Anda di halaman 1dari 19

BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Pembelajaran ( LEOPY RANDA YUSRI )


Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam sistem
pengajaran terdiri dari siswa, guru, dan tenaga lainnya, misalnya tenaga
laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi,
slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengkapan, terdiri dari
ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga komputer. Prosedur, meliputi
jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan
sebagainya.
Rumusan tersebut tidak terbatas dalam ruangan saja. Sistem
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan cara membaca buku, belajar dikelas
atau disekolah, karena diwarnai oleh organisasi dan interaksi antara berbagai
komponen yang saling berkaitan, untuk membeljarkan peserta didik. Berbagai
rumusan yang ada pada dasarnya berlandaskan pada teori tertentu.
1. Mengajar adalah Upaya Menyampaikan Pengetahuan Kepada Peserta
Didik/Siswa di Sekolah
Rumusan ini sesuai dengan pendapat dalam teori pendidikan yang
mementingkan mata ajaran yang harus dipelajari oleh peserta didik.
Dalam rumusan tersebut terkandung konsep-konsep sebagai berikut:
a. Pembelajaran merupakan persiapan dimasa depan
Masa depan kehidupan anak ditentukan oleh orang tua. Mereka
yang dianggap paling mengetahui apa dan bagaimana kehidupan
itu. Itu sebabnya, orang tua berkewajiban menentukan akan
dijadikan apa peserta didik. Sekolah berfungsi mempersiapkan
mereka agar mampu hidup dalam masyarakat yang akan datang.
b. Pembelajaran merupakan suatu proses penyampaian pengetahuan
Penyampaian pengetahuan dilaksanakan dengan menggunakan
metode imposisi, dengan cara menuangkan pengetahuan kepada

4
siswa. Umumnya guru menggunakan metode “formal step” dari
J.Herbart berdasarkan asas asosiasi dan reproduksi atas
tanggapan/kesan.
c. Tinjauan utama pembelajaran ialah penguasaan pengetahuan
Pengetahuan sangat penting bagi manusia. Barang siapa
menguasai pengetahuan, maka dia dapat berkuasa : “Knowledge is
power”. Pengetahuan bersumber dari perangkat mata ajaran yang
disampaikan di sekolah. Para pakar yang mendukung teori ini
berpendapat, bahwa mata ajaran berasal dari pengalaman-
pengalaman orang tua, masa lampau yang berlangsung sepanjang
kehidupan manusia.
d. Guru dipandang sebagai orang yang sangat berkuasa
Peranan guru sangat dominan. Dia menentukan segala hal yang
dianggap tepat untuk disajikan kepada para siswanya. Guru
dipandang sebagai orang yang serba mengetahui, berarti guru adalah
yang paling pandai. Dia mempersiapkan tugas-tugas, memberikan
latihan-latihan dan menentukan peraturan dan kemajuan tiap siswa.
e. Siswa selalu bersikap dan bertindak pasif
Siswa dianggap sebagai tong kosong, belum mengatahui apa-
apa. Dia hanya menerima apa yang diberikan oleh gurunya. Siswa
bersikap sebagai pendengar, pengikut, pelaksana tugas.
f. Kegiatan pembelajaran hanya berlangsung dalam kelas
Pembelajaran dilaksanakan dalam batas-batas ruangan kelas
saja, sedangkan pembelajaran di luar kelas tak pernah dilakukan.
2. Mengajar adalah Mewariskan Kebudayaan Kepada Generasi Muda
Melalui Lembaga Pendidikan Sekolah
a. Pembelajaran bertujuan membentuk manusia berbudaya
Peserta didik hidup dalam pola kebudayaan masyarakatnya.
Manusia berbudaya adalah manusia yang mampu hidup dalam pola
tersebut.
b. Pembelajaran berarti suatu proses pewarisan

5
Para siswa dipandang ssebagai keturunan orang tua dan orang
tua adalah keturunan neneknya dan seterusnya, demikian terjadi
proses turun-temurun. Dengan sendirinya apa yang dimiliki oleh
nenek moyang pada masa lampau itu harus diwariskan kepada
turunan berikutnya
c. Bahan pembelajaran bersumber dari kebudayaan
Yang termasuk kebuayaan adalah kebiasaan orang berfikir dan
berbuat seperti : kehidupan keluarga, cara menyediakan makan,
bahasa, pemerintahan, ukuran moral, kepercayaan keagamaan dan
bentuk-bentuk ekpresi seni.
d. Siswa sebagai generasi muda ahli waris kebudayaan
Generasi muda berfungsi sebagai ngenerasi penerus. Mereka
perlu dipersiapkan sedemikian rupa agar benar-benar siap
melanjutkan hasil kerja yang telah dicapai oleh generasi yang ada
sekarang. Kebudayaan yang diwariskan kepada mereka harus
dikuasai dan dikembangkan, sehingga mereka menjadi warga
masyarakat yang lebih berbudaya.
3. Pembelajaran adalah Upaya Mengorganisasi Lingkungan untuk
Menciptakan Kondisi Belajar bagi Peserta Didik
a. Pendidikan bertujuan mengembangkan atau mengubah tingkah laku
peserta didik
b. Kegiatan pembelajaran berupa perorganisasian lingkungan
c. Peserta didik sebagai suatu organisme yang hidup
4. Pembelajaran adalah Upaya mempersiapkan Peserta Didik untuk Menjadi
Warga Masyarakat yang Baik
a. Tujuan pembelajaran
b. Pembelajaran berlangsung dalam suasana kerja
c. Peserta didik/ siswa sebagai calon warga negara yang memiliki
potensi untuk bekerja
d. Guru sebagai pemimpin dan pembimbing bengkel kerja
5. Pembelajaran adalah Suatu Proses Membantu Siswa Menghadapi
Kehidupan Masyarakat Sehari-hari

6
a. Tujuan pembelajaran ialah mempersiapkan siswa untuk hidup dalam
masyarakat
b. Kegiatan pembelajaran berlangsung dalam hubungan sekolah dan
masyarakat
c. Siswa belajar secara aktif dan Guru juga bertugas sebagai
komunikator

B. Tujuan Pembelajaran ( DEFRA YOLANDA PUTRA )


1. Pengertian Tujuan Pembelajaran
Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali
dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh
Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang
berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga
sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga
pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia.
Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan
beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager
(1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang
hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan
tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981)
menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik
yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam
bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry
Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang
diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar
Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu
deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa
setelah berlangsung pembelajaran .
Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang
beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1)
tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2)

7
tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang
spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp
dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus
diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa
setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis
(written plan).
Selain daripada itu, M.Sobry Sutikno dalam bukunya Belajar Dan
Pembelajaran mengungkapkan bahwa tujuan pembelajaran ialah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan pengetahuan
2. Penanaman konsep dan kecekatan
3. Pembentukan sikap dan perbuatan
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran tersebut dapat memberikan
manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih
Sukmadinata (2002) Mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan
pembelajaran, yaitu: (1) Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud
kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan
perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) Memudahkan guru memilih
dan menyusun bahan ajar; (3) Membantu memudahkan guru menentukan
kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru
mengadakan penilaian.
Tujuan pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata ajaran, dan guru
itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat ditetapkan apa yang
hendak dicapai, dan dikembangkan dan diapresiasi. Tujuan ( goals ) adalah
rumusan yang luas mengenai hasil-hasil pendidikan yang diinginkan.
Tujuan pembelajaran memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi untuk belajar, misalnya :
dalam situasi bermain peran;
2. Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam bentuk dapat diukur
dan dapat diamati;

8
3. Tujuan menyatakan tingkat minimal perilaku yang dikehendaki,
misalnya pada peta pulau jawa, siswa dapat mewarnai dan memberi
label pada sekurang-kurangnya tiga gunung utama.
4. Tujuan merupakan dasar untuk mengukur hasi pembelajaran, dan juga
menjadi landasan untuk menentukan isi pelajaran dan metode
mengajar. Berdasarkan isi dan metode itu selanjutnya ditentukan
kendisi-kondisi kegiatan pembelajaran yang terkait dengan tujuan
tingkah laku tersebut, tujuan merupakan tolak ukur terhadap
keberhasilan pembelajaran. Karena itu perlu disusun suatu deskripsi
tentang cara mengukur tingkah laku.

2. Manfaat Tujuan Pembelajaran


Salah satu kunci keberhasilan dalam belajar adalah adanya tujuan
yang jelas. Tujuan biasanya menentukan hasil yang akan Anda
capai. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda bahwa setiap amal perbuatan itu
tergantung pada niat/tujuannya dan bahwa hasil yang akan diperoleh orang
yang bekerja tersebut akan sesuai dengan niat/tujuan yang ingin
dicapainya.
Tujuan merupakan persoalan tentang misi dan visi suatu lembaga
pendidikan. Artinya, tujuan penyelenggaraan pendidikan diturunkan dari
visi dan misi lembaga, dan sebagai arah yang harus dijadikan rujukan
dalam proses pembelajaran. Komponen ini memiliki fungsi yang sangat
penting dalam sistem pembelajaran. Kalau diibaratkan, tujuan
pembelajaran adalah jantungnya, dan suatu proses pembelajaran terjadi
manakala terdapat tujuan yang harus dicapai.
Tujuan jangka pendek adalah sesuatu yang ingin Anda capai
segera. Contoh tujuan belajar jangka pendek adalah menyelesaikan
pekerjaan rumah Anda dan berhasil baik dalam ujian esok hari. Tujuan
jangka panjang adalah sesuatu yang akan ingin Anda capai di suatu saat
nanti. Contoh tujuan jangka panjang adalah menulis makalah atau lulus
dalam matakuliah.

9
Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat
tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002)
mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu:
1. Memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar
mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan
belajarnya secara lebih mandiri;
2. Memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar;
3. Membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media
pembelajaran;
4. Memudahkan guru mengadakan penilaian.

3. Merumuskan Tujuan Pembelajaran


Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam
pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan
pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan
pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya
dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan
menguraikan topik-topik atau konsep-konsep yang akan dibahas selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa
lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan
bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring
dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan
pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan,
selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa
dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam
praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini
terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan
Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan
bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan
pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu

10
menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah
mengikuti pelajaran.
Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para
ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom
(Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan
perilaku individu ke dalam tiga ranah atau kawasan, yaitu:
1. Kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek
intelektual atau berfikir/nalar, di dakamnya mencakup: pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application),
penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian
(evaluation);
2. Kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek
emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral
dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan
(receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing),
pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization);
dan
3. Kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspek-
aspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot
(neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari :
kesiapan (set), peniruan (imitation, membiasakan (habitual),
menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination).
Taksonomi ini merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru
untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya.
Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP),
untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara
sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria
tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menyarankan dua
kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu:
1. Preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai
apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta
bagaimana cara membelajarkannya;

11
2. Analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom di
atas. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat
menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang
akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan
pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang
harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu :
1. Perilaku terminal,
2. Kondisi-kondisi dan
3. Standar ukuran.
Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa
tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu:
1. Menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama
belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir
pelajaran;
2. Perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat
mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan
3. Perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum
yang dapat diterima.
Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey
(Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas:
(1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau
diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi
atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik
berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai
unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus
dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008)
menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari
rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses
berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang
pembelajaran.

12
Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang
teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD.
A = Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik
lainnya),
B = Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar),
C = Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang
diharapkan dapat tercapai,
D = Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima)

C. Indikator ( RIZKY LEGA PRATAMA )


1. Pengertian Indikator
Indikator merupakan penanda pencapaian KD yang ditandai oleh
perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Indikator dikembangkan sesuai dengan
karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan, potensi
daerah dan dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur
dan/atau dapat diobservasi.
Indikator adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi
untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi
acuan penilaian mata pelajaran (Mulyasa, 2007:139). Dalam Panduan
Pengembangan Indikator (2010: 3) dan Permendiknas Nomor 41 Tahun
2007 juga menyatakan bahwa indikator pencapaian kompetensi adalah
perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan
ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian
mata pelajaran.Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan
menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, yang mencakup
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Ciri-Ciri Indikator :
1. Konsisten dengan standar kompetensi mata pelajaran,
2. Dinyatakan dengan jelas,
3. Dapat diukur dengan jelas,
4. Realistik dan dapat dilakukan,

13
5. Sesuai dengan tingkat berfikir peserta didik, dan
6. Dapat dicapai dalam kurun waktu yang tersedia.
Indikator dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan menggunakan
kata kerja operasional. Rumusan indikator sekurang-kurangnya
mencakup dua hal yaitu tingkat kompetensi dan materi yang menjadi
media pencapaian kompetensi. Indikator memiliki kedudukan yang
sangat strategis dalam mengembangkan pencapaian kompetensi
berdasarkan SK-KD karena indikator sebagai pedoman dalam
mengembangkan materi pembelajaran.
Dalam mengembangkan indikator perlu mempertimbangkan: (1)
tuntutan kompetensi yang dapat dilihat melalui kata kerja yang
digunakan dalam KD; (2) karakteristik mata pelajaran, peserta didik, dan
sekolah; dan (3) potensi dan kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan
lingkungan/ daerah.
Dalam mengembangkan pembelajaran dan penilaian, terdapat dua
rumusan indikator, yaitu: (1) indikator pencapaian kompetensi yang
dikenal sebagai indikator; dan (2) indikator penilaian yang digunakan
dalam menyusun kisi-kisi dan menulis soal yang di kenal sebagai
indikator soal.
Fungsi lain dari indikator adalah sebagai pedoman dalam merancang
dan melaksanakan penilaian hasil belajar. Indikator menjadi pedoman
dalam merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi hasil belajar,
Rancangan penilaian memberikan acuan dalam menentukan bentuk dan
jenis penilaian, serta pengembangan indikator penilaian. Pengembangan
indikator penilaian harus mengacu pada indikator pencapaian yang
dikembangkan sesuai dengan tuntutan SK dan KD.
Langkah pertama pengembangan indikator adalah menganalisis
tingkat kompetensi dalam SK dan KD. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi tuntutan minimal kompetensi yang dijadikan standar secara
nasional. Sekolah dapat mengembangkan indikator melebihi standar
minimal tersebut. Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja
operasional yang digunakan dalam SK dan KD.

14
2. Alasan Pengembangan Indikator
Pengembangan indikator sangat bermanfaat bagi pendidik
maupun peserta didik, beberapa manfaat yang dapat diperoleh antara
lain (Materi Workshop Penulisan Bahan Perkuliahan 2B, 2007) :
2. Memberikan arah bagi pendidik dan peserta didik untuk
mencapai tujuan yang diharapkan,
3. Memandu pendidik untuk merencanakan pembelajaran,
menyelenggarakan dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar,
4. Memandu peserta didik untuk belajar dan membantu
menentukan prioritas-prioritas,
5. Memungkinkan pendidik untuk menganalisa tingkat efektifitas
pembelajaran yang diselenggarakan,
6. Menunjukkan kepada peserta didik tentang sistem nilai yang
dilakukan,
7. Memandu peserta didik untuk melakukan penilaian mandiri,
8. Membuat pembelajaran lebih fokus dan terorganisir,
9. Sebagai basis menganalisis tingkat berfikir kognitif yang
diharapkan dari peserta didik, dan
10. Memberikan model kepada peserta didik untuk mengembangkan
tujuan pembelajaran.

3. Mekanisme Pengembangan Indikator


1. Menganalisis Tingkat Kompetensi dalam SK dan KD.
Langkah pertama pengembangan indikator adalah menganalisis
tingkat kompetensi dalam SK dan KD. Hal ini diperlukan untuk
memenuhi tuntutan minimal kompetensi yang dijadikan standar secara
nasional. Sekolah dapat mengembangkan indikator melebihi standar
minimal tersebut.
Tingkat kompetensi dapat dilihat melalui kata kerja operasional
yang digunakan dalam SK dan KD. Tingkat kompetensi dapat
diklasifikasi dalam tiga bagian, yaitu tingkat pengetahuan, tingkat
proses, dan tingkat penerapan. Kata kerja pada tingkat pengetahuan

15
lebih rendah dari pada tingkat proses maupun penerapan. Tingkat
penerapan merupakan tuntutan kompetensi paling tinggi yang
diinginkan.
Selain tingkat kompetensi, penggunaan kata kerja menunjukan
penekanan aspek yang diinginkan, mencakup sikap, pengetahuan,
serta keterampilan. Pengembangan indikator harus mengakomodasi
kompetensi sesuai tendensi yang digunakan SK dan KD. Jika aspek
keterampilan lebih menonjol, maka indikator yang dirumuskan harus
mencapai kemampuan keterampilan yang diinginkan.
Dalam mengembangkan indikator dari KD ada dua langkah yang
dapat digunakan.
a. Menganalisis tingkat kompetensi yang digunakan pada KD
Langkah ini dilakukan dengan cara melihat tingkat
kompetensi yang terdapat pada Kompetensi dasar. Kriteria yang
dapat dilakukan dengan menganalisis kata kerja operasional
(KKO) yang digunakan oleh KD tersebut. Apabila tingkat
kompetensi pada KD sampai pada level C2 (penerapan) maka
indikator yang dikembangkan harus mencapai kompetensi C2.
Hal ini untuk memenuhi tututan minimal dari kompetensi yang
dijadikan acuan untuk mencapai standar nasional. Namun, tidak
tertutup kemungkinan bagi pendidik untuk mengembangkan
indikator melebihi kompetensi yang ada pada KD karena sesuai
dengan penetapan SNP bahwa pendidik dan sekolah dapat
menyesuaikan kompetensi yang hendak dicapai berdasarkan
potensi anak didik.
Ketika mengembangkan indikator dengan cara ini ada hal
yang perlu diperhatikan yaitu pendidik harus menghindari
penggunakaan tingkat kompetensi yang tumpang tindih. Tingkat
kompetensi yang digunakan harus dilakukan secara hirarkis yaitu
mulai dari tingkat kompetensi termudah hingga tersulit. Maka,
jika tingkat kompetensi tersebut harus dimulai dari C1, C2 hingga

16
C6. Apabila tingkat kompetensi diawali dengan C2, kompetensi
berikutnya sebaiknya ke C3 dan tidak dibenarkan kembali ke C1.
Contoh Pengembangan Indikator Berdasarkan Analisis
Tingkat Kompetensi Pada KD
Kelas KD Tingkat Indikator Tingkat
/jenjang Kompetensi Kompetensi
V/ SD Membandingkan C2 1. mengidentifikasigagasan C 1
isi dua teks yang inti dari dua teks yang C1
dibaca dengan dibaca. C2
membaca 2. menjelaskan isi dari
sekilas masing-masing teks yang
dibaca.
3. membandingkan isi dua
teks yang dibaca

b. Menganalisis Indikator berdasarkan tingkat UKRK


kompetensi pada KD
Safari (2008: 29-31) menyatakan bahwa indikator terbagi atas
dua yaitu indikator sangat penting dan indikator
penunjang. Membedakan antara indicator penting dan penunjang
ditentukan berdasarkan tingkat UKRK pada indicator tersebut.
Dengan itu, UKRK dapat dijadikan kiteria dalam memilih dan
memilah ketepatan indicator yang akan dijadikan indicator
penting atau indicator penunjang.
UKRK merupakan akronim dari Urgensi, Kontinuitas,
Relevansi, Keterpakaian. Urgensi adalah tingkat kepentingannya.
Maka urgensi dimaknai bahwa indicator tersebut penting dikuasai
oleh peserta didik. Kontinuitas adalah berkelanjutan, yang juga
bermakna bahwa indicator tersebut akan menjadi dasar bagi
indicator selanjutnya atau akan mempunyai hubungan dengan
indicator pada tingkat lanjut. Relevansi bermakna bahwa indicator
tersebut mempunyai hubungan dengan mata pelajaran lain.

17
Keterpakaian berimplikasi bahwa indicator tersebut memiliki nilai
yang aplikatif dalam kehidupan social dan bermasyarakat peserta
didik.
Merujuk pada pendapat Safari, Wardhani (2008: 11-17)
mengklasifikasikan indicator ke dalam tiga tingkatan, yaitu
indicator kunci, indicator pendukung, dan indicator pengayaan.
Berikut ini dipaparkan ketiga indicator tersebut.
Pertama, indikator kunci merupakan indicator yang sangat
memenuhi criteria UKRK. Kompetensi yang dituntut pada
indicator kunci adalah kompetensi minimal yang terdapat pada
KD. Hal ini bermakna bahwa indicator kunci memiliki sasaran
untuk mengukur ketercapaian standar minimal dari KD. Oleh
karena itu, indicator kunci harus dinyatakan secara tertulis dalam
pengembangan RPP dan harus teraktualisasi dalam pelaksanaan
proses pembelajaran, sehingga kompetensi minimal yang harus
dikuasai siswa tercapai berdasarkan tuntutan KD mata pelajaran.
Kedua, Indikator pendukung merupakan indicator yang
membantu peserta didik memahami indicator kunci. Indikator
pendukung ini dinamakan indicator prasyarat (Wardhani, 2008:
13) yang berarti kompetensi yang sebelumnya telah dipelajarai
siswa, berkaitan dengan indicator kunci yang dipelajari.
Ketiga, Indikator pengayaan sesuai dengan makna
pengayaan, indicator pengayaan meruakan indicator yang
mempunyai tuntutan kompetensi yang melebihi dari tuntutan
kompetensi dari standar minimal KD. Pembuatan indicator
pengayaan tidak selalu harus ada dalam setiap pengembangan
indicator. Indikator pengayaan akan dirumuskan oleh pendidik
apabila potensi peserta didik memiliki kompetensi yang lebih
tinggi dari dan perlu peningkatan yang baik dari standar minimal
KD.
Yang harus diingat oleh pendidik dalam melakukan penilaian
adalah indicator yang harus diujikan kepada siswa adalah

18
indicator kunci. Indikator kunci tidak boleh terabaikan oleh
pendidikan dalam pelaksanaan penilaian, karena ndikator inilah
yang menjadi tolah ukur dalam mengukur ketercapaian
kompetensi minimal siswa berdasarkan KD. Di samping itu,
pencapaian komptensi minimal ini merupakan pencapaian yang
berstandar nasional. Akan halnya dengan indicator pendukung
dan indicator pengayaan di dalam melakukan penilaian
disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pemahaman peserta didik
terhadap indicator kunci yang telah diberikan.
Contoh pengembangan indicator bedasarkan tingkat
UKRK
Kelas/ KD Indikator Klasifikasi
semester Indikator
IV/2 8.3 Membuat 1. menyebutkan pengertian pantun Pendukung
pantun anak 2. menuliskan empat ciri-ciri pantun Pendukung
yang menarik 3. membuat pantun anak Kunci
tentang bertema(persahabatan, ketekunan, pengayaan
berbagai tema kepatuhan, dll.) sesuai dengan
(persahabatan, ciri-ciri pantun
ketekunan, 4. membuat pantun anak yang berupa
kepatuhan, dll.) talibun (persahabatan, ketekunan,
sesuai dengan kepatuhan, dll.) sesuai dengan
ciri-ciri pantun ciri-ciri pantun

2. Menganalisis Karakteristik Mata Pelajaran, Peserta Didik, dan


Sekolah
Pengembangan indikator mempertimbangkan karakteristik mata
pelajaran, peserta didik, dan sekolah karena indikator menjadi acuan
dalam penilaian. Sesuai Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005,
karakteristik penilaian kelompok mata pelajaran adalah sebagai
berikut.

19
Kelompok Mata
Pelajaran Mata Pelajaran Aspek yang Dinilai
Al-Qur’an Hadits Pendidikan Agama Afektif dan Kognitif
Kewarganegaraan dan Pendidikan
Kepribadian Kewarganegaraan Afektif dan Kognitif
Jasmani Olahraga dan Psikomotorik, Afektif, dan
Kesehatan Penjas Orkes Kognitif

Estetika Seni Budaya Afektif dan Psikomotorik


Afektif, Kognitif, dan/atau
Ilmu Pengetahuan dan Matematika, IPA, IPS Psikomotorik sesuai karakter
Teknologi Bahasa, dan TIK. mata pelajaran

Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tertentu yang


membedakan dari mata pelajaran lainnya. Perbedaan ini menjadi
pertimbangan penting dalam mengembangkan indikator. Karakteristik
mata pelajaran bahasa yang terdiri dari aspek mendengar, membaca,
berbicara dan menulis sangat berbeda dengan mata pelajaran
matematika yang dominan pada aspek analisis logis. Guru harus
melakukan kajian mendalam mengenai karakteristik mata pelajaran
sebagai acuan mengembangkan indikator. Karakteristik mata
pelajaran dapat dikaji pada dokumen standar isi mengenai tujuan,
ruang lingkup dan SK serta KD masing-masing mata pelajaran.
Pengembangkan indikator memerlukan informasi karakteristik
peserta didik yang unik dan beragam. Peserta didik memiliki
keragaman dalam intelegensi dan gaya belajar. Oleh karena itu
indikator selayaknya mampu mengakomodir keragaman tersebut.
Peserta didik dengan karakteristik unik visual-verbal atau psiko-
kinestetik selayaknya diakomodir dengan penilaian yang sesuai
sehingga kompetensi siswa dapat terukur secara proporsional.
Karakteristik sekolah dan daerah menjadi acuan dalam
pengembangan indikator karena target pencapaian sekolah tidak sama.

20
Sekolah kategori tertentu yang melebihi standar minimal dapat
mengembangkan indikator lebih tinggi. Termasuk sekolah bertaraf
internasional dapat mengembangkan indikator dari SK dan KD
dengan mengkaji tuntutan kompetensi sesuai rujukan standar
internasional yang digunakan. Sekolah dengan keunggulan tertentu
juga menjadi pertimbangan dalam mengembangkan indikator.
a. Menganalisis Kebutuhan dan Potensi
Kebutuhan dan potensi peserta didik, sekolah dan daerah
perlu dianalisis untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
mengembangkan indikator. Penyelenggaraan pendidikan
seharusnya dapat melayani kebutuhan peserta didik, lingkungan,
serta mengembangkan potensi peserta didik secara optimal.
Peserta didik mendapatkan pendidikan sesuai dengan potensi dan
kecepatan belajarnya, termasuk tingkat potensi yang diraihnya.
Indikator juga harus dikembangkan guna mendorong
peningkatan mutu sekolah di masa yang akan datang, sehingga
diperlukan informasi hasil analisis potensi sekolah yang berguna
untuk mengembangkan kurikulum melalui pengembangan
indikator.
b. Merumuskan Indikator
Dalam merumuskan indikator perlu diperhatikan beberapa
ketentuan sebagai berikut:
2) Setiap KD dikembangkan sekurang-kurangnya menjadi tiga
indicator
3) Keseluruhan indikator memenuhi tuntutan kompetensi yang
tertuang dalam kata kerja yang digunakan dalam SK dan KD.
Indikator harus mencapai tingkat kompetensi minimal KD dan
dapat dikembangkan melebihi kompetensi minimal sesuai
dengan potensi dan kebutuhan peserta didik.
4) Indikator yang dikembangkan harus menggambarkan hirarki
kompetensi.

21
5) Rumusan indikator sekurang-kurangnya mencakup dua aspek,
yaitu tingkat kompetensi dan materi pembelajaran.
6) Indikator harus dapat mengakomodir karakteristik mata
pelajaran sehingga menggunakan kata kerja operasional yang
sesuai.
7) Rumusan indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa
indikator penilaian yang mencakup ranah kognitif, afektif,
dan/atau psikomotorik.
8)
3. Mengembangkan Indikator Penilaian
Indikator penilaian merupakan pengembangan lebih lanjut dari
indikator (indikator pencapaian kompetensi). Indikator penilaian perlu
dirumuskan untuk dijadikan pedoman penilaian bagi guru, peserta
didik maupun evaluator di sekolah. Dengan demikian indikator
penilaian bersifat terbuka dan dapat diakses dengan mudah oleh warga
sekolah. Setiap penilaian yang dilakukan melalui tes dan non-tes harus
sesuai dengan indikator penilaian.
Indikator penilaian menggunakan kata kerja lebih terukur
dibandingkan dengan indikator (indikator pencapaian kompetensi).
Rumusan indikator penilaian memiliki batasan-batasan tertentu
sehingga dapat dikembangkan menjadi instrumen penilaian dalam
bentuk soal, lembar pengamatan, dan atau penilaian hasil karya atau
produk, termasuk penilaian diri.

22

Anda mungkin juga menyukai