LEUKOPLAKIA
Disusun Oleh:
Khoirunnisa
G99181038
Periode: 22 Juli – 4 Agustus 2019
Pembimbing:
Vita Nirmala Ardanari, drg., Sp.Pros., Sp.KG
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
hanya sebagai hiperkarotis tetapi akhirnya menjadi karsinoma skuamosa dengan
angka kematian yang tinggi (Kuribayashi, 2012).
Kendala dalam menegakkan diagnosis leukoplakia masih sering terjadi.
Hal ini disebabkan oleh beberapa kemungkinan seperti etiologi leukoplakia yang
belum jelas serta perkembangan yang agresif dari leukoplakia yang mula-mula hanya
sebagai hiperkeratosis ringan tetapi pada akhirnya menjadi karsinoma sel skuamosa
dengan angka kematian yang tinggi. Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga
mulut lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara lainnya di seluruh dunia.
Keadaan yang demikian diduga ada hubungannya dengan kebiasaan mengunyah
tembakau yang dilakukan sebagian masyarakat di kawasan Asia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Leukoplakia merupakan gambaran lesi putih pada mukosa oral yang tidak
dapat dihilangkan dengan digosok dan tidak dapat dikarakteristikkan sebagai
suatu lesi definitif lainnya. Sebagian besar lesi ini timbul pada lidah, namun bisa
juga timbul dibagian lainnya seperti ginggiva, palatum, mukosa buccal, area
alveolar dan bibir bawah (Feller L & Lemmer J, 2012; Brouns et al., 2013).
Menurut World Health Organization (WHO), Leukoplakia merupakan lesi
putih keratosis berupa bercak atau plak pada mukosa mulut yang tidak dapat
diangkat dari mukosa mulut secara usapan atau kikisan dan secara klinis maupun
histologis berbeda dengan penyakit lain di dalam mulut serta tidak dapat
dihubungkan dengan sebab fisik atau kimia kecuali penggunaan tembakau
(Neville dan Day, 2002; Saukos, 2008).
Secara histopatologi, leukoplakia didefinisikan sebagai bercak putih pada
mukosa dengan epitel mengalami hiperkeratosis dengan dasar yang terdiri dari
sel spinosum (Sapna, 2010).
B. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi terjadinya leukoplakia di beberapa variasi populasi
memperlihatkan hasil dengan rentangan yang berbeda. Hasil penelitian
memperlihatkan sekitar 2 hingga 12% prekanker berkembang menjadi kanker di
berbagai populasi. Sekitar 80% kanker mulut berasal dari lesi prekanker. Secara
global, angka kejadian kanker mulut dan kanker faringeal mencapat 500.000
kasus, dan tiga perempat dari kasus tersebut berasal dari negara berkembang,
dimana sekitar 65.000 kasusu berasal dari India (Amagasa, 2011).
Di Asia Tenggara, frekuensi tumor ganas rongga mulut lebih dari tinggi bila
dibandingkan dengan negara lainnya di seluruh dunia. Keadaan yang demikian
4
diduga ada hubungannya dengan kebiasaan mengunyah tembakau yang
dilakukan sebagian masyarakat di kawasan Asia (Napier, 2008).
Hasil penelitian kasus di Yugoslavia, dari 2385 pasien diperiksa, 53 pasien
didiagnosis mengalami leukoplakia dengan prevalensi sekitar 2.2%. distribusi
berdasarkan umur dan jenis kelamin ditemukan bahwa pria lebih sering terkena
leukoplakia dibandingkan wnaita (4.3% : 0.9%). Berdasarkan umur, angka
kejadian leukoplakia pada pria menigkat pada usia sebelum dan sesudah 40
tahun, sedangkan pada wanita angka kejadian leukoplakia meningkat pada usia
30-39 tahun dan 50-59 tahun (Napier, 2008).
C. ETIOLOGI
Etiologi kebanyakan kasus leukoplakia tidak diketahui (idiopatik). Namun
beberapa penelitian menunjukkan inisiasi kondisi leukoplakia dipengaruhi faktor
ekstrinsik maupun intrinsik. Faktor yang paling sering dihubungkan dengan
terjadinya leukoplakia adalah merokok, konsumsi alkohol, iritasi kronis,
kandidiasis, kekurangan vitamin, gangguan endokrin, serta karena serangan virus
tertentu (Harris, 2017).
Beberapa penelitian menunjukkan peranan penting infeksi Candida sebagai
pencetus terjadinya leukoplakia. Penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan
infeksi Candida albicans dan keberadaannya yang simultan memegang peranan
penting dalam terjadinya transformasi malignan selain infeksi Candida albicans,
penelitian yang pernah dilakukan juga mengaitkan defisiensi beberapa vitamin
dengan terjadinya leukoplakia. Penurunan level serum vitamin A, B12, C, beta
karotin, dan asam folat yang signifikan dapat meningkatkan kemungkinan
leukoplakia (Kayalvizhi, 2016).
Penelitian oleh Schepman et al menunjukkan bahwa perokok aktif memiliki
kemungkinan enam kali lebih besar menderita leukoplakia dibandingkan orang
yang tidak merokok. Penelitian lain juga menunjukkan konsumsi alkohol
meningkatkan kemungkinan perkembangan malignansi di rongga mulut. Infeksi
5
Human Papilloma Virus (HPV) juga dapat menyebabkan perkembangan
malignansi di rongga mulut. Virus ini mengekspresikan protein onkogenik
seperti human papilloma virus-16L1 yang dapat menyebabkan karsinogenesis
(Kayalvizhi, 2016).
Banoczy menemukan adanya penurunan signifikan pada vitamin A, B12, C,
beta carotene dan asam folat pada pasien dengan leukoplakia. Soames dan
Southam melaporkan adanya perubahan pada perkembangan leukoplakia lebih
pada area atrofi epitelial dan kondisi yang berkaitan dengan hal tersebut meliputi
defisiensi besi, vitamin dan fibrosis submukus mulut. Mutasi p53 dari sel juga
didapatkan pada penderita leukoplakia yang merokok dan minum alkohol.
D. PATOFISIOLOGI
Pasien dengan leukoplakia idiopatik memiliki risiko tinggi berkembang
menjadi kanker. Penelitian oleh Downer, pada sejumlah pasien leukoplakia, 4%-
17% lesi berubah menjadi tumor maligna dalam waktu 20 tahun.
Perubahan patologis primer yang terdapat pada leukoplakia adalah diferensiasi
abnormal dari epitel mukosa dengan ditandai peningkatan aktivitas keratinisasi
pada permukaan selnya yang memproduksi penampakan klinis yang mukosa
yang berwarna putih. Proses ini juga dibersamai dengan perubahan ketebalan dari
jaringan epithelial. Proses ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap praleukoplakia:
mulai terbentuk warna plaque abu-abu tipis, bening, translusen, permukaannya
halus dengan konsistensi lunak dan datar dan tahap Leukoplakia (pelebaran lesi
ke arah lateral membentuk keratin yang tebal, warna menjadi lebih putih,
berfisura dan permukaan kasar) (Reibel J, 2003).
6
oksidatif dan displasia epitel berperan dalam perubahan yang terjadi pada
leukoplakia (Kawanishi S & Murata M, 2006).
E. KLASIFIKASI
Secara klinis, leukoplakia dibagi menjadi dua yaitu homogen dan non
homogen. Lesi homogen berbentuk datar dan tipis, biasanya asimptomatis.
Contoh lesi non homogen adalah eritroleukoplakia. Lesi non homogen pada
umumnya simtomatis dan memiliki bentuk yang bervariasi, diantaranya:
1) Leukoplakia verukosa proliferatif
Merupakan jenis leukoplakia yang dan bersifat progresif. Lesi paling banyak
ditemukan di lidah, ginggiva dan mukosa buccal. Jenis ini sering mengarah ke
lesi yang ganas..
2) Keratosis sublingual
Memiliki gambaran berupa plak berwarna putih dengan permukaan halus,
ireguler, berbatas tegas, dan kadang berbentuk menyerupai kupu-kupu.
3) Leukoplakia candida
Merupakan leukoplakia dengan gambaran lesi yang luas, putih pekat, keras
dan kasar pada permukannya.
4) Hairy leukoplakia
Dimana terdapat rambut-rambut yang tumbuh pada permukaan lesi dan sering
terdapat pada lidah. Sering disebabkan oleh reaktivasi dari Epstein Barr-Virus
(Warnakulasuriya S et al., 2007).
7
Gambar 2. Oral Hairy Leukoplakia
F. MANIFESTASI KLINIS
Leukoplakia ditandai dengan adanya plak putih yang tidak bisa digolongkan
secara klinis atau patologis ke dalam penyakit lainnya. Leukoplakia merupakan
lesi pra kanker yang paling banyak, yaitu sekitar 85% dari semua lesi pra kanker.
Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lingual, labia, palatum,
daerah dasar cavum oris, gingiva, mukosa lipatan buccal, serta mandibular
alveolar ridge. Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung
dari awal terjadinya lesi tersebut, dan setiap individu akan berbeda.
Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit putih yang agak transparan,
berfisura atau keriput dan secara khas lunak dan datar. Biasanya batasnya tegas
tetapi dapat juga berbatas tidak tegas. Lesi dapat berkembang dalam minggu
sampai bulan menjadi tebal, sedikit meninggi dengan tekstur kasar dan keras. Lesi
ini biasanya tidak sakit, tetapi sensitif terhadap sentuhan, panas, makanan pedas
dan iritan lainnya (Burket, 2013).
1. Leukoplakia Homogen
Dalam perkembangannya, leukoplakia dapat menjadi semakin meluas,
menebal, disebut leukoplakia homogen. Pada tipe ini, terutama berupa lesi
putih yang datar dan tipis. Lesi ini dapat terlihat sebagai retakan yang dangkal
dengan permukaan yang halus atau berkerut. Teksturnya konsisten. Tipe ini
biasanya asimptomatik.
8
Gambar 3. Homogenous Leukoplakia
9
menyebar luas, sering terjadi pada pasien dengan faktor risiko yang tidak
diketahui. Secara umum, leukoplakia non homogen memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk bertransformasi menjadi malignan, tetapi oral karsinoma dapat
berkembang dari berbagai jenis leukoplakia (Shaffer et al., 2011).
G. DIAGNOSIS
Diagnosis definitif leukoplakia dari penemuan lesi putih di area mukosa oral
pada saat pemeriksaan fisik tanpa ditemukannya etiologi seperti riwayat merokok,
infeksi, riwayat keganasan pada anamnesis atau pemeriksaan fisik. Pemeriksaan
penunjang seperti biopsi sangat direkomendasikan untuk melihat perubahan
histologis yang terjadi. Biopsi dilakukan pada area yang paling tampak
perubahannya. Pada pasien dengan leukoplakia multifokal, biopsi dapat dilakukan
pada beberapa tempat (field mapping). Pemeriksaan histopatologis ini masih
merupakan baku emas dalam penegakan diagnosis leukoplakia (Thomson PJ &
Hamadah O, 2007; Torres-Rendon A et al., 2009).
1. Histopatologi
Pada pemeriksaan histologi akan terlihat hiperkeratosis atau penebalan pada
bagian Stratum korneum kulit, Acanthosis (peningkatan ketebalan pada Stratum
spinosum), Intracellular hydropic degeneration (apoptosis), terdapat Epithelial
pearl, tidak ada tandatanda displasia, dan ada infiltrasi round sel pada jaringan
ikat (Kujan, 2005)
10
2. Toluidine blue
Dasar dari pemeriksaan dengan memakai toluidine blue adalah sel kanker
akan mengabsorpsi warna biru, sedangkan jaringan normal tidak (Manuaba
2017). Cara nya yaitu wajah dan pakaian pasien dilindungi dari tumpahan
pewarnaan dan oleskan jelly petroleum pada bibir pasien untuk mengurangi
pewarnaan. Minta pasien untuk batuk pada cup besar untuk membuang sisa-sisa
yang infeksius, kemudian yang pertama minta pasien untuk berkumur larutan
asam asetat selama 20 detik dan bilas dengan air. Selanjutnya berkumur dengan
larutan toluidin blue selama 20 detik , kemudian larutan asam asetat kembali
selama 20 detik kemudian cuci dengan air. Pewarnaan yang dipertahankan oleh
dorsum lidah adalah normal, bukan positif. Sedangkan apabila warna biru
dipertahankan di region lain dalam rongga mulut dan tidak\ luntur dengan larutan
asam asetat maka dianggap positif. Untuk mengurangi hasil positif palsu maka
apabila hasil yang pertama positif, maka dilakukan tes kembali setelah 10-14 hari.
Jika hasil yang ke-2 juga positif maka harus dilakukan biopsy (mandatory). Namun
apabila lesi yang dicurigai ternyata negatif, maka dicarikan second opinion atau bila
memungkinkan biopsi.
Dibawah ini adalah ilustrasi bagaimana toluidin blue menunjukkan (highlight)
lesi yang dicurigai (Kao et al., 2009).
11
Gambar 7. Pewarnaan Toluidine Blue
3. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi, terutama flexible fiberoptic, penting dan harus rutin
dilakukan pada penderita kanker rongga mulut, faring, laring dan esophagus.
Tujuan pemeriksaan ini adalah mencari synchronous cancers. Adapun
pemeriksaan sitologi dapat berasal dari sel-sel eksfoliatif atau dari cucian mulut,
12
ataupun dari specimen kerokan dari lesi di rongga mulut, baik lesi prakanker
atupun lesi yang dicurigai (Manuaba, 2017).
4. PET-SCAN
Teknik ini merupakan pencitraan yang sangat sensitive untuk menemukan
tumor primer yang kecil (pada unknown/occult primary tumor) dan adanya
metastase ( Jayaprakash, 2009).
H. TERAPI
Terapi leukoplakia oral terbagi atas dua, yaitu terapi non-bedah dan terapi
bedah.
1) Terapi Non-Bedah
Terapi non bedah dipilih pada pasien dengan lesi yang luas, dengan
riwayat masalah kesehetan yang beresiko tinggi terhadap tindakan pembedahan,
atau pada pasien yang menolak dilakukan tindakan pembedahan (Amagasa T et
al., 2011). Terapi non bedah antar lain: farmakologis (bleomycin, asam retinoat,
karotenoid), cryotherapy, terapi fotodinamik (Arruda JAA et al., 2016).
2) Terapi Bedah
Terapi bedah pada leukoplakia dilakukan untuk mencegah
perkembangan yang menuju ke arah kanker sel skuamosa. Namun, reseksi ini
tidak berhubungan dengan prevensi terhadap rekurensi. Transformasi maligna
4
dipengaruhi oleh tingkat keparahan displasia pada sel epitel. Derajat displasia
yang sedang hingga berat dapat menjadi indikasi dilakukannya tindakan
pembedahan, sedangkan derajat displasia ringan dapat diberi tindakan alternatif
yakni menggunakan laser CO2 dengan ablasi atau vaporisasi terhadap lesi
(Kuribayashi et al., 2012; Chandu A & Smith AC, 2005).
13
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Leukoplakia merupakan gambaran lesi putih pada mukosa oral yang
tidak dapat dihilangkan dengan digosok dan tidak dapat dikarakteristikkan
sebagai suatu lesi definitif lainnya. Sebagian besar lesi ini timbul pada lidah,
namun bisa juga timbul dibagian lainnya seperti ginggiva, palatum, mukosa
buccal, area alveolar dan bibir bawah. Penyebab pasti leukoplakia belum
dapat diketahui. Faktor penyebab dapat berupa rokok, alkohol, trauma, dan
defisiensi vitamin. Terdapat dua tipe klinis leukoplakia yaitu homogen dan
non homogen. Pada tipe homogen berupa lesi putih yang datar dan tipis
sedangkan leukoplakia non-homogen umumnya simptomatis dan memiliki
beberapa variasi. Diagnosis leukoplakia dapat ditegakkan dari penemuan lesi
putih di area mukosa oral pada saat pemeriksaan fisik tanpa ditemukannya
etiologi seperti riwayat merokok, infeksi, riwayat keganasan pada anamnesis
atau pemeriksaan fisik sedangkan untuk baku emasnya menggunakan
pemeriksaan histopatologis. Tatalaksana utama leukoplakia adalah
pembedahan dan menghindari faktor penyebab. Prognosis leukoplakia sangat
bagus bila penyakit ditemukan pada stadium awal.
B. SARAN
Dokter atau tenaga medis lainnya dianjurkan memberikan promosi
kesehatan serta edukasi kepada masyarakat terutama yang memiliki faktor
risiko seperti merokok atau mengkonsumsi alkohol.
Pasien leukoplakia dianjurkan untuk menghindari faktor risiko, menjaga
oral hygiene, dan memperhatikan keadaan lesi serta melaporkan ke
dokternya bila terdapat perubahan lesi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Burket G..H. (2013). Oral medicine Diagnosis & Treatment, 6th edition, J.B.
Lippincott Co., Philadelphia-Toronto. 2013.
Cade JE. (2017). Hairy Leukoplakia. Diakses tanggal 28 November 2018 pada
http://emedicine.medscape.com/article/279269-overview
Cawson, R.A. (1969). Leukoplakia and oral cancer. Proc R Soc Med. 62:610-614.
Guilgen NGBV, Kang S, Tommasi MHM, Vieira I, Machado MAN, Lima AAS
(2014). Oral erythroleukoplakia – a potentially malignant disorder. Polski
Przeglad Otorynolaryngologiczny 4: 20-24
15
Ismail, S.B., Kumar, S.K.S., Zain, R.B. (2007). Oral lichen planus and lichenoid
reactions: ettiopathogenesis, diagnosis, management, and malignant
transformation. J Oral Sci. 49:89-106.
Kao, Shou-yen, et al. (2009). Detection and Screening of Oral Cancer and Pre-
cancerous Lesions. J Chin Med Asscociation. 72 (5); p. 227-233.
Kujan, Omar, et al. (2005). Evaluation of Screening Strategies for Improving Oral
Cancer Mortality:A Cochrane Systematic Review. Journal of Dental
education. 69 (2); p. 255-265.
Napier SS, Speight PM. (2008). Natural history of potentially malignant oral lesions
and conditions: an overview of the literature. J Oral Pathol Med. 37:1–10
Neville, B.W. and Day, T.A., (2002) Oral cancer and precancerous lesions. CA: a
cancer journal for clinicians, 52(4), pp.195-215.
Neville. (2002). Oral cancer and precancerous lesions. CA Cancer J Clin. 52:195-
215.
Prof. Dr. dr. I.B Tjakra Wibawa Manuaba, M.P.H., Sp.B(K)Onk. (2017). Panduan
Penatalaksanaan Kanker Solid. Jakarta : CV Sagung Seto. Halaman 104-106.
16
Reibel J. (2003). Prognosis of oral premalignant lesions: significance of clinical,
histopathological, and molecular biological characteristics. Critical Reviews
in Oral Biology & Medicine, 14(1): 47-62
Scully C, Porter S (1999) Orofacial disease: Update for the dental clinical team: 3.
White lesions. Dent update 26: 123-129
Serpico, R., Pannone, G., Santoro A,et all. (2007). Report case of discoid lupus
erythematosus localizd to the oral cavity; immunofluorescence finding. Int J
immunopathol Pharmacol. 20:651-653.
Shaffer W.G., Hine M.K, Levy B.M. A Text Book Oral Pathology, 3rd. edition, W.B.
Thomson PJ, Hamadah O.(2007). Cancerisation within the oral cavity: The use of 'field
mapping biopsies' in clinical management. Oral Oncology, 43: 20-26.
17