Keluarga muslim harus mencerminkan kehidupanyang Islami. Segenap aktivitas rumah tanganya senantiasa dalam lingkup hukum syara’. Bentuk-bentuk hubungan itu diantaranya : a. Hubungan Hubungan suami dan istri Tujuan pernikahan antara seorang laki-laki dan seorang wanitasebagaimana yang tercantum dalam firman Allah SWR QS Ar-Ruum :21 adalah : - Hidup rukun dan tenang - Mencintai dan Mengasihi Didalam hubungan suami istri yang rukun dan tenang akan diikat dengan tali yang kokoh”mawaddah wa rohmah”. Implementasi dari konsep ini adalah perasaan saling rela berkorban di jalan Allah serta menempatkan fungsi masing-masing pihak pada posisinya.
b. Hubungan Orangtua kepada anak
Keluarga bahagia akan merasakan puas dan sempurna dengan kehadiran seorang anak. Hubungan anatra Orangtua dan anak di atur dalam islam dalam bentuk hak dankewajiban yang seimbang. Orangtua berkewajiban mendidik dan mengasuh anak. Memberikan mereka makanan, pakaian dan memelihara kesehatanya. Sabda Rosulullah SAW :“Tiap anak dilahirkan bersih/suci. Orang tuanyalah yang bisa menjadikan dia Yahudi, Nasrani atau Majusi”. (HR. Thabarani). Kewajiban Bapak ialah mengajar anaknya menulis, berenang, memanah dan memberinya nafkah dengan uang yang halal. (HR.Ibnu Abbas) c. Hubungan Anak dengan Orangtua Di dalam Islam ikatan anak dengn orangtuanya begitu dekat. Islam memberikan ajaran yang mulia,bagaimana seorang anak harus bersikap kepada orangtuanya. “Hendaklah kamu menyembah Allah dan jangan sekutukan dengan yang lainya dan kepada kedua orang tuamu henaklah kamu berbuat baik”.(QS.An Nisa’26) Mentaati perintah orangtua adalah wajib kecuali bila perintah itu bertentangan dengan perintah Allah SWT. Seorang anak harus menghormati kedua orangtuanya terutama pada ibunya. Sabda Rosullah SAW “ Syurga terletak di bawah telapak kaki Ibu” (HR. Anasra). Anak yang dibesarkan dengan kasih dan sayang oleh ibunya akan menjadi anak yang baik. Dan anak yang baik seara otomatis akan dapat mendo’akan ibunya agar masuk kedalam syurga. Konsekuensi timbal balik ini menggambarkan betapa dekatnya hubungan anak dengan orang tua didalam Islam. Seorang anak juga berkewajiban merawat kedua orang tuanya di saat mereka telah berusia senja. Sebagaimana dahulu mereka merawat anak-anak itu di waktu kecil. Bila mereka wafat maka anak berkewajian merawat jenazahnya sampai selesai menanggung tanggunganya, menghormati sahabatya, menunaikan wasiatnya serta menyambung silaturahim dengan sanak famili yang masih ada. Pada hakekatnya hubungan orang tua dengan anak adalah hubungan dunia dan akhirat, yakni hubungan yang terus berjalan semasa hidup sampai wafatnya. Namun, hubungan tersebut akan terputus manakala akidah mereka berbeda. Hal ini dapat kita petik dari kisah keluarga Nabi Nuh As. ketika ia berusaha menolong anaknya yang hampir tenggelam, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran surat Hûd ayat 45 yang artinya “Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil- adilnya”. Lalu, Allah Swt. menjawab dengan firman-Nya: “Allah berfirman: “Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan) sesungguhnya itu perbuatan yang tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada- Ku sesuatu yang tidak kamu ketahui (hakekatnya). Sesungguhnya Aku memperingatkanmu supaya kamu tidak termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan”. (QS. Hûd: 46) Perbedaan keyakinan tersebut dapat memutuskan hubungan anak dan orang tua di akhirat, namun tidak di dunia. Karena, bagaimanapun buruknya orang tua tetap harus dihormati dan seburuk-buruk anaknya dia adalah darah dagingnya sendiri, maka dalam kehidupan di dunia hubungan kekeluargaan dan silahturahmi tidak terputus. Kegagalan Nabi Nuh As. dalam melindungi dan mendidik keluarganya dikarenakan istrinya yang berbeda keyakinan (kafir). Dengan demikian, seorang ibu memiliki peran yang sangat vital bagi pertumbuhan pribadi anak. Hikmah yang tersirat adalah mendidik anak tidak bisa dilakukan oleh seorang ayah saja, akan tetapi harus didukung penuh oleh sang isteri (ibu). Maka dari itu, keluarga yang baik akan tercipta apabila keduanya (suami-isteri) memiliki keyakinan yang sama. “Kamu sekalian adalah penggembala dan setiap orang bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Seorang pemimpin adalah penggembala dan bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang laki-laki seperti penggembala bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab terhadap gembalaannya. Seorang wanita seperti penggembala terhadap rumah suami dan anak-anaknya, dan bertanggung jawab terhadap mereka. Dan, seorang pembantu adalah penjaga harta tuannya dan bertanggung jawab terhadap yang dijaganya. Jadi, kamu sekalian adalah penjaga dan bertanggung jawab terhadap tugasnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Kewajiban orang tua terhadap anaknya dalam hadits di atas digambarkan oleh Rasulullah Saw. seperti penggembala yang harus berhati-hati terhadap gembalaannya. Orang tua harus selalu mengawasi dan memperhatikan anak-anaknya, sehingga mereka yakin anak-anaknya tidak tersesat dan tumbuh sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan Sunnah. Bârakallâhu lî wa lakum.