Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

DISLOKASI MANDIBULA

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Orthopedi

Dosen pengampu : Sunarto,S.ST.,Ns.Mkes

Disusun oleh : Kelompok 12

Khofifah Dwi Utami (P27220018020)

Rusmida Nurrohmi (P27220018033)

Tri Indah Nur Rohmah (P27220018038)

Widya Candra Prayudanti (P27220018040)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktu. Dalam makalah ini kami membahas mengenai Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Dislokasi Mandibula dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Orthopedi.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi


para pembaca, untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah
isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata semoga makalah tentang Makalah Konsep Asuhan


Keperawatan Pada Klien Dengan Dislokasi Mandibula ini dapat memberikan
manfaat bagi kita sekalian.

Surakarta, Februari 2020

` Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan 2

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Definisi 3

B. Etiologi 3

C. Manifestasi Klinis 4

D. Patofisiologi 5

E. Pathways 6

F. Komplikasi 7

G. Pemeriksaan Penunjang 9

H. Penatalaksanaan 10

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 16

B. Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Terdapat kebingungan mengenai terminologi yang berkaitan dengan


dislokasi mandibula. Beberapa istilah kunci yang sering digunakan mencakup
hipermobiliti, dislokasi akut, dislokasi ’long-standing’, dislokasi rekuren dan
dislokasi habitual. Subluksasi mengganti istilah dislokasi jika pergeseran
kondilus ke anterior eminensia tidak menyeluruh (incomplete; partial
dislocation) dan terjadi reduksi spontan. Istilah luksasi dan dislokasi sinonim.
Sedangkan pada dislokasi, kondilus bergeser ke anterior eminensia artikularis dan
terfiksasi karena spasme otot-otot pengunyahan.

Sendi temporomandibula merupakan struktur anatomis yang rumit karena


berhubungan dengan pengunyahan, penelanan, bicara dan postur kepala. Sendi
ini terdiri dari prosesus kondilus yang merupakan bagian bergerak dan
berartikulasi dengan eminensia artikularis yang membentuk aspek anterior dari
fossa glenoidalis. Di antara struktur tulang tersebut terdapat meniscus artikularis
(diskus artikularis) yang terbentuk dari jaringan ikat fibrous yang avaskuler dan
tanpa persyarafan.

Sendi terbagi menjadi dua kavitas yaitu kavitas superior yang terletak
antara fossa mandibula dan permukaan superior diskus, dan kavitas inferior yang
terletak antara kondilus mandibula dan permukaan inferior diskus. Permukaan
dalam kavitas dikelilingi lapisan sinovial yang menghasilkan cairan sinovial dan
mengisi kedua kavitas sendi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dislokasi mandibula?
2. Apa klasifikasi dan etiologi dislokasi mandibula?
3. Bagaimana manifestasi klinis dislokasi mandibula?
4. Bagaimana patofisiologi dislokasi mandibula?
5. Bagaimana pathway dislokasi mandibula?
6. Bagaimana komplikasi dislokasi mandibula?
7. Bagaiman pemeriksaan penunjang dislokasi mandibula?
8. Bagaimana penatalaksanaan dislokasi mandibula?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan dislokasi
mandibula?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dislokasi mandibula
2. Untuk mengetahui klasifikasi dan etiologi dislokasi mandibula
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis dislokasi mandibula
4. Untuk mengetahui patofisiologi dislokasi mandibula
5. Untuk mengetahui pathway dislokasi mandibula
6. Untuk mengetahui komplikasi dislokasi mandibula
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dislokasi mandibula
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan dislokasi mandibula
9. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan dislokasi
mandibula
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

Dislokasi mandibula didefinisikan sebagai pergerakkan kondilus kearah


depan dari eminensia artiklare yang memerlukan beberapa bentuk manipulasi
untuk mereduksinya. Dislokasi berbeda dengan subluksasi dimana pasien dapat
mengembalikan kondilus ke dalam fossa secara normal. Dislokasi dapat terjadi
satu sisi (unilateral) atau dua sisi (bilateral) dan dapat bersifat akut atau
emergensi, kronis atau long-standing serta kronis yang bersifat rekurren yang
dikenal dengan dislokasi habitual, sehingga penderita akan mengalami kelemahan
yang sifatnya abnormal dari kapsula pedukung dan ligamen (Alwin & Gazali,
2010).

Pada sebagian besar kasus, dislokasi terjadi secara spontan saat membuka
mulut terlalu lebar, misalnya menguap, berteriak, makan, bernyanyi atau pada
saat operasi dan perawatan gigi. Penderita dengan fossa mandibula yang dangkal
dan kepala kondilus tidak berkembang dengan baik, merupakan factor
predisposisi terjadi dislokasi. Dislokasi dapat pula terjadi pada saat manipulasi
airway dalam tindakan anesthesis, dan ada kasus trauma pada rahang bawah yang
umumnya terjadi oleh karena kekuatan benturan kearah bawah dari mandibula
pada saat membuka mulut sebagian (Alwin, Tis & Danny, 2011)

B. Klasifiksi dan Etiologi

Terdapat berbagai jenis dislokasi yang dapat terjadi melalui mekanisme


traumatik atau nontraumatik. Jenis dislokasi dibedakan berdasarkan letak
condylus relatif terhadap fossa articularis tulang temporal:

1) Dislokasi anterior

Pada dislokasi tipe ini terjadi perubahan posisi condylus menjadi anterior
terhadap fossa articularis tulang temporal. Dislokasi anterior biasanya terjadi
akibat interupsi pada sekuens normal kontraksi otot saat mulut tertutup
setelah membuka dengan ekstrim. Muskulus masseter dan temporalis
mengangkat mandibula sebelum muskulus pterygoid lateral berelaksasi,
mengakibatkan condylus mandibularis tertarik ke anterior ke tonjolan tulang
dan keluar dari fossa temporalis. Spasme muskulus masseter, temporalis, dan
pterygoid menyebabkan trismus dan menahan condylus tidak dapat kembali
ke fossa temporalis. Dislokasi jenis ini dapat unilateral atau bilateral.
Dislokasi tersebut dibedakan menjadi akut, kronik rekuren, atau kronik. 3,4

2) Dislokasi akut terjadi akibat trauma atau reaksi distonik, namun biasanya
disebabkan oleh pembukaan mulut yang berlebihan seperti menguap, anestesi
umum, ekstraksi gigi, muntah, atau kejang. Dislokasi anterior juga dapat
terjadi setelah prosedur endoskopik.

3) Dislokasi kronik akut disebabkan oleh mekanisme yang sama pada pasien
dengan faktor risiko seperti fossa mandibularis yang dangkal (kongenital),
kehilangan kapsul sendi akibat riwayat disloasi sebelumnya, atau sindrom
hipermobilitas.
4) Dislokasi kronik terjadi akibat dislokasi TMJ yang tidak ditangani sehingga
condylus tetap berada dalam posisinya yang salah dalam waktu lama.
Biasanya dibutuhkan reduksi terbuka.
5) Dislokasi posterior biasanya terjadi akibat trauma fisik langsung pada dagu.
Condylus mandibularis tertekan ke posterior ke arah mastoid. Jejas pada
meatus acusticus externum akibat condylus dapat terjadi pada dislokasi tipe
ini.
6) Dislokasi superior terjadi akibat trauma fisik langsung pada mulut yang
sedang berada dalam posisi terbuka. Sudut mandibula pada posisi ini menjadi
predisposisi pergeseran condylus ke arah superior dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan nervus fasialis, kontusio serebri, atau gangguan pendengaran.
7) Dislokasi lateral biasanya terkait dengan fraktur mandibula. Condylus
bergeser ke arah lateral dan superior serta sering dapat dipalpasi pada
permukaan temporal kepala.

C. Manifestasi Klinis
1. Deformitas pada persendian
Jika sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat celah
2. Gangguan gerakan
Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut
3. Pembengkakan
Pembengkakan ini bisa parah pada kasus trauma dan dapat menutupi
deformitas
4. Nyeri
5. Kekakuan

D. Patofisiologi
Dislokasi mandibula seringkali timbul dan disebabkan oleh hipermobilitas
dari mandibula. Subluxation (dislokasi parsial dari sendi) menyebabkan
pemindahan dari kondilus, biasanya tidak membutuhkan pengelolaan medis.
Kondisi yang lebib sering timbul ketika kondilus mandibula bertranslasi ke
anterior di depan articular eminence dan terkunci pada posisi itu. Dislokasi dapat
terjadi secara unilateral dan bilateral dan dapat timbul secara spontan ketika
mulut membuka secara lebar, seperti saat menguap, makan atau pada saat
prosedur perawatan gigi. Dislokasi dari kondilus mandibula yang bertahan lebih
dari beberapa detik biasanya akan menyebabkan sakit dan biasanya juga
menimbulkan kejang otot parah.
Dislokasi juga dapat diatasi sesegera mungkin. Pengurangannya dilakukan
dengan membuat tekanan kebawah pada gigi posterior dan tekanan ke atas pada
dagu disertai dnegan pemindahan pada posterior mandibula. Pengurangan ini
biasanya juga tidak sulit.

E. Patways

Trauma

Infeksi dari Kelainan konginetal


penyakit Dislokasi pada sendi

Trauma Joint

deformitas

Gangguan
Informasi Bentuk
tidak
Kesulitanmobilitas
Gangguan dalam adekuat/ kurang
menggerakkan pajananpengetahuan
Defisit Rasa tidak nyaman
fisik sendi pengetahuan
Nyeri Akut Tidak
Deficit
nafsunutrisi
makan
F. Komplikasi
Komplikasinya dapat berupa :
 sakit kepala
 sakit pada rahang
 bunyi “clik-clik” pada rahang.16
 arthritis
 facial pain
 Arthritis TMJ
Infectious arthritis, traumatic arthritis, osteoarthritis, RA, dan
secondary degenerative arthritis dapat menyebabkan TMJ.
 Infectious arthritis
Infeksi pada TMJ dapat disebabkan dari ekstensi langsung dari infeksi
yang berdekatan atau melalui sistem hematogen. Area ini akan inflamasi
dan gerakan dari rahang akan terbatas. X-ray dapat negatif pada stage
awal tetapi lama-kelamaan dapat menggambarkan gambaran destruksi
tulang. Jika dicurigai arthritis supuratif, maka dapat dilakukan aspirasi
pada sendi untuk konfirmasi diagnosis dan untuk mengidentifikasi
organisme penyebab. Diagnosis harus cepat untuk mencegah kerusakan
sendi permanent.
Terapi berupa antibiotik, perbaiki status hidrasi, anti nyeri, dan batasi
pergerakan sendi. Penicilin parenteral merupakan obat pilihan utama
sampai spesifik bakteri ditemukan. Jika infeksi sudah teratasi, jaw-
opening exercises dapat membantu mencegah scarring dan keterbatasan
gerak. 18
 Traumatic arthritis
Jarang. acute injury (contoh: intubasi endotrakeal) dapat menyebabkan
arthritis pada TMJ. Dapat terjadi nyeri, tenderness,dan keterbatasan gerak.
Diagnosis berdasarkan anamnesis. Hasil x-ray negatif, kecuali ketika
terjadi intra-articular edema atauhemoragik yang meluas pada ruang sendi.
 Osteoarthritis
TMJ dapat terkena, terutama pada usia > 50 tahun. Biasanya pasien
mengeluh kaku,grating, dan mild pain.pada pemeriksaan fisik dapat
ditemukan krepitasi. Sendi yang terkena pada umumnya bilateral. X-rays
dan CT scan dapat menunjukkan flattening and lipping pada condyle.
Terapi berupa simptomatik.
 Rheumatoid arthritis
Dapat mengenai TMJ > 17% pada dewasa dan pada anak dengan RA,
tetapi biasanya TMJ merupakan sendi terakhir yang terkena. Nyeri,
bengkak, dan keterbatasan gerak merupakan yang paling serig ditemkan.
Pada anak, destruksi condyle mengakibatkan gangguan pertumbuhan
mandibular dan deformitas wajah. Dapat juga terjadi ankilosis. X-rays
biasanya negatif pada stage awal, tetapi lama kelamaan menunjukkan
destruksi tulang., yang mengakibatkan anterior open-bite deformity.
 Secondary degenerative arthritis
Arthritis tipe ini mengenai usia 20-40 setelah trauma atau dengan
persistent myofascial pain syndrome. Gejala biasanya terbatas saat
membuka mulut, unilateral pain, dan krepitus. Diagnosis berdasarkan x-
rays, yang biasanya menunjukkan condylar flattening, lipping, spurring, or
erosion.
G. Pemeriksaan Penunjang
1) Sinar X
Secara umum, sinar x pada daerah gigi dan mulut dapat dibagi menjadi
dua golongan:
a. Sinar X intraoral
Sinar X intraoral merupakan sinar X dental yang paling umum
digunakan. Alat ini memberikan detail dan gambaran kavitas,
memeriksa kesehatan akar gigi dan tulang di sekitar gigi, memeriksa
status perkembangan gigi dan memantau kesehatan umum dari tulang
dan rahang.
- Bitewing
Pada pemeriksaan ini pasien menggigit suatu paper tab
dan menunjukkan bagian mahkota pada gigi atas dan gigi bawah
bersama
- Periapikal
Periapikal menunjukkan satu atau dua gigi yang lengkap
mulai dari mahkota hingga akar.

- Palatal (disebut juga oklusal)


Sinar x palatal atau oklusal menangkap keseluruhan gigi
atas dan bawah pada satu tembakan sementara film diletakkan
pada permukaan gigitan dari gigi.
b. Sinar X ekstraoral
Sinar X ekstraoral menunjukkan gigi, tetapi fokus utamanya
adalah rahang dan tengkorak. Alat yang termasuk golongan ini tidak
menyediakan detail yang ditemukan pada sinar X intraoral sehingga
tidak digunakan untuk mendeteksi kavitas atau mengidentifikasi
masalah gigi per gigi. Alat ini digunakan untuk melihat gigi impaksi,
memantau tumbuh-kembang rahang dalam hubungannya dengan
gigi-geligi dan mengidentifikasi masalah potensial antara gigi dan
rahang beserta TMJ.
- Panoramik
Sinar x panoramik membutuhkan suatu alat khusus untuk
berotasi mengelilingi kepala. Sinar x menangkap keseluruhan rahang
dan gigi-geligi dalam satu tembakan. Alat ini digunakan untuk
merencanakan terapi bagi implan gigi, memeriksa gigi geraham
bungsu, dan mendeteksi masalah rahang. Panoramik tidak bagus
dalam mendeteksi kavitas, kecuali kerusakannya sangat parah dan
dalam.
- Tomogram
Tomogram menunjukkan lapisan khusus atau potongan dari
mulut sementara yang lain dibuat buram. Jenis sinar X ini
bermanfaat untuk memeriksa struktur yang sulit dilihat secara jelas,
misalnya karena struktur lainnya sangat dengan dengan struktur
yang akan dilihat.
- Proyeksi Sefalometri
Menunjukkan keseluruhan sisi kepala. Jenis sinar X ini
bermanfaat untuk memeriksa gigi-geligi dengan hubungan terhadap
rahang dan profil individu. Ahli ortodonti menggunakan jenis sinar
X ini untuk mengembangkan rencana terapi ini.
- Sialografi
Sialografi melibatkan visualisasi kelenjar saliva setelah
injeksi pewarnaan. Pewarnaannya disebut agen kontras radioopak
yang diinjeksikan menuju kelenjar saliva sehingga organ tersebut
dapat dilihat melalui film sinar X.
2) Computed Tomography
Disebut juga CT-scan. menunjukkan struktur interior tubuh sebagai
gambaran tiga dimensi. Jenis sinar x ini digunakan untuk mengidentifikasi
masalah pada tulang wajah, seperti tumor atau fraktur.
3) MRI (Magnetic Ressonance Image)
MRI baik untuk menunjukkan delineasi dari posisi diskus dan jaringan
lunak dari TMJ. Perforasi diskus dan adhesi sendi tidak dapat ditunjukkan
oleh MRI
H. Penatalaksanaan
1. Medis

a. Farmakologi (ISO Indonesia 2011-2012)

Pemberian obat-obatan : analgesik non narkotik

 Analsik yang berfungsi untuk mengatasi nyeri otot, sendi, sakit kepala,
nyeri pinggang. Efek samping dari obat ini adalah agranulositosis. Dosis:
sesudah makan, dewasa: sehari 3×1 kapsul, anak: sehari 3×1/2 kapsul.

 Bimastan yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri ringan atau sedang,


kondisi akut atau kronik termasuk nyeri persendian, nyeri otot, nyeri
setelah melahirkan. Efek samping dari obat ini adalah mual, muntah,
agranulositosis, aeukopenia. Dosis: dewasa; dosis awal 500mg lalu
250mg tiap 6 jam

2. Pembedahan

A. Operasi ortopedi

Operasi ortopedi merupakan spesialisasi medis yang


mengkhususkan pada pengendalian medis dan bedah para pasien yang
memiliki kondisi-kondisi arthritis yang mempengaruhi persendian utama,
pinggul, lutut dan bahu melalui bedah invasif minimal dan bedah
penggantian sendi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi
Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open
Reduction and Fixation).Berikut dibawah ini jenis-jenis pembedahan
ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :

1) Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran


tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan
pemajanan tulang yang patah.
2) Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan
skrup, plat, paku dan pin logam.
3) Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun
heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi
atau mengganti tulang yang berpenyakit.
4) Amputasi : penghilangan bagian tubuh.
5) Artroplasti: memperbaiki masalah sendi dengan artroskop(suatu alat
yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa
irisan yang besar) atau melalui pembedahan sendi terbuka.
6) Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.
7) Penggantian sendi: penggantian permukaan sendi dengan bahan
logam atau sintetis.
8) Penggantian sendi total: penggantian kedua permukaan artikuler
dalam sendidengan logam atau sintetis.
3. Non medis

a. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan


anastesi jika dislokasi berat.

b. Dengan RICE

RICE
1) R : Rest (istirahat)
2) I : Ice (kompres dengan es)
3) C : Compression (kompresi/ pemasangan pembalut tekan)
4) E : Elevasi (meninggikan bagian dislokasi)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Identitas penanggugjawab
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
b. Riwayat kesehatan dahulu
c. Riwayat kesehatan keluarga
4. Pengkajian pola konseptual Gordon
a. Pola persepsi
b. Pola nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola istirahat tidur
f. Pola peran dan hubungan
g. Pola personal hygiene
h. Pola toleransi dan stress
i. Pola konsep diri
j. Pola nilai dan keyakinan
k. Pola seksualitas dan reproduksi
5. Pemeriksaan fisik
Pada penderita dislokasi pemeriksaan fisik yang diutamakan adalah
nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya rahang tidak dapat endorotasi pada
dislokasi mandibula.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
2. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Nyeri
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
4. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

C. Intervensi
No Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Hasil
1. Setelah dilakukan Observation (O) : - Untuk
- Identifikasi skala nyeri
tindakan keperawatan mengetahui
Nursing (N) :
selama 3x24 jam skala nyeri
diharapkan nyeri akut - Fasilitas istirahat dan - Untuk
dapat berkurang atau tidur meningkatkan
hilang dengan kriteria Education (E) :
kenyamana
hasil : - Untuk
1. Pasien mampu - Ajarkan teknik relaksasi
mengurangi
mengontrol untuk mengurangi nyeri rasa nyeri
nyeri Colaboration (C) : pasien
2. Skala nyeri
berkurang - Kolaborasi pemberian - Untuk
3. Pasien merasa analgetik mempercepat
lebih nyaman
penyembuhan
2. Setelah dilakukan Observation (O) :
- Monitor kondisi - Untuk
tindakan keperawatan
umum selama mengetahui
selama 3x24 jam
melakukan mobilisasi kondisi
diharapkan gangguan
Nursing (N) : pasien
mobilitas fisik dapat
berkurang atau hilang - Fasilitasi aktivitas
- Untuk
dengan kriteria hasil : mobilisasi dengan
1. Pasien dapat membantu
alat bantu (mis :
melakukan melakukan
pagar tempat tidur)
aktivitas seperti mobilisasi
Education (E)
biasa
- Untuk
- Libatkan keluarga membantu
pasien untuk mobilisasi
membantu pasien
dalam
meningkatkan
pergerakan
3. Setelah dilakukan Observation (O) : - Untuk
- Monitor asupan
tindakan keperawatan mengetahui
makanan pasien
3x24 jam, diharapkan kondisi pasien
Nursing (N) :
defisit nutrisi dapat - Sajikan makanan
- Untuk
teratasi dengan kriteria secara menarik dan
meningkatkan
hasil : suhu yang sesuai
selera makan
1. Adanya
Education (E)
pasien
peningkatan
berat badan - Ajarkan diet yang - Mempercepat
sesuai dengan diprogramkan penyembuhan
tujuan Colaboration (C) : pasien.

- Kolaborasi dengan - Mempercepet


ahli gizi untuk penyembuhan
menentukan jumlah dan
kalori dan jenis pemenuhan
nutrien yang nutrisi pasien.
dibutuhkan
4. Setelah dilakukan Observation (O) : - Untuk
- Identifikasi
tindakan keperawatan mengetahui
kesiapan dan
3x24 jam, diharapkan kesiapan
kemampuan
defisit pengetahuan pasien
menerima informasi
dapat teratasi dengan
Nursing (N) :
kriteria hasil :
- Jadwalkan
1. Pasien dapat
pendidikan - Agar
mengerti tentang
kesehatan sesuai mempermudah
apa yang
kesepakatan dalam
dideritanya
2. Kecemasan Education (E) : penyampaian
berkurang informasi
- Jelaskan faktor
resiko yang dapat - Agar pasien

mempengaruhi paham tentang

kesehatan faktor resiko


yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dislokasi mandibula didefinisikan sebagai pergerakkan kondilus kearah depan
dari eminensia artiklare yang memerlukan beberapa bentuk manipulasi untuk
mereduksinya. Dislokasi berbeda dengan subluksasi dimana pasien dapat
mengembalikan kondilus ke dalam fossa secara normal.
Pada sebagian besar kasus, dislokasi terjadi secara spontan saat membuka mulut
terlalu lebar, misalnya menguap, berteriak, makan, bernyanyi atau pada saat operasi
dan perawatan gigi. Penderita dengan fossa mandibula yang dangkal dan kepala
kondilus tidak berkembang dengan baik, merupakan factor predisposisi terjadi
dislokasi.Terdapat berbagai jenis dislokasi yang dapat terjadi melalui mekanisme
traumatik atau nontraumatik.

B. Saran
Untuk tenaga kesehatan terutama perawat diharapkan bisa mengerti dan
memahami tentang pegertian,penyebab,pencegahan dan pengobatan dari Dislokasi
Mandibula agar saat menerapkan asuhan keperawatan kepada pasien tidak terjadi
suatu kesalahan yang menyebabkan pasien tambah parah atau bisa berakibat fatal
karena kesalahan dalam melakukan asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Alwin, K & Ghazali, M. (2010) Dislokasi Mandibula ke arah Anterior. Fakultas


Kedokteran Gigi. Universitas Padjajaran. Bandung. Jurnal Kedokteran
Gigi edisi Khusus Komit KG-2010,. Diakses tanggal 10 Februari 2020
pukul 20.11 WIB dari
https://www.google.com/jurnal+penanganan+dislokasi+mandibula+fisiot
erapi&ieutf=utf-8#q=jurnal+dislokasi+mandibula.
Alwin, K., Tis, K.,& Danny, K. 2011 Dislokasi Mandibula Fosa Kronio Medial.
Maj. Ke. Gigi. (Dent. J)., Bagian Ilmu Bedah Mulut, Fakultas Kedokteran
Gigi. Universitas Padjajaran,. Bandung-Indonesia,. Edisi Khusus Temu
Ilmiah Nasional III: hal:376-378.

Ning Abraham Novyan, dkk. 2016. Penatalaksanaan Dislokasi Sendi Tempoto


Mandibula Anterior Bilateral. Program Pendidikan Dokter Gigi
Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjajaran. Bandung-Indonesia. Study Kasus 2 (3):120-125

Tim Pokja SDKI PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
danTindakan Keperawatan, Edisi I. Jakarta : DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai