kepada
orang lain, termasuk orang dewasa. Seolah ia ingin mengatakan sesuatu
melalui lukisannya itu.
d. Drama anak-anak
e. Kegiatan ekstrakutikuler
Kegiatan ekstra kurikuler ini bukanlah mata pelajaran yang terpisah dari
pelajaran-pelajaran di sekolah. la harus merupakan bagian dari kurikulum
pendidikan. Tujuan dari kegiatan-kegiatan itu adalah mengantarkan anak
pada pertumbuhan yang simultan, terpadu, dan seimbang. Di samping
dapat pula dijadikan sarana untuk membangun kepribadian anak.
f. Olah raga
Urgensi olah raga ini sangat besar, dalam mencerdaskan anak, karena
kegiatan ini dapat menghilangkan kemalasan, kejenuhan otak, dan pada
akhirnya membangkitkan kecerdasan. Oleh karena itu kita mengenal
pepatah "akal yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat". Itu
menunjukkan betapa pentingnya memperhatikan agar tubuh selalu sehat.
Dan itu dapat dicapai dengan makanan yang sehat dan olah raga. Dan
juga menunjukkan adanya hubungan yang erat antara akal dan jasad serta
menegaskan peran pendidikan dalam mempersiapkan akal dan jasad
secara bersama-sama.
Kata pertama, dalam al-Al-Qur'an , yang diturunkan oleh Allah swt. adalah
"iqra" (bacalah). Firman-Nya:
i. Menghafal al-Al-Qur'an
"Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang berfikir. "
(Yunus 24)
"' Sesungguhnya dalam hal itu ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi
orang-orang yang berfikir. " (Ar-Ra 'di atas 3; An-Nahl 11)
Firmannya pula:
Ini merupakan ajakan terbuka untuk berfikir tentang diri sendiri dan
tentang masa depan. Ada seruan lain untuk berfikir tentang penciptaan
langit dan bumi dan tentang segala kondisi yang dialami manusia. la
berfirman:
Bahkan tamsil-tamsil yang disebutkan Allah dalam al-Qur'an juga tidak lain
untuk difikirkan. Firman-Nya:
"Wahai anakku, jika kamu bisa hidup di waktu pagi dan petang hari dalam
keadaan hatimu tidak menyimpan kedengkian, maka lakukanlah. Wahai
anakku, itulah sunnahku. Dan barang siapa menghidupkan sunnahku maka
sungguh dia telah menghidupkanku. Dan barang siapa menghidupkanku
maka ia bersamaku di sorga." (Hadits hasan gharib, dirivva- yatkan
oleh At-Tirmidzi dari Anas Bin Malik)
Terlebih lagi al-Qur'an al-Karim. Dari awal hingga akhirnya penuh dengan
pengajaran, arahan, dan nasihat. Disampaikan melalui kisah, targhib
(dorongan) dan tathib (ancaman); menampilkan peris-tiwa alam dan
kemukjizatannya, dan seterusnya. Karena memang banyak hal yang tidak
bisa tidak harus disampaikan melalui nasehat atau pengarahan itu. Sebab
betapapun lurus fitrah manusia, namun tidak mungkin bangunan jiwanya
sempurna dengan semata-mata keteladanan. Tetap saja ia memerlukan
arahan dari waktu ke waktu. Di dalam jiwa manusia ada dorongan fitrah
yang selalu membutuhkan koreksi dan pelurusan. Boleh jadi ada orang
yang tidak mampu menyerap keteladan atau tidak cukup hanya dengan
melihat keteladanan.
Sering kali si anak bertanya kepada ayah atau ibunya, "Mengapa Ibu dan
Bapak melakukan ini dan itu?" Ia ingin tahu tujuan, manfaat, atau hikmah
dari perbuatan yang mereka lakukan, yang belum bisa mereka cerna. Dan
mereka mungkin tidak tertarik untuk meneladaninya jika ia tidak
memahami sebab atau kegunaannya.
Anak akan lebih tertarik kisah (cerita) dari yang lainnya karena ia
meninggalkan kesan yang jelas dalam jiwanya. Kisah menanamkan nilai-
nilai yang ia sukai melalui empati dan keberpihakan kepada para pemeran.
Dan ini mempunyai peran besar dalam menarik perhatian dan merangsang
kesadaran pemikiran dan akalnya.
Di samping itu, ada pula kisah-kisah yang disampaikan Nabi saw. seperti
kisah orang botak, lepra, dan buta, yang isinya menganjurkan agar kita
selalu mensyukuri nikmat Allah. Ada kisah tentang orang-orang yang
terjebak dalam goa yang mengajarkan tentang keutamaan dan pentingnya
keikhlasan.
Kisah yang dipilih hendaknya yang menarik anak, sesuai dengan umurnya,
dikemas dengan cara yang dapat menyentuh perasaannya secara mudah;
dan mendorongnya untuk melakukan kebaikan, berpegang teguh dengan
nilai-nilai keutamaan, menyadari pengawasan Allah (muraqabatullah) serta
terjauhkan dari sifat tercela.
"Umar ingin menguji anak itu. "Saya perlu seekor kambing. Kamu mau
menjual satu untuk saya?" pintanya.
"Majikan kamu jauh dari sini, kan. Jadi tidak akan tahu. Kalau pun dia tahu
ada yang hilang padahal dia tidak mau menjualnya, katakan saja
kepadanya bahwa kambing itu dimakan srigala,' bujuknya.
'Umar menangis haru mendengar jawaban itu. Lalu beliau pergi dengan si
budak sahaya itu dan membelinya lalu memerdekakannya dari tuannya.
"Umar kemudian mengatakan, "Kalimat tadi telah membuat kamu merdeka
di dunia. Semoga pula kalimat yang sama memerdekakan kamu di hari
akhirat."
"Eee, aku kan cuma bercanda,' kilahnya enteng. Dengan hati dongkol
penduduk desa pulang. Sepanjang jalan mereka mengumpat dan memaki
anak itu. Beberapa hari kemudian. "Tolong...tolong ... ada srigala ...tolong
dia menyerangku..tolong," jerit si anak gembala. Penduduk desa
mendengar suara jeritan itu. Namun mereka tidak terusik. Mereka tahu
bahwa itu pasti tipuan seperti yang pernah mereka alami beberapa hari
yang lalu. Mereka terus asyik dengan pekerjaan mereka. Dan si anak
gembala tak henti-henti berteriak minta tolong. Belakangan diketahui
bahwa srigala itu benar-benar datang dan menyerang kambing serta anak
itu.
Kisah ini memberikan arahan kepada anak-anak bahwa orang yang pernah
berdusta tidak akan dipercaya untuk selamanya. Demikianlah seorang
pendidik dapat memanfaatkan kisah-kisah untuk mencapai sasaran
pendidikan yang diinginkan.
SELESAI
http://groups.yahoo.com/group/rezaervani