Anda di halaman 1dari 14

Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.

php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

PENGARUH VARIASI PENUTUP REAKTOR DAN DEBIT AERASI PADA


BIODRYING SAMPAH ORGANIK PERKOTAAN

Sari Kurnia Wati*), Wiharyanto Oktiawan **), Ganjar Samudro **)


Departemen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Diponegoro
Jl. Prof. H. Sudarto, SH Tembalang, Semarang, Indonesia, 50275
email : sarikurnia021@gmail.com

Biodrying adalah proses penguapan konvektif dengan memanfaatkan panas yang dihasilkan dari reaksi
aerobik komponen biologis dan dibantu dengan aerasi. Biodrying dapat menjadi alternatif untuk
pengolahan sampah organik yang memiliki kadar air tinggi. Penelitian biodrying dalam skala
laboratorium belum banyak dikembangkan dikarenakan mekanisme yang kompleks. Peneliti
mengembangkan proses biodrying dengan variasi penutup reaktor dan debit aerasi untuk menganalisis
dan menemukan variabel yang optimum dalam pencapaian suhu, penurunan kadar air, penurunan
volume, dan penurunan massa sampah organik. Variasi penutup reaktor menggunakan terpal dan
geotekstil dengan variasi debit aerasi 6 l/menit, 12 l/menit, dan 18 l/menit. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa variasi penutup reaktor dan debit aerasi mempunyai pengaruh terhadap suhu, penurunan kadar
air, penurunan volume, dan penurunan massa. Semakin permeabel penutup reaktor dan debit aerasi
yang rendah, suhu tinggi dapat dicapai dan penurunan kadar air, volume, dan massa dapat memenuhi
batas optimum. Variasi penutup reaktor dan debit aerasi yang optimum dari hasil penelitian adalah
penutup geotekstil dan debit aerasi 6 l/menit. Suhu tertinggi yang dicapai sebesar 57 oC pada hari
pertama, penurunan kadar air, penurunan volume, dan penurunan massa total setelah 30 hari proses
biodrying masing-masing sebesar 30,55%; 59,75%; dan 55,12%.

Kata Kunci : Penutup Reaktor, Debit Aerasi, Biodrying

Abstract
[Effect of Reactor’s Cover and Aeration Rate on Biodrying of Organic Waste]. Biodrying is a
convective evaporation process, which utilizes the biological heat developed from the aerobic reactions of
organic components and supported with aeration. Biodrying may be an alternative for the processing of
organic waste that has a high water content. Laboratory scale of biodrying process has not been much
developed due to a complex mechanism. This study developed biodrying process by using variations of
cover and aeration rate to find the optimum variables in the achievement of the optimum temperature,
moisture content reduction, volume reduction, and mass reduction of organic waste. The variation of
cover using tarps and geotextile with aeration rate were 6 l/min, 12 l/min, and 18 l/min. The results
showed that the variation of cover and aeration rate have influence to temperature, moisture content
reduction, volume reduction, and mass reduction. The more permeable of cover and the low aeration
rate, high temperatures achieved and reduction in moisture content, volume, and mass reached the
optimum limit. The optimum results of cover and aeration rate variation on this study were geotextile
cover and 6 l/min of aeration rate. The highest temperature of 57 °C is reached on the first day, total
moisture content reduction, volume reduction, and mass reduction were 30.55%; 59.75%; and 55.12%
respectively , after biodrying processes for 30 days.
Keywords : Cover, Aeration Rate, Biodrying

1 | P*Penulis
age
*Dosen Pembimbing
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

PENDAHULUAN dan kadar air. Penelitian oleh Adani et al.


Sebagian besar sampah di Indonesia (2002) menunjukkan bahwa suhu di atas 50
didominasi oleh sampah organik. Persentase ºC selama proses biodrying dapat
sampah organik ini mencapai 70% dari menghasilkan biomassa yang higienis.
volume total. Kadar air sampah perkotaan Penutup reaktor berfungsi untuk
sangat tinggi hingga 74,5% karena tingginya menghindari kehilangan panas dan
kandungan sampah organik. Sampah kondensasi uap air (Sen and Annachhatre,
perkotaan yang belum diolah memiliki kadar 2015). Pemberian penutup geotekstil
air yang tinggi, nilai kalor yang rendah, dan sebelumnya sudah diteliti tetapi
ukuran partikel yang sangat heterogen pengaruhnya terhadap parameter terukur
sehingga dapat mengganggu proses belum diketahui sedangkan penutup terpal
penyortiran sampah karena sampah yang telah digunakan dalam komposting sehingga
tercampur dan menghasilkan lindi (Lokahita keduanya dipilih untuk menemukan penutup
dan Damanhuri, 2013). yang optimum. Penelitian oleh Jalil et al.
Biodrying adalah proses penguapan (2015) menggunakan geotekstil non woven
konvektif aerobik yang dapat meningkatkan untuk menjaga kondisi termal. Marešová
kandungan energi sampah dengan and Kollárová (2010) menggunakan lembar
memaksimalkan penurunan kelembaban polietilena sebagai penutup kompos dan
sampah dan menjaga nilai kalor senyawa suhu maksimum yang dicapai adalah 67 ºC.
kimia organik melalui biodegradasi minimal Sen and Annachhatre (2015) menambahkan
(Tom, Pawels and Haridas, 2016). aliran udara ke dalam tumpukan sampah
Perbedaan utama dari biodrying dengan biodrying melalui aerasi. Penambahan aliran
pengomposan adalah bahwa tujuan utama udara sebesar 0,01 sampai 0,04 m3/kg.h dan
yaitu tidak memaksimalkan proses degradasi hasil optimum dicapai pada laju aliran udara
bahan organik, tetapi hanya untuk 0,03 m3/kg.h. Aerasi sebagai media aliran
mendegradasi limbah yang cukup untuk massa dan energi, mengurangi kadar air,
menghasilkan panas biologis untuk redistribusi perpindahan panas,
mengeringkan sampah (Velis et al., 2009). menghilangkan panas yang berlebihan,
Proses biodrying berbeda dari kompos menyesuaikan suhu matriks, dan menyuplai
dalam hal output, dari proses pengomposan O2 untuk memenuhi kebutuhan stoikiometri
diperoleh bahan organik yang stabil, untuk penguraian secara aerobik. Penelitian
sedangkan biodrying hanya sebagian stabil. ini akan menerapkan proses biodrying pada
Proses biodrying berdurasi lebih pendek dan sampah perkotaan khususnya organik,
karenanya faktor emisi juga berlangsung dengan variasi penutup reaktor dan debit
singkat. Proses biodrying memanfaatkan aerasi yang bertujuan untuk mengetahui
panas autotermal oleh aktivitas mikroba pengaruh variasi tersebut terhadap parameter
pada sampah, bukan panas yang dihasilkan suhu, penurunan kadar air, penurunan
dari proses pengeringan konvensional. Oleh volume, dan penurunan massa sampah.
karena itu, proses ini dapat menyimpan
energi jika dibandingkan dengan METODOLOGI PENELITIAN
pengeringan (Rada et al., 2005). Tahap persiapan dimulai dari
Tingkat pengeringan, biostabilitas, dan pembuatan reaktor, pengumpulan serutan
higienitas selama proses biologis aerobik kayu sebagai bulking agent, uji
dapat divariasikan dengan beberapa pendahuluan, serta persiapan alat dan bahan.
parameter proses, yang paling utama Penelitian ini menggunakan 7 reaktor
diantaranya suhu, oksigen, laju aliran udara,
2|
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

berbahan tripleks dengan dimensi Penimbangan sampah sesuai dengan


(40x40x100) cm. kebutuhan sampah yang akan digunakan
Aerasi dialirkan ke dalam reaktor yakni 35,7 kg per reaktor. Pencampuran
melalui selang yang dihubungkan ke pipa sampah dengan bulking agent sebesar 15 %
PVC ½ inci yang diletakkan secara (6,3 kg) sehingga sampah yang dimasukkan
horizontal di atas susunan kerikil. Pipa PVC dalam reaktor biodrying adalah 42 kg tiap
diberi lubang di bagian atas untuk distribusi reaktor tanpa dilakukan pemadatan.
udara. Berikut ini adalah gambar rancangan Pengukuran suhu dan penurunan ketinggian
reaktor biodrying: sampah setiap harinya serta pengukuran
kadar air dan penurunan massa setiap tujuh
hari.
Penelitian dilakukan dengan variabel
yang telah ditentukan. Berikut ini tabel
variasi perlakuan yang digunakan dalam
penelitian :

Tabel 1. Variasi Perlakuan


Nama Massa Penutup Debit Aerasi
Reaktor Sampah Reaktor (L/menit)
(kg)
1 Terpal 6
2 Geotekstil 12
3 Terpal 18
4 42 kg Geotekstil 6
5 Terpal 12
6 Geotekstil 18
Gambar 1. Rancangan Reaktor Biodrying Kontrol -
-

Keterangan : Analisis laboratorium yang


1. Penutup reaktor dilakukan adalah analisis kadar air.
2. Lubang pengukuran suhu Langkah-langkah dalam pengujian kadar air
3. Kawat jaring adalah sebagai berikut (Petunjuk Praktikum
4. Saluran udara Laboratorium Lingkungan, 2014):
5. Susunan kerikil 1. Panaskan gelas arloji kosong dalam
6. Saluran lindi oven 105 ºC selama 30 menit.
7. Penampung lindi 2. Dinginkan dalam desikator selama ±
8. Aerator 10 menit, timbang gelas arloji
tersebut, catat massanya.
Uji pendahuluan dilakukan untuk 3. Jika berat gelas arloji belum konstan,
memperoleh variasi yang tepat. Variasi yang masukkan kembali dalam oven
digunakan pada uji pendahuluan diantaranya selama 1 jam. Lakukan seterusnya
jenis penutup, debit aerasi, massa sampah, sampai berat gelas arloji konstan (a
bahan reaktor, jenis sampah, penambahan gram).
bulking agent, dan penambahan aktivator. 4. Masukkan sampel sebanyak 2-5
Tahap pelaksanaan dimulai dari gram ke dalam gelas arloji yang telah
pengumpulan sampah sayuran di Pasar diketahui massanya dan timbang
Rasamala, Banyumanik. Pencacahan lagi. Catat massanya (b gram).
sampah organik menggunakan mesin
pencacah di TPST Unversitas Diponegoro.
3|
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

5. Panaskan dalam oven 105 ºC selama


2 jam.
6. Dinginkan dalam desikator selama ±
10 menit, timbang gelas arloji +
sampah tersebut, catat massanya (c
gram).
Perhitungan:
Kadar air sampah (%) =

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 2. Perubahan Suhu Sampah pada


Hasil Uji Pendahuluan Variasi Penutup Terpal
Uji pendahuluan menggunakan empat
reaktor untuk mendapatkan penutup yang Pada reaktor 1, suhu tertinggi yaitu 55
optimal. Digunakan variasi penutup ºC dicapai pada hari ke-4 proses biodrying.
polyurethane foam dan karung plastik. Suhu puncak berlangsung singkat, hanya
Reaktor dengan penutup karung plastik bertahan satu hari. Suhu terus mengalami
divariasikan dengan penambahan bulking penurunan di minggu pertama proses
agent yaitu serutan kayu dan penambahan biodrying kemudian memasuki awal minggu
plastik dan kertas. Uji pendahuluan kedua ke-2 mengalami kenaikan yang berlangsung
dilakukan penggantian bahan penutup selama satu hari. Setelah terjadi kenaikan
menggunakan bahan geotekstil. Suhu yang singkat, suhu kemudian kembali turun
tertinggi yang dicapai yaitu 48 oC. secara signifikan hingga hari ke-12. Tren
Suhu yang dicapai belum memenuhi, suhu naik pada hari berikutnya dan
kemudian dilakukan pengujian dengan mengalami fluktuasi yang relatif seragam
menggunakan massa sampah yang lebih hingga proses biodrying berakhir. Pada
besar yakni 35 kg. Penutup reaktor diganti reaktor 3, suhu tertinggi yaitu 53 ºC.
menjadi terpal dan berhasil menyimpan Tercapainya suhu puncak pada reaktor 3
panas hingga menghasilkan suhu 58 ºC. cenderung lebih lama (hari ke-6) dan
Bahan reaktor diganti menjadi tripleks. merupakan yang terendah dibandingkan
Debit yang digunakan yakni 12 l/menit. dengan reaktor lainnya. Reaktor 5 mencapai
suhu 53 ºC pada hari ke-2. Suhu terus
Pengaruh Variasi Penutup Reaktor mengalami penurunan hingga hari ke-13,
terhadap Suhu Sampah kemudian mengalami fluktuasi yang hampir
Menurut Sen and Annachhatre (2015) seragam hingga hari ke-30 proses biodrying.
penambahan penutup reaktor dapat Suhu tertinggi yang dicapai pada penutup
berfungsi sebagai insulator dan menghindari terpal sebagian besar belum memenuhi suhu
kehilangan panas. Berikut ini akan optimum biodrying menurut Sen and
dipaparkan perubahan suhu yang terjadi Annachhatre (2015) yakni 55 oC sampai 70
o
berdasarkan variasi penutup reaktor: C.

4|
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

mikroorganisme mesofilik bekerja optimal


pada suhu 30 – 45 ºC.
Kenaikan suhu sangat pesat
disebabkan karena sampah yang sebelumnya
didiamkan selama satu hari sebelum
dicacah. Proses pendiaman membuat
sampah mengalami proses hidrolisis. Zhang
et al. (2008) mengombinasikan biodrying
dengan hidrolisis di awal proses. Hidrolisis
bertujuan untuk menghancurkan dinding sel
Gambar 3. Perubahan Suhu Sampah pada atau membran dengan sedikit konsumsi
Variasi Penutup Geotekstil bahan organik. Tahap hidrolisis dapat
melepaskan lebih banyak air dengan
Pada reaktor 2, suhu tertinggi yang konsumsi bahan organik tertentu karena
dicapai yaitu 57 ºC pada hari ke-1. Pada hari lebih sedikit bahan organik akan hilang
ke-3 dan 4, suhu konstan kemudian terus sebagai CO2 oleh hidrolisis dibandingkan
mengalami penurunan. Pada hari ke-6 dan 7, dengan degradasi aerobik.
suhu konstan kemudian pada hari ke-8
turun. Suhu terus mengalami penurunan Pengaruh Variasi Penutup Reaktor
hingga hari ke-12 kemudian naik pada hari terhadap Penurunan Kadar Air Sampah
berikutnya. Suhu mengalami fluktuasi mulai Menurut Sen and Annachhatre (2015)
dari awal minggu ketiga hingga proses penambahan penutup reaktor dapat
biodrying berakhir. Pada reaktor 4, suhu menghindari kondensasi uap air. Penurunan
tertinggi yang dicapai yaitu 56 ºC pada hari kadar air sebagian besar disebabkan oleh
ke-3. Suhu cenderung menurun hingga akhir penguapan. Permeabilitas bahan
penelitian, fluktuasi yang terjadi tidak berpengaruh terhadap proses penguapan air.
signifikan. Pada reaktor 6, suhu tertinggi
yaitu 56 ºC dicapai pada hari ke-2 dan
bertahan selama 2 hari. Di minggu ke-2,
suhu mengalami fluktuasi yang tidak
signifikan hingga proses biodrying berakhir.
Reaktor dengan penutup geotekstil
menunjukkan pencapaian suhu yang lebih
baik dibandingkan penutup terpal. Seluruh
reaktor mencapai suhu optimum biodrying
(55 oC - 70 oC).
Suhu termofilik (45 – 75 ºC) tercapai
di masing-masing reaktor, yang
menunjukkan bahwa terjadi proses
Gambar 4. Penurunan Kadar Air Sampah
dekomposisi bahan organik yang sangat
pada Variasi Penutup Terpal
aktif. Fase termofilik pada setiap reaktor
bertahan selama 2-6 hari. Setelah mencapai Penurunan kadar air pada reaktor 1
suhu termofilik, akan terjadi penurunan cukup signifikan di setiap minggunya
suhu, memasuki masa mesofilik kembali. dibanding dua variasi lainnya. Penurunan
Menurut Cahaya dan Nugroho (2008), kadar air total pada reaktor 1 yaitu 14,02 %,
sedangkan reaktor lainnya hanya mencapai
5|
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

2,97 % dan 10,60 %. Reaktor 3 mengalami kenaikan suhu. Suhu udara pengering
tren penurunan kadar air yang paling rendah berpengaruh terhadap lama pengeringan dan
dan hampir menyerupai garis lurus. kualitas bahan hasil pengeringan. Makin
tinggi suhu udara maka proses pengeringan
makin singkat (Brooker et al., 1974 dalam
Aisyah, 2015).
Pengaruh Variasi Penutup Reaktor
terhadap Penurunan Volume Sampah
Penurunan volume pada reaktor
biodrying diukur setiap hari dengan
mengukur penurunan ketinggian dari
tumpukan sampah. Pada proses
Gambar 5. Penurunan Kadar Air Sampah pengomposan, ketika material organik
pada Variasi Penutup Geotekstil terdegradasi, baik massa maupun volume
sampah menurun dikarenakan pemecahan
Penurunan kadar air total yang komponen organik membentuk partikel yang
tertinggi yaitu 30,55 % pada reaktor 2, lebih kecil dengan bulk density yang lebih
sedangkan dua reaktor lainnya mengalami besar dan mineralisasi bahan organik
penurunan sebesar 23,77 % dan 14,52 %. membentuk CO2 dan H2O (Breitenbeck and
Penurunan kadar air tertinggi menunjukkan Schellinger, 2004). Berikut ini dijelaskan
hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh variasi penutup terpal dan
penelitian Tom, Pawels and Haridas (2016) geotekstil terhadap penurunan volume:
dimana penurunan kadar air yang dicapai
yaitu 20,81 %.
Penurunan kadar air sebagian besar
disebabkan oleh penguapan. Kerapatan
bahan berpengaruh terhadap proses
penguapan air. Geotekstil memiliki
kerapatan yang lebih rendah dibanding
terpal sehingga dapat lebih mudah
meloloskan air. Menurut Jalil et al. (2015)
kelembaban di dalam reaktor dapat menguap
dengan mudah melalui pori-pori penutup Gambar 6. Penurunan Volume Sampah
geotekstil. Terpal tersusun dari bahan yang pada Variasi Penutup Terpal
sangat rapat sehingga air yang telah
menguap sulit untuk keluar dari reaktor. Hal Penurunan volume yang terjadi pada
ini menyebabkan distribusi kelembaban setiap variasi hampir seragam, tidak terjadi
tidak merata karena air yang telah menguap penurunan yang signifikan hingga akhir
mengalami kondensasi dan menyebabkan air proses biodrying. Penurunan volume paling
kembali ke bagian atas tumpukan sampah. rendah terjadi pada reaktor 3 yaitu 45,24 %
Air yang terperangkap di dalam reaktor ini
tak bisa lagi diuapkan karena udara akan
mengalami titik jenuh (Tom, Pawels and
Haridas, 2016).
Laju penguapan air bahan dalam
pengeringan sangat ditentukan oleh
6|
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

Penurunan massa pada reaktor 1 dan 5


secara signifikan terjadi pada minggu
pertama. Penurunan massa total pada reaktor
1 dan 5 masing-masing sebesar 50,86% dan
50,78 %, sedangkan penurunan massa total
pada reaktor 3 adalah 36,51 %.

Gambar 7. Penurunan Volume Sampah


pada Variasi Penutup Geotekstil
Penurunan volume sampah pada
reaktor dengan penutup geotekstil lebih
tinggi dibandingkan dengan penutup terpal.
Reaktor 2 mengalami penurunan volume
total tertinggi yakni sebesar 59,75%. Gambar 9. Penurunan Massa Sampah pada
Penurunan volume tersebut sesuai dengan Variasi Penutup Geotekstil
hasil penelitian Tom, Pawels and Haridas Penurunan massa total yang tertinggi
(2016). Penurunan volume sampah dilihat yaitu 55,12% pada reaktor 2. Penurunan
dari ketinggian tumpukan sampah, dimana massa sampah total pada reaktor dengan
tinggi awal 1,38 meter menjadi 0,6 meter. penutup geotekstil lebih tinggi dibandingkan
Pengaruh Variasi Penutup Reaktor dengan penutup terpal. Penelitian oleh
Colomer-Mendoza et al. (2013)
terhadap Penurunan Massa Sampah
mengungkapkan bahwa penurunan massa
Penurunan massa pada biodrying
sampah pada proses biodrying yang
terjadi secara bertahap, pada umumnya
menggunakan BA adalah sebesar 40%-57%.
disebabkan oleh penurunan kadar air dari
Penurunan massa berkaitan dengan kadar air
proses penguapan dan oksidasi senyawa
karena merupakan faktor utama yang
karbon organik (Sen and Annachhatre,
menyebabkan penurunan massa. Sehingga
2015). Penurunan massa sampah pada
apabila penurunan kadar air tinggi maka
variasi penutup reaktor dapat dilihat pada
penurunan massa juga tinggi.
grafik berikut ini:
Pengaruh Variasi Debit Aerasi terhadap
Suhu Sampah
Pada biodrying, mekanisme utama
pengeringan adalah penguapan secara
konveksi menggunakan panas eksotermis
hasil proses degradasi aerobik sampah yang
dikombinasikan dengan menambahkan
aliran udara dari aerasi. Aerasi sebagai
media aliran massa dan energi, mengurangi
Gambar 8. Penurunan Massa Sampah pada kadar air, redistribusi perpindahan panas,
Variasi Penutup Terpal menghilangkan panas yang berlebihan,
menyesuaikan suhu matriks, dan menyuplai
7|
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

O2 untuk memenuhi kebutuhan stoikiometri bahan dapat berkurang dengan tahapan, (1)
untuk penguraian secara aerobik (Velis et molekul air menguap dari permukaan
al., 2009). Perubahan suhu berdasarkan sampah ke udara karena terjadi perubahan
debit aerasi dapat dilihat pada grafik berikut fase dari cair ke uap, (2) air yang menguap
ini: dipindahkan dari bahan ke udara luar karena
dibawa oleh aliran udara aerasi dan (3)
sebagian kecil air meresap lewat tumpukan
bahan dan ditampung pada bagian bawah
reaktor biodrying sebagai lindi (leachate)
(Velis et al., 2009). Berikut ini grafik yang
menggambarkan penurunan kadar air
berdasarkan debit aerasi:

Gambar 10. Perubahan Suhu Sampah


Berdasarkan Debit Aerasi
Hasil yang ditunjukkan dari pengaruh
debit aerasi berbeda meskipun debitnya
sama, misalnya pada debit 6 l/menit dengan
penutup geotekstil dicapai suhu tinggi tetapi
tidak dengan debit 6 l/menit dengan penutup Gambar 11. Penurunan Kadar Air Sampah
terpal. Suhu tertinggi pada debit 6 l/menit Berdasarkan Debit Aerasi
dengan penutup terpal adalah 55 ºC dan
dicapai pada hari ke-4. Debit aerasi 18 Penurunan kadar air berdasarkan debit
l/menit dan 12 l/menit dengan penutup aerasi menunjukkan hasil yang acak.
geotekstil mencapai suhu puncak yang lebih Penurunan kadar air pada debit aerasi 6
tinggi dibandingkan dengan debit 6 l/menit l/menit dengan penutup terpal yaitu 14,02 %
dengan penutup terpal yakni 56 ºC. Hal ini sedangkan penutup geotekstil 30,55 %.
menunjukkan bahwa jenis penutup lebih Penurunan kadar air pada debit aerasi 12
memberikan pengaruh dibandingkan dengan l/menit dengan penutup terpal yaitu 2,97 %
debit aerasi. Suhu tertinggi (57 ºC) dicapai sedangkan penutup geotekstil 23,77 %.
pada reaktor dengan debit aerasi 6 l/menit
Penurunan kadar air pada debit aerasi 18
pada hari pertama. Colomer-Mendoza et al.
(2013) menjelaskan bahwa aerasi yang l/menit dengan penutup terpal yaitu 10,60 %
tinggi dapat mendinginkan sampah. sedangkan penutup geotekstil 14,52 %.
Pada variasi debit 6 l/menit dan 12
Pengaruh Variasi Debit Aerasi terhadap l/menit dengan penutup geotekstil,
Penurunan Kadar Air Sampah penurunan kadar air terjadi secara signifikan
Pada biodrying mekanisme utama di minggu pertama, tetapi pada debit yang
pengeringan adalah penguapan secara sama dengan penutup terpal, penurunan
konveksi menggunakan panas eksotermis tidak signifikan. Penurunan kadar air total
hasil proses degradasi aerobik sampah yang
tertinggi terjadi pada reaktor dengan debit
dikombinasikan dengan menambahkan
aliran udara dari aerasi. Kandungan air pada
8|
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

aerasi 6 l/menit dengan penutup geotekstil aerasi 6 l/menit (reaktor 2) yaitu sebesar
(reaktor 2) yaitu sebesar 30,55 %. 59,75 %.
Pengaruh Variasi Debit Aerasi terhadap Pengaruh Variasi Debit Aerasi terhadap
Penurunan Volume Sampah Penurunan Massa Sampah
Berikut ini grafik yang Berikut ini grafik yang
menggambarkan penurunan volume menggambarkan penurunan massa
berdasarkan debit aerasi: berdasarkan debit aerasi:

Gambar 13. Penurunan Massa Sampah


Berdasarkan Debit Aerasi
Gambar 12. Penurunan Volume Sampah
Berdasarkan Debit Aerasi Penurunan massa pada debit aerasi 6
l/menit dengan penutup terpal yaitu 50,86 %
Penurunan volume berdasarkan debit sedangkan penutup geotekstil 55,12 %.
aerasi menunjukkan hasil yang acak. Penurunan massa pada debit aerasi 12
Penurunan volume pada debit aerasi 6 l/menit dengan penutup terpal yaitu 36,51 %
l/menit dengan penutup terpal yaitu 48,66 % sedangkan penutup geotekstil 52,29 %.
sedangkan penutup geotekstil 59,75 %. Penurunan massa pada debit aerasi 18
Penurunan volume pada debit aerasi 12 l/menit dengan penutup terpal yaitu 50,79 %
l/menit dengan penutup terpal yaitu 45,24 % sedangkan penutup geotekstil 51,36 %.
sedangkan penutup geotekstil 50,65 %. Penurunan massa berdasarkan debit aerasi
Penurunan volume pada debit aerasi 18 menunjukkan hasil yang acak tetapi pada
l/menit dengan penutup terpal yaitu 49,65 % setiap reaktor menunjukkan selisih
sedangkan penutup geotekstil 55,30 %. penurunan yang sedikit dibanding parameter
Dapat dilihat bahwa pada variasi debit lainnya. Variasi debit 6 l/menit dengan
6 l/menit dan 12 l/menit dengan penutup penutup geotekstil mengalami penurunan
geotekstil, penurunan volume terjadi secara yang tertinggi yaitu 55,12 %.
signifikan pada minggu pertama, tetapi pada
debit yang sama dengan penutup terpal, Pengaruh Variasi Penutup Reaktor dan
penurunan tidak signifikan. Hal ini Debit Aerasi terhadap Suhu, Penurunan
menunjukkan bahwa variasi debit aerasi Volume, Kadar Air, dan Massa Sampah
kurang memberikan pengaruh yang
Dalam penentuan penutup reaktor yang
signifikan dibandingkan dengan variasi
optimum, digunakan data hasil penurunan
penutup reaktor. Penurunan volume total
volume, massa, dan kadar air sampah total
tertinggi terjadi pada reaktor dengan debit
atau pada hari ke-30 proses biodrying,
9|
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

sedangkan untuk suhu optimum diambil


pada hari ke-1 dikarenakan suhu sampah
pada reaktor 2 telah mencapai suhu tertinggi
(57 oC). Berikut merupakan grafik pengaruh
penutup reaktor dan debit aerasi terhadap
suhu, penurunan kadar air, volume, dan
massa sampah:

Gambar 16. Grafik Pengaruh Debit Aerasi


terhadap Suhu dan Penurunan Volume
Sampah

Gambar 14. Grafik Pengaruh Penutup


Reaktor terhadap Suhu dan Penurunan
Volume Sampah

Gambar 17. Grafik Pengaruh Debit Aerasi


terhadap Penurunan Kadar Air dan Massa
Sampah
Pada debit aerasi 6 l/menit
menghasilkan suhu dan penurunan volume
sampah tertinggi, begitu pula dengan
Gambar 15. Grafik Pengaruh Penutup penurunan kadar air dan massa sampah
Reaktor terhadap Penurunan Kadar Air dan tertinggi. Debit aerasi yang diberikan tidak
Massa Sampah menunjukkan hasil yang begitu signifikan
Penutup geotekstil menghasilkan suhu terhadap parameter. Debit 18 l/menit dan 12
dan penurunan volume sampah tertinggi, l/menit menunjukkan hasil yang acak.
begitu pula dengan penurunan kadar air dan Urutan debit aerasi dari yang terbaik adalah
massa sampah tertinggi. Semakin permeabel 6 l/menit, 18 l/menit, dan 12 l/menit. Dari
bahan penutup reaktor, maka dapat segi ekonomis, debit aerasi lebih rendah
mencapai suhu tertinggi dengan penurunan yang dipertimbangkan. Debit aerasi 6
kadar air, massa, dan volume dapat l/menit memperoleh hasil yang terbaik
mencapai optimum.
10 |
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

dengan catatan, penutup harus berbahan Berdasarkan hasil pengujian normalitas


geotekstil. di atas dapat dilihat bahwa semua data pada
Keputusan penolakan atau penerimaan variabel memiliki signifikansi > 0.05. Hal
hipotesis tentu mengandung probabilitas ini menunjukkan bahwa variabel tersebut
(peluang) terjadinya kesalahan. Prosedur berdistribusi normal.
statistika memungkinkan untuk menentukan Analisis Regresi dilakukan untuk
seberapa besar peluang untuk terjadinya mengetahui pengaruh atau dampak antara
eror. Kesimpulan penelitian tidak dapat variabel independen terhadap variabel
ditopang oleh taraf kepercayaan mutlak dependen (Keyes, 2001). Analisis regresi
seratus persen sehingga harus memberi pada pembahasan ini digunakan untuk
sedikit peluang untuk salah dalam menolak mengetahui pengaruh dari dua variabel
hipotesis. Besarnya peluang untuk salah independen yaitu penutup reaktor dan debit
menolak hipotesis nihil (eror Tipe I). aerasi sehingga digunakan analisis regresi
Besarnya peluang terjadinya eror Tipe I berganda.
disebut Taraf Signifikansi dan diberi simbol
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis
α yang dinyatakan dalam proporsi atau
Statistik Regresi Berganda
persentase, sedangkan harga (1-α)100%
disebut Taraf Kepercayaan. Sebagai contoh, Variasi Parameter Signifikansi Keterangan

apabila α sebesar 0,05 atau 5% berarti sama Penutup Suhu 0,010 <0,05, H0
dengan menentukan taraf kepercayaan Reaktor diterima
(terdapat
sebesar (1-0,05)=0,95 atau 95%. IBM SPSS pengaruh)
menggunakan istilah interval kepercayaan Kadar Air 0,042 <0,05, H0
(Azwar, 2005). diterima
(terdapat
Uji normalitas bertujuan untuk menguji pengaruh)
apakah dalam model regresi, variabel yang
Volume 0,031 <0,05, H0
digunakan mempunyai distribusi normal diterima
atau tidak (Ghozali, 2011). (terdapat
pengaruh)
Tabel 4.6 Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Massa 0,087 >0,05
Variabel Variabel Sig. Keputusan Debit Suhu 0,058 >0,05
Bebas Terikat H0 Aerasi
Suhu 0,709 H0 diterima Kadar Air 0,241 >0,05
Penurunan 0,985 H0 diterima Volume 0,614 >0,05
Kadar Air
Debit Penurunan 0,999 H0 diterima Massa 0,499 >0,05
Volume
Penurunan 0,425 H0 diterima
Massa
Berdasarkan hasil dari analisis statistik
Suhu 0,657 H0 diterima regresi berganda dapat diketahui bahwa
Penurunan 0,983 H0 diterima penutup reaktor memberikan pengaruh
Kadar Air terhadap suhu, penurunan kadar air, dan
Penutup Penurunan 0,997 H0 diterima penurunan volume tetapi tidak memberikan
Volume pengaruh yang signifikan terhadap
Penurunan 0,936 H0 diterima penurunan massa. Debit aerasi tidak
Massa
berpengaruh secara signifikan terhadap
11 |
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

keempat variabel terukur yaitu suhu, geotekstil dan debit aerasi 6 l/menit. Reaktor
penurunan kadar air, penurunan volume, dan 2 menunjukkan hasil yang signifikan di
penurunan massa sampah. setiap parameter. Suhu optimum dicapai
Untuk memperoleh nilai optimum, lebih awal dan tertinggi, penurunan kadar
diperlukan hubungan antar kedua variasi air, volume, dan massa sampah merupakan
terhadap variabel terukur yang terdiri dari yang tertinggi dibandingkan dengan reaktor
suhu optimum, penurunan kadar air, lainnya.
penurunan volume, dan penurunan massa
sampah. PENUTUP
Kesimpulan
Tabel 4. Rekapitulasi Suhu Optimum dan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
Penurunan Kadar Air, Volume, dan Massa berikut kesimpulan yang dapat diperoleh
Sampah Total 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
variasi penutup reaktor dan debit aerasi
Data Hasil Pengukuran
Suhu Penurunan Penurunan Penurunan mempunyai pengaruh terhadap suhu,
Reaktor tertinggi Kadar air Volume Massa (%) penurunan kadar air, penurunan volume,
(ºC) (%) (%)
1 41 14,02 % 48,66 % 50,86 % dan penurunan massa. Semakin
permeabel penutup reaktor dan debit
2 57 30,55 % 59,75 % 55,12 %
aerasi yang rendah, suhu tinggi dapat
3 40,5 2,97 % 45,24 % 36,51 % dicapai dan penurunan kadar air, volume,
4 47,5 23,77 % 50,65 % 52,29 %
dan massa dapat memenuhi batas
optimum.
5 47 11,48 % 49,65 % 50,79 %
2. Variasi penutup geotekstil dan debit
6 47 14,52 % 55,30 % 51,36 % aerasi 6 l/menit merupakan variasi yang
paling baik dalam pencapaian suhu
tertinggi, penurunan kadar air, penurunan
Tabel 5. Hasil Skoring volume, dan penurunan massa. Suhu
tertinggi yaitu 57 ºC, penurunan kadar air
Skor Total
30,55 %, penurunan volume 59,75 %, dan
Variasi
Suhu Massa Volume Kadar
penurunan massa 55,12 %.
Air

6 l/m, terpal Saran


2 4 2 1 9
1. Sampah sayuran yang digunakan
6 l/m, harusnya sejenis, dengan kandungan
geotekstil 4 4 4 4 16
kadar air yang hampir sama sehingga
12 l/m, didapat perlakuan komposisi yang sama
terpal 1 1 1 1 4
pada setiap reaktor.
12 l/m, 2. Sampah sayuran dilakukan pre-
geotekstil 3 4 4 2 13
treatment dengan cara didiamkan
18 l/m, selama satu hari agar terjadi
terpal 1 3 2 2 8
pembusukan sehingga dapat mencapai
18 l/m, suhu tinggi dan penurunan kadar air
geotekstil 3 4 2 3 12
yang besar.
3. Belum diketahui nilai kalor yang
Dapat dilihat pada tabel di atas, hasil dihasilkan dari pengolahan, oleh karena
skoring tertinggi dengan total skor 16 itu berpotensi untuk dikembangkan
diperoleh reaktor 2 dengan variasi penutup selanjutnya dengan melakukan uji nilai
12 |
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

kalor sehingga diketahui potensinya Reactors. Journal of Environmental


sebagai bahan bakar. Sciences (China), 25(5), pp. 865–872.
Damanhuri, Enri. 2010. Diktat Kuliah
Daftar Pustaka Pengelolan Sampah. Bandung :
Adani, F. Baido D, Calcaterra E, Genevini Teknik Lingkungan ITB.
P. 2002. The Influence of Biomass Ghozali, I. 2011. Aplikasi Analisis
Temperature on Biostabilization- Multivariate dengan Program IBM
Biodrying of Municipal Solid Waste. dan SPSS. Universitas Diponegoro.
Bioresource Technology, 83(3), pp. Semarang.
173–179. Jalil, N., Basri H., Basri A., Shammala A.
Aisyah, Nyayu. 2015. Rancang Bangun Alat 2015. The Potential of Biodrying as
Pengering Surya Teknologi Dual (Uji Pre-treatment for Municipal Solid
Kinerja Alat Pengering Surya Waste in Malaysia. Journal of
Teknologi Fotovoltaik Termal Ditinjau Advanced Review on Scientific
dari Konsumsi Energi Spesifik pada Research, 7(1), pp. 1–13.
Pengeringan Kerupuk). Thesis. Keyes, T. K. 2001. Applied Regression
Politeknik Negeri Sriwijaya. Analysis and Multivariable Methods.
Anonim. 2014. Petunjuk Praktikum Technometrics, pp. 101–101.
Laboratorium Teknik Lingkungan. Lokahita, Baskoro dan Enri Damanhuri.
Teknik Lingkungan. Universitas 2013. Potensi Sampah Combustible
Diponegoro. Semarang. pada Titik Transfer di Kota Bandung
Azwar, S. 2005. Signifikan atau Sangat untuk Bahan Baku Refused Derived
Signifikan. Artikel. Yogyakarta: Fuel (RDF). Program Studi Teknik
Buletin Psikologi UGM, Vol. 13 No.1, Lingkungan FTSL ITB. Bandung.
Juni 2005. Hal. 38-44. Marešová, K. and Kollárová, M. 2010.
Bilgin, M. and Tulun, S. 2015. Influence of Compost Covers on The
Environmental Technology Biodrying Efficiency of Biowaste Composting
for Municipal Solid Waste: Volume Process. Waste Management, 30(12),
and Weight Reduction. Environmental pp. 2469–2474.
Technology, 36(13), pp. 1691–1697. Rada, E. C., Ragazzi, M., Panaitescu, V.,
Breitenbeck, G. A. and Schellinger, D. 2004. Apostol, T. 2005. MSW Bio-Drying
Calculating The Reduction in Material And Bio-Stabilization : An
Mass And Volume during Composting. Experimental Comparison. Italy :
Compost Science & Utilization, 12(4), University of Trient.
pp. 365–371. Sen, R. and Annachhatre, A. P. 2015. Effect
Cahaya, A. dan D.A. Nugroho. 2008. of Air Flow Rate and Residence Time
Pembuatan Kompos dengan on Biodrying of Cassava Peel Waste.
Menggunakan Limbah Padat Organik International Journal of Environmental
(Sampah Sayuran dan Ampas Tebu). Technology and Management, 18.
Skripsi. Jurusan Teknik Kimia. Tom, A. P., Pawels, R. and Haridas, A.
Fakultas Teknik Universitas 2016. Biodrying Process: A
Diponegoro. Semarang. Sustainable Technology for Treatment
Colomer-Mendoza, F. J. Martinez, F.R. of Municipal Solid Waste with High
Prats, L.H. 2013. Effect of Airflow on Moisture Content. Waste
Biodrying of Gardening Wastes in Management, 49, pp. 64–72.

13 |
Tersedia online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/tlingkungan
Jurnal Teknik Lingkungan, Vol , No. (2017)

Velis, C. A., Longhurst P. J., Drew G. H.,


Smith R., Pollard ST. J. 2009.
Biodrying for Mechanical-biological
Treatment of Wastes: A review of
process science and engineering.
Bioresource Technology, pp. 2747–
2761
Zhang, D., He Pinjing, Shao Liming, Jin
Taifeng, Han Jingyao. 2008. Biodrying
of Municipal Solid Waste with High
Water Content by Combined
Hydrolytic-aerobic Technology.
Journal of Environmental Sciences,
20(12), pp. 1534–1540.

14 |

Anda mungkin juga menyukai