Anda di halaman 1dari 14

1

LAMPIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


SUMBAWA
Nomor :
Tanggal :

PANDUAN ASESMEN RISIKO PRAKONTRUKSI ( PCRA )

BAB I
DEFINISI

Konstruksi rumah sakit di sebuah rumah sakit dapat


berdampak pada setiap orang di rumah sakit dan pasien dengan
kerentanan tubuhnya dapat menderita dampak terbesar. Kebisingan
dan getaran yang terkait dengan konstruksi dapat mempengaruhi
tingkat kenyamanan pasien dan istirahat/tidur pasien dapat pula
terganggu. Debu konstruksi dan bau dapat mengubah kualitas
udara yang dapat menimbulkan ancaman khususnya bagi pasien
dengan gangguan pernafasan.
Karena itu, rumah sakit perlu melakukan asemen risiko
prakontruksi setiap ada kegiatan kontruksi, renovasi maupun
demolisi/pembongkaran bangunan. Asesmen risiko harus sudah
dilakukan pada waktu perencanan atau sebelum pekerjaan
kontruksi, renovasi, demolisi dilakukan, sehingga pada waktu
pelaksanaan, sudah ada upaya pengurangan risiko terhadap dampak
dari kontruksi, renovasi, demolis tersebut.
Dalam rangka melakukan asesmen risiko yang terkait dengan
proyek konstruksi baru, rumah sakit perlu melibatkan semua
departemen/unit/instalasi pelayanan klinis yang terkena dampak
dari kontruksi baru tersebut, konsultan perencana atau manajer
desain proyek, Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah
Sakit (K3RS), Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI),
Bagian Rumah Tangga/Bagian Umum, Bagian Teknologi Informasi,
Bagian Sarana Prasarana/IPSRS dan unit ian lainnya yang
diperlukan.
2

Risiko terhadap pasien, keluarga, staf, pengunjung, vendor,


pekerja kontrak, diluar pelayanan dapat bervariasi tergantung pada
sejauh mana kegiatan konstruksi dan dampaknya terhadap
infrastruktur dan utilitas. Sebagai tambahan, kedekatan
pembangunan ke area pelayanan pasien dapat berdampak pada
meningkatnya tingkat risiko. Misalnya, jika konstruksi melibatkan
gedung baru yang terletak terpisah dari bangunan yang
menyediakan pelayanan saat ini, maka risiko untuk pasien dan
pengunjung cenderung menjadi minimal.
Risiko dievaluasi dengan melakukan asesmen risiko pra-
konstruksi, juga dikenal sebagai PCRA (Pra-Contruction Risk
Assessment). Asesmen risiko pra konstruksi secara komprehensif
dan proaktif digunakan untuk mengevaluasi resiko dan kemudian
mengembangkan rencana agar dapat meminimalkan dampak
kontruksi, renovasi atau penghancuran (demolisi) sehingga
pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan keamanannya.
Telah diketahui bahwa renovasi, konstruksi, dan beberapa
kegiatan pemeliharaan dan perbaikan memiliki potensi untuk
mempengaruhi proses perawatan pasien dalam lingkungan
pelayanan.
A. Manfaat
Meminimalkan dampak kontruksi, renovasi, atau pembongkaran
bangunan sehingga pelayanan pasien tetap terjaga kualitas dan
keamanannya
B. Tujuan
1. Sebagai acuan keselamatan dan keamanan bagi fasilitas fisik,
termasuk memonitor dan mengamankan area yang
diidentifikasi sebagai resiko keamanan
2. Memastikan semua staf, pengunjung dan vendor dapat
diidentifikasi dan semua area yang beresiko keamanannya
dimonitor dan dijaga keamanannya
3. Mencegah cidera dan mempertahankan kondisi aman bagi
pasien, keluarga, staf dan pengunjung.
4. Sebagai acuan keselamatan dan keamanan selama masa
pembangunan dan renovasi.
3

BAB II
RUANG LINGKUP

A. Lingkup Area
Pra Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) meliputi area – area
sebagai berikut:
1. kualitas udara;
2. pengendalian infeksi/ ICRA
3. utilitas
4. kebisingan
5. getaran
6. bahan berbahaya
7. layanan darurat, seperti respon terhadap kode
8. bahaya lain yang mempengaruhi perawatan, pengobatan, dan
layanan.
Langkah awal dari seluruh kegiatan adalah mengidentifikasi
elemen penilaian yang digunakan untuk proses pre construction.
Pada akhir proses penilaian risiko akan menghasilkan rekomendasi
mitigasi risiko (RMR). RMR ini akan ditinjau oleh individu atau pihak
yang menyelesaikan pekerjaan dan akan menjadi bagian dari
dokumentasi proyek.

B. Prinsip
Rumah sakit bersama dengan manajemen kontruksi (MK)
memastikan bahwa kepatuhan kontraktor dipantau, ditegakan dan
didokumentasikan. Sebagai bagian dari penilaian risiko, risiko
pasien infeksi dari kontruksi dievaluasi melalui infeksi penilaian
risiko control juga dikenal sebagai ICRA dalam menyusun PCRA,
individu atau organisasi yang ditunjuk untuk melakukan
pengawasan dan penerapan manajemen risiko fasilitas yang ada di
MFK.3 agar melakukan koordinasi dengan organisasi PPI karena
antara PCRA dan ICRA merupakan kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan.
4

Cara mengidentifikasi risiko infeksi, identifikasi jenis aktifitas


dengan mempertimbangkan pasien, petugas kesehatan dan resiko
terhadap pengunjung. Analisis risiko, di identifikasi kemungkinan
konsekuensi dari program untuk pasien, petugas, pengunjung dan
lingkungan.
5

BAB III
TATA LAKSANA

A. Kewajiban dan Tanggung jawab


Kewajiban dan Penanggung jawab dari proses Asesmen Risiko
Pra Kontruksi (PCRA) adalah : Pelaksana Pekerjaan, Petugas
Pengawas, Komite K3RS, Komite PPI, Instalasi Sarana dan
Prasarana, Unit kerja yang terdampak proses konstruksi.

B. Prosedur Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA)


Tata laksana tahap prakontruksi pada tahap prakontruksi
kegiatan yang diperlukan menimbulkan dampak sebagai berikut :
survey lapangan, pengadaan lahan, mobilisasi tenaga kerja untuk
kontruksi, mobilisasi alat, pengadaan material dan pematangan
lahan.
Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana
maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau teknik
sipil, sebuah kontruksi juga dikenal sebuah bangunan atau
satuan infrastruktur pada sebuah area atau pada beberapa area
secara singkat kontruksi di definisikan sebagai objek
keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian struktur.
Misalnya, kontruksi struktur bangunan adalah bentuk bangunan
secara keseluruhan dari struktur bangunan.
Demolisi/renovasi dalam pelaksanaan demolisi/renovasi
bangunan atau failitas harus dalam keadaan kosong atau tidak
digunakan untuk melaksanakan pelayanan. Namun dalam
kondisi pelayanan di fasilitas atau sekitarnya tetap harus
melaksanakan pelayanan, maka harus dilaksanakan kegiatan
atau tindakan agar dampak dari demolisi tersebut dapat
dikurangi atau bahkan ditiadakan.
1. Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA)
1) PCRA merupakan pengkajian kontruksi secara keseluruhan
salah satunya adalah nilai kualitatif dan kuantitatif risiko
cedera atau infeksi terkait aktifitas di fasilitas pelayanan
6

kesehatan serta mengenali ancaman bahaya aktivitas


tersebut
2) Kontruksi, renovasi dan demolisi akan menimbulkan debu
yang mengandung flamen-flamen jamur, seperti aspergillus
dan juga potensi pathogen lain.
3) Cara mengidentifikasi risiko infeksi, identifikasi jenis
aktifitas dengan mempertimbangkan pasien, petugas
kesehatan dan resiko terhadap pengunjung.
4) Analisis Risiko di identifikasi kemungkinan konsekuensi
dari program untuk pasien, petugas, pengunjung dan
lingkungan
2. Pra Renovasi
a. Sebelum renovasi ada rapat koordinasi antara bagian
teknik, Tim MFK, PPI, K3RS, unit sanitasi, dan vendor
b. Tim MFK, PPI melakukan pengkajian risiko dan membuat
izin renovasi/demolisi
c. Sebelum pelaksanaan pembangunan dan renovasi
bangunan Tim PPI, K3RS dan Unit Sanitasi Lingkungan
memberikan edukasi kepada pihak perencana dan
pelaksana proyek tentang pencegahan terjadinya penularan
penyakit akibat renovasi.
d. Selama proses pembangunan pelaksanaan proyek wajib
menggunaan APD sesuai K3
e. Setelah pembangunan selesai Tim MFK melakukan
Evaluasi kembali melalui cek list renovasi bangunan
3. Selama Renovasi
Selama dalam proses pembangunan, tim pengawas proyek
(Tim MFK, PPI, K3RS dan Kesling) melakukan monitoring
terhadap pelaksanaan pekerjaan sesuai Surat Kesepakatan.
4. Aktifitas kontruksi berdasarkan tipe :
Tipe Aktifitas ditentukan dengan :
a. Banyaknya debu yang ditimbulkan
b. Potensi terhadap aerosol air
c. Lama pekerjaan kontruksi
7

d. Jumlah sistem pendingin ruangan dan ventilasi yang


terpadu.
Ada 4 tipe Kontruksi:
a. Tipe A
Inspeksi dan aktivitas non invasive
Jenis pekerjaan: mengangkat papan plavon untuk
inspeksi visual terbatas pada 1 papan per square feet,
Pengecetan dll.
b. Tipe B
Skala kecil, durasi aktivitas pendek yang dapat
menghasilkan debu minimal
Jenis pekerjaan: instalasi telepon dan kabel komputer,
akses untuk ke ruangan, memotong dinding atau langit-
langit dimana migrasi debu dapat dikontrol
c. Tipe C
Aktifitas yang menghasilkan debu dari tingkat moderat
sampai tinggi atau membutuhkan penghanncuran atau
pemusnahan komponen kerangka gedung.
Jenis pekerjaan : melakukan plesteran dinding untuk di cat
atau pelapisan dinding, mengangkat penutup lantai, papan
plavon, dan papan penghalang, kontruksi dinding baru,
membuat akses kerja minor, atau pekerjaan listrik di atas
plavon, aktifitas kabel mayor, pekerjaan yang tidak bias
diselesaikan dalam satu shift
d. Tipe D
Penghancuran mayor dan proyek bangunan
Jenis pekerjaan: aktifitas yang membutuhkan kerja shift
yang berkelanjutan, membutuhkan penghancuran besar,
pengangkatan sistem kabel yang lengkap, kontruksi baru.
5. Berdasarkan Kelompok Risiko
a. Risiko rendah : pada area kantor, non pasien area
b. Risiko sedang : Selasar atau halaman ruang rawat inap,
Radiologi, Pendaftaran/Rekam medik, Dapur
c. Risiko Tinggi : Poliklinik, IGD, Laboraturium, Farmasi, Vk,
IPSRS
8

d. Risiko sangat tinggi : ICU, IBS


6. Level PCRA berdasarkan tabel antara Tipe Pekerjaan Kontruksi
dan Kelompok Risiko Bangunan
a. Level I
1) Lakukan pekerjaan dengan metode yang dapat
meminimalisir debu dari aktifitas kontruksi
2) Mengganti/menggeser papan langit-langit yang salah
posisi
b. Level II
1) Melakukan metode yang aktif untuk mencegah debu
berterbangan dari tempatnya ke udara
2) Semprotan air ke permukaan kerja untuk mengontrol
debu pada saat memotong
3) Tutup pintu yang tidak dipakai dengan selotip
4) Memblok dan menutup ventilasi udara
5) Letakan keset di pintu masuk dan keluar dari area
kontruksi
6) Lepaskan atau lakukan isolasi system HVAC di area
kerja
c. Level III
1) Jaga tekanan negatif udara dalam area kerja
menggunakan HEPA yang dilengkapai dengan unit
filtrasi udara
2) Pengiriman, tutup rapat dengan selotip kecuali sudah
ada penutupnya
d. Level IV
1) Jaga tekanan negative udara dalam area kerja
menggunakan HEPA yang dilengkapi dengan unit
filtrasi udara
2) Tutup lubang pipa-pipa, sambungan-sambungan
dengan benar
3) Setiap petugas yang memasuki area kerja harus
memakai pelindung diri lengkap
4) Jangan melepaskan penghalang dari area kerja sampai
proyek selesai
9

7. Kualitas udara
Untuk mengatasi polusi udara yang diakibatkan kegiatan
renovasi yang berupa pembongkaran tembok, kupas plesteran,
pengamplasan, maka harus dilakukan penyekatan,area
pekerjaan dengan menggunakan triplek. Terpal, seng, atau
bahan-bahan lain yang dapat mencegah debu keluar dari area
demolisi/renovasi, atau dengan cara membasahi material yang
akan dibongkar dengan air untuk mencegah debu
berterbangan. Selain untuk menanggulangi dampak yang
berupa polusi udara, hal ini juga dapat mencegah timbulnya
infeksi yang disebabkan oleh debu. Adapun kandungan debu
maksimal didalam udara ruangan dalam pengukuran debu
rata-rata 8 jam adalah 0,15mg/m3.
8. Kebutuhan Utilitasi
1) Kebutuhan air bersih. Kebutuhan air bersih dapat dipenuhi
dengan memanfaatkan saluran air rumah sakit yang sudah
ada di area renovasi, yang menggunakan system tangki
atap dan tangki tekan
2) Pembuangan air kotor. Pembuangan air kotor/limbah dapat
dilakukan menggunakan saluran air kotor terdekat yang
sudah ada di area rumah sakit
3) Pembuangan sampah. Pembuangan sampah bongkaran
material harus dilakukan dengan rapi sehingga tidak
menganggu kegiatan pelayanan di unit pelayanan
sekitarnya dan tidak mengganggu keindahan lingkungan
4) Sumber daya listrik dapat diambil dari instalasi terdekat
yang ada dirumah sakit dengan memperhatikan segi
keamanan dan kerapihan. Menggunakan material/bahan-
bahan standard, pengaturan kabel tidak berserakan
9. Kebisingan
Dengan melakukan penyekatan area renovasi dengan bahan
yang dapat mengurangi kebisingan yang ditimbulkan dari
kegiatan tersebut. Bahan yang digunakan adalah partikel hard
board dilapisi lembaran sterofoam
10

10. Getaran
Apabila kegiatan demosili/renovasi akan menimbulkan
dampak getaran yang sangat kuat, sehingga mengganggu
kenyamanan pengguna sekitarnya, maka kegiatan pelayanan
harus dipindahkan atau dihentikan sementara selama getaran
tersebut timbul
11. Bahan Berbahaya
Bahan berbahaya atau beracun adalah zat atau bahan-bahan
lain yang dapat membahayakan kesehatan atau kelangsungan
hidup manusia, makhluk lain, dan atau lingkungan hidup
pada umumnya.
11

BAB IV
DOKUMENTASI

A. Sistim Pencatatan dan Pelaporan


Kelengkapan Dokumen, selama pelaksanaan kegiatan, dilakukan
pencatatan dan pelaporan tentang kegiatan dan administrasi yang telah
dilakukan, dokumen yang harus dilengkapi adalah:
a. Bukti berupa foto-foto pelaksanaan pembangunan di Rumah Sakit
Umum Daerah Sumbawa yang sudah melaksanakan pencegahan dari
dampak polusi udara, kebisingan, getaran, infeksi dan kejadian yang
bersifat infeksi
b. Bukti Laporan Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA)

B. Revisi dan Audit


1. Buatlah catatan yang jelas dan lengkap
2. Dokumentasi ini akan digunakan sebagai acuan data dasar dan sarana audit
3. RSUD Sumbawa bertanggung jawab untuk menjaga berlangsungnya
proses pelaporan tentang Asesmen Risiko Pra Kontruksi (PCRA) dengan
menggunakan protokol standar RSUD Sumbawa.
4. Data audit akan ditinjau ulang secara teratur oleh RSUD Sumbawa sebagai
dasar untuk dilakukan revisi terhadap Asesmen Risiko Pra Kontruksi
(PCRA) yang telah dibuat
5. RSUD Sumbawa melakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan
12

BAB V
PENUTUP

Demikian panduan Asesmen risiko pra kontruksi (PCRA) ini disusun, agar
dapat menjadi panduan dalam melakukan Asesmen risiko pra kontruksi (PCRA)
bagi semua pihak yang bersangkutan. Dalam perkembangannya ke depan, akan
selalu dilakukan revisi-revisi yang diperlukan agar selalu bisa dipergunakan
sebagaimana mestinya.

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH SUMBAWA

DEDE HASAN BASRI


13

DAFTAR PUSTAKA
14

Anda mungkin juga menyukai