Anda di halaman 1dari 3

Paragraf 1

Chairil Anwar bukan hanya nama seorang penyair, dia juga nama untuk situasi yang
memungkin kita menghidupkan Bahasa dan sastra kita. Sajaknya menyediakan dasar dari
penulisan puisi sampai saat ini. Situasi Chairil Anwar adalah lingkupnya menegakan sastra
dan budaya tulisan.

Paragraf 2
Banyak pembaca berpikiri bahwa Chairil Anwar adalah si binatang jalang yang terbuang
yang bebeda dari penyair lainnya dan membangun sastra baru dengan
kejalangannya.Tetapi, puisi- puisi Chairil membangkitkan kekayaan Bahasa kita ke tingkat
yang mustahil dikatakan dengan cara lain tetapi masih dapat dimengerti. Karyanya
menunjukan bahwa untuk mencapai kepadatan dan kebulatan, puisi boleh melanggar tata
Bahasa.

Paragraf 3
Pelanggaran biasanya dilakukan oleh penulis yang yang gandrung akan Bahasa dan pandai
memiuhkan hokum Bahasa untuk menampillan karya yang beda. Penyair modern adalah
perajin dan pemikir sekaligus yang bermain dengan berbagai teknik dan memilih
berdasarkan aspirasinya.Chairil Anwar dengan cermat mecerna puisi lama dan memilih
model yang tepat untuk dirinya.

Paragraf 4
Dalam sajak Chairil, setiap larik adalah kalimat atau frase yang tak lengkap, menggantung
dan hanya berusaha secara tanggung untuk menyambung di kalimat sesudahnya. Chairil
seakan membiarkan baris-barisnya mengerut dan memuai sendiri. Cacat ini justru
memunculkan tenaga kata dan kombinasi antar kata.

Paragraf 5
Bila ditamsilkan dengan seni lukis, perbedaan Amir dan Chairil adalah jika Amir menggambar
ruang tunggal-menurus, Chairil melukis ruang yang terpecah-pecah dan jika pada lukisan
Amir keseluruhan tamasya yang membuat kita terpukau, pada lukisan Chairil kita
memperhatikan garis, warna dan bidang.

Paragraf 6
Kesetiaan Chairil Anwar terhadap bentuk-bentuk puisi lama sesungguhnya lebih besar dari
yang kita duga. Puisinya ‘ Senja di Pelabuhan Kecil’ memperluas konsep sampiran dan isi
dalam isi.

Paragraf 7
Chairil Anwar memiliki julukan “penerus tradisi persajakan”.Chairil menyatukan sajak bebas
dan sastra dunia sezamannya. Sajak bebas pun adalah hasil disiplin yang tersendiri. Chairil
bukan orang pertama yang mengerjakan sajak bebas, karena itu, Chairil merupakan seorang
pelanjut bukan pelopor.

Paragraf 8
Sajak bebas bukanlah sajak tanpa kedali. Arti dari sajak bebas adalah ia menekankan baris-
barisnya untuk berpisah dan menyatu ganti-berganti, mengambang, demi menekankan
tenaga kata. Satuan sajak yang mengambang ini membentuk lukisan suasan yang kuat.

Paragraf 9
Tak jarang para pembaca merasa puas dengan satu frase dari Chairil Anwar sementara
bentuk sajak dalam keseluruhannya adalah ‘wadah’ untuk menonkolkan evokasi
tersebut.Dalam menciptakan sebuah gambaran baru, penulis memiliki resiko untuk gagal
karena waktu.

Paragraf 10
Segenap cacat di puisi memang kadang diperlukan untuk terciptanya sebuah lukisan
suasana.Semua sajak yang ditimbulkan Chairil menjadi derau yang menyedapkan, yang
menimbulkan rasa curiga yang mengikat kita dalam keseluruhan kerangka bentuk sajaknya

Paragraf 11
Membaca puisi Chairil Anwar saat ini adalah memberi perhatian kepada
keperajinannya,pada ketajamannya menggali Bahasa, pada keluasan wawasan
sastranya.Pembaca yang berpikir bahwa si aku adalah penyair sendiri menunjukan bahwa
mereka hanya pengikut saja.

Paragraf 12
Chairil Anwar menggunakan teknik kalimat-kalimat sumbang dengan persajakan tertib dan
bentuk sonnet dalam karyanya. Frase-frase ini tak bisa terlalu berlepasan, bagaimanapun
mereka harus diikat ioleh bentuk persajakan yang teratur dan rima yang terjaga.

Paragraf 13
Penyair menghadapi tradisi yang ada di belakangnya dan jika tradisi itu terlalu membebani,
maka ia memilih sejumlah pendahulu belaka. Penyair bukan hanya memilih, melainkan
meciptakan para pendahulunya, dan dengan itu karyanya mengubah cara kita memandang
masa lalu dan masa yang akan datang.

Paragraf 14
Teknik-teknik yang digunakan Chairil untuk menulis puisinya juga tampak pada para penyair
yang kelihatan tak terpengaruh olehnya. Salah satu contohnya adalah dari pantun-pantun
baru Sitor Situmorang yang menggunakan aneka kuatrin dan sonnet.

Paragraf 15
Chairil Anwar bukanlah sebuah monument melainkan situasi dimana kita jadi ikut
menggunakan kata-katanya sendiri. Melalui karya-karyanya, kita bisa belajar banyak hal
tentang sastra di Indonesia. Seorang penyair yang unggul dapat menempuh kesulitan
tersebut bukan hanya untuk menguji keterampilan dan kegandrungannya akan bahasa.
Namun, juga untuk memperkaya cara pandang kita terhadap dunia.

Paragraf 16
Situasi Chairil memungkinkan kita untuk bersikap tajam terhadap arus umum yang
menyatakan bahwa puisi adalah pantulan riwayat penyairnya.Melalui Chairil, puisi kini telah
bercabang ke sejumlah arah, di mana si aku atau si ia di dalam puisi bukan lagi sosok
penyair. Seperti Chairil, Setiap penyair memang patut bergulat atau melawan tradisi sastra
yang ada. Puisi Chairil Anwar masih memiliki hubungan dan arti jika dibaca di jaman
sekarang atau kapan saja.

Anda mungkin juga menyukai