Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker oral adalah satu dari penyebab terbanyak dari keseluruhan kanker di India
dewasa ini, dengan rata-rata insidensi 12,6 per 100.000 penduduk. Kanker oral juga
merupakan satu dari penyebab kanker terbanyak yang diderita pria India, sekitar 30% dari
seluruh kanker. Jumlah yang banyak dari kasus ini biasa didahului dengan yang disebut lesi
prakanker dan kondisi prakanker. Lesi prakanker adalah jaringan yang secara morfologi
berubah dimana kanker oral lebih mudah terjadi, seperti leukoplakia, eritroplakia, dan lain-
lain. Kondisi prakanker adalah kondisi yang berkaitan dengan meningkatnya resiko terkena
kanker, seperti fibrosis submukosa, lichen planus, dan lain-lain. Tetapi, pada Seminar WHO
di tahun 2005, muncul istilah “potentially malignant disorders (PMD)” atau kelainan yang
berpotensi menyebabkan keganasan. Istilah ini digunakan karena tidak semua lesi dan kondisi
prakanker berubah menjadi kanker.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui keadaan-keadaan premalignan


pada kanker oral, cara mendeteksi dini kanker oral, dan tatalaksana kanker oral. Penulisan
makalah ini sekaligus dilakukan untuk memenuhi persyaratan kegiatan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Penyakit Gigi dan Mulut di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan makalah ini adalah sebagai tambahan
informasi ilmiah dan wawasan bagi penulis dan pembaca untuk mengetahui kondisi-kondisi
premalignan kanker oral dan cara deteksi dini kanker oral.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ABSTRAK

Kanker oral membawa beban yang banyak di Negara kami (India). Biasanya, kanker
oral didahului dengan gejala-gejala premalignan dalam waktu yang lama. Artikel ini
membahas tipe-tipe kelainan premalignan yang biasa ada di kehidupan sehari-hari.
Sebelumnya, deteksi dini pasien kanker oral dan lesi prakanker bergantung pada pemeriksaan
oral konvensional. Sekarang, telah banyak tekhnik baru untuk membantu deteksi dini pasien
yang sehat tapi memiliki resiko kanker oral. Artikel ini mencoba untuk membahas metode
deteksi dini tersebut, antara lain toluidine blue, brush cytology, tissue chemiluminescence,
dan autofluoresens.

Kata kunci: kanker oral, kelainan premalignan, deteksi dini

2.2 PENDAHULUAN

Kanker oral adalah satu dari penyebab terbanyak dari keseluruhan kanker di India
dewasa ini, dengan rata-rata insidensi 12,6 per 100.000 penduduk. Kanker oral juga
merupakan satu dari penyebab kanker terbanyak yang diderita pria India, sekitar 30% dari
seluruh kanker. Jumlah yang banyak dari kasus ini biasa didahului dengan yang disebut lesi
prakanker dan kondisi prakanker.

Lesi prakanker adalah jaringan yang secara morfologi berubah dimana kanker oral lebih
mudah terjadi, seperti leukoplakia, eritroplakia, dan lain-lain. Kondisi prakanker adalah
kondisi yang berkaitan dengan meningkatnya resiko terkena kanker, seperti fibrosis
submukosa, lichen planus, dan lain-lain. Tetapi, pada Seminar WHO di tahun 2005, muncul
istilah “potentially malignant disorders (PMD)” atau kelainan yang berpotensi menyebabkan
keganasan. Istilah ini digunakan karena tidak semua lesi dan kondisi prakanker berubah
menjadi kanker.

Berikut adalah yang diidentifikasi PMD oleh bagian kanker oral WHO:

 Leukoplakia
 Eritroplakia

2
 Lesi palatum akibat merokok terbalik (ujung rokok yang dibakar dimasukkan ke
mulut)
 Oral lichen planus
 Oral submucous fibrosis (SMF) atau fibrosis submukosa oral
 Discoid lupus erythematosus (DLE)
 Kelainan herediter seperti congenital diskeratosis dan epidermolisis bulosa

2.2.1 Leukoplakia

Istilah leukoplakia diciptakan oleh Schwimmer di tahun 1877, adalah perubahan


warna menjadi putih pada lidah, biasa terjadi sebelum perkembangan kanker lidah pada sifilis
tersier. Leukoplakia adalah lesi premalignan paling umum dan PMD yang paling banyak
dipelajari. WHO mendefinisikan leukoplakia sebagai “lesi atau plak keratotik yang tidak bisa
dilepas dan tidak spesifik secara patologis dan klinikal sebagai penyakit lain”. Jadi, proses
eksklusi yang mendasari diagnosis penyakit tersebut.

Insidensi

Prevalensi oral leukoplakia diseluruh dunia diperkirakan sekitar 2%. Petti, dengan
pembahasan sistematis, menyimpulkan prevalensi leukoplakia di seluruh dunia berdasarkan
23 studi dari 17 negara yang dipublikasi antara tahun 1986-2002. Dengan menggunakan
metode statistic, dia menghitung prevalensi dunia sekitar 2,6%. Di India, prevalensinya
bervariasi dengan 0,2% di Bihar dan 4,9% di Andra Pradesh. Di Gujarat prevalensi
leukoplakia sekitar 11,7%, karena penggunaan tembakau atau kegiatan mengunyah ghutka
berlebih. Pembahasan sistematis Petti juga menyimpulkan bahwa oral PMD mempengaruhi
pria 3x lebih banyak dibandingkan wanita.

Etiopatogenesis

Penyebab dari leukoplakia belum diketahui sampai sekarang. Banyak dikemukakan pendapat
tentang peran bahan fisik, seperti tembakau, alcohol, friksi kronis, reaksi elektrogalvan antara
besi, dan radiasi ultraviolet. Merokok dengan tembakau tetap menjadi penyebab yang paling
diterima dan perokok 6x lebih beresiko terkena leukoplakia dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok. Terdapat studi yang menjelaskan kemungkinan infeksi HPV menyebabkan
leukoplakia.

3
Secara klinis, leukoplakia dibagi menjadi tipe homogen (rata, tipis, berwarna putih) dan tipe
nonhomogen (lesi putih, rata tapi tidak teratur atau berbentuk nodul). Leukoplakia verukous
adalah tipe lain dari leukoplakia nonhomogen. Walaupun secara umum leukoplakia verukous
memiliki warna putih seragam, tetapi teksturnya berbeda dengan leukoplakia homogen
(datar). Leukoplakia verukous secara klinis tidak bisa dibedakan dengan gejala klinis
karsinoma verukous. Proliferative verrucous carcinoma (PVC) adalah subtipe dari
leukoplakia verukous, dimana terdapat presentasi multifokal, resisten terhadap pengobatan,
dan resiko tinggi untuk perubahan menjadi malignan. PVL lebih banyak terjadi pada wanita
usia tua.

Beberapa tahap dari leukoplakia adalah sebagai berikut:

 Tahap 1: Plak putih keabu-abuan tipis yang transparan, tidak kasar, dan rata.
 Tahap 2: Leukoplakia homogen tebal yang licin atau beretak-retakan
 Tahap 3: Permukaan bernodul atau granular atau leukoplakia verukous
 Tahap 4: Eritroplakia, leukoplakia dengan bintik yang banyak, leukoplakia
nonhomogen

Leukoplakia terjadi di hampir semua tempat di rongga mulut. Tetapi, paling banyak terjadi di
mukosa bukal dan mandibular. Dua pertiga dari keseluruhan leukoplakia oral terjadi di batas
bibir, mukosa bukal, dan permukaan gusi. Di Gujarat, dimana merokok adalah hal umum,
43,9% leukoplakia terdapat pada mukosa bukal sedangkan 35,4% terdapat pada tepi bibir.
Sementara di Kerala dimana pengunyahan tembakau adalah hal umum, 64,8% terdapat pada
mukosa bukal, 24,3% pada tepi bibir dan 6% pada lidah. Di Andhra Pradesh, dimana
merokok adalah hal umum, 71,3% leukoplakia terdapat di palatum, 8,1% pada tepi bibir,
16,9% di mukosa bukal dan 2,7% pada lidah. Sebuah studi di Swedia menunjukkan bahwa
leukoplakia pada mukosa bukal atau tepi bibir terlibat dalam 90% kasus. Sebuah studi di
Hungaria menunjukkan bahwa 36,5% leukoplakia terdapat di lidah, 27,9% pada mukosa
bukal, 13,6% pada batas alveolar dan 12,5% pada tepi bibir.

Prognosis dan perubahan keganasan

Prognosis dari leukoplakia beragam. Dalam studi yang dilakukan di Mumbai, 42,5%
leukoplakia yang tidak diobati sembuh dalam 5 tahun dan 45,3% sembuh dalam 10 tahun

4
pada kelompok pengunyah tembakau.. Di Gujarat, 11% leukoplakia yang diperiksa ulang
setelah 2 tahun menunjukkan perbesaran ukuran, 31,6% mengalami pengecilan ukuran atau
kesembuhan, dan 57,3% tetap sama seperti semula. Dalam sebuah studi di negara
berkembang hanya 20,1% leukoplakia sembuh, 17,8% mengalami pengecilan ukuran, dan
3,3% mengalami perbesaran ukuran pada 10 tahun follow-up.

Frekuensi perubahan displastik atau keganasan pada leukoplakia oral adalah antara 15,6
sampai 39,2% pada beberapa studi. Dalam studi di India, angka perubahan keganasan
berkisar antara 0,13 sampai 2,2% per tahunnya. Dalam studi di Swedia, 0,2% leukoplakia
berkembang menjadi kanker oral dalam 2 tahun, 0,4% pengguna tembakau mengalami
keganasan dalam 5 tahun, dan pada orang yang tidak memakai tembakau angka perubahan
adalah 1,15% dalam 2 tahun dan 3,1% dalam 5 tahun. Dalam pembahasan sistematis, Petti
menghitung angka perubahan keganasan pada leukoplakia di seluruh dunia adalah 1,36% tiap
tahunnya. Lesi yang ada di bawah mulut, bagian lateral lidah dan bagian bawah bibir lebih
rentan untuk terjadi perubahan displastik dan keganasan.

Kemungkinan perubahan keganasan leukoplakia bergantung pada beberapa faktor:

 Jenis kelamin perempuan


 Leukoplakia yang telah lama diidap
 Leukoplakia pada orang bukan perokok
 Lokasi lesi pada lidah atau bagian bawah lidah
 Ukuran >200 mm2
 Leukoplekia tipe nonhomogen
 (+) Candida albicans
 (+) displasia epitel

2.2.2 Eritroplakia

Eritroplakia didefinisikan sebagai “plak berwarna merah terang yang tidak spesifik secara
patologis dan klinikal sebagai penyakit lain”. Ada beberapa variasi eritroplakia seperti:

 Eritroplakia homogen
 Eritroplakia dengan bercak leukoplakia (eritroleukoplakia)
 Eritroplakia berbentuk granul

5
Eritroplakia tidak dijumpai sebanyak leukoplakia dan angka insidensinya adalah 0,02-0,83%.
Eritroplakia biasa terjadi pada orang dewasa dan lansia. Pria dan wanita sama-sama beresiko.
Lesi ini disebut “mukosa oral berbahaya” karena berbentuk mirip karsinoma insitu, displasia
epitel berat atau karsinoma invasif superfisial. Pada penderita dengan resiko sangat tinggi,
seperti pada lesi bagian bawah mulut perokok berat dan pengguna alkohol berat, 80% bercak
merah ini beresiko ditemukan fokal infeksi kanker mikroinvasif pada sewaktu dilakukan
biopsi. Beberapa tempat di rongga mulut dan rongga orofaringeal mungkin terlibat, tapi
biasanya bercak merahnya hanya tunggal. Keadaan bercak merah tunggal ini membantu
untuk membedakan eritroplakia dengan lichen planus erosif, lupus eritematosus dan
kandidiasis eritematous, karena biasanya lesi-lesi tersebut bilateral dan berpola sama.

Shafer dan Waldron juga menganalisis hasil biopsi pada 65 kasus eritroplakia. Semua
eritroplakia menunjukkan adanya displasia epitel; 51% menunjukkan karsinoma sel
skuamosa invasif, 40% adalah karsinoma insitu atau displasia epitel berat, dan 9%
menunjukkan displasia epitel ringan-sedang. Jadi, berdasarkan studi ini, eritroplakia jauh
lebih mengkhawatirkan dibanding dengan leukoplakia.

2.2.3 Oral Submucous Fibrosis

Oral submucous fibrosis (OSMF) adalah gangguan kronis yang ditandai dengan
fibrosis dari lapisan mukosa saluran pencernaan bagian atas yaitu rongga mulut, orofaring
dan yang sering adalah bagian atas esofagus ketiga. Kecuali pada bagian awal penyakit,
gambaran klinisnya adalah karakteristik yang disebabkan oleh fibrosis lamina propria dan
submukosa yaitu meningkatnya kehilangan mobilitas jaringan. OSMF terutama terkait
dengan mengunyah pinang, komponen utama dari sirih yang ditumbuk. Oleh karena itu, lesi
prakanker ini yang paling umum yang merupakan masalah yang unik di Asia Tenggara
terutama India. Beberapa faktor seperti mengunyah pinang, konsumsi cabai, proses genetik
dan imunologi, kekurangan gizi, dan faktor lainnya telah dimasukkan dalam penyebab dari
OSMF. Pasien dengan OSMF dijumpai memiliki peningkatan frekuensi HLA 10, DR3, dan
DR7.

Secara klinis, OSMF ditandai dengan sensasi terbakar, kekakuan dan kepucatan dari mukosa
oral dan orofaring, dan trismus. Karakteristik yang paling khas adalah pembentukan daerah
fibrous secara vertikal di dalam pipi, dan kekakuan mukosa bukal yang seperti papan.

6
Fibrosis dalam jaringan lunak mengarah ke trismus, kesulitan makan, dan bahkan disfagia.
Dalam tahap lanjutan ikatan vertikal fibrosa muncul di pipi, pilar faucial, dan mengelilingi
bibir. Melalui mekanisme yang belum diketahui, fibrosis dan hialinisasi terjadi pada lamina
propria, yang menyebabkan atrofi dari epitel atasnya. Epitel yang atrofi merupakan
predisposisi dari perkembangan karsinoma sel skuamus dengan adanya karsinogen. Biopsi
jaringan jarang dilakukan karena pengamatan bahwa hasil investigasi tersebut menghasilkan
pembentukan bekas luka fibrous dan dapat memperburuk gejala.

Gambaran klinis dapat dibuat dalam bentuk awal dan lanjutan:

• Bentuk awal ditandai dengan sensasi terbakar yang diperburuk oleh makanan pedas,
vesiculasi, mukosa pucat, dan mukosa kasar.

• Bentuk lanjutan ditandai oleh ikatan-ikatan fibrous dalam mukosa, keterbatasan dalam
membuka mulut, penyempitan lubang orofaringeal dengan distorsi uvula dan perubahan dari
mukosa dan lidah yang seperti kayu.

Di India, OSMF mempengaruhi sebanyak 0-2% dan 1,2% dari populasi perkotaan yang
mendatangi klinik gigi. Ada hubungan positif antara kejadian leukoplakia dan kanker mulut
dengan OSMF. Frekuensi dari perubahan menjadi ganas telah dilaporkan dari 3% sampai 6%.
Kemungkinan sifat prakanker dari OSMF pertama kali dijelaskan oleh Paymaster, yang
mengamati terjadinya karsinoma sel skuamosa pada sepertiga pasien dengan OSMF. Dalam
sebuah studi follow-up jangka panjang selama 17 tahun oleh Murti et al., tingkat transformasi
maligna tahunan adalah sekitar 0,5% atau 7,6% lebih dari 17 tahun.

2.2.4 Oral Lichen Planus

Lichen planus adalah penyakit autoimun pada kulit dan / atau membran mulut yang
biasanya mengenai orang setengah baya tetapi dapat terjadi pada semua usia dengan
predileksi perempuan yang kuat (L : P = 1: 2). Orang dengan lesi oral jarang memiliki lesi
kulit. Oral lichen planus adalah penyakit autoimun yang diperantarai oleh sel T di mana sel-
sel autositotoksik CD8+ T memicu apoptosis dari sel epitel oral. Lesi lichenoid pada mukosa
oral dapat terjadi setelah pemberian obat sistemik seperti obat anti-inflamasi nonsteroid
(NSAID), sulfonilurea, antimalaria, beta-blocker, dan beberapa ACE inhibitor. Waktu antara

7
dimulainya terapi obat dan munculnya gambaran klinis seperti penyakit liken planus oral
bervariasi.

Mukosa bukal, lidah, dan gingiva adalah tempat yang paling umum, sedangkan lesi palatal
jarang terjadi; dengan terjalinnya garis-garis putih membentuk pola reticular yang mirip
dengan jaring laba-laba, area oral mungkin dapat terpengaruh. Bagian belakang membran
dapat menjadi merah, dan pada beberapa orang mungkin dapat timbul bula dan ulser dengan
garis-garis putih. Mungkin ada terasa seperti logam, dan ulser tersebut kadang dapat menjadi
lunak. Lesi cenderung bilateral dan simetris yang membedakan mereka dari
erythroleukoplakia. Andreasen membagi oral liken planus menjadi enam jenis: retikular,
papular, plak, erosif, atrofi, dan bulosa. Bentuk retikular, papular, dan plak biasanya tidak
menimbulkan rasa sakit dan muncul secara klinis sebagai lesi keratolic putih. Bentuk erosif,
atrofi, dan bulosa sering dikaitkan dengan sensasi terbakar dan dalam banyak kasus dapat
menyebabkan sakit yang berat.

Masih belum ada konsensus dalam literatur apakah pasien dengan oral liken planus (OLP)
dapat meningkatan risiko karsinoma sel skuamosa, dengan dukungan mayoritas. Sebagian
besar asumsi hanya didasarkan pada studi retrospektif dan hanya beberapa studi prospektif.
Pada laporan tahunan transformasi maligna biasanya di bawah 1%. Tidak ada data untuk
menyimpulkan jenis OLP mana yang akhirnya akan berkembang menjadi karsinoma
skuamosa, meskipun beberapa penelitian mengatakan tingkat yang lebih tinggi pada jenis
ulseratif atrofi dan erosif. Kurangnya korelasi klinikopatologi pada diagnosis juga menambah
kebingungan. Selain itu, menjelaskan displasia lichenoid menambah kebingungan. Karena
tidak ada pengobatan tertentu untuk mencegah transformasi maligna, beberapa penulis
merekomendasikan menjaga pasien dengan pengawasan yang ketat.

2.2.5 Stomatitis Nikotin

Stomatitis nikotin adalah penebalan, perubahan hiperkeratosis dari mukosa palatal


yang paling sering berhubungan dengan merokok dengan pipa maupun reverse smoking.
Mukosa palatal menjadi menebal dan hiperkeratosis, kadang-kadang menyebabkan
permukaan pecah-pecah. Pada permukaan sering berkembang elevasi papuler dengan bagian
tengah yang merah, yang mewakili terjadinya perdangan dari saluran-saluran kelenjar saliva
minor. Istilah stomatitis nikotin sebenarnya keliru karena bukan nikotin yang menyebabkan

8
perubahan; perubahan tersebut disebabkan oleh panas yang dihasilkan dari merokok.
Meskipun stomatitis nikotin berhubungan dengan tembakau tetapi tidak dianggap sebagai
premaligna dan mudah kembali dengan menghentikan kebiasaan merokok.

2.2.6 Lesi Palatum pada Reverse Cigar Smokers

Pada beberapa negara Asia Tenggara dan Amerika Selatan, individu mempunyai
kebiasaan yang dikenal sebagai reverse smoking yaitu menyalakan rokok atau cerutu di
dalam mulut. Kebiasaan ini menciptakan perubahan yang berhubungan dengan panas yang
berlebihan pada mukosa palatal yang dikenal sebagai reverse smoker’s palate, yang
dihubungkan dengan risiko yang signifikan dari transformasi maligna.

2.2.7 Keratosis Aktinik

Keratosis aktinik dianggap mewakili suatu kondisi yang berpotensi ganas yang
muncul di banyak tempat termasuk bibir. Hal ini umumnya terkait dengan paparan sinar
matahari. Pada actinic keratosis, rata-rata perkembangan kanker invasif berkisar dari 0,025%
sampai 16% per tahun. Actinic cheilitis adalah istilah klinis untuk ulseratif, kadang-kadang
lesi berbentuk krusta pada mukosa sebagian atau seluruh perbatasan vermilion bibir bawah.
Histopatologi dapat bervariasi dari hiperkeratosis dengan atau tanpa displasia epitel sampai
stadium awal karsinoma sel skuamosa.

2.2.8 Tobacco Pouch Keratosis

Perubahan mukosa oral lain yang berhubungan secara spesifik dengan tembakau
terjadi berkaitan dengan penggunaan tembakau tanpa asap, antara menghirup atau
mengunyah tembakau. Lesi tersebut biasanya terjadi pada bukal atau labial vestibula dimana
tembakau ada, tetapi juga dapat memanjang ke bagian yang terdekat yaitu gingiva dan
mukosa bukal. Secara keseluruhan, diperkirakan bahwa 15% dari pengunyah tembakau dan
60% dari penghirup tembakau akan menghasilkan lesi klinis. Secara mikroskopis, keratosis
tembakau tanpa asap menunjukkan hiperkeratosis dan akantosis dari epitel mukosa. Benar
bahwa displasia epitel jarang terjadi; ketika displasia ditemukan, biasanya dalam derajat

9
ringan. Kebanyakan tobacco pouch keratosis adalah reversibel dalam waktu 2 sampai 6
minggu setelah berhenti merokok.

2.2.9 Penyakit Keturunan yang Beresiko Meningkatkan Perubahan Keganasan

Dua kondisi yang mungkin berisiko meningkatkan keganasan dalam mulut adalah
disceratosis congenital (DC) dan epidermolisis bulosa. Kedua kondisi tersebut merupakan
kondisi keturunan langka. Sebagian besar kasus DC terkait kromosom X dan mengenai laki-
laki. Pasien dengan DC memiliki plak putih di dorsal lidah yang mungkin mirip dengan
leukoplakia, tetapi tidak adanya kebiasaan dan usia muda mereka mungkin menunjukkan sifat
turun-temurun dari penyakit ini. Perubahan menjadi ganas dilaporkan terjadi pada
daerahyang memiliki bercak putih. Dalam Xeroderma pigmentosum dan anemia Fanconi, ada
peningkatan insiden malignansi, termasuk kanker mulut.

2.3 Tatalaksana Kelainan Potensial Keganasan

Kebanyakan PMD asimptomatik dan tujuan tatalaksana adalah untuk mencegah


dan/atau untuk mendeteksi perkembangan kanker sedini mungkin. Tatalaksana PMD
dikategorikan menjadi 3 yaitu, observasi ketat, eksisi/ablasi pembedahan, dan tatalaksana
medis.

Observasi: pasien dengan lesi kecil yang secara klinis masih jinak dan muncul pada tempat
yang tidak beresiko tinggi untuk keganasan bisa diobservasi. Tetapi, kebutuhan untuk follow-
up dan kemungkinan perubahan ke arah keganasan harus dijelaskan kepada pasien.

Eksisi pembedahan konservatif tetap menjadi terapi pilihan tatalaksana leukoplakia. Reseksi
pembedahan dilakukan untuk menghilangkan tempat lesi beresiko tinggi yang bisa berubah
menjadi karsinoma atau perubahan keganasan. Upaya untuk menghilangkan semua area
klinis atau histologis yang terkena leukoplakia kadang menimbulkan sisa jaringan parut dan
kontraktur yang lebih banyak membuat kerugian dibandingkan manfaat pada pasien.
Ketidakbisaan untuk membuang semua area prekanker dengan pembedahan ini adalah karena
“efek lapangan” yang biasa ditemukan pada rongga mulut, dimana paparan terhadap
karsinogen membuat perubahan premalignan pada area yang memiliki banyak mukosa. Eksisi

10
juga berkaitan dengan angka kekambuhan tinggi. Tetapi, eksisi leukoplakia tidak
menunjukkan menurunnya angka perubahan keganasan pada beberapa studi.

Ablasi laser juga telah dianjurkan untuk pemberantasan OLP. Terapi ini menawarkan
keuntungan potensi berkurangnya jaringan parut, tetapi kelemahan utama adalah kurangnya
spesimen direseksi untuk histopatologi dan studi genetik. Sebuah studi yang membandingkan
teknik laser yang berbeda CO2 laser, NdYAG laser, dan KTP, menunjukkan perbedaan
tingkat kekambuhan yaitu 34,2%, 28,9%, dan 17,0%, masing-masing.

Cryosurgery tampaknya tidak memberi manfaat. Tingkat kekambuhan antara 20-71,4% telah
dilaporkan, bersama dengan tingkat perubahan keganasan antara 7-25%.

Terapi fotodinamik adalah metode ablasi lain yang sedang diteliti untuk tatalaksana PMD.
Agen fotosintesis, seperti turunan hematoporphyrin atau 5-ALA, yang lebih menargetkan sel-
sel neoplastik diadministrasikan secara intravena atau topikal. Jaringan yang akan ditargetkan
kemudian dipaparkan panjang gelombang cahaya tertentu, yang mengaktifkan fotosensitiser,
menyebabkan jaringan mentransfer energi untuk molekul oksigen, menghasilkan oksigen
reaktif secara lokal, dan kerusakan jaringan selanjutnya. Beberapa studi klinis telah
menunjukkan hasil menjanjikan untuk mengobati lesi premaligna epitel dan karsinoma
superfisial. Efek samping utama yang membatasi adalah fotosensitivitas kulit, tapi agen
fotosensitizer baru seperti 5-ALA, telah nyata mengurangi insiden dan keparahan atas
komplikasi ini. Diperlukan penelitian lebih lanjut sebelum membuat komentar definitif
tentang modalitas pengobatan ini.

Dalam kasus eritroplakia, pembedahan baik dengan pisau dingin atau dengan laser, adalah
modalitas pengobatan yang dianjurkan. Tanpa terapi penyakit ini berubah menjadi karsinoma
invasif di 60-90% kasus dalam waktu 5-10 tahun setelah diagnosis awal. Adapun eksisi
leukoplakia, tidak ada pedoman yang tersedia sehubungan dengan lebar batas pembedahan.
Tidak ada data dari literatur tentang tingkat kekambuhan setelah eksisi eritroplakia.

Pada saat ini tidak ada obat untuk OSMF dan tatalaksana terdiri dengan tidak mengkonsumsi
zat iritan. Pencegahan yang berhasil di tahap awal telah terbukti untuk menghasilkan
perbaikan gejala.

11
2.3.1 Deteksi Dini pada Kelainan yang Berpotensial Menyebabkan Keganasan
Seluruh mukosa dari saluran pernafasan dan pencernaan bagian atas ketika terkena
berbagai perubahan sitogenik beresiko untuk mengalami perubahan sitogenik yang membuat
pembentukan berbagai lesi ganas (konsep Slaughter dari kankerisasi lapangan). Ini berarti
mayoritas kanker diawali dengan fase praklinis yang bisa terdeteksi.

Keseluruhan tingkat transformasi ganas untuk berbagai PMDs bervariasi dari sekitar 5%
untuk leukoplakia menjadi 85% untuk eritroplakia. Deteksi dini lesi ini dapat membantu
dalam mencegah transformasi maligna atau menurunkan stadium penyakit. Ini adalah seluruh
ide di balik skrining populasi dengan perilaku berisiko tinggi untuk kanker mulut.

Komite Deteksi Dini Nasional mendefinisikan skrining sebagai “proses identifikasi orang
yang tampak sehat yang mungkin beresiko lebih tinggi atas suatu penyakit atau kondisi”.
Program skrining dapat dilakukan untuk populasi pada umumnya, atau menargetkan
kelompok risiko tinggi, contohya, pengguna tembakau dan alkohol untuk kanker mulut.

Sebuah tes skrining yang ideal harus mudah diterapkan dan diterima penduduk, biaya yang
efektif, mendeteksi penyakit awal sejarah alam dan memiliki nilai prediktif positif tinggi dan
negatif palsu rendah (sensitivitas tinggi).

2.3.2 Metode Skrining

Pemeriksaan oral konvensional


Pemeriksaan oral konvensional menggunakan cahaya pijar adalah metode skrining yang
paling umum diterapkan dan diterima untuk karsinoma sel skuamosa oral. Metode mudah
tersedia dan murah ini telah ditemukan sama-sama efektif dalam mendeteksi PMDs di semua
tingkat tenaga kesehatan pelatihan. Hal ini khususnya berguna untuk skrining area mudah
diakses seperti mukosa bukal, lidah, dan dasar mulut. Namun, COE cenderung untuk
mengambil lesi yang dalam sebagian besar kasus yang secara klinis dan histopatologi jinak,
yaitu, leukoplakia konvensional, dengan sejumlah kecil yang progresif atau ganas.
Sebaliknya, COE juga bisa kehilangan daerah perubahan histologi yang muncul secara klinis
normal sewaktu pemeriksaan (negatif palsu).

12
Studi sistematis telah dilakukan untuk menilai keandalan dan kemampuan CEO. Sebuah
meta-analisis dari data ini menunjukkan sensitivitas 0,848 (95% CI 0.73, 0.92) dan
spesifisitas 0,965 (95% CI 0.93, 0.98) menunjukkan kinerja yang memuaskan pada
pemeriksaan oral. Sebuah analisis meta-regresi heterogenitas menunjukkan tidak ada
perbedaan antara studi menunjukkan bahwa pembantu dilatih mampu menyaring dengan
tingkat akurasi yang sama dengan praktisi gigi.

Hanya satu RCT prospektif untuk mengevaluasi efektivitas dari COE di skrining populasi
yang ada pada literatur. Penelitian ini dilakukan oleh Sankarnarayan et al. dalam sudi kluster
acak, percobaan skrining berdasarkan populasi dilakukan di distrik Trivandarum, Kerala,
1995-2004. Para peserta (n = 191.873) secara acak dibagi dalam kelompok terapi (tujuh
cluster) dan kelompok kontrol (enam cluster). Evaluasi awal setelah putaran pertama dan
kedua menunjukkan penanda pengganti hasil ditingkatkan termasuk kelangsungan hidup 3
tahun yang lebih baik, tahap awal presentasi dan hasil pada kelompok intervensi, yang
dianggap karena waktu bias yang memimpin. Namun, hasil jangka panjang di 9 tahun
menunjukkan bahwa meskipun, tidak ada peningkatan dalam kelangsungan hidup pada
populasi secara keseluruhan, peningkatan yang signifikan dalam kelangsungan hidup terlihat
antara laki-laki dengan kebiasaan berisiko tinggi, seperti penggunaan tembakau. Ini adalah
bukti pertama yang jelas untuk mendukung keberhasilan program skrining kanker mulut,
yang diukur dengan angka kematian berkurang.

Studi Cochrane tentang pemeriksaan oral secara visual menemukan beberapa bias potensial
yang serius. Ini termasuk dengan kurangnya kriteria diagnosis standar, tidak adanya hasil
pembutaan data, hanya 63% kasus dengan rujukan dan tidak adanya follow-up aktif, dan
hanya sebagian kecil subjek yang dibiopsi untuk memastikan diagnosis kelainan oral yang
berpotensi ganas. Mereka menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk memilih
inklusi atau eksklusi dari skrining kanker oral menggunakan pemeriksaan visual di populasi
umum.

Submarian et al dalam suatu analisis menemukan manfaat skrining adalah menyelamatkan


269,31 nyawa per 100.000 individu dan 1437,64 nyawa yang beresiko tinggi, sementara
biaya lebih hemat 835 dollar per individu dan 156 dollar lebih hemat pada individu dengan
resiko tinggi, menurut data WHO. Dalam studi hipotesis populasi yang mirip, Speight et al
menggunakan analisis berdasarkan kemungkinan prevalensi, perubahan keganasan dan
keselamatan dan menemukan 312 tahun hidup yang diubah kualitas hidupnya dapat

13
diselamatkan dengan skrining orang dewasa yang merokok dan/atau menggunakan alkohol.
Analisis lebih lanjut untuk menentukan kehematan biaya skrining yang berbeda adalah
18.919 GBP untuk pasien resiko tinggi yang diperiksa oleh dokter gigi, 19.103 GBP untuk
pasien resiko tinggi yang diperiksa dokter umum, dan 21.623 GBP untuk skrining populasi
oportunistik, yang jika dibandingkan baik dengan program skrining yang lain.

Pemeriksaan rongga mulut sendiri

Karena sebagian besar kanker di rongga mulut, terutama di mukosa bukal, lidah, langit-langit,
gingiva, dan bibir yang mudah dilakukan untuk pemeriksaan sendiri, banyak telah
merekomendasikan bahwa orang yang berisiko tinggi dengan riwayat penggunaan tembakau
dan alkohol diajarkan mouth self examination (MSE). Sensitivitas dan spesifisitas rendah pada
MSE mungkin terjadi karena kurangnya pengetahuan tentang perubahan pada rongga mulut,
pencahayaan yang kurang baik, dan ketidakmampuan untuk membedakan antara anatomi
normal dan perubahan mukosa mulut.

Pemeriksaan histopatologi

Biopsi dan histopatologi

Biopsi dan fistopatologi lesi yang mencurigakan adalah standar emas untuk mendeteksi
kanker dini di PMDs. Namun, karena merupakan teknik invasif maka tidak dapat digunakan
untuk skrining massal yang harus digunakan untuk konfirmasi sebagai tambahan metode
skrining lainnya. Dalam beberapa kasus lesi / ekstensi (field cancerization) sangat penting
untuk menargetkan area yang paling representatif untuk menghindari kesalahan diagnosis.

Brush cytology

Sitologi eksfoliatif dianjurkan untuk lesi klinis mencurigakan yang terdeteksi oleh skrining
dengan pemeriksaan visual. Setiap lesi yang mencurigakan pada sikat biopsi juga akan
memerlukan konfirmasi dengan histopatologi, karena penggunaan sikat sitologi tidak
menghasilkan diagnosis definitif. Beberapa studi telah menunjukkan hasil yang memuaskan
dengan sikat sitologi oral untuk evaluasi lesi prakanke rmulut. Evaluasi sitopatologi sikat

14
biopsi dari leukoplakia dan eritroplakia menunjukkan sensitivitas untuk mendeteksi kanker
mulut, mulai 92-100% dan spesifisitas antara 92-94%.

Masalah yang ditemukan dalam berbagai penelitian tentang sikat biopsi oral bahwa peneliti
telah membandingkan peran sikat biopsi terhadap standar emas – pisau bedah biopsi dan
histopatologi di Kelas I lesi (klinis mencurigakan) tapi tidak begitu pada lesi Kelas II (klinis
tidak berbahaya). Dalam kasus ini, peran sikat biopsi mungkin terbatas pada pasien dengan
beberapa lesi prekursor, membantu dalam menargetkan lokasi yang paling mencurigakan,
sehingga meningkatkan kepatuhan dalam melakukan tindakan selanjutnya pada pasien
tersebut.

Toluidin biru

Toluidin biru (juga dikenal sebagai tolonium klorida) adalah pewarna penting yang dapat
memberikan pewarnaan khusus pada asam nukleat dan jaringan yang abnormal. Banyak ahli
bedah lebih suka menggunakan toludine biru untuk membatasi lesi sebelum eksisi. Ada bukti
yang menunjukkan bahwa toluidin biru bisa membantu dalam mendeteksi lesi premaligna.
Warnakulasuriya dan Johnson mengevaluasi 102 pasien dengan lesi mukosa mulut yang
belum terdiagnosis. Delapan belas pasien terbukti memiliki karsinoma mulut dan semua lesi
ganas masing-masing diwarnai dengan toluidin biru (sensitivitas = 100% untuk deteksi
kanker mulut). Namun, sensitivitas untuk menilai displasia cukup rendah (79,5%). Para
penulis juga melaporkan 12 kasus lesi mulut tanpa bukti klinis yang hasilnya positif dan lima
dari kasus ini menunjukkan displasia pada biopsi. Maka disimpulkan bahwa metode ini
bermanfaat untuk pengawasan dari individu yang berisiko tinggi dan sensitif untuk
mendeteksi karsinoma. Onofre et al. menemukan bahwa semua karsinoma perwarnaan
positif, tetapi hanya 50% dari displasia positif dan 13 dari 37 (35%) lesi jinak juga positif. Ini
juga sejalan dengan pernyataan Martin et al. yang menunjukkan bahwa toluidin biru sensitif
untuk mendeteksi karsinoma tapi tidak cukup baik untuk mendeteksi displasia.

Zhang et al pada suatu penelitian pendahuluan telah menunjukkan bahwa lebih baik untuk
menentukan bukti klinis lesi oral yang manakah yang memiliki kecenderungan untuk
berkembang menjadi kanker oral, melalui pengecatan lesi dengan derajat displasia yang lebih
tinggi dan mengenali lesi dengan pola molekular risiko tinggi. Pada penelitian tersebut, status
pengecatan memiliki hubungan yang kuat dengan hasil akhirnya. Yang lebih penting,

15
tindakan tersebut dapat memprediksi risiko dan hasil dari lesi oral yang tampak dengan tanpa
atau sedikit bukti displasia.

Tinjauan terbaru oleh Epstein et al menunjukkan bahwa Toluidineblue memiliki kegunaan


sebagai tambahan dalam mendeteksi lesi mukosa oral pra-maligna maupun maligna dan
dalam mengidentifikasi daerah-daerah lesi yang berisiko tinggi untuk biopsi pada pasien-
pasien dengan risiko kanker saat dievaluasi oleh petugas kesehatan yang berpengalaman.
Akan tetapi, tidak ada bukti bahwa pengecatan dengantoluidine blue terbukti efektif sebagai
uji penapisan di fasilitas kesehatan primer. Tingginya hasil pengecatan yang positif-palsu dan
rendahnya spesifisitas dalam pengecatan terhadap displasia akan menutupi potensi manfaat
dari kanker lain yang terdeteksi.

Sistem deteksi berbasis-cahaya


Sistem deteksi berbasis-cahaya dibuat berdasarkan asumsi bahwa perubahan struktur dan
metabolik yang terjadi di mukosa selama proses karsinogenesis akan memberikan profil
absorpsi dan refraksi yang berbeda saat diberikan paparan cahaya atau energi dengan
berbagai tipe. Pada dasarnya terdapat dua sistem deteksi utama:

Kemiluminesens
Kemiluminesens atau fluoresensi reflektif jaringansebelumnya telah menggunakan asam
asetat 1% untuk mendeteksi daerah lesi “acetowhite” dalam deteksi kondisi pra-maligna dan
maligna di serviks atau mukosa oral. Saat ini, teknologi ini telah diadaptasi dan terdapat dua
sistem yang tersedia untuk deteksi dini berdasarkan prinsip tersebut – Vizilite ®
(Zila
Pharmaceuticals, Phoenix, AZ, USA) dan Microlux/DL® (AdDent Inc., Danbury, CT, USA).

Pada kedua sistem tersebut, pasien harus mencuci mulutnya dengan larutan asam asetat 1%
yang dilanjutkan dengan pemeriksaan visual langsung pada rongga mulut dengan
menggunakan sumber cahaya biru-putih. Pencucian dengan asam asetat 1% dilakukan untuk
melepas lapisan glikoprotein dan mungkin meningkatkan visibilitas nuklei sel epitel melalui
dehidrasi. ViziLite Plus menggunakan paket cahaya kemiluminesens sekali pakat, sementara
MicroLux memberikan sumber cahaya berdaya baterai yang dapat digunakan untuk beberapa
kali penggunaan. Sel-sel normal akan mengasorbsi cahaya dan memberikan warna kebiruan,
sementara cahaya yang dipantulkan oleh sel-sel abnormal dengan rasio nukleus:sitoplasma
yang tinggi serta epitel dengan keratinisasi, hiperparakeratinisasi, dan/atau infiltrate inflamasi
16
yang berlebihan, yang memberikan gambaran acetowhite dengan tepi yang lebih cerahdan
berbatas tegas.

Sebagian besar penelitian dengan sistem-sistem ini dilakukan pada pasien dengan lesi oral
dan bukan pada populasi masyarakat secara umum. Oleh karena itu, sensitivitas yang
dilaporkan dalam penelitian tersebut nyaris 100%, namun nilai akurasi lainnya tidak
konsisten: spesifisitas 0-14%, PPV 18-80%, dan NPV 0-100%. Hasil dari penelitian-
penelitian ini menunjukkan menganjurkan peningkatan pada parameter visual dari lesi yaitu
kecerahan, ketajaman (tepi batas lesi), tekstur permukaan, dan pada beberapa kasus, ukuran
lesi dibandingkan dengan hasil pemeriksaan menggunakan pencahayaan standar, meskipun
tidak ada dilaporkan sebelumnya lesi yang tidak teridentifikasi. Untuk meningkatkan hasil,
sekarang ini pengujian dikombinasikan dengan pengecatan toluidine blue. Daya
seraptoluidine blue berhubungan dengan menurunnya hasil biopsi yang menunjukkan
gambaran histologi jinak (hasil biopsi positif-palsu), sementara NPV tetap 100% untuk
adanya displasia berat atau kanker. Temuan serupa juga diamati pada penelitian lainnya,
meskipun tindakan pencucian dengan asam akan menunjukkan dengan jelas sejumlah lesi,
namun angka deteksi secara keseluruhan tidak mengalami peningkatan yang signifikan.

Pencitraan fluoresensi jaringan


Prinsip autofluoresensi jaringan adalah bahwa beberapa biofluorophores di jaringan akan
tereksitasi dan memberikan fluoresensi saat terpapar sumber cahaya dengan panjang
gelombang tertentu. Sistem VELscope ® (Visually Enhanced Lesion scope; LED Dental Inc.,
White Rock, BC, Canada) merupakan suatu alat portabel yang dapat mendeteksi hilangnya
fluoresensi pada lesi oral risiko tinggi yang tampak maupun tak tampak seperti kanker dan
pra-kanker, dengan melakukan fluoresensi langsung. Di bawah penyinaran dengan sinar
intense blue (400-460 nm), mukosa oral yang normal akan memberikan autofluoresensi hijau
pucat saat dilihat melalui filter selektif (narrow-band) yang terdapat pada instrumen.
Sementara jaringan abnormal (kanker atau pra-kanker), karena adanya kerusakan
biofluorophores, tidak akan memberikan warna terang dan tampak lebih gelap daripada
jaringan normal sekitarnya.

Sejumlah penelitian telah dilakukan dengan menggunakan VELscope®untuk deteksi dini


PMD dengan nilai sensitivitas yang dilaporkan sebesar 97-100% dan spesifisitas 94-100%.
Namun, penelitian terbaru oleh Awan et al menemukan nilai sensitivitas dan spesifisitas dari
17
autofluoresensi untuk deteksi lesi displasia adalah sebesar 84.1% dan 15.3%, secara
berurutan. Kurva ROC untuk autofluoresensi sebagai alat untuk mendeteksi kelompok
displasia juga menunjukkan nilai diagnostik yang rendah (AUC=0.49, 95% CI: 0.39-0.61,
P=0.96).

Sebuah penelitian kecil yang menyelidiki peran dari visualisasi fluoresensi untuk deteksi
batas pembedahan tumor untuk kanker oral saat digunakan di ruang operasi, menemukan
bahwa hilangnya autofluoresensi dapat meluas hingga 25 mm dari tumor yang terbukti secara
klinis. Histologi dari daerah ini menunjukkan gambaran kanker atau displasia dan pada 63%
penelitian hilangnya heterozigositas (LOH) menemukan hilangnya 3p dan/atau 9p. Akan
tetapi, hasil penelitian ini masih harus divalidasi di kelompok yang lebih besar dan juga untuk
penapisan berbasis-populasi.

Secara ringkas, tidak ada bukti yang mendukung penggunaan sistem fluoresensi reflektif
jaringan dalam membantu mendeteksi lesi oral pra-maligna. Diperlukan penelitian lebih
lanjut yang secara spesifik menyelidiki kemampuan dari alamt-alat bantu tersebut dalam
mendeteksi lesi pra-kanker yang tidak tampak melalui COA semata.

18
BAB III
KESIMPULAN

Kelainan yang berpotensi ganas merupakan spektrum penyakit penting yang harus
diidentifikasi dan di-follow-up secara ketat. Identifikasi yang tepat terhadap potensi ganasnya
dapat membantu dalam diagnosis dini kanker dan memperlambat perubahan stadium
penyakit. Pemeriksaan klinis dan histopatologi masih menjadi “baku emas“ dalam
mendeteksi kanker oral. Akan tetapi, selain pemeriksaan visual, belum ditemukan suatu
metode tertentu untuk penapisan yang tampaknya dapat digunakan dan bersifat efektif biaya
di masyarakat umum. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengatasi masalah tersebut.

19

Anda mungkin juga menyukai