Anda di halaman 1dari 9

Nama : Nurul Fikriana

NIM : 211010075

Pernikahan yang Ideal dan kaitannya dengan Pendidikan

A. Pernikahan
1. Pengertian Pernikahan Ideal

Perkawinan (pernikahan) merupakan fitrah setiap manusia dalam memenuhi


kebutuhan seksual dengan cara yang telah didpilih oleh agama yaitu dengan melakukan
akad nikah untuk menghalalkan dua insan dengan tujuan untuk membentuk keluarga yang
sakinah, mawaddah, dan warohmah. Menurut Abu Yahya Zakariya Al Anshary, nikah
menurut istilah syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan
hubungan seksual dengan lafaz nikah atau dengan kata-kata yang semakna dengannya.1

Perkawinan dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), berasal dari kata “kawin”
yang artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis: melakukan hubungan kelamin
dengan lawan jenis. Pernikahan adalah akad yang memperbolehkan bersetubuh (asalkan
terpenuhi syarat dan rukunnya), dengan tujuan menjalin rasa kasih sayang (saling
mencintai) untuk mencapai kepuasan lahir dan batin untuk menghindari pandangan mata
yang haram, melestarikan keturunan yang shaleh dan mendo’akan kedua orangtuanya.

2. Kaitan Pernikahan Ideal dan Pendidikan anak

Pendidikan merupakan upaya mewariskan nilai yang akan menjadi penolong dan
penuntun dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan
peradaban umat manusia. Dengan demikian tanpa pendidikan, generasi manusia sekarang
tidak akan berbeda dengan generasi masa lampau, dan generasi yang akan datang (anak
keturunan kita) tidak akan berbeda dengan generasi kita sekarang, bahkan mungkin saja
akan lebih rendah atau lebih jelek kualitasnya.

Pendidikan anak sebelum mengenal masyarakat yang lebih luas dan mendapat
bimbingan dari sekolah, terlebih dahulu mendapatkan perawatan dan bimbingan dari
kedua orang tuanya. Perawatan dan bimbingan tersebut dengan dilandasi penuh edukatif
yang diberikan kedua orang tua, merupakan kewajiban orang tua merawat anak sejak

1
Al Habsyi, Muhammad Bagir Al Habsyi, Fiqih Praktis. (Bandung: Mizan, 2002), 93.
dini, termasuk menyiapkan masa depan anak, baik dari sisi psikologis, fisik, kesehatan,
pendidikan maupun religiusitas anak.2

Ibu adalah sekolah pertama sementara pendidikan merupakan tanggungjawab bapak


sebagai penanggungjawab keluarga, maka termasuk kewajiban bapak memilih sekolah
pertama yang baik bagi anaknya. Melihat betapa besar pengaruh sekolah pertama ini bagi
anak maka Islam menganjurkan memilih sekolah pertama yang baik, dan melarang
memilih sekolah yang tidak baik. Ketika Nabi menyodorkan empat perkara yang menjadi
alasan seorang wanita dinikahi maka beliau menganjurkan memilih wanita dengan
kriteria ke empat yaitu pemilik agama.

Salah satu tujuan pernikahan adalah lahirnya anak keturunan yang shaleh dan
peluang keshalehan anak keturunan akan tetap terbuka jika sekolah pertama bagi anak
shaleh pula. Karena ibu adalah sekolah pertama maka dia dituntut memiliki kemampuan-
kemampuan dasar agar mampu memerankan fungsinya secara positif dan berarti kepada
anaknya.

2
Ani Marlia, “Konsep pernikahan ideal dalam islam dan kaitannya dengan pendidikan
anak perspektif Abdullah Nashih Ulwan”(Skripsi yang tidak diterbitkan, Jurusan Pendidikan
Agama Islam, UIN Raden Fatah, Palembang, 2017) 90
NAMA : ACHMAD DIRHAM

NIM : 211010080

KELAS : PAI 3 (semester 5)

PERNIKAHAN SEBAGAI KEMASLAHATAN SOSIAL

pernikahan dini merupakan fenomena sosial yang banyak terjadi di


berbagai wilayah.fenomena pernikahan dini bagai fenomena gunung es yanghanya
tampak sebagian kecil di permukaan, sangat sedikit terekspos di ranah publik, tetapi
kenyataannya begitu banyak terjadi di kalangan masyarakat luas. ketika kita menelusuri
akar sejarah tentang pernikahan dini di Indinesia, khususnya di pulau Jawa sebenarnya
sudah menjadi sesuatu yang lumrah dilakukan oleh kakek dan nenek moyang kita. Pada
konteks mereka, terdapat stigma negative jika seorang perempuan menikah di usia
matang dalam komunitas mereka. Tulisan ini akan mendiskusikan fenomena pernikahan
dini dalam3

Sebagaimana telah diketahui, bahwa perkawinan di dalam Islam memiliki


manfaat umum dan kemaslahatan sosial. Akan kami sajikan yang paling penting dari
persoalan tersebut, kemudian kami jabarkan letak pertautannya dengan pendidikan.

Melindungi Kelangsungan Spesies Manusia

Dengan perkawinan, umat manusia akan semakin banyak dan berkesinambungan,


hingga tiba saatnya (kiamat) Allah merusak bumi dan makhluk-makhluk yang berada di
atasnya. Tidak diragukan lagi bahwa di dalam kelestarian dan kesinambungan ini terdapat
suatu pemeliharaan terhadap kelangsungan hidup spesies manusia dan terdapat suatu
motivasi bagi kalangan intelektual untuk meletakkan metode-metode pendidikan dan
kaidah-kaidah yang benar demi keselamatan spesies manusia, baik dari aspek rohani
maupun jasmani. Al-Quran telah menjelaskan tentang hikmah sosial dan maslahat
kemanusiaan ini, dengan firman-Nya: “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis
kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu.”
(QS. An Nahl: 72)

3
Dwi Rifliani, pernikahan dalam hokum islam, 2011, Shariah Faculty Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan wanita yang banyak.” (QS. An Nisa: 1)4

Melindungi Keturunan

Melalui pernikahan yang telah disyariatkan Allah kepada hamba-Nya, anak-anak


akan merasa bangga dengan pertalian nasabnya kepada ayah mereka. Terang, bahwa
dengan pertalian nasab itu terdapat penghargaan terhadap diri mereka sendiri, kestabilan
jiwa dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan mereka. Sekiranya tidak ada
perkawinan yang disyariatkan Allah, niscaya masyarakat akan penuh dengan anak-anak
yang tidak memiliki kehormatan dan keturunan. Yang demikian itu adalah hunjaman
yang sangat berat bagi nilai-nilai moralitas yang menyebabkan timbulnya kerusakan dan
sikap permisif.5

Melindungi Masyarakat dari Dekadensi Moral

Dengan perkawinan, masyarakat akan selamat dari dekadensi moral, di samping


akan merasa aman dari berbagai keretakan sosial. Bagi orang yang memiliki pengertian
dan pemahaman, akan tampak jelas bahwa jika kecenderungan naluri lain jenis itu
dipuaskan dengan perkawinan yang disyariatkan dengan hubungan yang halal, maka umat
baik secara individual maupun komunal akan merasa tenteram dengan moralitas yang
tinggi dan akhlak yang mulia. Dengan demikian, masyarakat dapat melaksanakan risalah
sekaligus mampu melaksanakan tanggung jawab yang dituntut oleh Allah.

Alangkah tepatnya sabda Rasulullah saw tentang hikmah moral dalam perkawinan dan
dampak sosialnya, yaitu ketika beliau menganjurkan kepada sekelompok pemuda untuk
menikah: “Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian sudah mampu kawin, maka
kawinlah. Sebab, perkawinan itu akan dapat lebih memelihara pandangan dan lebih dapat
menjaga kemaluan. Dan siapa saja yang belum mampu untuk kawin, maka hendaklah ia
berpuasa. Karena sesungguhnya berpuasa itu dapat menekan hawa nafsu. “ (HR Bukhari)

Melindungi Masyarakat dari Penyakit

4
Chairil Anwar, pernikahan dalam islam, (Jakarta: PT GRAMEDIA PUSTAKA
UTAMA, 1992), hlm9.
5
Joko Budiman dan Armand Setiadi, fiqh keluarga, (Jakarta: Bina Sanjaya, 1996), hal.
50-68.
Dengan perkawinan, masyarakat akan selamat dari penyakit menular yang sangat
berbahaya dan dapat membunuh, yang menjalar di kalangan anggota masyarakat akibat
perzinahan, dan selamat dari merajalelanya perbuatan keji serta hubungan bebas secara
haram. Di antara penyakit tersebut adalah penyakit sipilis, AIDS, kencing nanah, dan
berbagai penyakit berbahaya lainnya yang membunuh keturunan, melemahkan fisik,
menyebarkan wabah dan menghancurkan kesehatan anak-anak.

Menumbuhkan Ketenteraman Rohani dan Jiwa

Dengan perkawinan, akan tumbuh semangat cinta kasih sayang dan kebersamaan
antara suami istri. Ketika seorang suami selesai menunaikan pekerjaannya pada sore hari,
maka ia akan beristirahat di malam harinya, berkumpul bersama keluarga dan anak-
anaknya, ia akan melupakan segala keresahan yang dialaminya di siang hari, dan segala
kelelahan yang dialaminya selama bekerja akan punah. Demikian pula halnya dengan istri
ketika ia berkumpul dengan suami dan menyongsong malam hari sebagai pendamping
hidupnya. Demikianlah, masing-masing mendapatkan ketenangan jiwa dan kebahagiaan
perkawinan. Maha Besar Allah ketika mengilustrasikan fenomena ini dengan keterangan
yang sangat sempurna dan ungkapan yang sangat indah: “Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya
kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan- Nya di antara kamu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar- benar terdapat tanda-
tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar Rum: 21)

Kerjasama Suami Istri dalam Membina Rumah Tangga dan Mendidik Anak

Dengan perkawinan, suami istri akan bekerja sama dalam membina rumah tangga dan
memikul tanggung jawab.

Keduanya akan menyempurnakan pekerjaan yang lain. Istri mengerjakan tugasnya yang
khusus sesuai dengan kodrat kewanitaannya: yakni mengurusi urusan rumah dan
mendidik anak- anak. Tepatlah apa yang dikatakan oleh seorang bijak: Ibu adalah sebuah
sekolah yang apabila engkau persiapkan dia berarti engkau telah mempersiapkan suatu
bangsa dengan dasar yang baik demikian pula dengan suami, ia akan mengerjakan tugas
yang khusus dengan tabiat dan kelelakiannya: yaitu bekerja demi keluarganya,
mengerjakan pekerjaan berat dan melindungi keluarga dari bermacam-macam kerusakan
dan musibah yang menimpa setiap saat.

Dalam hal ini jiwa tolong-menolong antara suami istri tampak sempurna, keduanya
berusaha mencapai hasil yang paling utama dan buah yang paling baik di dalam
mempersiapkan anak-anak shaleh, dan mendidik generasi muslim yang di dalam hatinya
membawa kekuatan iman dan di dalam jiwanya membawa ruh Islam. Bahkan seluruh
anggota keluarga akan merasa nikmat, sejuk dan tenteram dalam naungan cinta kasih,
kebahagiaan, dan ketenteraman.

Menumbuh Kembangkan Rasa Kebapakan dan Keibuan

Dengan perkawinan akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang antara
kedua pasangan suami istri. Dan dari hati mereka akan terpancar sumber-sumber perasaan
dan sentuhan yang mulia. Terang, bahwa di dalam perasaan seperti ini terdapat pengaruh
mulia dan hasilnya positif di dalam memelihara anak-anak, mengawasi kemaslahatan
mereka, serta bangkit bersama mereka menuju kehidupan yang tenteram dan aman,
menyongsong masa depan yang cerah dan mulia. Itulah semua kemaslahatan sosial yang
lahir dari perkawinan. Penulis melihat adanya pertalian antara berbagai kemaslahatan ini
dengan pendidikan anak, perbaikan keluarga dan regenerasi. Oleh karena itu, tidaklah
mengherankan jika syariat Islam memerintahkan, menganjurkan, dan menyenangi
perkawinan.

Benarlah apa yang disabdakan Rasulullah saw: “Tidak ada sesuatu yang berguna bagi
orang muslim setelah takwa kepada Allah yang lebih baik baginya daripada seorang istri
salehah yang apabila suami memerintahkannya, ia mematuhinya; apabila suami
memandangnya, maka ia menyenangkannya; apabila suami menggilirnya, maka ia
mematuhinya; dan apabila suami bepergian darinya, maka ia memelihara diri dan harta
(suaminya).” (HR. Ibnu Majah) Dan sabdanya, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-
baik perhiasan adalah wanita yang shalehah.” (HR. Muslim)
Nama : Hulwah Qurratu Aini

NIM : 211010070

Pernikahan berdasarkan Pilihan

Secara manusiawi seorang laki laki atau wanita dapat tertarik oleh lawan jenis karena
harta, kecantikan atau ketampanan, keturunan, dan keberagamaan. Dalam hadits
Rasulullah SAW, Kriteria memilih pasangan hidup dapat dilihat dari empat hal
diantaranya6:

1. Harta
Harta menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam memilih pasangan. Baik dari sisi
wanita yang akan mencari suami maupun laki-laki yang mencari istri. Karena harta
merupakan modal dasar seseorang dalam menghidupi kehidupan rumah tangganya.
Seorang wanita yang mempunyai kekayaan namun tidak mempunyai keluhuran akhlak,
dapat membawa dirinya kedalam sikap sombong dan rasa ingin berkuasa maka hal
tersebut dapat megeruhkan suasana kehidupan suami istri serta mengancamkan keutuhan
rumah tangga. Ajaran islam selalu mendahulukan agama diatas harta dan kekuasaan,
Allah berfirman dalam Q.S An-Nur /24: 32.

ۗ ٖ‫ضلِه‬
ْ َ‫اّللُ ِم ْن ف‬ ِ ۤ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الصلِ ِح‬ ِ ِ
ّ‫ْي م ْن عبَاد ُك ْم َوا َما ۤ ِٕى ُك ْم ا ْن يَّ ُك ْونُ ْوا فُ َقَراءَ يُ ْغن ِه ُم ه‬
َ ْ ّ‫َواَنْك ُحوا ْاْلَ ََي همى مْن ُك ْم َو ه‬
‫اّللُ َو ِاسع َعلِْيم‬
ّ‫َو ه‬
Artinya : Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

2. Kecantikan (cantik lahir dan batin)


Dalam Memilih pasangan dapat dilihat dari segi kecantikannya. Cantik disini bukan
hanya sekadar cantik dari fisiknya (lahiriah) saja akan tetapi dilihat dari segi akhlak atau
perilaku (bathiniah) baik terhadap dirinya sendiri, orang tuanya dan orang disekitarnya.

6
Rossa Raudhatul Jannah, “ Kriteria memilih pasangan hidup menurut hadits riwayat
Imam Bukhari dan implikasinya terhadap pendidikan pranikah,” Journal riset Pendidikan Agama
Islam, (2021): 53.
Kecantikan seorang wanita jika tidak dilindungi dengan pengetahuan agama dan
keturunan yang baik, akan sangat membahayakan kehormatan dirinya. Dia akan mudah
terbujuk oleh orang pergaulan negatif yang dapat membawanya kelembah penghancuran
diri, seperti terjerumus pada pelacuran. Hal tersebut akan menjadi aib dan menodai
dirinya serta keluarganya.
3. Keturunan
Keturunan menjadi salah satu hal yang penting dalam memilih pasangan, karena
orang yang berasal dari keluarga yang baik dapat menghasilkan anak yang baik. Namun
tidak semua yang berasal dari keturunan baik meurun pada anaknya. Jadi tetap saja baik
atau tidaknya seseorang kembali pada dirinya masing-masing. Keturunan yang baik
sering dibaratkan dengan keluarga terhormat, keluarga terhormat bukan yang dipandang
dari popularitas, harta, dan status sosial yang disandang oleh keluatga tersebut. Namun
maksudnya adalah kemuliaan, kesucian, dan beragama.

4. Agama

Agama diartikan sebagai komitmen moral akan nilai-nilai kebaikan dalam berumah
tangga. Komitmen ini menjadi pondasi dalam mengarungi bahtera rumah tangga jika
terjadi permasalahan dikemudian hari. Seperti yang telah ditertulis dalam QS.Ar-Rum
ayat 30:21 agama merupakan komitmen dua calon pasangan suami istri untuk selalu
menciptakan ketentraman“sakinah”, serta menghidupkan rasa kasih dan
sayang“mawaddahwarahmah”.
Islam mengajarkan untuk mengutamakan faktor keberagamaan sebagai kriteria
pemilihan pasangan hidup dalam membangun rumah tangga. Manusia yang beragama
membutuhkan pasangan yang beragama juga. Beragama dapat diartikan berpegang teguh
secara utuh pada ajaran agama islam. Menerima serta menaati ajaran islam dengan jiwa
dan hati, bukan beragama yang hanya terlihat dari kulitnya saja atau hanya tampak dari
luar yang tidak memiliki dasar dan pengamalan.
Sebagaimana yang dituliskan dalam hadits Ibnu Majah, Al-bazzar dan Al-Baihaqi dan
hadits Abdullah bin Amr secara marfu’ yang artinya :
“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, karena hal yang itu bisa
menjeremuskan mereka dalam kebinasaan dengan bersikap sombong dan takabur; dan
jangan pula kamu menikahi mereka karena hartanya, karena hal itu bisa menjerumuskan
mereka dalam perbuatan maksiat dan dosa; dan nikahilah mereka karena agamanya.
Ketahuilah, sesungguhnya budak wanita yang beragama walaupun telinga sobek lebih
utama daripada wanita cantik tetapi tidak beragama.”

Seorang disebut benar-benar beragama adalah ketika seluruh perbuatan,


pembicaraan, akhlak, dan seluruh urusan hidupnya sesuai dengan ajaran agama islam.
Islam adalah peraturan atau undang-undang ciptaan Allah SubhanahuwaTa’ala untuk
kebahagiaan umat manusia. Maka dari itu dengan beragama akan memberikan manfaat
bagi manusia, yang diibaratkan agama adalah batang yang hasilnya ialah berbagai ranting
dan cabang.

Anda mungkin juga menyukai