Anda di halaman 1dari 12

1

A. KONSEP DASAR PPh BADAN

1. Pengertian dan Dasar Pemotong Pajak

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik
yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Misalnya PT. CV, perseroan
lainnya, BUMN/BUMD dengan nama atau bentuk apapun, Fa, Kongsi, Koperasi,
Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Ormas, Orsospol, atau Organisasi
yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap dan Bentuk Badan Lainnya termasuk
Reksadana.

Dasar pemotongan pajak dibedakan menjadi penghasilan bruto dan penghasilan


neto. Dasar pemotongan pajak adalah jumlah penghasilan bruto untuk penghasilan
sebagai berikut:

a. Dividen
b. Bunga tremasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian piutang.
c. Royalti
d. Hadiah dan penghargaan
e. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi

Dasar pemotongan pajak adalah penghasilan neto untuk penghasilan sebagai berikut:

 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.


 Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa
konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong PPh pasal 21.
 PPh Badan yaitu pajak atas penghasilan yang diperoleh atau diterima badan
usaha yang bertempat kedudukan di Indonesia.

2. Subjek dan Bukan Subjek Pajak Badan

a. Subjek PPh Badan

1) Dalam Negeri
Badan didirikan di Indonesia atau bertempat kedudukan di Indonesia.
2) Luar Negeri:
 Badan yang tidak didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
 Menjalankan usaha/kegiatan melalui BUT di Indonesia.
 Menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tanpa melalui
BUT.
 Bentuk Usaha Tetap

1
2

 Bentuk usaha yang dipergunakan oleh Subjek Pajak OP Luar Negeri dan
Subjek Pajak Badan Luar Negeri untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan (pekerjaan bebas) di Indonesia.

b. Bukan Subjek PPh Badan

1. Badan perwakilan negara asing


2. Organisasi Internasional
Yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia menjadi
anggotanya dan tidak menjalankan kegiatan usaha/ kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggotanya.
3. Unit tertentu dari badan pemerintah dengan syarat
 Dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Dibiayai dengan dana yang bersumber APBN atau APBD.
 Penerimaan lembaga tersebut dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau Daerah.
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

3. Dasar Hukum PPh Badan

a. UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan


b. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
c. UU No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu
d. UU No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari
Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu

B. BIAYA YANG DAPAT DIKURANGKAN DAN TIDAK DAPAT


DIKURANGKAN

1. Biaya-biaya yang Dapat Dikurangkan

Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam Negeri dan BUT, dihitung berdasarkan
penghasilan bruto dikurangi:

2
3

a. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk biaya


pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah,
gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk
uang, bunga, sewa, royalti, biaya perjalan, biaya pengolahan limbah, premi
asuransi, biaya administrasi, dan Pajak kecuali Pajak Penghasilan.
b. Penyusutan atas harta berwujud dan amortisasi atas hak dan biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan.
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia.
g. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan.
h. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih, dengan syarat:
 Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
 Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara
kreditur dan debitur yang bersangkutan; dan
 Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada DJP, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan keputusan
Direktur Jenderal Pajak.

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, biaya administrasi kantor pusat yang
boleh dikurangkan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT,
yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Untuk dapat dikurangkan atau dibebankan dalam penghitungan Penghasilan Kena


Pajak, biaya atau pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan langsung dengan
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
merupakan Objek Pajak, dengan demikian biaya atau pengeluaran untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak tidak
boleh dikurangkan atau dibebankan. Biaya bunga atas pinjaman yang dipergunakan
untuk membeli saham tidak boleh dikurangkan atau dibebankan, apabila dividen yang
diterimanya bukan merupakan objek pajak. Akan tetapi dalam hal ini biaya bunga
pinjaman tersebut daoat dikapitalisasi sebagai penambah harga perolehan saham.

2. Biaya-biaya yang Tidak Dapat Dikurangkan

Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Dalam Negeri dan
BUT, tidak boleh dikurangkan:

3
4

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, seperti: dividen, dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha korporasi.
b. Biaya atau pengeluaran untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, dan
anggota.
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak
tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan usaha
asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang
ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh wajib pajak pribadi, kecuali jika
dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sbeagai penghasilan bagi
wajib pajak yang bersangkutan.
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman
bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan denan pelaksanaan pekerjaan
yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan yang dilakukan.
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan yang bukan
merupakan objek pajak, kecuali zakat atas penghasilan yang dibayar oleh wajib
pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
h. Pajak penghasilan
i. Biaya atau pengeluaran pribadi wajib pajak yang bersangkutan atau orang yang
menjadi tanggungannya.
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modlanya tidak terbagi atas saham.
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pisana berupa
denda yang berkenaan dengan pelaksanaan undang-undang di bidang perpajakan.

Dalam menentukan besarnya laba suatu BUT, pembayaran kepada kantor pusat yang
tidak boleh dikurangkan adalah:

a. Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta, paten, dan
hak-hak lainnya;
b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya;
c. Bunga, kecuali bunga yang berkenaan dengan perbankan.

4
5

C. PERHITUNGAN PPH BADAN

1. Penghasilan Kena Pajak

Perhitungan besarnya penghasilan neto bagi wajib pajak badan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.

1) Menghitung PKP dengan Menggunakan Pembukuan

Untuk wajib pajak badan besarnya PKP sama dengan penghasilan nettonya yaitu
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-
undang PPh.

PKP WP Badan = Penghasilan Neto

= Penghasilan Bruto – Biaya yang Diperkenankan UU PPh

2) Menghitung PKP dengan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan


Neto

PKP WP Badan = Penghasilan Neto – Kompensasi Kerugian

= (Penghasilan Bruto – Biaya yang Diperkenankan UU PPh) –


Kompensasi Kerugian

Apabila dalam menghitung PKP-nya wajib pajak yang menggunakan norma


penghitungan penghasilan neto, besarnya penghasilan neto adalah sama besarnya
dengan persentase norma penghitungan penghasilan neto dikali dengan jumlah
peredaran usahnya. Dalam hal rugi tahun sebelumnya yang masih dapat
dikompensasikan.

2. Tarif PPh Wajib Pajak Badan

a. Tarif PPh Badan tahun 2009

Tarif PPh Badan untuk tahun 2009 adalah 28% dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan

5
6

Rp50.000.000.000 (50 milyar) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar


50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000.

b. Tarif PPh Badan tahun 2010

Tarif PPh Badan untuk tahun 2010 adalah 25% dari Penghasilan Kena Pajak (PKP).
Bagi WP badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk atau Go Public), mendapat
pengurangan tarif sebesar 5% dari tarif normal atau dengan kata lain mulai Tahun
Pajak 2010 tarif WP Badan yang sudah Go Public adalah 20%. WP badan yang
berhak mendapat penurunan tarif PPh ini adalah WP Badan yang sudah go public
dengan kriteria sebagai berikut.

a. Saham diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;


b. Jumlah saham yang dilempar ke publik minimal 40% dari keseluruhan sahan
yang disetor dan saham tersebut dimiliki oleh minimal 300 pihak (pemegang
saham) baik orang pribadi atau badan; dan
c. Masing-masinh pihak (pemegang saham) hanya boleh mimiliki saham kurang
dari 5% dari keseluruhan saham yang disetor.

Jika salah satu kriteria tersebut tidak terpenuhi, maka WP Badan tersebut harus
menggunakan tarif yang ditetapkan, yaitu sebesar 25%.

Untuk Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000 (50 milyar) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
50% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000.

c. Tarif PPh Badan tahun 2013

Untuk tarif PPh Badan tahun 2013 dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu sebagai
berikut.

a) Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008

Tarif PPh Badan berdasarkan Pasal 17 dan pasal 31E UU No. 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, yaitu sebagai berikut.

i. Tarif pajak untuk tahun pajak 2013 adalah sebesar 25% dari Penghasilan
Kena Pajak.

6
7

ii. Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk persekutuan terbuka yang
paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu
lainnya dapat 5% lebih rendah daripada tarif tersebut yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
iii. Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000 (50 milyar) mendapatkan fasilitas berupa pengurangan
tarif sebesar 50% dari tarif tersebut (25%) yang dikenakan atas Penghasilan
Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000.
iv. Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak
dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
v. Tarif Pajak Pasal 17 dan 31E dikenakan atas penghasilan kena pajak Wajib
Pajak Badan yang tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak Badan yang
telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46 Tahun 2013.

b) PP Nomor 46 Tahun 2013

Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2013 berdasarkan PP Nomor 46 Tahun
2013 adalah sebagai berikut.

Atas peredaran usaha bruto bulan Juli sampai Desember 2013 dari Wajib Pajak
Badan yang mempunyai kriteria tertentu berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013
dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2 sebesar 1% dari peredaran usaha bruto dan
bersifat final.

d. Tarif PPh Badan Tahun 2018

a. Pasal 17 dan 31E UU No. 36 Tahun 2008

Tarif PPh Badan berdasarkan Pasal 17 dan pasal 31E UU No. 36 tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan, yaitu sebagai berikut.

 Tarif pajak untuk tahun pajak 2013 adalah sebesar 25% dari Penghasilan
Kena Pajak.
 Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk persekutuan terbuka
yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan memenuhi persyaratan
tertentu lainnya dapat 5% lebih rendah daripada tarif tersebut yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
 Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp50.000.000.000 (50 milyar) mendapatkan fasilitas berupa
pengurangan tarif sebesar 50% dari tarif tersebut (25%) yang dikenakan

7
8

atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan
Rp4.800.000.000.
 Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak
dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
 Tarif Pajak Pasal 17 dan 31E dikenakan atas penghasilan kena pajak
Wajib Pajak Badan yang tidak termasuk dalam kriteria Wajib Pajak
Badan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 berdasarkan PP 46
Tahun 2013.

b. PP Nomor 23 Tahun 2018

Tarif Pajak PPh Badan untuk Tahun Pajak 2018 berdasarkan PP Nomor 23 Tahun
2018 adalah sebagai berikut.Atas peredaran usaha bruto bulan Juli sampai
Desember 2018 dari Wajib Pajak Badan yang mempunyai kriteria tertentu
berdasarkan PP Nomor 23 Tahun 2018 dikenakan PPh Final sebesar 0,5% dari
peredaran usaha bruto dan bersifat final.

No. Tahun Jumlah Peredaran Bruto Potongan


untuk Go
Kurang dari 4,8 M s/d 50 Lebih dari 50 Public
4,8 M M M

1. 2009 28% dari PKP 28% dari PKP, 28% dari PKP –
potongan 50%
untuk bagian
4,8M

2. 2010 25% dari PKP 25% dari PKP, 25% dari PKP 5%
potongan 50%
untuk bagian
4,8M

3. 2013 1% 25% dari PKP, 25% dari PKP 5%


potongan 50%
untuk bagian
4,8M

4. 2018 0,5% 25% dari PKP, 25% dari PKP 5%


potongan 50%
untuk bagian
4,8M

8
9

3. Kredit Pajak PPh Badan

Ketentuan PPh Pasal 25 UU PPh mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran


bulanan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak dalam tahun berjalan.

Pembayaran pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan:

 Wajib pajak membayar sendiri pajaknya (PPh Pasal 25)


 Melalui pemotongan atau pemungutan pihak ketiga (PPh Pasal 21, 22, 23, dan
24)

Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri oleh wajib
pajak untuk setiap bulan adakah sebesar pajak penghasilan yang terutang menurut
surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi
dengan:

a. Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam PPh Pasal 21


dan Pasal 23, serta pajak penghasilan yang dipungut sebagaiman dimaksud
dalam pasal 22.
b. Pajak penghasilan yang dibayar atau terutag di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24. Dibagi 12 (dua belas) atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Penghitungan Angsuran PPh Pasal 25 ayat (1) bagi Wajib Pajak Badan:

PPh Menurut SPT Tahunan PPh Tahun Lalu xxx


Pengurangan/Kredit Pajak:
– PPh Pasal 22 xxx
– PPh Pasal 23 xxx
– PPh Pasal 24 xxx
Total Kredit Pajak (xxx)
Dasar Penghitungan Angsuran xxx

4. PPh Kurang Bayar

Menurut UU PPh Pasal 29 yang berbunyi: “Apabila pajak yang terutang untuk suatu
tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.”

9
10

Contoh Soal :

 Penghitungan PPh WP Badan Yang Peredaran Brutonya Tidak Melebihi Rp. 4,8
Milyar (sesuai PP 43)

Peraturan Pemerintan Nomor 23 Tahun 2018, maka sejak berlakunya PP tersebut


menghitung pajak terutang wajib pajak badan yang peredaran brutonya tidak melebihi
Rp. 4.800.000.000, - (Empat Miliar Delapan Ratus Juta Rupiah) dalam satu tahun pajak
maka dikenakan tarif 0.5%.

1. PT Asia Baja Perkasa adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam
bidang penjualan besi dan baja . Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam tahun
pajak 2018 sebesar Rp 3.876.860.000,00 dengan perincian sebagai berikut :

 Penjualan kotor bulan januari = Rp 323.600.000


 Penjualan kotor bulan Februari = Rp 312.650.000
 Penjualan kotor bulan Maret = Rp 295.320.000
 Penjualan kotor bulan April = Rp 321.200.000
 Penjualan kotor bulan Mei = Rp 314.860.000
 Penjualan kotor bulan Juni = Rp 326.230.000
 Penjualan kotor bulan Juli = Rp 368.200.000
 Penjualan kotor bulan Agustus = Rp 345.782.000
 Penjualan kotor bulan September = Rp 319.862.000
 Penjualan kotor bulan Oktober = Rp 316.852.000
 Penjualan kotor bulan November = Rp 314.652.000
 Penjualan kotor bulan Desember = Rp 317.652.000

Jawab

Akan dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 untuk setiap bulan dengan tarif sebesar 1
% (satu persen) untuk Peredaran Bruto Masa Pajak Januari sd Juni 2018 dan dengan
tarif 0,5 % (setengah persen) untuk Masa Pajak Juli sd Desember 2018.

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 323.600.000, - X 1 %


bulan januari
= Rp. 3.236.000

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 312.650.000, - X 1 %


bulan februari
= Rp. 3.126.500

10
11

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 295.320.000, - X 1 %


bulan Maret
= Rp. 2.953.200

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 321.200.000, - X 1 %


bulan April
= Rp. 3.212.000

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 314.860.000, - X 1 %


bulan Mei
= Rp. 3.3.148.600

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 326.230.000, - X 1 %


bulan Juni
= Rp. 3.262.300

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 368.200.000, - X 0.5 %


bulan Juni
= Rp. 1.841.000

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 345.782.000, - X 0.5 %


bulan Agustus
= Rp. 1.728.910

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 319.862.000, - X 0.5 %


bulan September
= Rp. 1.599.310

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 316.852.000, - X 0.5 %


bulan Oktober
= Rp. 1.584.260

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 314.652.000, - X 0.5 %


bulan November
= Rp. 1.573.260

peredaran bruto PT. Asia Baja Perkasa = Rp. 317.652.000, - X 0.5 %


bulan Desember
= Rp. 1.588.260

_________________________ +

pajak terutang masa januari 2015 = Rp. 28.853.600, -

 Penghitungan PPh WP Badan Yang Peredaran Brutonya Di Atas Rp. 4,8 Milyar s /
d Rp. 50 Milyar

2. PT Asia Baja Perkasa adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam
bidang penjualan besi dan baja . Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam tahun
pajak 2018 sebesar Rp 7.256.458.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp

11
12

765.459.00,00
Hitung jumlah Pajak terutang PT. Asia Baja Perkasa untuk tahun pajak 2018?

Jawab

4.800.000.000
PKP Mendapat Fasilitas = 𝑥 765.459.000
7.256.458.000
= 506.335.625

PKP Tidak Mendapat Fasilitas = 765.459.000 – 506.335.625


= 259.123.375 , -

PPh Terutang:
Mendapat Fasilitas = 50% X 25% X 506.335.625
= 63.291.875, -

Tidak Mendapat Fasilitas = 25% X 259.123.375


= 64.780.750, -

Jadi Total PPh Terutang = 63.291.875 + 64.780.750


= 128.072.625, -

 Penghitungan PPh WP Badan Yang Peredaran Brutonya Di atas Rp. 50 Milyar

3. PT Asia Baja Perkasa adalah perusahaan yang mempunyai kegiatan usaha dalam bidang
penjualan besi dan baja . Peredaran Bruto PT Asia Baja Perkasa dalam tahun pajak 2018
sebesar Rp 51.236.759.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp
4.956.813.000,00
Hitung berapa Pajak terutang PT. Asia Baja Perkasa untuk tahun pajak 2018?
Jawab
PPh Terutang = 25% X 4.956.813.000,-
= 1.239.203.250,-

Jadi, atas Penghasilan kena pajak sebesar Rp 4.956.813.000,00 dikenakan pajak


penghasilan badan sebesar Rp 1.239.203.250,00

12

Anda mungkin juga menyukai