Fraktur Cruris
Fraktur Cruris
I. PENGERTIAN
Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenao stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya. (Brunner & Suddart, 2000)
III. ETIOLOGI
a. Trauma
b. Gerakan pintir mendadak
c. Kontraksi otot ekstem
d. Keadaan patologis : osteoporosis, neoplasma
V. MANIFESTASI KLINIS
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya samapi fragmen tulang diimobilisasi, hematoma,
dan edema
b. Deformitas karena adanya pergeseran fragmen tulang yang patah
c. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur
d. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit
a. Reduksi fraktur terbuka atau tertutup : tindakan manipulasi fragmen-fragmen tulang yang
patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak semula.
b. Imobilisasi fraktur
Dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna
c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi
? Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan
? Pemberian analgetik untuk mengerangi nyeri
? Status neurovaskuler (misal: peredarandarah, nyeri, perabaan gerakan) dipantau
? Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalakan atrofi disuse dan
meningkatkan peredaran darah
VIII. KOMPLIKASI
a. Malunion : tulang patah telahsembuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
b. Delayed union : proses penyembuhan yang terus berjlan tetapi dengan kecepatan yang lebih
lambat dari keadaan normal.
c. Non union : tulang yang tidak menyambung kembali
IX. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek
batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau
tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut
2. Pengkajian sekunder
a.Aktivitas/istirahat
? kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
? Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
? Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
? Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
? Tachikardi
? Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
? Cailary refil melambat
? Pucat pada bagian yang terkena
? Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
? Kesemutan
? Deformitas, krepitasi, pemendekan
? kelemahan
d. Kenyamanan
? nyeri tiba-tiba saat cidera
? spasme/ kram otot
e. Keamanan
? laserasi kulit
? perdarahan
? perubahan warna
? pembengkakan lokal
Intervensi:
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
b. Monitor suhu tubuh
c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
g. Gunakan tenaat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
h. Kolaborasi emberian antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tucker,Susan Martin (1993). Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. Jakarta. EGC
2. Donges Marilynn, E. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta. EGC
3. Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3.
Jakarta. EGC
4. Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4.
Jakarta. EGC
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati di ruang Orthopedi periode Januari
2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk yang
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu
penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung
kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan
untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana asuhan keperawatan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra diruang I
Orthopedi Fatmawati.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
c. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
f. Mengidentifikasi faktor pendukung dan faktor penghambat serta penyelesaian masalah
(solusi) dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup
C. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan penulis dalam laporan studi kasus ini adalah metode deskriptif
melalui pendekatan proses keperawatan dengan cara teknik pengumpulan data seperti
wawancara, pemeriksaan fisik, kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain serta data dari
catatan medik klien. Setelah itu data diolah dan dianalisa untuk selanjutnya dirumuskan
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dan maksud dari laporan
kasus ini, maka penulisannya dibuat secara sistematis dibagi menjadi 5 bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Keperawatan.
BAB IV : PEMBAHASAN
Yang membahas tentang kesenjangan antara Kasus, yang ditemukan dengan teori
Solusi.
BAB V : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
2. Etiologi
a. Trauma
2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan
lain-lain.
c. Degenerasi
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri lokal
b. Pembengkakan
c. Eritema
d. Peningkatan suhu
e. Pergerakan abnormal
4. Patofisiologi
Trauma
Peningkatan daya da
Fraktur
Jaringan Lunak
Pembuluh darah
Serabut saraf
Luka
Post De Entry
Infeksi
Periosteum
Pendarahan
Deformitas
Sensori
Mal Union
Hematom
Vasodilatasi
Delayed Union
Pemendekan tulang
Korteks Tulang
Nyeri
Eksudasi Prima
Inflamasi
Sumbatan
Bengkak
Delayed Union
Non Infeksi
Nyeri
Conpartemen sindrom
Hipoxia
Nekrosis jaringan
Gangguan mobilisasi
Non Union
(Lukman and Soronsens 1993 and price, 1995)
5. Klasifikasi / Jenis
a) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
b) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
c) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen
d) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen
frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada
2) Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang
1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya
membengkok.
2) Tranversal : Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada
belakang)
8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya
11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
jam.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini
menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga
terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa
kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 –
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara
kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur.
(pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
8. Penatalaksanaan
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah
b. Reduksi
Reduksi adalah usaha / tindakan manipulasi fragmen-fragmen seperti letak asalnya.
Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau
ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi
c. Retensi
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
d. Rehabilitasi
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien.
Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
9. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non union.
3) Osteomielitis kronis
5) Ruptur tendon
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Data Biografi
1) Aktivitas / istirahat
2) Sirkulasi
3) Neurosensori
c) Nyeri / kenyamanan
d) Nyeri mungkin sangat berat, edema, hematoma dan spasme otot merupakan
4) Keamanan
a) Laserasi kulit, avulsi jaringan, pendarahan, perubahan warna
b) Pembengkakan lokal
5) Pengetahuan
serta perawatannya .
2. Diagnosa Keperawatan
d. Risiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran : darah /
ketidaknyamanan.
f. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
3. Prinsip intervensi
c. Mencegah komplikasi
e. Meredakan ansietas
f. Memperbaiki mobilitas
4. Evaluasi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi
Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati di ruang Orthopedi periode Januari
2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk yang
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu
penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung
kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan
untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti
Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis tertarik untuk mengetahui lebih lanjut
bagaimana asuhan keperawatan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra diruang I
Orthopedi Fatmawati.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
c. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
(solusi) dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup
C. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan penulis dalam laporan studi kasus ini adalah metode deskriptif
melalui pendekatan proses keperawatan dengan cara teknik pengumpulan data seperti
wawancara, pemeriksaan fisik, kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain serta data dari
catatan medik klien. Setelah itu data diolah dan dianalisa untuk selanjutnya dirumuskan
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dan maksud dari laporan
kasus ini, maka penulisannya dibuat secara sistematis dibagi menjadi 5 bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Meliputi Latar Belakang, Tujuan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Keperawatan.
BAB IV : PEMBAHASAN
Yang membahas tentang kesenjangan antara Kasus, yang ditemukan dengan teori
Solusi.
BAB V : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
2. Etiologi
a. Trauma
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan
lain-lain.
c. Degenerasi
d. Spontan
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri lokal
b. Pembengkakan
c. Eritema
d. Peningkatan suhu
e. Pergerakan abnormal
Trauma
Peningkatan daya da
Fraktur
Jaringan Lunak
Pembuluh darah
Serabut saraf
Luka
Post De Entry
Infeksi
Periosteum
Pendarahan
Deformitas
Sensori
Mal Union
Hematom
Vasodilatasi
Delayed Union
Pemendekan tulang
Korteks Tulang
Nyeri
Eksudasi Prima
Inflamasi
Sumbatan
Bengkak
Delayed Union
Non Infeksi
Nyeri
Conpartemen sindrom
Hipoxia
Nekrosis jaringan
Gangguan mobilisasi
Non Union
(Lukman and Soronsens 1993 and price, 1995)
5. Klasifikasi / Jenis
a) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
b) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
c) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen
d) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen
frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada
2) Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang
1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya
membengkok.
6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada
belakang)
8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya
11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak,
jam.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini
menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga
terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa
kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 –
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara
kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur.
7. Pemeriksaan Penunjang
(pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
8. Penatalaksanaan
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah
b. Reduksi
Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau
ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
d. Rehabilitasi
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien.
Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
9. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non union.
3) Osteomielitis kronis
5) Ruptur tendon
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Data Biografi
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / istirahat
Keterbatasan / kehilangan fungsi yang efektif (perkembangan sekunder dari
2) Sirkulasi
3) Neurosensori
c) Nyeri / kenyamanan
d) Nyeri mungkin sangat berat, edema, hematoma dan spasme otot merupakan
4) Keamanan
b) Pembengkakan lokal
5) Pengetahuan
serta perawatannya .
2. Diagnosa Keperawatan
d. Risiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran : darah /
ketidaknyamanan.
f. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
3. Prinsip intervensi
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi tentang kondisi /prognosa dasn dasn kebutuhan pengobatan
e. Meredakan ansietas
f. Memperbaiki mobilitas
4. Evaluasi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf halusinasi
Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan
Berdasarkan data dari rekam medik RS Fatmawati di ruang Orthopedi periode Januari
2005 s/d Juli 2005 berjumlah 323 yang mengalami gangguan muskuloskletel, termasuk yang
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah fiksasi
Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut dilakukan untuk
mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh akibat tiga fraktur utama yaitu
penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi (Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan keperawatan langsung
kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik memberikan pendidikan kesehatan
untuk mencegah komplikasi, serta sebagai peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti
bagaimana asuhan keperawatan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3 Distal Dextra diruang I
Orthopedi Fatmawati.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
c. Menyusun rencana keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup Tibia Fibula 1/3
Distal Dextra.
(solusi) dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan fraktur tertutup
C. METODE PENULISAN
Metode yang digunakan penulis dalam laporan studi kasus ini adalah metode deskriptif
melalui pendekatan proses keperawatan dengan cara teknik pengumpulan data seperti
wawancara, pemeriksaan fisik, kolaborasi dengan tim kesehatan yang lain serta data dari
catatan medik klien. Setelah itu data diolah dan dianalisa untuk selanjutnya dirumuskan
D. SISTEMATIKA PENULISAN
Untuk memudahkan pengertian dan pemahaman terhadap isi dan maksud dari laporan
kasus ini, maka penulisannya dibuat secara sistematis dibagi menjadi 5 bab, yaitu :
BAB I : PENDAHULUAN
Keperawatan.
BAB IV : PEMBAHASAN
Yang membahas tentang kesenjangan antara Kasus, yang ditemukan dengan teori
Solusi.
BAB V : PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
Fraktur menurut Rasjad (1998 : 338) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
2. Etiologi
a. Trauma
2) Trauma tidak langsung : Titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.
b. Fraktur Patologis
Fraktur disebabkan karena proses penyakit seperti osteoporosis, kanker tulang dan
lain-lain.
c. Degenerasi
Terjadi kemunduran patologis dari jaringan itu sendiri : usia lanjut
d. Spontan
3. Manifestasi Klinis
a. Nyeri lokal
b. Pembengkakan
c. Eritema
d. Peningkatan suhu
e. Pergerakan abnormal
4. Patofisiologi
Trauma
Peningkatan daya da
Fraktur
Jaringan Lunak
Pembuluh darah
Serabut saraf
Luka
Post De Entry
Infeksi
Periosteum
Pendarahan
Deformitas
Sensori
Mal Union
Hematom
Vasodilatasi
Delayed Union
Pemendekan tulang
Korteks Tulang
Nyeri
Eksudasi Prima
Inflamasi
Sumbatan
Bengkak
Delayed Union
Non Infeksi
Nyeri
Conpartemen sindrom
Hipoxia
Nekrosis jaringan
Gangguan mobilisasi
Non Union
(Lukman and Soronsens 1993 and price, 1995)
5. Klasifikasi / Jenis
a) Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
b) Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis
tengah tulang.
c) Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen
d) Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen
frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada
2) Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
3) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang
1) Greenstick : Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah, sedang sisi lainnya
membengkok.
6) Depresi : Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada
belakang)
8) Patologik : Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang,
9) Avulsi : Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon pada perlekatannya
11) Impaksi : Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
Hematoma terbentuk dari darah yang mengalir dari pembuluh darah yang rusak,
jam.
b. Stadium Proliferasi
Sel-sel berproliferasi dari lapisan dalam periostcum, disekitar lokasi fraktur sel-sel ini
menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kearah fragmen tulang. Proliferasi juga
terjadi dijaringan sumsum tulang, terjadi setelah hari kedua kecelakaan terjadi.
Osteoblast membentuk tulang lunak / kallus memberikan regiditas pada fraktur, massa
kalus terlihat pada x-ray yang menunjukkan fraktur telah menyatu. Terjadi setelah 6 –
d. Stadium Konsolidasi
Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi, fraktur teraba telah menyatu, secara
kecelakaan.
e. Stadium Remodelling
Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada kondisi lokasi eks fraktur.
7. Pemeriksaan Penunjang
(pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
8. Penatalaksanaan
a. Rekognisi
Rekognisi dilakukan dalam hal diagnosis dan penilaian fraktur. Prinsipnya adalah
b. Reduksi
Tindakan ini dapat dilaksanakan secara efektif di dalam ruang gawat darurat atau
ruang bidai gips. Untuk mengurangi nyeri selama tindakan, penderita dapat diberi
dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
d. Rehabilitasi
melakukan ROM aktif dan pasif seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan klien.
Latihan isometric dan setting otot. Diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
9. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
1) Nekrosis kulit
2) Osteomielitis
3) Kompartement sindrom
4) Emboli lemak
5) Tetanus
b. Komplikasi Lanjut
1) Kelakuan sendi
2) Penyembuhan fraktur yang abnormal : delayed union, mal union dan non union.
3) Osteomielitis kronis
5) Ruptur tendon
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Data Biografi
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / istirahat
Keterbatasan / kehilangan fungsi yang efektif (perkembangan sekunder dari
2) Sirkulasi
3) Neurosensori
c) Nyeri / kenyamanan
d) Nyeri mungkin sangat berat, edema, hematoma dan spasme otot merupakan
4) Keamanan
b) Pembengkakan lokal
5) Pengetahuan
serta perawatannya .
2. Diagnosa Keperawatan
d. Risiko tinggi terhadap pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran : darah /
ketidaknyamanan.
f. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka
3. Prinsip intervensi
b. Menghilangkan nyeri
c. Mencegah komplikasi
d. Memberikan informasi tentang kondisi /prognosa dasn dasn kebutuhan pengobatan
e. Meredakan ansietas
f. Memperbaiki mobilitas
4. Evaluasi
FRAKTUR TIBIA
I. PENDAHULUAN
Fraktur adalah terputusnya / hilangnya kontinuitas struktur jaringan tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat total maupun parsial, umumnya disebabkan
trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma
atau tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut. Keadaan tulang itu sendiri dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
1,2
lengkap
Fraktur dapat menyebabkan berbagai komplikasi oleh karena itu diperlukan penanganan
yang tepat sedini mungkin. Untuk mendiagnosis fraktur kita dapat melakukan pemeriksaan
radiologi. Dengan pemeriksaan radiologi kita dapat menentukan tipe dan tingkat keparahan
fraktur. Tujuan pemeriksaan radiologis untuk konfirmasi adanya fraktur, melihat sejauh mana
pergerakan dan konfigurasi fragmen serta pergerakannya, menentukan teknik pengobatan,
menentukan apakah fraktur yang dialami fraktur baru atau fraktur lama, menentukan fraktur
intra-artikuler atau ekstra-artikuler, melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang, dan untuk
melihat apakah ada benda asing dalam tulang. 1,3
Prinsip penanganan dari fraktur tibia ini adalah dengan konservatif dan operatif. Dengan
konservatif prinsip pengobatan adalah mencegah bertambahnya depresi, tidak menahan beban
dan segera mobilisasi pada sendi lutut agar tidak terjadi kekakuan sendi. Dapat dilakukan dengan
verband elastis, traksi dan gips sirkuler. Sedangkan untuk operatif dilakukan jika terjadi fraktur
terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif, fraktur tidak stabil, serta adanya nonunion. 1
Penyembuhan fraktur berkisar antara 12-16 minggu pada orang dewasa. Pada anak-anak
waktu penyembuhan sekitar ½ waktu penyembuhan orang dewasa. Penilaian penyembuhan
frakur ( union ) didasarkan atas union secara klinis dan union secara radiologik. Union secara
radiologik dinilai dengan pemeriksaan roentgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya garis
fraktur atau kalus dan mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung
pada kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat dilihat adanya medula atau ruangan dalam daerah
fraktur.1
III. ETIOLOGI
1. Trauma
Fraktur akibat trauma adalah jenis fraktur yang sering terjadi, misalnya jatuh, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan dalam berolahraga atau olahraga yang berlebihan.
2. Fraktur patologis
Fraktur yang terjadi pada tuang karena adanya kelainan/penyakit yang menyebabkan
kelemahan pada tulang. Fraktur patologis dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma
ringan.
3. Fraktur stress
Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada suatu tempat tertentu, misalnya pada
pelari jarak jauh, penari ballet, dan sebagainya.
IV. KLASIFIKASI
1. Fraktur tertutup, yaitu fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar
2. Fraktur terbuka, yaitu fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka
pada kulit dan jaringan lunak.
Tibia merupakan salah satu tulang panjang pada ekstremitas inferior bagian distal.
Fraktur tibia dapat terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki. Kebanyakan fraktur terjadi karena kegagalan tulang menahan tekanan
terutama membengkok, memutar dan tarikan.
2. Fraktur diafisis
3. Fraktur dan dislokasi pada pergelangan kaki:
2. Fraktur diafisis
V. ANATOMI
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tibia dan fibula terbentuk secara
bersama-sama melalui artikulasi tibiofibular di bagian proksimal, persendian sinovial
terbentuk dengan sangat kuat pada anterior dan posterior atau ligamen. Pada bagian distal,
tibia dan fibula dihubungkan oleh sindesmosis tibiofibular, tersusun dari anterior dan
posterior ligament tibiofibular dan membran interosseous. Tulang dan otot tungkai bawah ini
dikelilingi oleh fascia cruris. Membran interosseous dan jaringan fibrosa dari fascia cruris
memisahkan tungkai bawah menjadi empat ruang yang berbatas tegas. 2,6
Aliran darah berasal dari arteri poplitea yang bercabang dan membentuk arteri tibialis
anterior dan arteri tibialis posterior setelah keduanya keluar melalui fossa poplitea. Arteri
tibialis anterior masuk melalui ruang anterior yang berada di bawah level dari caput fibula
dan berjalan menurun sepanjang membran interosseous. Arteri ini mudah terkena cedera
pada kasus fraktur tibial proksimal. 6
Tibia plateau medial dan lateral merupakan fascies artikularis dari kondilus tibia
medial dan kondilus tibia lateral. Kedua fascies artikularis ini dihubungkan oleh eminensia
interkondilaris, yang berfungsi sebagai penyempurna dari ligamen anterior. Lapisan luar dari
setiap plateau dibungkus oleh meniscus cartilaginous. Meniscus pada kondilus medial lebih
tebal dan kuat dibandingkan dengan kondilus lateral, dan umumnya fraktur terjadi pada
bagian lateral. Pada ujung proksimal bagian atasnya besar dan meluas menjadi dua
eminensia, yaitu kondilus medial dan lateral. Permukaan artikular superior memperlihatkan
dua permukaan artikular halus. Bagian tengah permukaan ini berartikulasi dengan kondilus
dari tulang paha, sedangkan bagian perifer
mereka mendukung meniskus dari sendi lutut. 6
Gambar 2. Anatomi tibia
Corpus tibia memiliki tiga perbatasan dan tiga permukaan. Batas puncak anterior yang
yang paling menonjol dari ketiganya, dimulai dari atas tuberositas, dan berakhir di bawah margin
anterior malleolus medialis. Batas medial halus dan bulat di atas dan bawahnya, tetapi lebih
menonjol di tengah, dimulai pada bagian belakang kondilus medial dan berakhir pada batas
posterior medial malleolus. Bagian atasnya memberikan tambahan ke ligamentum kolateral
tibialis dari sendi lutut, dan penyisipan ke beberapa serat poplitea, dari pertengahannya beberapa
serat soleus dan flexor digitorum longus berasal. Batas lateral tipis dan menonjol terutama bagian
tengahnya dan memberikan keterikatan pada membran interoseus. Dimulai pada bagian depan
artikularis fibula dan bifurkasio dibawahnya, yang membentuk batas-batas permukaan untuk
ikatan dari ligamentum interosseous yang menghubungkan tibia dan fibula. 6
VI. PATOFISIOLOGI
Fraktur plateau tibia disebabkan oleh kekuatan varus atau valgus bersama-sama dengan
pembebanan axial (kekuatan valgus saja mungkin hanya merobekkan ligament). Keadaan ini
biasanya terjadi pada pejalan kaki yang tertabrak mobil, biasanya terjadi trauma langsung dari
arah samping lutut, pasien jatuh dari ketinggian dan lutut dipaksa masuk ke dalam valgus atau
varus. Kondilus tibia remuk atau terbelah oleh kondilus femur yang berlawanan yang tetap
utuh.Umumnya kasus yang terjadi adalah fraktur lateral plateau tibia. Fraktur pada tibia plateau
medialis membutuhkan kekuatan yang cukup besar, dan biasanya terdapat keterkaitan dengan
fraktur tibia plateau lateral dan tulang yang ada disekitarnya termasuk sendi lutut yang
mendukung struktur tersebut. Jika terjadi tekanan secara langsung pada plateau lateral yang
menyebabkan fraktur plateau medial, hal ini cenderung lebih berbahaya. 7,8,9
Gambar 3. Skematis fraktur pada plateu tibia menurut Schatzkers
Keterangan Gambar :
Tipe I : split fraktur pada plateu lateral tibia. Tidak tampak depresi pada daerah
artikular.
Tipe III : depresi plateu lateral tibia, tanpa split pada daerah artikuler
Tipe IV : fraktur yang mengenai plateu medial tibia, dengan split yang ditandai dengan atau
tanpa depresi
Tipe VI : fraktur yang sama pada tipe 5 dan disertai dengan fraktur pada diafisis atau metafisis.
Fraktur diafisis tibia terjadi karena adanya trauma angulasi yang akan menimbulkan
fraktur tipe transversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan fraktur
tipe spiral. Fraktur tibia biasanya terjadi pada batas antara 1/3 bagian tengah dan 1/3 bagian
tengah distal. Tungkai bawah bagian depan sangat sedikit ditutupi otot sehingga fraktur pada
daerah tibia sering bersifat terbuka. Fraktur diafisis bagian proksimal lebih membutuhkan
kekuatan cedera yang lebih besar dibandingkan bagian distal. Trauma langsung dapat
mengakibatkan fraktur tipe transversal dan comminuted, sementara trauma tidak langsung dapat
mengakibatkan fraktur tipe oblik dan spiral. 1,3
Pada fraktur pergelangan kaki terdapat empat macam mekanisma trauma yaitu:
1. Trauma abduksi akan menimbulkan fraktur pada maleolus lateralis yang bersifat oblik,
fraktur pada maleolus medialis yang bersifat avulsi atau robekan pada ligamen bagian
medial.
2. Trauma adduksi yang menimbulkan fraktur maleolus medialis yang bersifat oblik atau
avulsi maleolus lateralis atau keduanya. Trauma adduksi juga bisa hanya menyebabkan
strain atau robekan pada ligamen lateral, tergantung dari beratnya trauma.
3. Trauma rotasi eksterna, biasanya disertai trauma abduksi dan terjadi fraktur pada fibula
atas sindesmosis yang disertai dengan robekan ligamen medial atau fraktur avulsi pada
maleolus medialis, Apabila trauma lebih hebat dapat disertai dengan dislokasi talus.
4. Trauma kompresi Vertikal dimana dapat terjadi fraktur tibia distal bagian depan disertai
dengan dislokasi tallus ke depan atau terjadi fraktur komunitif disertai dengan robekan
diastasis. 1
Gambar 4. Skematis terjadinya trauma pada fraktur maleolus.
VII. DIAGNOSIS
A. Gambaran Klinis
Ada riwayat trauma, lutut yang cedera membengkak dan disertai rasa sakit dan kadang-
kadang ditemukan deformitas. Pada permukaan lebih aktif, gerak sendi lutut terbatas karena rasa
sakit, bengkak, hemartrosis sehingga tidak mampu menopang berat badan, nyeri pada tibia
proksimal dan keterbatasan fleksi dan ekstensi sendi pada lutut.
Ada riwayat trauma, nyeri yang signifikan dan pembengkakan sekitar daerah fraktur, sering
ditemukan penonjolan tulang keluar kulit, tidak mampu menopang berat badan.
B. Gambaran Radiologi
Adapun modalitas radiologi dalam mendiagnosis fraktur tibia yaitu dengan foto polos, CT
scan dan MRI. Pada pemeriksaan foto polos dapat dilakukan pengambilan gambar dengan posisi
AP, lateral, maupun obliq. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan foto polos yaitu
lokasi fraktur, tipe fraktur dan kedudukan fragmen, bagaimana struktur tulang, ada tidaknya
dislokasi, ada tidaknya fraktur epifisis, ada tidaknya pelebaran celah sendi. Pada foto AP dengan
fraktur depresi gambaran radiologisnya berupa suatu lokasi dengan densitas yang meningkat. 1,3,7
1. Foto Polos
Foto polos sangat baik dalam mendiagnosis fraktur tibia. Pasien yang dicurigai
mengalami fraktur harus difoto dengan posisi AP, lateral, dan obliq untuk mengevaluasi fraktur.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan foto polos yaitu lokasi fraktur, tipe fraktur dan
kedudukan fragmen, bagaimana struktur tulang, ada tidaknya dislokasi, ada tidaknya fraktur
epifisis, ada tidaknya pelebaran celah sendi. Pada foto AP dengan fraktur depresi gambaran
radiologisnya berupa suatu lokasi dengan densitas yang meningkat. Bila dicurigai terdapat
fraktur tetapi tidak terlihat pada foto, ulangi pemeriksaan setelah sepuluh hari bila masih terdapat
simptom. Pada minggu pertama atau kedua ini, garis fraktur sering menjadi lebih jelas. Setelah
itu fraktur akan bersatu, garis fraktur menghilang dan terjadi reformasi tulang.1,3,11
kondilus tibia.
Gambar 6. Foto genu posisi obliq, tampak fraktur plateu lateral tibia.
Gambar 7. Foto genu posisi lateral,Tampak fraktur split lateral plateu tipe I
2. CT Scan