Anda di halaman 1dari 17

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian PPOK
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) ataupun COPD adalah
klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma (Smeltzer dan Bare : 2002).
PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronis) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk kelompok penyakit paru yang berlangsung
lama dan ditandai dengan peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkitis kronik, emfisema
paru, dan asma bronkial membentuk kesatuan COPD. (Sylvia,2006)
PPOK adalah penyakit pernafasan yang dikarakteristikkan oleh
obstruksi pada aliran udara yang penyebab utamanya adalah inflamasi
jalan nafas, perlengketan mukosa, penyempitan lumen jalan nafas atau
kerusakan jalan nafas (Doenges : 1999).
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk
sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai dengan
peningkatan retensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi
utamanya yang merupakan bentuk kesatuan dari penyakit bronkitis kronis
dan emfisema paru ataupun asma bronkial (Price, 2006).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah kelainan paru yang ditandai
dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi
yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran napas dan tidak banyak
mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. Eksaserbasi
akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan dengan
kondisi sebelumnya. Definisi eksaserbasi akut pada PPOK adalah kejadian
akut dalam perjalanan alami penyakit dengan karakteristik adanya peruba-
han basal sesak napas, batuk, dan sputum yang diluar batas normal dalam
variasi hari ke hari.

Penyakit yang termasuk dalam kelompok PPOK adalah sebagai


berikut:
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik
adalah sebagai berikut:
a. Bronchitis Kronis
1) Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
termanifestasikan dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum
selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut
(Bruner & Suddarth, 2002).
2) Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
a. Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenzae.
b. Alergi
c. Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
3) Manifestasi klinis
a) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar,
yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.
b) Mukus lebih kental
c) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal)
d) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi
jalan nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps,
dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru.
e) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka
terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit
memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena
infeksi pulmonary.
b. Emfisema
1) Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding
alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner &
Suddarth, 2002).
2) Etiologi
Faktor tidak diketahui
a) Predisposisi genetik
b) Merokok
c) Polusi udara
3) Manifestasi klinis
a) Dispnea
b) Takipnea
c) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
d) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
e) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
f) Hipoksemia
g) Hiperkapnia
h) Anoreksia
i) Penurunan BB
j) Kelemahan
c. Asthma Bronchiale
1) Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan
manifestasi berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan
yang menyeluruh dari saluran nafas.
2) Etiologi
a) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
b) Infeksi saluran nafas
c) Stress
d) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
e) Obat-obatan
f) Polusi udara
g) Lingkungan kerja
h) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
3) Manifestasi Klinis
a) Dispnea
b) Wheezing,
c) Batuk Non Produktif
d) Takikardi
e) Takipnea (Smeltzer dan Bare : 2002).

2. Tanda dan Gejala


a. Batuk disertai peningkatan produksi sputum
Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu
kemudian berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan
produksi sputum yang pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian
berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan semakin
bertambahnya parahnya batuk penderita.
b. Sesak Nafas
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang
sama sekali, hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang
menetap. Keluhan sesak inilah yang biasanya membawa penderita
PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan memberat saat
melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
c. Bertambahnya keterbatasan aktifitas
d. Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
e. Terdapat suara nafas tambahan (mengi atau wheezing)
f. Ekspirasi yang memanjang
g. Bentuk dada tong (barrel chest) pada penyakit lanjut.
h. Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot
abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).
i. Kadang ditemukan pernapasan paradoksal
j. Pernapasan cuping hidung

3. Etiologi PPOK
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK), antara lain :

a. Faktor Eksternal

1) Polusi udara (bahan kimia, zat iritan, gas beracun)


2) Asap rokok, (perokok pasif) kebiasaan merokok menahun (perokok
aktif)
Perokok aktif memiliki prevalensi lebih tinggi untuk mengalami
gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan mortalitas yang
lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko menderita
PPOK tergantung pada umur orang tersebut mulai merokok, jumlah
rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.
Enviromental tobacco smoke (ETS) atau perokok pasif juga dapat
mengalami gejala-gejala respiratorik dikarenakan oleh partikel-
partikel iritatif tersebut terinhalasi sehingga mengakibatkan paru-
paru “terbakar”. Merokok selama masa kehamilan juga dapat
mewariskan faktor resiko kepada janin, mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan paru-paru dan perkembangan janin dalam
kandungan, bahkan mungkin juga dapat mengganggu sistem imun
dari janin tersebut.
3) Indoor Air Pollution atau polusi di dalam ruangan
Batubara, arang, kayu bakar ataupun bahan bakar biomass lainnya
sebagai penghasil energi untuk memasak, pemanas dan untuk
kebutuhan rumah tangga lainnya, sehngga menyebabkan polusi
dalam ruangan.

b. Faktor Internal

1) Asap rokok atau zat kimia berbahaya yang masuk ke saluran


pernafasan kemudian menyebabkan peradangan
2) Reaksi antigen-antibodi
3) Emosional : takut, cemas dan tegang
4) Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
5) Umur (semakin tua semakin berisiko)
6) Keletihan, kelelahan, malaise.

4. Patofisiologi dan Pathway


PPOK dapat terjadi oleh karena terjadinya obstruksi jalan nafas
yang berlangsung bertahun-tahun. Salah satu penyakit yang dapat memicu
terjadinya PPOK ini adalah asma. Hipersensitif yang terjadi karena bahan-
bahan alergen menyebabkan terjadinya penyempitan bronkus ataupun
bronkiolus akibat bronkospasme, edema mukosa ataupun hipersekresi
mukus yang kental. Karena perubahan anatomis tersebut menyebabkan
kesulitan saat melakukan ekspirasi dan menghasilkan suara mengi. Apabila
asma ini terus berlangsung lama, semakin menyempitnya bronkus atau
bronkiolus selama bertahun-tahun dapat menyebabkan PPOK terjadi.
Fungsi paru-paru menentukan konsumsi oksigen seseorang, yakni
jumlah oksigen yang diikat oleh darah dalam paru-paru untuk digunakan
tubuh. Konsumsi oksigen sangat erat hubungannya dengan arus darah ke
paru-paru. Berkurangnya fungsi paru-paru juga disebabkan oleh berku-
rangnya fungsi sistem respirasi seperti fungsi ventilasi paru.
Faktor-faktor risiko tersebut diatas seperti rokok dan polusi udara
menyebabkan perbesaran kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel
goblet akan meningkat jumlahnya, serta fungsi silia menurun menyebab-
kan terjadinya peningkatan produksi lendir yang dihasilkan, akan menda-
tangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada
dinding bronkiolus terminalis. Akibat dari kerusakan akan terjadi obstruksi
bronkus kecil (bronkiolus terminalis), yang mengalami penutupan atau
obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang mudah masuk ke alveoli pada
saat inspirasi, pada saat ekspirasi banyak terjebak dalam alveolus dan
terjadilah penumpukan udara (air trapping). Hal inilah yang menyebabkan
adanya keluhan sesak napas dengan segala akibatnya. Adanya obstruksi
pada awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbul-
kan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru seperti ventilasi,
distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan
(Brannon, et al, 1993).
5. Pemeriksaan Diagnosis
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan radiologis
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-
garis yang parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru.
Bayangan tersebut adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada, yaitu :
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary
oligoemia dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada
emfisema panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
b. Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR
yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal.
Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada
stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permu-
kaan alveoli untuk difusi berkurang.
c. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul
sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan
eritropoetin sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur
55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja
lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah jantung
kanan.
d. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis ke kanan dan P
pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1
rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering
terdapat RBBB inkomplet.
e. Kultur sputum, untuk mengetahui patogen penyebab infeksi.
f. Laboratorium darah lengkap

6. Penatalaksanaan Medis
Tujuan penatalaksanaan PPOK, yaitu :
Tujuan penatalaksanaan :
a. Mengurangi gejala
b. Mencegah eksaserbasi berulang
c. Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
d. Meningkatkan kualitas hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
a. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang
pada PPOK. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma.
Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif,
inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan
mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma
yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki
derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1) Mengenal perjalanan penyakit dan
pengobatan
2) Melaksanakan pengobatan yang
maksimal
3) Mencapai aktiviti optimal
4) Meningkatkan kualiti hidup
Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut
secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri
maupun bagi keluarganya. Edukasi yang tepat diharapkan dapat
mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup
walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan
pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas
hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian edukasi harus
disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara
umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah
1) Pengetahuan dasar tentang PPOK
2) Obat - obatan, manfaat dan efek
sampingnya
3) Cara pencegahan perburukan penyakit
4) Menghindari pencetus (berhenti
merokok)
5) Penyesuaian aktivitas
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,
langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu.
Pemberian edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan
edukasi yang tidak terlalu banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi
merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK
stabil, karena PPOK merupakan penyakit kronik progresif yang
ireversibel.
b. Obat – obatan
1) Bronkodilator
Diberikan unutk memlebarkan saluran pernafasan, yang
pemberiannya disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat
penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser
tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat
berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau
obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
a) Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali
perhari ).
b) Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya
eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat
digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan
atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c) Kombinasi antikolinergik dan agonis beta – 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek
bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang
berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih
sederhana dan mempermudah penderita.
d) Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan
jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk
tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ),
bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi
akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
2) Anti Inflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih
golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai
terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid
positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
3) Antibiotika
Hanya diberikan ketika terjadi infeksi
4) Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup,
digunakan N - asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan
eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang
rutin.
5) Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis
kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada
PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian
rutin.
c. Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen
merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ - organ
lainnya. Manfaat terapi oksigen :
1) Mengurangi sesak
2) Memperbaiki aktivitas
3) Mengurangi hipertensi pulmonal
4) Mengurangi vasokonstriksi
5) Mengurangi hematokrit
6) Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
7) Meningkatkan kualitas hidup.
d. Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan
gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada
pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik.
e. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena
bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang
meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan
terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti
PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan
perubahan analisis gas darah.
f. Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK. Penderita yang
dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah
mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :
1) Simptom pernapasan berat
2) Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
3) Kualitas hidup yang menurun
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
a) Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengelu-aran
secret bronkus.
b) Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa me-
lakukan pernapasan yang paling efektif.
c) Latihan dengan beban olahraga tertentu, dengan tujuan untuk
memulihkan kesegaran jasmani.
d) Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap
penderita dapat kembali mengerjakan pekerjaan semula.
e) Pengelolaan psikosial, terutama ditujukan untuk penyesu-aian
diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengakajian
a. Identitas klien
Identitas klien mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa
medis, no RM/CM, tanggal masuk, dan alasan masuk.
1) Riwayat atau faktor penunjang :
a) Merokok aktif atau pasif
b) Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.
2) Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :
a) Stress emosional.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan.
c) Polusi udara.
d) Infeksi saluran nafas.
3) Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah
yang lalu. Perawat mengkaji klien atau keluarga dan berfokus
kepada manifestasi klinik dari keluhan utama, kejadian yang
membuat kondisi sekarang ini, riwayat kesehatan masa lalu, dan
riwayat kesehatan keluarga. Dilakukan dengan menggunakan
riwayat SAMPLE
S= sign and symptom
A= alergi
M= medication (obat-obatan)
P= penyakit penyerta
L= last meal
E = environment (lingkungan)
4) Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan prioritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan klien tentang kondisinya saat ini. Keluhan utama yang
biasa muncul pada klien PPOK adalah sesak nafas yang sudah
berlangsung lama sampai bertahun-tahun dan semakin berat setelah
beraktivitas. Keluhan lainnya adalah batuk, dahak berwarna hijau,
sesak semakin bertambah, dan badan lemah.
5) Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan terutama
dengan keluhan sesak nafas, kemudian diikuti dengan gejala-gejala
lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernafasan, terjadi
penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat banyak sehingga
menyumbat jalan nafas.
6) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan
interaksi genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang
sering merokok, polusi udara, dan paparan di tempat kerja.
7) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menanyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit
paru-paru sekurang-kurangnya ada 3 hal, yaitu :
a) Penyakit infeksi tertentu khususnya tuberkolosis ditularkan
melalui satu orang ke orang lainnya. Manfaat menanyakan
riwayat kontak dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui
sumber penularannya.
b) Kelainan alergi, seperti asma bronchial, menunjukkan suatu
predisposisi keturunan tertentu. Selain itu serangan asma
mungkin dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat.
c) Pasien bronchitis kronis mungkin bermukim di daerah yang
tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak
menimbulkan bronchitis kronis, melainkan hanya memper-
buruk penyakit tersebut.
8) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada klien dengan PPOK, yaitu :
a) Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlihat adanya peningkatan
usaha dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot
bantu nafas (sternokleidomastoid). Pada saat inspeksi,
biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada
barrel chest akibat udara yang terperangkap, penipisan
massa otot, bernafas dengan bibir yang dirapatkan, dan
pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada tahap
lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas, bahkan pada
beraktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan
mandi. Pengkajian produk produktif dengan sputum
purulen mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.
b) Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
c) Perkusi
Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor,
sedangkan diafragma mendatar/menurun.
d) Auskultasi
Sering didapatkan adanya suara nafas ronkhi dan
wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada
bronkhiolus (Muttaqin : 2008

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup hal berikut ini:
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
b. Ketidakefektifan Pola Napas
c. Gangguan Pertukaran Gas
d. Penurunan Curah Jantung
e. Nyeri akut
f. Keletihan (Fatigue)
g. Ansietas
h. Nausea(mual)
3. Intervensi
Terlampir
4. Implementasi Keperawatan
Dalam hal ini, perawat mengaplikasikan intervensi atau renacana yang sudah
ditetapkan sebbelumnya sesuai dnegan kondisi pasien, adapun yang harus diperhatikan
adalah:
a. Mencegah terjadinya komplikasi
b. Meningkatkan konsep diri dan penerimaan situasi
c. Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, risiko komplikasi dan
kebutuhan pengobatan lainnya

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematik
pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien
mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan melaksanakan hubungan dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan, sehingga
perawat dapat mengambil keputusan :
a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan).
c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (klien memerlukan waktu yang lebih
lama untuk mencapai tujuan)
DAFTAR PUSTAKA

Herdman Heather. 2012. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC

Lynda, Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

NANDA. 2012. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Nurarif, Amin dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Media Action.

Price, S.A. dan Wilson L.M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
ke-6. Volume 1. Jakarta : EGC Smeltzer, S.C. dan B.C Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Edisi ke-8. Volume 2. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 1. Alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester,
Yasmin asih. Jakarta : EGC.
Gianyar, Mei 2017
Nama Pembimbing / CI Nama Mahasiswa

I KADEK OKI WANJAYA


NIP. NIM : P07120215023

Nama Pembimbing / CT

NIP.

Anda mungkin juga menyukai