Disusun oleh :
Kelompok 3
Amalia P07220118062
Devita Riska Hidayah P07220118075
Putri Cahayaty P07220118099
Jordy Ryan Elvano P07220118089
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya lah makalah ini dapat terselesaikan.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Konsep Dasar Gagal Nafas pada Penyakit (PPOK, Edema Paru ....... 3
1. Konsep Dasar Gagal Nafas pada Penyakit PPOK .......................... 3
2. Konsep Dasar Gagal Nafas pada Penyakit Edema Paru ................ 5
B. Tindakan Keperawatan ........................................................................ 10
1. Pantau Hemodinamik ........................................................................ 10
2. Posisi untuk Pasien Gagal Nafas ....................................................... 16
3. Pemasangan O2 ................................................................................. 17
4. Bag Valve Mask ................................................................................ 18
5. Persiapan Pemasangan ETT dan Ventilator ...................................... 19
6. Pengambilan sampel AGD ................................................................ 22
7. Persiapan Rontgen Dada ................................................................... 31
A. Kesimpulan ............................................................................................ 32
B. Saran ...................................................................................................... 32
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal napas adalah kondisi kegawatan medis yang terjadi akibat gangguan
serius pada sistem pernapasan, sehingga menyebabkan tubuh kekurangan
oksigen. (PPOK) adalah penyakit paru yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran napas yang bersifat progressif non reversibel atau reversibel parsial .
Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang
timbul pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom
Gawat Nafas akut (ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik
merupakan sindroma klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius.
Tindakan keperawatan pada gagal nafas meliputi : Pantau Hemodinamik,
Posisi untuk Pasien Gagal Nafas, Pemasangan O2, Bag Valve Mask, Persiapan
Pemasangan ETT dan Ventilator, Pengambilan sampel AGD, Persiapan Rontgen
Dada.
B. Tujuan Penulisan
1. Mampu mengetahui dan mengerti tentang konsep dasar gagal nafas pada
penyakit PPOK , edema paru
2. Mampu mengetahui dan mengerti bagaimana tindakan keperawatan meliputi:
a. Pantau Hemodinamik
b. Posisi untuk Pasien Gagal Nafas
c. Pemasangan O2
d. Bag Valve Mask
e. Persiapan Pemasangan ETT dan Ventilator
f. Pengambilan sampel AGD
g. Persiapan Rontgen Dada
1
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar gagal nafas pada penyakit PPOK , Edema Paru ?
2. Bagaimana tindakan keperawatan pada :
a. Pantau Hemodinamik
b. Posisi untuk Pasien Gagal Nafas
c. Pemasangan O2
d. Bag Valve Mask
e. Persiapan Pemasangan ETT dan Ventilator
f. Pengambilan sampel AGD
g. Persiapan Rontgen Dada
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
2) Breathing : Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung,
takipneu/bradipneu, retraksi; menggunakan otot aksesori pernapasan;
kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis.
a) Dispnea : salah satu manifestasi pasien dengan gangguan paru dan
jantung. Ini adalah gejala subyektif dan refleksi dari penilaian
klien terhadap kerja napasnya.
3) Circulation : takikardia; sakit kepala; gangguan tingkat kesadaran :
ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk; penurunan haluaran urine.
Tanda yang menunjukkan bahwa seseorang mengalami gagal nafas
yaitu :aliran udara di mulut dan hidung tidak dapat
didengar/dirasakan; pada gerakannafas spontan terlihat retraksi supra
klavikula dan sela iga serta tidak adapengembangan dada pada
inspirasi, adanya kesulitan inflasi paru dalam usahamemberikan
ventilasi buatan; terdengar suara nafas tambahan gargling, snoring,dan
wheezing; dan ada retraksi dada. Gejala pada gagal nafas yaitu
penurunankesadaran, takikardia, gelisah, berkeringat, dan sianosis.
b. Penatalaksanaan
1) Manajemen Medis
a) Koreksi hipoksemia. Ini sangat penting dalam mempertahankan
oksigenasi adekuat, dengan cara meningkatkan FiO2 pada
ventilasi mekanik yang digunakan.
b) Kurangi preload. Klien ditempatkan pada posisi tegak. Diuretik
diresepkan untuk eksresi cairan. Nitrat, seperti nitrogliserin
digunakan untuk vasodilatasi.
c) Kurangi afterload. Gunanya untuk mengurangi beban kerja
ventrikel kiri. Agen antihipertensi termasuk agen ampuh seperti
nitroprusid diresepkan. Morpin juga diresepkan untuk mengurangi
ansietas.
d) Support perfusi. Ventrikel kiri di support dengan menggunakan
inotropik seperti dobutamin. Urine output selalu di monitor untuk
mengetahui apakah fungsi ginjal adekuat
4
e) Pemberian obat-obatan: antikolinergik untuk bronkodilatasi,
kortikosteroid untuk mengurangi edema jalan nafas, antibiotik
untuk mengatasi infeksi, neuromuscular blocking agent untuk
paralisis otot pernafasan
2) Keperawatan
a) Monitor TTV, derajat sesak, frekuensi nafas, dan tingkat
kesadaran
b) Posisikan kaki klien tergantung ke atas bertujuan mengurangi
preload dan tinggikan kepala tempat tidur
c) Monitor respon klien terhadap ventilasi
d) Berikan terapi oksigen
e) Pemasangan ETT
f) Pemasangan Ventilator
g) Pantau AGD
h) Kaji kebutuhan suction
i) Lakukan suction
j) Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat
k) Pemberian inhalasi nebulizer
l) Monitor urine output, berat dan jumlah potasium
m) Pemberian diuretic
(sundari, 2013)
5
penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah
penyakit atau cedera serius.
Gagal nafas ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi
oksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga
menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan
peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg
(hiperkapnia).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS merupakan
ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam darah
sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan
karbondioksida dalam sel –sel tubuh.sehingga tegangan oksigen
berkurang dan akan peningkatan karbondioksida akan menjadi lebih
besar.
b. Etiologi
1) Depresi Sistem Saraf Pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak
adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan
pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan
medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2) Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls
yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf
yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke
reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf
seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau
pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan
akan sangat mempengaruhi ventilasi.
3) Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi
melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya
6
diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura
atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4) Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi
penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan
cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung
dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas
dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan
gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah
pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki
patologi yang mendasar.
5) Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus.
Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh
mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang
bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru
dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang
menyababkan gagal nafas.
2) Breathing
Dalam mengkaji breathing/pernapasan pasien gawat darurat
dengan ARDS, kita akan menjumpai pasien mengalami sesak dan
irama pernapasannya tidak teratur. Ini dikarenakan karena adanya
peningkatan secret pada organ paru. Akan kita jumpai pula takipneu,
penggunaan otot-otot bantu pernapasan dan suara napas tambahan
(ronchi)
Diagnosa yang mungkin muncul : Gangguan perukaran gas b/d
penumpukan cairan di alveoli, alveolar hipoventilasi dan
8
Ketidak efektifan pola napas b/d pertukaran gas tidak adekuat,
penurunan kemampuan untuk oksigenasi
Intervensi :
a) Kaji pernapasan pasien dengan mendekatkan telinga diatas
mulut/ hidung pasien sambil memepertahankan pembukaan jalan
napas.
b) Perhatikan dada pasien dengan melihat gerakan naik turunnya
dada pasien
c) Auskultasi udara yang keluar waktu ekspirasi, merasakan
adanya aliran udara.
d) Berikan napas bantuan
3) Circulation
Karena adanya gangguan / masalah pada organ paru, maka
akan terjadi penurunan balik vena (cardio-pulmoner). Yang kemudian
akan menyebabkan penurunan curah jantung. Sehingga dalam
mengobservasi Tekanan Darah, akan didapatkan hasil pasien
mengalami hipotensi (tekanan darah rendah). Tekanan darah yang
rendah ini, akan menyebabkan darah sulit sampai pada pembuluh
darah/jaringan-jaringan perifer. Sehingga tidak jarang kita akan
mendapati pasien yang mengalami cianosis. Tidak jarang pula, kita
akan mendapati pasien mengalami edema.
Diagnosa yang mungkin muncul : Gangguan perfusi jaringan cerebral
b/d penurunan aliran balik vena, penurunan curah jantung.
Intervensi :
a) Tentukan ada tidaknya denyut nadi yang dilakukan pada arteri
carotis.
b) Hubungi system darurat dengan memberikan informasi tentang
hal- hal yang terjadi dan peralatan yang di butuhkan.
c) Kompresi dada luar akan menyebabkan sirkulasi ke paru- paru dan
di ikuti dengan ventilasi.
9
4) Disability
Pada pasien ARDS, biasanya akan mengalami penurunan
kesadaran. Ini mungkin diakibatkan transport oksigen ke otak yang
kurang/tidak mencukupi (menurunnya curah jantung menyebabkan
terjadinya hipotensi). Yang akhirnya darah akan sulit mencapai
jaringan otak. Pada pasien ARDS kesadaran memang mungkin akan
menurun tetapi GCSnya masih sekitar 12-14. Sehingga kita lebih
memprioritaskan pernapasan dan pemompaan jantungnya. Karena
apabila pernapasan dan pemompaan jantungnya sudah tertangani
dengan baik maka secara otomatis kesadarannya akan membaik (GCS
15).
5) Exposure
Setelah kita mengkaji secara menyeluruh dan sistematis mulai
dari airway, breathing, circulation, dan disability, sekarang kita
mengkaji secara menyeluruh untuk melihat apakah ada organ lain
yang mengalami gangguan. Sehingga kita dapat cepat memberikan
perawatan.
(riyadi, 2020)
B. Tindakan Keperawatan
1. Pantau Hemodinamik
Hemodinamik adalah aliran darah dalam system peredaran tubuh kita
baik melalui sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (
sirkulasi dalam paru-paru). Hemodinamik monitoring adalah pemantauan dari
hemodinamik status.Pentingnya pemantauan terus menerus terhadap status
hemodinamik, respirasi, dan tanda-tanda vital lain akan menjamin early
detection bisa dilaksanakan dengan baik sehingga dapat mecegah pasien jatuh
kepada kondisi lebih parah. (materi kuliah hemodinamik)
Hemodinamik status adalah indeks dari tekanan dan kecepatan aliran
darah dalam paru dan sirkulasi sistemik. Pasien dengan gagal jantung,
10
overload cairan, shock, hipertensi pulmonal dan banyak kasus lain adalah
pasien dengan masalah perubahan status hemodinamik.
Dalam hal ini, Kritikal Care Nurse bukan hanya dituntut mampu
mengoperasikan alat pemantauan hemodinamik saja melainkan harus mampu
menginterpretasikan hasilnya.
Faktor penentu hemodinamik :
a. Pre load : menggambarkan tekanan saat pengisian atrium kanan selama
diastolic digambarkan melalui Central Venous Pressure (CVP).
Sedangkan pre l oad ventricle kiri digambarkan melalui Pulmonary
Arterial Pressure (PAP).
b. Contractility : menggambarkan kekuatan otot jantung untuk
memompakan darah ke seluruh tubuh.
c. After load : menggambarkan kekuatan/tekanan darah yang dipompakan
oleh jantung. After load dipengaruhi oleh sistemik vascular resistance dan
pulmonary vascular resistance.
11
Data status hemodinamik yang bisa didapatkan adalah tekanan
sistolik, tekanan diastolic, dan tekanan rata-rata arteri (Mean Arterial
Pressure=MAP)
Sistolik pressure adalah tekanan darah maksimal dari
ventrikel kiri saat systole. Diastolic pressure adalah gambaran dari
elastisitas pembuluh darah dan kecepatan darah saat dipompakan
dalam arteri. MAP adalah tekanan rata-rata arteri, menggambarkan
perfusi rata-rata dari peredaran darah sistemik.
12
b) Invasive Blood Pressure (IBP)
Pengukuran tekanan darah secara invasive dapat dilakukan
dengan melakukan insersi kanule ke dalam arteri yang dihubungkan
dengan tranduser. Tranduser ini akan merubah tekanan hidrostatik
menjadi sinyal elektrik dan menghasilkan tekanan sistolik, diastolic,
maupun MAP pada layar monitor.
Setiap perubahan dari ketiga parameter diatas, kapanpun,dan
berapapun maka akan selalu muncul dilayar monitor. Ketika terjadi
vasokonstriksi berat, dimana stroke volume sangat lemah, maka
pengukuran dengan cuff tidak akurat lagi.Maka disinilah penggunaan
IBP sangat diperlukan.
Pada kondisi normal, IBP lebih tinggi 2-8 mmHg dari NIBP.
Pada kondisi sakit kritis bisa 10-30 mmHg lebih tinggi dari NIBP.
13
Untuk merubah dari mmHg →cm H2O adalah mmHg X 1,36 =
…..cmH2O
Sebaliknya untuk merubah dari cmH2O →mmHg adalah cmH2O
÷1,36 = …mmHg
(c) Komplikasi
(1) Hematothorax
(2) Pneumothorax
(3) Nerve injury
(4) Arterial puncture
(5) Thorxic duct perforation
(6) Infeksi local/sistemik
(7) Thrombosis
(8) Emboli udara
Phlebostatik Axis
Phlebostatik axis adalah mengatur posisi tidur pasien dengan posisi
head-up 30˚Hal yang penting dalam pengukuran CVP adalah menjaga
kesetabilan dan konsistensi “ZERO POINT” (titik nol).zero point
menggambarkan posisi atrium, yaitu pada garis mid axilla intercosta
keenam. Daerah pemasangan :
a) Vena subclavia
b) Vena jugularis
c) Vena antecubital
d) Vena femoralis
14
Prosedur Pemasangan :
Persiapan alat
1. Catheter vena central
2. Cairan NaCl 0,9 %
3. Heparin
4. Lidocain 2%
5. Spuit 3cc, 10cc
6. Cairan antiseptic
7. Duk lubang kecil
8. Kapas alcohol
9. Kassa steril
10. Gunting
11. Benang dan jarum
12. Manometer / tranduser monitor
13. Standar infuse
14. Threeway stop-cock
15. Masker, sarung tangan steril, skort
Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Persiapan alat
3. Jelaskan prosedur pada pasien
4. Siapkan pasien pada posisi telentang (supine)
5. Desinfeksi daerah pemasangan
6. Lakukan anestesi local, masukkan kateter dengan teknik aseptic
sampai mencapai muara vena cava superior(dilakukan oleh dokter
yang kompeten)
7. Hubungkan kateter dengan manometer
8. Fiksasi kateter , dan tutup dengan kasa steril pada daerah insersi
9. Paska tindakan : lakukan foto thoraks untuk mengetahui posisi
kateter, awasi KU pasien, dan adanya tanda-tanda komplikasi.
15
10. Perhatikan adanya undulasi yang sesuai dengan respirasi pasien
(posisi kateter benar), undulasi menyamai denyut nadi berarti posisi
kateter terlalu dalam.
1. Cuci tangan
2. Jelaskan prosedur kepada pasien
3. Posisikan pasien pada phlebostatik axis dan tentukan pasisi Zero
pointnya
4. Pindahkan jalur infuse dari pasien ke manometer dengan menutup
jalur ke pasien pada threeway
5. Setelah air pada manometer sampai pada puncak, pindahkan jalur
cairan infuse dari manometer ke pasien dengan menutup jalur dari
flabot infuse
6. Tunggu hingga cairan pada manometer tidak lagi bergerak turun.
Nilai CVp adalah tingginya air dalam manometer saat air berhenti.
7. Catat nilai CVP pada lembar observasi
16
b. Pemberian posisi semi fowler
Pemberian posisi semi fowler dengan derajat kemiringan 45 , yaitu
dengan menggunakan gaya gravitasi untuk membantu pengembangan
paru dan mengurangi tekanan dari abdomen pada diafragma.
3. Pemasangan O2
Merupakan Memberikan oksigen pada pasien dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan oksigen pada pasien. Kebijakan Dibawah tanggung
jawab dan pengawasan dokter (monika, 2016)
Prosedur
a. Persiapan Alat :
1) Tabung O2 lengkap dengan manometer
2) Mengukur aliran (flowmeter)
3) Botol pelembab berisi air steril / aquadest
4) Selang O2
5) Plester
6) kapas alcohol
b. Pelaksanaan
1) Atur posisi semifoler
2) Slang dihubungkan dengan oksigen
3) Sebelum memasang slang pada hidung pasien slang dibersihkan
dahulu dengan kapas alkohol
17
4) Flowmeter dibuka, dicoba pada punggung tangan lalu ditutup kembali
5) Memasang canul hidung, lakukan fixasi (plester)
6) Membuka flowmeter kembali dengan ukuran sesuai perintah dokter
19
Prosedur :
1) Persiapan alat
a) Laryngoscope set
b) Endotracheal tube sesuai ukuran ( pria dan wanita )
c) Spuit 10 cc
d) Plester
e) Suction
f) Megil forcepe
g) Stetoscope
h) Jelly khusus pemasangan ETT dari nasal
2) Pelaksanaan
a) Posisi pasien terlentang dengan kepala ekstensi
b) Petugas mencuci tangan
c) Petugas memakai masker dan sarung tangan
d) Melakukan suction
e) Melakukan intubatasi dan menyiapkan ventilator
f) Buka blade pegang tangkai laryngoscope dengan tenang
g) Buka mulut pasien
h) Masukkan blade perlahan menyusuri dasar lidah ujung blade,
sudah sampai dipangkal lidah geser lidah perlahan ke arah kiri
i) Angkat tangkai laryngoscope kedepan sehingga menyangkut ke
seluruh lidah kedepan sehingga rona glotis terlihat
j) Ambil pipa ETT sesuai ukuran yang sudah ditentukan
k) Masukkan dari sudut mulut kanan arahkan ujung ETT menyusur
ke rima glotis masuk ke celah pita suara
l) Dorong pelan sehingga seluruh balon ETT dibawah pita suara
m) Cabut stylet
n) Tiup balon ETT sesuai volumenya
o) Cek adakah suara keluar dari pipa ETT dengan menghentak dada
pasien dengan ambu bag
20
p) Cek ulang dengan stetoskop dan dengarkan aliran udara yang
masuk lewat ETT apakah sama antara paru kanan dan kiri
q) Fiksasi ETT dengan plester
r) Hubungkan ETT dengan konektor sumber oksigen
s) Mencuci tangan sesudah melakukan intubasi
t) Catat respon pernafasan pasien pada mesin ventilator.
b. Sop penggunaan ventilator
Pengertian Ventilator adalah alat yang mampu membantu sebagian
atau mengambil alih pertukaran gas di paru untuk mempertahankan hidup
pasien. Semua mode untuk membantu atau mengganti atau mengambil
alih dariproses pernafasan spontan (Endah, 2017)
Tujuan :
1) Memberikan kekuatan mekanisme pada system pernafasan untuk
mempertahankan ventilasi yang fisiologis
2) Manipulasi air way pressure dan corak ventilasi untuk memperbaiki
efisiensi dan oksigenasi
3) Mengurangi kerja miocard dengan cara mengurangi kerja nafas
Prosedur :
a) Persiapan alat
(1) Set ventilator
(2) Aqua steril
(3) Oksigen
b) Pelaksanaan
(1) Hubungkan ventilator dengan sumber listrik
(2) Hubungan ventilator dengan sumber oksigen dan udara
tekan
(3) Isi humidifier dengan aqua steril sampai batas yang ditentukan
(4) Pastikan breathing sirkuit apakah ada kebocoran dan tes
fungsi masing masing pre set dengan menggunakan testlung
(kalibrasi)
21
(5) Atur mesin sesuai dengan klarifikasi kerja yang
dibutuhkan untuk pasien
(6) Alat siap dan disambungkan dengan konektor ETT pasien
24
4) Adanya koagulopati (gangguan pembekuan) atau pengobatan
denganantikoagulan dosis sedang dan tinggi merupakan
kontraindikasi relatif.
e. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi, yaitu :
1) Apabila jarum sampai menembus periosteum tulang akan
menimbulkan nyeri
2) Perdarahan
3) Cidera syaraf
4) Spasme arteri
25
5) Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang
menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai PH akan mengikuti
perubahan PCO2.
27
4) Arteri Femoralis
Merupakan pilihan terakhir apabila pada semua arteri diatas
tidak dapat diambil. Bila terdapat obstruksi pembuluh darah
akan menghambat aliran darah ke seluruh tubuh / tungkai bawah dan
bila yang dapat mengakibatkan berlangsung lama dapat menyebabkan
kematian jaringan. Arteri femoralis berdekatan dengan vena besar,
sehingga dapat terjadi percampuran antara darah vena dan
arteri. Selain itu arteri femoralis terletak sangat dalam dan merupakan
salah satu pembuluh utama yang memperdarahi ekstremitas bawah.
Arteri Femoralis atau Brakialis sebaiknya jangan digunakan
jika masih ada alternative lain karena tidak memiliki sirkulasi
kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau
thrombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak
digunakan karena adanya resiko emboli ke otak.
Nilai Normal Analisa Gas Darah
(a) PH : 7,35 – 7,45
(b) PaCO2 : 35 – 45 mmHg
(c) PaO2 : 80 – 100 mmHg
(d) SaO2 : 95% atau lebih
(e) HCO3 : 22 – 26 mEq/L
(f) Base Excess : -2,0 - +2,0 mEq/L
j. Prosedur pengambilan darah arteri radialis
1) Baca status dan data klien untuk memastikan indikasi pengambilan
AGD
2) Cek alat-alat yang akan digunakan
3) Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
4) Perkenalkan nama perawat
5) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
6) Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
7) Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
8) Tanyakan keluhan klien saat ini
9) Jaga privasi klien
28
10) Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
11) Posisikan klien dengan nyaman
12) Cuci tangan dan pakai sarung tangan sekali pakai
13) Palpasi arteri radialis
14) Lakukan allen’s tes
Tujuan uji allen tes adalah untuk menilai sistem kolateral arteri
radialis. Penderita diminta mengepalkan tangan dengan
kencang.Pengambil darah dengan jari menekan kedua arteri radialis
dan ulnaris.Penderita diminta membuka dan mengepalkan beberapa
kali hingga jari-jari pucat, kemudian biarkan telapak tangan terbuka.
Pengambil darah melepaskan tekanan jarinya dari arteri ulnaris,
telapak tangan akan pulih warnanya dalam 15 detik bila darah dari
arteri ulnaris mengisi pembuluh kapiler tangan.
Bila terdapat gangguan kolateralisasi pada arteri ulnaris (uji
Allen negative), arteri radialis tidak boleh digunakan untuk
pengambilan darah arteri.Bila tidak terdapat kolateralisasi arteri
radialis dan arteri ulnaris (uji Allen negative), arteri radialis tidak
boleh digunakan.
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan
tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk
membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna
jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah
dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif.
Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s
negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan
periksa tangan yang lain.
15) Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
16) Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras
dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
17) Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin,
kemudian diusap dengan kapas alkohol
18) Berikan anestesi lokal jika perlu
29
19) Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan
kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan
spuit
20) Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 ° sambil
menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain
21) Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila
darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
22) Ambil darah 1 sampai 2 ml
23) Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa
5-10 menit
24) Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus
atau karet
25) Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
26) Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
27) Ukur suhu dan pernafasan klien
28) Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen
yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
29) Kirim segera darah ke laboratorium
30) Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak
mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan,
penekanan membutuhkan waktu yang lama)
31) Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
32) Cuci tangan
33) Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
34) Berikan reinforcement positif pada klien
35) Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
36) Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
37) Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan
AGD, dari sebelah mana darah diambil dan respon klien
7. Persiapan Rontgen Dada
Melakukan persiapan pada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
radiolgi dengan tujuan : Mengoptimalkan proses pemeriksaan, Menegakkan
30
diagnosa, serta supaya tindakan dilakukan dengan benar dan aman bagi
pasien. (yulizar, 2018)
Prosedur :
a. Persiapan alat
1) Formulir permintaan thorax foto.
2) Kursi roda atau brandkar (jika diperlukan)
3) Buku ekspedisi
b. Persiapan pasien
Berikan penjelasan kepada pasien/ keluarga tentang tindakan yang
akan dilakukan.
c. Pelaksanaan
1) Formulir permintaan pemeriksaan radiologi diisi sesuai dengan
identitas pasien, jenis pemeriksaan, dokter pengirim.
2) Semuanya dibuat rangkap 2 (dua) dan ditandatangani oleh dokter
yang merawat atau dokter ruangan.
3) Formulir asli dikirim ke radiologi dan dicatat dalam buku ekspedisi,
formulir foto copi disimpan untuk dokumentasi pasien.
4) Setelah dipanggil oleh bagian Radiologi, perawat yang bertanggung
jawab terhadap pasien tersebut mempersiapkan pasien .
5) Menyediakan jas pasien untuk keluar ruangan.
6) Kursi roda atau brandkar bila kondisi pasien tidak memungkinkan
untuk jalan sendiri.
7) Sebelum diturunkan Ukur tanda vital pasien, kepala regu menentukan
siapa yang akan mengantar pasien ke Radiologi, apakah perawat atau
asisten perawat.
8) Selama pemeriksaan dilakukan pengantar harus mendampingi pasien
sampai selesai.
9) Selesai pemeriksaan, pasien diantar kembali kekamar pasien dan oleh
pengantar dilakukan pemeriksaan tanda vital.
10) Mengevaluasi respon pasien
11) Melakukan dokumentasi, hasil dan respon klien
31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penatalaksanaan gagal nafas merupakan tindakan gawat darurat
karena kasusini sering menimbulkan kematian. Pemeriksaan penunjang yanag
dapat dilakukan untuk mementukan keparahan gagal nafas dapat dilakukan
dengan pemeriksaan analisa gas darah. Dari hasil AGD, dapat diliat
terjadinya hikposia ringan(PaO2<80mmhg), sedang(Pa02<60mmhg) atau
berat (Pa02<40 mmhg). Penatalaksanaan keperawatan pada pasien gagal
nafas penting dilakukan baik secara mandiri maupun kolaborasi. Secara
mandiri dapat dilakukan monitoringTTV, positioning, lakukan fisioterapi
dada, suctioning, dan monitor respon klienterhadap ventilator. Secara
kolaborasi dapat dilakukan dengan pemasangan ETT,ventilasi mekanik,
inhalasi, pantau AGD, dan medikasi.
Tindakan keperawatan pada gagal nafas meliputi : Pantau
Hemodinamik, Posisi untuk Pasien Gagal Nafas, Pemasangan O2, Bag Valve
Mask, Persiapan Pemasangan ETT dan Ventilator, Pengambilan sampel
AGD, Persiapan Rontgen Dada
B. Saran
Semoga makalah sederhana ini dapat menjadi ilmu yang bermanfaat
bagi pembaca makalah ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca
terutama perawat dalam membuat asuhan keperawatan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Anggie. (2017, march thursday). sop ambubag. Retrieved january thursday, 2020, from
https://id.scribd.com/document/342808677/Sop-Ambubag: id.scribd.com
Endah, A. (2017, may thursday). sop penggunaan ventilator. Retrieved january thursday,
2020, from https://id.scribd.com/document/347260306/Sop-Penggunaan-Ventilator:
id.scribd.com
LuphlyDave. (2015, october monday). sop pemasangan ETT. Retrieved january thursday,
2020, from https://www.scribd.com/doc/285856520/Sop-Pemasangan-ETT:
www.scribd.com
monika, S. (2016, april tuesday). sop pemberian oksigen. Retrieved january thuersday, 2020,
from https://id.scribd.com/doc/310460227/Sop-Pemberian-Oksigen: id.scribd.com
risjanandi. (2014, december saturday). prosedur pengambilan analisa gas darah. Retrieved
january thursday, 2020, from http://risjanandi.blogspot.com/2014/12/prosedur-
pengambilan-analisa-gas-darah.html: risjanandi.blogspot.com
sundari, J. (2013, april saturday). gagal nafas pada pasien ppok. Retrieved february
wednesday, 2020, from https://www.slideshare.net/JemirdaSundari/gagal-napas-ec-ppok-
dan-pneumonia: https://www.slideshare.net
yulizar. (2018, February wednesday). persiapan pasien untuk foto thorax. Retrieved January
thursday, 2020, from https://id.scribd.com/document/372013975/Sop-Persiapan-Pasien-
Untuk-Thorax-Foto: id.scribd.com
33