Aseton
Propana
Butuna
https://www.pcs.com.sg/wp-content/uploads/2017/04/PCS95003.pdf
Etena
Formaldehida
Fenol
Sutresna, Nana. 2008. Cerdas Belajar Kimia. Bandung: PT Grafindo Media Pratama.
Butanol
Ramey, D. Yang. S. 2004. Production of Butyric Acid and Butanol from Biomass. Morgantown: U.S.
Departement of Energy
Liu H, Wang G, Zhang J. The Promising Fuel – Biobutanol. Liquid, Gaseous, and Solid Biofuels –
Conversion Technique. 2013: InTechOpen.
Fitria Damayanti, Rizki. 2017. Biobutanol sebagai Energi Baru dan Bahan Baku Berkelanjutan. (Online)
http://majalah1000guru.net/2017/09/biobutanol/ (Diakses pada tanggal 28 September 2019)
Yuliarta, Emi. 2011. Meramu Bensin Ramah Lingkungan dengan Pemanfaatan Butanol. (Online)
https://lib.atmajaya.ac.id/default.aspx?tabID=61&src=a&id=236853 (Diakses pada tanggal 28
September 2019)
DuPont. 2012. Biobutanol a better fuel: fact sheet. (Online)
http://web.archive.org/web/20120229045146/http://www2.dupont.com/Production_Agriculture/e
n_US/assets/downloads/pdfs/BP_DuPont_Fact_Sheet_Biobutanol.pdf
Ruqiah et al. 2007. PENGARUH PEMBERIAN KARBON TETRAKLORIDA TERHADAP FUNGSI HATI
DANGINJAL TIKUS. jurnal KESEHATAN, VOL. 11, NO. 1.
Panjaitan, dkk. 2007. Pengaruh Pemberian Karbon Tetraklorida terhadap Fungsi Hati dan
Ginjal Tikus. https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/30374 (tgl 28 sept 2019)
Mohsin, Yulianto. 2006. Tabel Periodik Karbon. http://www.chem-is-try.org/tabel_periodik/karbon/
Dr.rer.nat. EFFENDY DE LUX PUTRA, SU, Apt. KERACUNAN BAHAN ORGANIK DAN GAS
DI LINGKUNGAN KERJA DAN
UPAYA PENCEGAHANNYA .
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/3604/farmasi-
effendy.pdf.txt?sequence=5
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55703/Chapter%20II.pdf?sequence=4
Butanol adalah suatu alkohol yang dapat digunakan sebagai bahan bakar mesin bensin pada
pembakaran internal tanpa modifikasi mesin. Keuntungan dari butanol adalah angka oktana
dan kandungan energinya tinggi, hanya sekitar 10% lebih rendah daripada bensin. Butanol
adalah hidrokarbon rantai panjang bersifat non-polar, tidak larut dalam air dan titik nyalanya
tinggi, serta mempunyai tekanan uap rendah (0,3 psi). Kelemahan utama butanol adalah
bersifat toksisitas, dan kenyataan pada proses fermentasi butanol (dapat dibuat dari ganggang,
mahkota dewa, buah naga) memancarkan bau busuk.
Pembuatan butanol dari minyak memang tidak menghasilkan bau busuk, namun
pasokannya terbatas. Pengujian kinerja sepeda motor di atas dinamometer sasis. Hasil uji daya
rata-rata terhadap waktu akselerasi rata-rata mesin sepeda motor yang berbahan bakar bensin
yang mengandung 10% volume butanol (Bu10) lebih rendah 3,4% dibandingkan ketika
memakai bensin yang tidak mengandung butanol (Bu0). Hasil uji konsumsi bahan bakar Bu10
dibandingkan dengan bensin Bu0 adalah meningkat 2,13%, sedangkan emisi gas buang
nitrogen oksida, karbon monoksida, hidrokarbon dan karbon dioksida masing-masing lebih
rendah.
Proses produksi butanol dengan menggunakan mikroba pertama kali dilakukan oleh
Louis Pasteur pada tahun 1861 dengan proses yang disebut ABE Fermentation dimana dari
fermentasi tersebut dihasilkan aseton, butanol, dan etanol. Setelah itu Weizzman berhasil
mengisolasi bakteri penghasil butanol yang diberi nama Clostridium acetobutylicum. Butanol
merupakan salah satu produk samping yang dihasilkan dari teknologi fermentasi saat ini,
sebagai sebuah konsekuensi, teknologi fermentasi saat ini memungkinkan untuk hasil yang
sangat rendah butonol diekstraksi murni. Beberapa raksasa industri kimia seperti DuPont, BP,
GEVO telah mencanangkan pembangunan pabrik butanol dari proses fermentasi atau
mengubah pabrik etanol menjadi butanol.
Butanol merupakan alkohol dengan empat rantai karbon yang memiliki beberapa
keunggulan dibandingkan dengan etanol. Butanol tidak hanya digunakan sebagai campuran,
tetapi juga sebagai pengganti bensin. Butanol memiliki bilangan oktan yang dekat dengan
bensin sehingga kemungkinan knocking lebih kecil. Selain itu, butanol memiliki tekanan uap
yang lebih kecil daripada etanol sehingga lebih aman pada saat penyimpanan. Energi yang
terkandung per volumenya lebih tinggi daripada etanol. Titik nyala yang lebih dekat dengan
bensin juga lebih sesuai dengan mesin bensin yang ada saat ini. Butanol tidak korosif
dibandingkan etanol karena sifat butanol yang hidrofobik, sama dengan bensin.
Pada umumnya, butanol diproduksi dengan menggunakan bahan bakar fosil. Namun,
butanol juga dapat diproduksi dari biomassa atau disebut dengan biobutanol. Biobutanol
diproduksi dengan fermentasi anaerobik (kondisi tanpa oksigen). Fermentasi ini menghasilkan
aseton, butanol, dan etanol (ABE). Rasio produk fermentasi ini biasanya 3:6:1. Jenis bakteri
yang digunakan adalah Clostridium. Clostridium adalah genus dari bakteri gram positif yang
berbentuk batang lurus atau agak bengkok dengan ujung bulat dan memiliki spora berbentuk
seperti bulat telur yang bisa terletak di terminal, subterminal atau center.
n-Butanol atau n-butil alkohol atau normal butanol adalah alkohol primer dengan struktur 4-
karbon, dan memiliki rumus kimia C4H9OH. Isomernya antara lain isobutanol, 2-butanol,
dan tert-butanol. Butanol memiliki lebih dari dua atom karbon dan mudah larut dalam air. n-
Butanol secara natural berada sebagai produk
minor fermentasi gula dan karbohidrat lainnya, dan terdapat dalam kebanyakan bahan
makanan dan minuman. Ini juga merupakan zat perisa buatan yang diizinkan di Amerika
Serikat, digunakan dalam mentega, krim, buah, rum, whiskey, es krim, kembang gula, dan
produk bakteri. Senyawa ini juga digunakan luas untuk produk-produk konsumen. Penggunaan
terbesar n-butanol sebagai produk antara dalam industri, terutama pada pabrikasi butil
asetat (suatu zat perisa buatan dan pelarut industrial). Ini merupakan suatu petrokimia, dibuat
dari propilena dan biasanya dimanfaatkan oleh industri.
Butanol yang diperoleh dari biomassa disebut sebagai biobutanol. Biobutanol adalah
salah satu jenis biofuel yang unggul, karena biobutanol dapat membantu mempercepat adopsi
bahan bakar nabati di negara - negara sekitar dunia. Ini memberikan opsi lebih besar untuk
kelanjutan transportasi yang menggunakan bahan bakar terbarukan, mengurangi
ketergantungan pada minyak impor, mengurangi gas emisi rumah kaca, dan memperluas
pemasaran untuk produk pertanian di seluruh dunia. Biobutanol merupakan jenis biofuel yang
diperlukan untuk memenuhi pertumbuhan permintaan terhadap bahan bakar terbarukan, sebuah
pembaharuan terhadap produk bahan bakar yang ramah lingkungan. Biobutanol dapat
dicampur menjadi bensin yang memiliki standarisasi yang sama dengan bensin pada umumnya
atau bensin yang mengandung etanol, yang sesuai dengan teknologi kendaraan yang ada dan
berpotensi untuk dimasukkan ke dalam infrastruktur pasokan bahan bakar yang ada.
Menurut Kamus Besar Karbon Tetraklorida merupakan zat cair tanpa warna dengan bau yang
menyenangkan “manis”. Nama lain karbon tetraklorida ada 11, yaitu: Tetraklorometana,
Benziform, Benzinoform, Karbon klorida, Karbon tet, Freon 10, Halon 104, Metana
tetraklorida, Perklorometana, Tetraform, dan Tetrasol.
Dalam molekul karbon tetraklorida, empat atom klor diposisikan secara simetri karena sudut
dalam konfigurasi tetrahedral bergabung dengan atom karbon pusat dengan ikatan kovalen
tunggal. Karena geometri simetri ini, CCl4 bersifat nonpolar. Sebagai pelarut, dapat melarutkan
senyawa-senyawa non-polar lain, lemak dan minyak. Tetraklorida padat memiliki dua
polimorf: Kristal II di bawah suhu -47,5 °C (225,6 K) dan Kristal I di atas -47.5 °C. Pada suhu
-47,3 °C karbon tetraklorida memiliki struktur Kristal monoklin dengan gugus ruang C2/c dan
konstanta kisi a = 20,3, b = 11,6, c = 19,9 (.10−1 nm), β = 111°. Dengan specific gravity > 1,
maka karbon tetraklorida akan terdapat sebagai fase cair non air yang kental bila kuantitas
cukup tumpah di lingkungan. Karbon tetraklorida secara praktis tidak terbakar pada suhu
rendah. Pada suhu tinggi di udara membentuk racun fosgen. Karena karbon tetraklorida tidak
memiliki ikatan C-H, maka karbon tetraklorida tidak mudah mengalami reaksi radikal bebas.
Karena itu, merupakan pelarut yang berguna untuk halogenasi baik melalui unsur halogen, atau
melalui reagen halogenasi seperti N-bromosuksinimida (kondisi tersebut dikenal sebagai
Brominasi Wohl-Ziegler). Kebanyakan karbon tetraklorida diproduksi melalui klorinasi
karbon disulfida pada suhu 105-130 °C. CCl4 juga merupakan produk samping dalam produksi
diklorometana and kloroform.
Karbon tetraklorida banyak digunakan sebagai pelarut dalam riset kimia sintetik, tetapi
disebabkan efeknya yang merugikan kesehatan, tidak lagi digunakan secara umum, dan ahli
kimia umumnya mencoba menggantinya dengan pelarut yang lain. Karbon tetra klorida
terkadang berguna sebagai pelarut untuk spektroskopi infra merah, karena tidak ada pita
serapan yang signifikan > 1600 cm−1 . Karena karbon tetraklorida tidak memiliki atom
hidrogen sama sekali, maka secara historis digunakan dalam spektroskopi NMR proton.
Namun, karbon tetraklorida beracun, dan daya pelarutannya yang rendah. Kegunaannya
sebagian besar telah digantikan oleh pelarut deuterasi. Penggunaan karbon tetraklorida dalam
penentuan minyak telah digantikan oleh berbagai pelarut lain, seperti tetrakloroetilena. Dalam
penentuan bilangan iodium dalam analisis lemak dan minyak, karbon tetraklorida sebagai
pelarut juga telah digantikan dengan pelarut campuran asam asetat glasial dan sikloheksana,
dengan alasan yang sama. Pada abad ke-20, karbon tetraklorida digunakan secara luas sebagai
pelarut pembersih kering, sebagai refrigerant, dan sebagai lampu lava.
Karbon tetraklorida mempunyai efek yang tidak baik terhadap kesehatan jika melebihi
kadar maksimal yang telah ditetapkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI NO
492/MENKES/PER/IV/2010 yaitu 0,004mg/l. Pajanan terhadap karbon tetraklorida
konsentrasi tinggi (termasuk uapnya) dapat mempengaruhi system saraf pusat, degenerasi hati
dan ginjal dan dapat menimbulkan koma dan bahkan kematian (setelah pajanan diperpanjang).
Pajanan kronis terhadap karbon tetraklorida dapat menyebabkan kerusakan hati dan ginjal dan
dapat menimbulkan kanker. Senyawa ini diabsorbsi segera melalui kulit atau paruparu. Di
dalam tubuh, karbon tetraklorida menyebabkan kerusakan pada hati dan kemudian ginjal bila
terpapar secara terus menerus (on continued exposure). Selain itu pemberian Karbon
tetraklorida (CCl4) dalam dosis tinggi dapat merusak endoplasmik retikulum, mengakumulasi
lipid, mengurangi sintesis protein, mengacaukan proses oksidasi, menurunkan bobot badan,
menyebabkan pembengkakan hati sehingga bobot hati menjadi bertambah, dan pemberian
jangka panjang dapat menyebabkan nekrosis sentrilobular serta degenerasi lemak di hati.
Mekanisme kerja CCl4 yaitu membentuk radikal karbon tetraklorida (molekul dengan
electron yang tidak berpasangan sehingga reaktif) di dalam hati. Kemudian menyebabkan
peroksidasi lipida dalam membran sel. Di sini metokhondria terserang dan melepaskan ribosom
dari reticulum endoplasma. Proses fosforilasi pernapasan oksudatif di dalam membran
mitokondria terganggu sehingga pemasokan energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi
dan struktur reticulum endoplasma macet, sintesis protein menurun drastis, sel kehilangan daya
untuk mengeluarkan trigliserida dan mengakibatkan degenerasi lemak sel hati. Maka terjadi
kerusakan hati. Gejala yang timbul antara lain kejang-kejang pada perut, malaise yang
menyeluruh, insufisiensi ginjal dan terganggunya fungsi otak. Pada 2008, sebuah penelitian
dari produk pembersih umum dijumpai adanya karbon tetraklorida dalam “konsentrasi sangat
tinggi”—mencapai 101 mg/m3 sebagai hasil dari fabrikan mencampur surfaktan atau sabun
dengan natrium hipoklorit (pemutih). Karbon tetraklorida juga menipiskan ozon dan gas rumah
kaca dan memiliki masa hidup sangat lama, 85 tahun di atmosfer. Dampak lain Karbon
tetraklorida yang digunakan sebagai pelarut dalam industri kimia adalah karbon tetraklorida
diubah oleh stokrom P450 menadi suatu radikal bebas yang sangat reaktif yang dapt
menimblkan nekrosis hati. Zat ini lolos dari tempat aktif enzim. Karbon tetraklorida (CCl4)
menerima sebuah electron menadi CCl3+ dan Cl+. CCl3+ yang tidak dapat melanutkan diri
dalam urutan reaksi sitokrom P450, mencetuskan reaksi berantai pada lemak polyunsaturated
reticulum endoplasma. Reaaksi ini menyebar ke membrane plasma dan protein sehingga
akhirnya teradi pembengkkan sel, penimbunan lemak dan kematian sel
Karbon tetraklorida (CCl4) lazim dipakai sebagai penginduksi kerusakan hati sehingga
sering digunakan dalam pengujian aktivitas hepatoprotektor suatu zat. Karbon tetraklorida
dosis tunggal 0,1; 1,0; dan 10 ml/kg bobot badan diberikan secara intraperitoneal pada tikus
jantan, dan diamati kerusakan yang terjadi pada hati dan ginjal. Kerusakan hati ditandai dengan
peningkatan kadar enzim alanin transaminase (ALT), aspartat transaminase (AST), alkali
fosfatase (ALP), bilirubin total, dan protein total dalam serum. Peningkatan kreatinin serum
merupakan indikator gangguan fungsi ginjal. Lebih lanjut juga dilakukan pengamatan terhadap
gambaran histopatologi hati dan ginjal. Dibandingkan dengan kontrol, CCl4 dosis 0,1 dan 1,0
ml/kg bobot badan mengakibatkan peningkatan ALT dan penurunan AST, dan pada dosis 10
ml/kg bobot badan kadar kedua enzim tersebut sudah sangat turun (p<0,05). Kadar ALP,
bilirubin total, dan protein total semua kelompok tidak berbeda (p>0,05). Karbon tetraklorida
dosis 0,1 dan 1,0 ml/kg bobot badan mengakibatkan peningkatan kreatinin, sebaliknya pada
dosis 10 ml/kg bobot badan kadar kreatinin sudah sangat turun (p<0,05). Gambaran
histopatologi kelompok yang mendapatkan 1,0 dan 10 ml CCl4/kg bobot badan menunjukkan
terjadinya steatosis pada sel-sel hati, namun pada glomerulus tidak terlihat adanya perubahan.
Karbon tetraklorida menimbulkan kerusakan sebanding dengan dosis yang diinduksikan.
Penampakan
• Bau
• Titik Leleh / Beku
• pH
• Titik Nyala
• Laju Penguapan
• Flamabilitas (padatan, gas)
• Batas bawah / atas dari flamabilitas atau ledakan
• Tekanan Uap
• Densitas Relatif
• Viskositas