AISYAH LUKMINI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Aisyah Lukmini
NIM C151130101
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
TOKSISITAS MOLUSKISIDA FENTIN ASETAT TERHADAP
KARAKTERISTIK HEMATOLOGI DAN PERTUMBUHAN
IKAN NILA (Oreochromis sp.)
AISYAH LUKMINI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2015 ini ialah
toksikologi, dengan judul Toksisitas Moluskisida Fentin Asetat terhadap Karakteristik
Hematologi dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis sp.).
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya tesis ini tidak lepas dari segala
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik ide, tenaga, moril maupun
material. Oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam
pada Dr Ir Eddy Supriyono, MSc dan Dr Ir Tatag Budiardi, MSi sebagai komisi
pembimbing atas waktu dan bimbingannya mulai dari penyusunan proposal,
pelaksanaan penelitian hingga penulisan tesis. Penulis juga menyampaikan rasa
terimakasih pada Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc sebagai penguji luar komisi dan Dr
Dinamella Wahjuningrum, SSi, MSi sebagai perwakilan dari Program Studi Ilmu
Akuakultur yang memberikan saran selama ujian tesis.
Terima kasih disampaikan pada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI),
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (KEMENDIKBUD) atas penyediaan
Beasiswa Unggulan Tahun 2013 sehingga penulis dapat melanjutkan studi di Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih dan penghargaan yang tinggi penulis haturkan pada Mama Siti
Jedia dan Bapa Ismail Surdi, suamiku Muhammad As’ad, dua bidadariku Kanita
Delphi Afiqa dan Kaniya Delphi Afiqa, serta seluruh keluarga atas segala doa dan
kasih sayangnya.
Terima kasih kepada seluruh rekan-rekan S2 Ilmu Akuakultur angkatan
2013 atas kebersamaannya dalam menempuh studi.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu
pengetahuan, khususnya perikanan.
Aisyah Lukmini
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis 3
Manfaat Penelitian 3
2 METODE 3
Waktu dan tempat 3
Bahan 3
Prosedur Penelitian 4
Parameter Penelitian 5
Analisis Data 7
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Hasil 8
Pembahasan 14
4 SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 20
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL
1 Analisis parameter fisika kimia air pada uji toksisitas sublethal 7
2 Nilai LC50 fentin asetat pada juvenil ikan nila 9
3 Kelangsungan hidup (%) ikan nila selama penelitian 13
4 Bobot rata-rata dan laju pertumbuhan spesifik pada akhir penelitian 14
DAFTAR GAMBAR
1 Persentase tingkat kematian kumulatif ikan nila selama uji nilai kisaran 8
2 Persentase tingkat kematian ikan nila selama uji akut 9
3 Jumlah eritrosit (x106 sel mm-3) ikan nila selama penelitian 10
4 Kadar hemoglobin (g%) ikan nila selama penelitian 11
5 Kadar hematokrit (%) ikan nila selama penelitian 11
6 Jumlah leukosit (x104 sel mm-3) ikan nila selama penelitian 12
7 Kadar glukosa (mg dL-1) ikan nila selama penelitian 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Analisis ragam dan uji lanjut (Duncan) karakteristik hematologi ikan
nila 20
2 Analisis ragam dan uji lanjut (Duncan) kadar glukosa ikan nila 22
3 Analisis ragam dan uji lanjut (Duncan) kelangsungan hidup (KH) ikan
nila 23
4 Analisis ragam bobot rata-rata (g/ekor) ikan nila pada akhir penelitian 23
5 Analisis ragam dan uji lanjut (Duncan) laju pertumbuhan spesifik ikan
nila 23
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Polusi air saat ini sudah menjadi masalah global. Salah satu bahan yang
diketahui menyebabkan polusi air adalah pestisida. Penggunaan pestisida yang
sudah semakin luas, selain membawa dampak positif berupa meningkatnya hasil-
hasil pertanian juga memiliki potensi dampak negatif terutama di ekosistem
perairan. Hal ini bisa terjadi karena jika digunakan dengan metode spray, sekitar
60-99% pestisida yang akan tertinggal pada target atau sasaran, sedangkan jika
digunakan dalam bentuk serbuk hanya 10-40% yang mencapai target, sisanya
melayang bersama aliran angin atau segera mencapai tanah (Sudarmo 1991).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka Komisi Pestisida telah mengidentifikasi
berbagai kemungkinan yang timbul akibat penggunaan pestisida, antara lain
adalah keracunan terhadap ikan. Penggunaan pestisida pada padi sawah atau
lingkungan perairan lainnya dapat mengakibatkan kematian pada ikan yang
dipelihara di sawah atau di kolam. Pada konsentrasi tertentu, pestisida akan
terkonsentrasi di dalam lingkungan perairan sehingga berpotensi mengganggu
keseimbangan ekosistem perairan. Selain itu, pestisida akan masuk ke dalam
proses metabolisme organisme dan mengganggu fisiologi biota budidaya (Connel
& Miller 1995).
Salah satu pestisida yang diketahui bersifat toksik terhadap organisme
akuatik adalah fentin asetat dengan nama kimia trifeniltin asetat (berdasarkan
IUPAC). Fentin asetat merupakan senyawa organotin yang banyak digunakan
sebagai pestisida dalam bidang pertanian (Watermann et al. 2008). Senyawa
organotin adalah senyawa organometalik yang disusun oleh satu atau lebih ikatan
stannum-karbon (Sn-C).
Penggunaan senyawa organotin sudah dilarang di beberapa negara di Eropa
dan Amerika, sedangkan di beberapa negara di Asia, seperti Indonesia, Malaysia,
dan India penggunaannya masih diizinkan. Di Indonesia, senyawa ini digunakan
untuk mengendalikan siput murbei (Pomacea canaliculata) di padi sawah, siput
trisipan (Cheritidea sp.) di tambak udang windu dan bandeng, dan siput
Parmarion pupilaris di tanaman kubis bunga (Ditjen PSP 2014). Menurut
Guevarra et al. (1987), fentin asetat dengan dosis 0,6-1,2 kg ha-1 merupakan
moluskisida yang paling efektif untuk mengontrol populasi siput murbei
(Pomacea canaliculata Lamarck) di sawah.
Adanya larangan terhadap penggunaan senyawa organotin disebabkan
toksisitasnya yang sangat tinggi bagi organisme akuatik (Okoro et al. 2011).
Senyawa ini bersifat lipofilik atau mudah larut dalam lemak sehingga dapat
terserap dan terakumulasi di dalam tubuh organisme sehingga merupakan masalah
dalam kegiatan budidaya (Cima et al. 1996). Dua jenis senyawa organotin yang
diketahui bersifat sangat toksik bagi organisme akuatik adalah tributiltin dan
trifeniltin. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua senyawa ini
mampu mengganggu pertumbuhan dan menurunkan tingkat kelangsungan hidup
Mytilus edulis (Haggera et al. 2005), serta menghambat sekresi hormon insulin
pada hamster (Miura et al. 2012). Hasil penelitian Stonner (1966) menunjukkan
bahwa pada dosis 300 ppm, trifeniltin asetat dapat menyebabkan kematian pada
2
tikus. Pada dosis 25 ppm, trifeniltin mampu menurunkan laju pertumbuhan pada
tikus dan babi (Verschuuren et al. 1966).
Kannan dan Lee (1996) melaporkan bahwa trifeniltin yang digunakan
sebagai pestisida dan kemudian lepas ke perairan akan terakumulasi di sedimen.
Hasil penelitian Harino et al. (2012) di tiga lokasi perairan di Indonesia yaitu
Bitung, Manado, dan Teluk Jakarta menemukan bahwa sedimen di tiga lokasi
tersebut mengandung senyawa trifeniltin dengan konsentrasi yang sangat tinggi.
Konsentrasi senyawa trifeniltin yang terdeteksi di tiga lokasi tersebut masing-
masing berkisar antara <0,1-19 µg kg-1 di Bitung, 0,1 µg kg-1 di Manado dan
<0,1-7,1 µg kg-1 di Teluk Jakarta.
Tingginya kandungan trifeniltin baik di sedimen maupun di perairan, akan
membahayakan organisme akuatik yang hidup di dalamnya. Hal ini diperparah
dengan fakta bahwa air sungai dan waduk sering dimanfaatkan sebagai sumber air
pasok budidaya ikan, sehingga akan mengancam kegiatan budidaya ikan yang
sedang giat dikembangkan oleh masyarakat Indonesia, misalnya ikan nila
(Oreochromis sp.). Ikan nila merupakan salah satu komoditas perikanan dalam
program percepatan industrialisasi dari jenis komoditas budidaya dengan jumlah
produksi pada tahun 2014 sebesar 912.613,29 ton (KKP 2014). Komoditas ini
dibudidayakan dengan memanfaatkan air sungai dan waduk sebagai sumber air
pasok. Akan tetapi informasi mengenai batas nilai maksimum dari moluskisida
fentin asetat yang bisa ditolerir oleh ikan nila, sampai saat ini belum diketahui.
Selama ini penelitian mengenai daya toksik fentin asetat, lebih banyak dilakukan
pada organisme teresterial seperti tikus (Stonner 1966) dan hamster (Miura et al.
2012). Penelitian mengenai toksisitas sublethal fentin asetat terhadap kondisi
fisiologis ikan nila, belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu, perlu untuk
melakukan penelitian tentang toksisitas fentin asetat pada ikan nila.
Perumusan Masalah
dapat timbul pada ikan nila akibat terpapar pada air yang tercemar fentin asetat,
baik pada konsentrasi akut maupun sublethal.
Estimasi toksisitas fentin asetat dan pengaruh yang dapat timbul terhadap
ikan nila dapat diketahui melalui beberapa pengujian seperti uji hayati (bioassay),
uji akumulasi, uji eliminasi dan uji sublethal. Dalam kondisi sublethal pengaruh
dari toksisitas moluskisida fentin asetat dapat berdampak pada perubahan
karakteristik hematologi dan kadar glukosa dalam darah sehingga dalam jangka
waktu tertentu akan berpengaruh terhadap tingkat kelangsungan hidup dan laju
pertumbuhan ikan nila.
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Pada konsentrasi akut, fentin asetat dapat menyebabkan kematian ikan nila
sedangkan pada konsentrasi sublethal, fentin asetat dapat menimbulkan perubahan
karakteristik hematologi dan kadar glukosa dan selanjutnya mempengaruhi
kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan nila.
Manfaat Penelitian
2 METODE
ikan uji dalam kondisi sehat, ditandai dengan aktif makan, aktif berenang dan
tidak cacat. Sebelum digunakan, ikan uji diseleksi berdasarkan ukuran yang
homogen berdasarkan bobot awalnya.
Prosedur Penelitian
Keterangan :
V1 = Volume larutan stok yang akan diambil (liter)
N1 = Konsentrasi pestisida dalam larutan stok (ppm)
V2 = Volume air penelitian yang akan digunakan (liter)
N2 = Konsentrasi pestisida yang diinginkan dalam media air (ppm)
Keterangan :
N = Konsentrasi ambang atas (ppm)
n = Konsentrasi ambang bawah (ppm)
K = jumlah konsentrasi yang diuji (a,b,c,d adalah konsentrasi yang
diuji dengan nilai a sebagai konsentrasi terkecil)
Persamaan satu menghasilkan konsentrasi terkecil (a) dan persamaan dua
menghasilkan nilai konsentrasi untuk uji akut.
5
Uji Akut
Parameter Penelitian
Karakteristik Hematologi
Sampling gambaran darah dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, dan 21.
Sebelum diambil darahnya, ikan dibius terlebih dahulu menggunakan MS222,
kemudian darah diambil dari bagian ekor sebanyak 0,6 ml dari 2 ekor ikan
menggunakan syringe steril berukuran 1 ml yang sebelumnya dicuci dengan
antikoagulan (Na sitrat 3,8%). Sampel darah digunakan untuk pengukuran total
eritrosit (TE), kadar hemoglobin (Hb), kadar hematokrit (Hc) dan total leukosit
(TL).
TE diukur menggunakan prosedur dari Blaxhall dan Daisley (1973).
Sampel darah diambil menggunakan pipet yang berisi bulir berwarna merah
6
sampai skala 1, kemudian ditambahkan larutan Hayem’s sampai skala 101, lalu
dilakukan pengadukan dengan menggoyangkan pipet yang sama selama 3–5 menit
hingga darah dan larutan Hayem’s tercampur rata. Tetesan pertama dibuang dan
tetesan berikutnya diteteskan pada hemositometer, kemudian ditutup dengan gelas
penutup dan diamati dengan mikroskop pembesaran 400x. Penghitungan TE
dilakukan pada lima kotak kecil dalam hemositometer dengan persamaan sebagai
berikut:
TE = Σ eritrosit x 1/(volume kotak) x faktor pengenceran
Kadar Glukosa
Pemeriksaan kadar glukosa darah ikan dilakukan sebagai indikator stres
sekunder akibat toksisitas fentin asetat. Pengukuran kadar glukosa darah
dilakukan sebanyak 4 kali yaitu pada hari ke 0, 7, 14 dan hari ke-21. Sebelum
pengambilan darah, ikan dipuasakan selama 24 jam. Prosedur pengukuran glukosa
darah yaitu: plasma darah diambil dengan cara disentrifus, selanjutnya 10 μl
plasma darah dicampur dengan reagent sebanyak 1000 μl. Setelah itu, diinkubasi
pada suhu 20-250C selama 10 menit atau 370C selama 5 menit. Selanjutnya
setelah didinginkan pada suhu kamar lalu dibaca menggunakan spektrofotometer
pada panjang gelombang 500 nm dengan rumus :
7
GD = Au x Cs /As
Keterangan :
GD = Konsentrasi Glukosa darah (mg/100 ml)
Au = Absorbansi sampel
Cs = Konsentrasi standar
As = Absorbansi standar
Kinerja Pertumbuhan
Parameter kinerja pertumbuhan yang diukur meliputi tingkat kelangsungan
hidup (TKH) dan laju pertumbuhan spesifik (LPS). Pengukuran TKH dilakukan
pada hari ke 7,14 dan 21 menggunakan persamaan menurut Effendie (2002)
sebagai berikut:
TKH = Nt/(N0 ) x 100
Keterangan:
TKH = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (ekor)
N0 = Jumlah ikan pada awal penelitian (ekor)
Tabel 1 Analisis parameter fisika kimia air pada uji toksisitas sublethal
Analisis Data
Hasil
Respons ikan uji terhadap deretan konsentrasi pada uji nilai kisaran
konsentrasi menunjukkan kepekaan mortalitas yang tinggi terhadap daya toksik
fentin asetat. Pada konsentrasi 0,075 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 100 %
setelah 24 jam pemaparan. Pada konsentrasi 0,0075 ppm, mortalitas ikan uji
sebesar 0 % sampai dengan 48 jam pemaparan. Berdasarkan nilai mortalitas
selama uji nilai kisaran, ditetapkan nilai ambang atas yaitu 0,075 ppm dan nilai
ambang bawah yaitu 0,0075 ppm.
70
60
50
40 40
30
20
15
10
5
0 0 0
0 0,0075 0,025 0,0375 0,05 0,0625 0,06875 0,075
Konsentrasi fentin asetat (ppm)
24 jam 48 Jam
Gambar 1 Persentase tingkat kematian kumulatif ikan nila selama uji nilai kisaran
Uji Akut
Berdasarkan konsentrasi batas bawah dan batas atas, maka uji akut
dilakukan pada konsentrasi fentin asetat sebesar K (kontrol), A (0,011 ppm), B
(0,015 ppm), C (0,021 ppm), D (0,029 ppm), E (0,04 ppm), F (0,056 ppm), dan G
(0,075 ppm).
9
Mortalitas (%)
70
60
50
37
40
30 23
17
20 13 13
10 10 10
7 7
10 3 3
0 0 0 0 0 0
0
0 0,011 0,015 0,021 0,029 0,040 0,056 0,075
Konsentrasi fentin asetat (ppm)
Pada konsentrasi 0,075 ppm, mortalitas ikan uji mencapai 100 % setelah
24 jam pemaparan. Pada konsentrasi 0,011 ppm, mortalitas ikan uji sebesar 0%
hingga jam ke 72, setelah itu terjadi mortalitas sebesar 3% pada jam ke 96. Pada
kontrol, mortalitas ikan uji sebesar 0% sampai jam ke-96 setelah pemaparan fentin
asetat. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas media pemeliharaan dan vitalitas ikan
selama pengujian dalam kondisi yang baik.
Karakteristik Hematologi
Perubahan karakteristik hematologi ikan nila selama penelitian, disajikan
pada Gambar 3 (total eritrosit), Gambar 4 (kadar hemoglobin), Gambar 5 (kadar
hematokrit), dan Gambar 6 (total leukosit).
10
Total eritrosit pada perlakuan A (0,003 ppm), B (0,008 ppm), dan C (0,015
ppm) cenderung mengalami penurunan dari awal sampai akhir penelitian (Gambar
3). Uji statistik menunjukkan kontrol berbeda nyata (p<0,05) dengan ketiga
perlakuan (Lampiran 1). Pada hari ketujuh total eritrosit tertinggi terlihat pada
perlakuan kontrol (1,83 x 106 sel mm-3) sedangkan yang terendah pada perlakuan
C (0,57 x 106 sel mm-3). Pada hari ke-14 total eritosit tertinggi masih pada kontrol
(1,89 x 106 sel mm-3) diikuti perlakuan A (0,88 x 106 sel mm-3), dan B (0,73 x 106
sel mm-3). Sementara pada hari ke-21, jumlah eritrosit pada perlakuan kontrol
sebesar 1,90 x 106 sel mm-3, sedangkan pada perlakuan A sebesar 0,82 x 106 sel
mm-3, dan total eritrosit terendah pada perlakuan B yaitu 0,56 x 106 sel mm-3. Dari
hari ke-14 sampai akhir penelitian, tidak diperoleh data total eritrosit pada
perlakuan C disebabkan semua ikan perlakuan pada konsentrasi ini mengalami
kematian setelah hari ketujuh penelitian.
2,50
a a a a a a a
2,00
(x106 sel mm-3)
Total Eritrosit
1,50 b K (0 ppm)
c b b A (0,003 ppm)
1,00 b
d c B (0,008 ppm)
0,50
C (0,015 ppm)
0,00
0 7 14 21
Waktu (hari ke-)
Gambar 3 Jumlah eritrosit (x106 sel mm-3) ikan nila selama penelitian
huruf superskrip yang berbeda pada hari yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (p<0,05)
12
10 a
Hemoglobin (g%) a
a
8 a a a a
b K (0 ppm)
6
bc b A (0,003 ppm)
c
4 b B (0,008 ppm)
b b
C (0,015 ppm)
2
0
0 7 14 21
Waktu (hari ke-)
40
35 a a
a a
a
Hematokrit (%)
30 a
a b
25
b
20 K (0 ppm)
bc b
15 c c A (0,003 ppm)
10 c B (0,008 ppm)
5 C (0,015 ppm)
0
0 7 14 21
Hari ke-
perlakuan C (8,81 x 104 sel mm-3). Pada pengamatan hari ke-14, kontrol (7,49 x
104 sel mm-3) menunjukkan beda nyata (p<0,05) terhadap perlakuan A (8,42 x 104
sel mm-3) dan B (9,35 x 104 sel mm-3). Pada pengamatan hari ke-21, menunjukkan
total leukosit terendah ada pada kontrol (7,11 x 104 sel mm-3) sedangkan yang
terendah ada pada perlakuan B (10,80 x 104 sel mm-3).
12,00 c
10,00 b
ab b ab b
(x104 sel mm-3)
Total Leukosit
a ab a
8,00 a
K (0 ppm)
6,00
A (0,003 ppm)
4,00 B (0,008 ppm)
2,00 C (0,015 ppm)
0,00
0 7 14 21
Waktu (hari ke-)
Gambar 6 Jumlah leukosit (x104 sel mm-3) ikan nila selama penelitian
huruf superskrip yang berbeda pada hari yang sama menunjukkan perbedaan
nyata (p<0,05)
Kadar Glukosa
Hasil penelitian menunjukkan kadar glukosa darah perlakuan A, B, dan C
cenderung terus meningkat hingga akhir penelitian. Pada pengamatan hari ketujuh,
kadar glukosa tertinggi ada pada perlakuan C (157,26 mg dL-1) diikuti perlakuan
A (89,25 mg dL-1), B (101,95 mg dL-1), dan terendah pada kontrol sebesar 33,97
mg dL-1. Pada pengamatan hari ke-14, kontrol berbeda nyata (p<0,05) terhadap
perlakuan A dan B (Lampiran 2). Kadar glukosa perlakuan kontrol, A, dan B
masing-masing sebesar 36,38 mg dL-1, 92,03 mg dL-1, dan 102,65 mg dL-1. Pada
pengamatan hari ke-21, kontrol (36,59 mg dL-1) berbeda nyata (p<0,05) dengan
perlakuan A (94,64 mg dL-1) dan B (103,09 mg dL-1).
13
180
d
160
Glukosa (mg dL-1) 140
120 c b b
b b b
100 K (0 ppm)
80 A (0,003 ppm)
60 B (0,008 ppm)
a a a
40
C (0,015 ppm)
20
0
0 7 14 21
Waktu (hari ke-)
Tabel 4 Bobot rata-rata dan laju pertumbuhan spesifik pada akhir penelitian
Kualitas Air
Suhu air selama penelitian berkisar antara 26-27⁰C, DO berkisar antara
6,80-7,40 ppm, pH berkisar antara 8,36-8,63, dan kisaran nilai TAN yaitu 0,184-
0,203 ppm.
Pembahasan
perlakuan yang diberi penambahan fentin asetat. Penurunan jumlah sel darah
merah, hemoglobin dan hematokrit, diduga ikan stres karena paparan fentin asetat.
Menurut Nabib dan Pasaribu (1989), rendahnya jumlah sel darah merah
mengindikasikan ikan dalam keadaan stres.
Perubahan kondisi hematologi yang meliputi penurunan TE, Hb dan Hc
merupakan ciri dari gejala anemia (Zhang et al. 2007). Anemia bisa disebabkan
beberapa faktor seperti (1) penghambatan sintesis globin dalam eritrosit. Senyawa
organotin mampu menghambat sintesis Hb dengan cara mengganggu penyerapan
zat besi (Fe) (Boyer 1989). Mineral Fe merupakan unsur essensial yang berperan
dalam transpor oksigen dan respirasi seluler melalui aktivitas oksidasi-reduksi dan
transfer elektron serta berperan dalam sintesis Hb (Setiawati et al. 2007). Hasil
penelitian Groot et al. (1973) menunjukkan terjadinya penurunan konsentrasi Hb,
sel darah merah, hematokrit, dan serum Fe pada tikus yang diberi pakan
mengandung tin (Sn). Hal ini disebabkan Sn mampu menghambat laju penyerapan
Fe dengan cara menginaktifkan enzim delta-aminolevulinic acid dehydratase
(δALAD) (Sun et al. 2014), pada reaksi perubahan ALA menjadi porpobilinogen
sehingga protoporfirin-9 yang terbentuk menjadi sedikit, akibatnya Hb yang
terbentuk juga menjadi sedikit. Penurunan kadar hemoglobin menandakan bahwa
kemampuan ikan untuk menyediakan oksigen yang cukup bagi jaringan tubuh
mengalami keterbatasan sehingga menghasilkan penurunan aktivitas fisik
(Wepener et al. 1992). (2) adanya penyakit yang menyerang ginjal. Ginjal adalah
organ hematogenik paling penting untuk ikan (Ozaki 1982). Ginjal bagian anterior
adalah organ utama pembentuk darah pada teleostei. Anemia yang terjadi akibat
adanya penyakit atau kerusakan pada ginjal disebabkan berkurangnya produksi
hormon eritropoietin (Reddy et al. 1992). Eritropoietin adalah hormon yang
diproduksi oleh sel-sel khusus di ginjal yang merangsang sumsum tulang untuk
meningkatkan produksi sel darah merah. Berkurangnya produksi hormon
eritropoietin akan menyebabkan produksi sel darah merah juga berkurang, yang
selanjutnya akan menyebabkan penurunan konsentrasi hemoglobin dan hematokrit
di dalam darah. Benli dan Ozkul (2010) menemukan terjadinya perubahan
histologi pada organ ginjal ikan nila yang dipapar insektisida fenitrothion selama
96 jam. Kerusakan tersebut berupa hemorage.
Hasil penelitian menunjukkan jumlah leukosit meningkat seiring dengan
peningkatan konsentrasi fentin asetat pada media pemeliharaan (Gambar 6).
Kenaikan leukosit mengindikasikan terjadinya kerusakan akibat infeksi jaringan
tubuh, stres fisik yang parah, dan leukositosis. Leukositosis adalah keadaan
dengan jumlah sel darah putih dalam darah meningkat melebihi nilai normal.
Menurut El-sayed et al. (2007) terjadinya leukositosis distimulasi oleh
limfopoiesis dan/atau meningkatnya pelepasan limfosit dari jaringan
limfomyeloid di bawah kondisi stres. Hasil penelitian El-sayed et al. (2007)
menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah leukosit dan limfosit pada ikan nila
yang dipapar pestisida deltamethrin.
Nwani et al. (2012) menyatakan bahwa ikan yang dipapar pestisida dalam
konsentrasi sublethal bisa menunjukkan perubahan tingkah laku dan karakteristik
hematologi yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup dan
laju pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi
fentin asetat, maka laju pertumbuhan semakin rendah (Tabel 4). Laju
pertumbuhan paling tinggi ada pada kontrol sedangkan yang terendah ada pada
16
Simpulan
Nilai LC50-96 jam moluskisida fentin asetat adalah sebesar 0,03 ppm.
Moluskisida fentin asetat pada konsentrasi sublethal berpengaruh nyata terhadap
17
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anderson DP, Siwicki AK. 1995. Basic hematology and serology for fish health
programs. Proceeding of the Second Symposium on Diseases in Asian
Aquaculture “Aquatic Animal Health and the Environment”; 1993 Okt 25-29;
Phuket, Thailand.
Bastami K, Darvish, Moradlou AH, Zaragabadi AM, Salehi MSV, Shakiba MM.
2009. Measurement of Some Haematological Characteristics of the Wild Carp.
Springer-Verlag London. Comp Clin Pathol. 18: 321-323.
Benli ACK, Özkul A. 2010. Acute toxicity and histopathological effects of
sublethal fenitrothion on Nile tilapia, Oreochromis niloticus. Pesticide
Biochemistry and Physiology. 97(1): 32-5.
Blaxhall PC, Daisley KW. 1973. Routine haematological methods for use with
fish blood. J Fish Biology. 5:577-581.
Boyer. 1989. Toxicity of dibutyltin, tributyltin and other organotin compounds to
humans and to experimental animals. Toxicology. 55:253-298.
Cima F, Ballarin L, Bressa G, Martinucci G, Burighel P. 1996. Toxicity of
Organotin Compounds on Embryos of a Marine Invertebrate (Styela plicata;
Tunicata). Ecotoxicology And Environmental Safety. 35: 174-182.
Connel DW dan Miller GJ. 1995. Kimia dan ekotoksikologi pencemaran.
Universitas Indonesia (UI-Press): Jakarta.
[Ditjen PSP] Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. 2014. Pestisida
Pertanian dan Kehutanan terdaftar 2014 [Internet]. [diunduh 24 Januari 2015].
Tersedia pada http://psp.pertanian.go.id/.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusantara. 163pp.
El-Sayed YS, Saad TT, El-Bahr SM. 2007. Acute intoxication of deltamethrin in
monosex nile tilapia, Oreochromis niloticus with special reference to the
clinical, biochemical and haematological effects. Environmental Toxicology
and Pharmacology. 24:212–217.
Giri SS, Sukumaran V, Oviya M. 2013. Potential probiotic Lactobacillus plantarum
VSG3 improves the growth, immunity, and disease resistance of tropical
freshwater fish, Labeo rohita. Fish & Shellfish Immunology. 34: 660-666.
Groot APD, Feron VJ, Til HP. 1973. Short-term Toxicity Studies on Some Salts
and Oxides of Tin in Rats. Fd Cosmet. Toxicol.11: 19-30.
Guevarra HT, Mochida O, Litsinger JA. 1987. Golden apple snails, Pomacea spp:
New pests of rice and azolla in Southeast Asia. In: Abstracts, 11th
18
LAMPIRAN
A. Eritrosit
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F P
keragaman kuadrat bebas tengah
Eritrosit Perlakuan 0,001 3 0,000 0,007 0,999
Hari ke-0 Error 0,205 4 0,051
Total 0,206 7
Eritrosit Perlakuan 1,701 3 0,567 114,858 0,000
Hari ke-7 Error 0,020 4 0,005 0,020
Total 1,721 7
Eritrosit Perlakuan 1,592 2 0,796 213,232 0,001
Hari ke-14 Error 0,011 3 0,004
Total 1,603 5
Eritrosit Perlakuan 2,014 2 1,007 249,707 0,000
Hari ke-21 Error 0,012 3 0,004
Total 2,026 5
Uji Duncan
Perlakuan Nilai rata--rata (hari ke-)
7 14 21
K (0 ppm) 1,8250a 1,8900 a 1,8950 a
A (0,003 ppm) 1,1800b 0,8800 b 0,8200 b
B (0,008 ppm) 0,9150c 0,7300 b 0,5550 c
C (0,015 ppm) 0,5650d - -
*huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
B. Hemoglobin
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F P
keragaman kuadrat bebas tengah
Hemoglobin Perlakuan 0,009 3 0,003 0,072 0,972
Hari ke-0 Error 0,168 4 0,042
Total 0,177 7
Hemoglobin Perlakuan 19,804 3 6.601 32,043 0,003
Hari ke-7 Error 0,824 4 0,206
Total 20,628 7
Hemoglobin Perlakuan 29,685 2 140,842 49,082 0,005
Hari ke-14 Error 0,907 3 0,302
Total 30,592 5
Hemoglobin Perlakuan 59,677 2 290,839 554,450 0,000
Hari ke-21 Error 0,161 3 0,054
Total 59,839 5
21
Uji Duncan
Perlakuan Nilai rata--rata (hari ke-)
7 14 21
a a
K (0 ppm) 7,8550 8,3600 9,3650 a
A (0,003 ppm) 4,4000 b 4,5000 b 2,6500 b
B (0,008 ppm) 3,7000 bc 3,1000 b 2,7000 b
C (0,015 ppm) 5,4000 c - -
*huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
C. Hematokrit
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F P
keragaman kuadrat bebas tengah
Hematokrit Perlakuan 36,039 3 12,013 2,700 0,181
Hari ke-0 Error 17,798 4 4,449
Total 53,837 7
Hematokrit Perlakuan 364,306 3 121,435 16,700 0,010
Hari ke-7 Error 29,087 4 7,272
Total 393,393 7
Hematokrit Perlakuan 396,882 2 198,441 51,993 0,005
Hari ke-14 Error 11,450 3 3,817
Total 408,332 5
Hematokrit Perlakuan 751,495 2 375,748 44,034 0,006
Hari ke-21 Error 25,599 3 8,533
Total 777,094 5
Uji Duncan
Perlakuan Nilai rata--rata (hari ke-)
7 14 21
a a
K (0 ppm) 30,0350 31,8350 32,2750 a
A (0,003 ppm) 21,5000 b 18,5350 b 12,7450 b
B (0,008 ppm) 12,6800 bc 12,3400 b 5,8500 b
C (0,015 ppm) 14,9200c - -
*huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
22
D. Leukosit
Sumber Jumlah Derajat Kuadrat F P
keragaman kuadrat bebas tengah
Leukosit Perlakuan 2,004 3 0,668 0,979 0,486
Hari ke-0 Error 2,729 4 0,682
Total 4,733 7
Leukosit Perlakuan 2,698 3 0,899 5,113 0,074
Hari ke-7 Error 0,703 4 0,176
Total 3,401 7
Leukosit Perlakuan 3,478 2 1,739 9,922 0,048
Hari ke-14 Error 0,526 3 0,175
Total 4,004 5
Leukosit Perlakuan 13,639 2 6,819 59,775 0,004
Hari ke-21 Error 0,342 3 0,114
Total 13,981 5
Uji Duncan
Perlakuan Nilai rata-rata (hari ke-)
14 21
a
K (0 ppm) 7,4850 7,1100a
ab
A (0,003 ppm) 8,4200 8,8250b
B (0,008 ppm) 9,3500b 10,8000c
C (0,015 ppm)
*huruf superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
Lampiran 2. Analisis ragam dan uji lanjut (Duncan) kadar glukosa ikan nila
Uji Duncan
Perlakuan Nilai rata--rata (hari ke-)
7 14 21
a a
K (0 ppm) 33,96650 36,37650 36,59400a
A (0,003 ppm) 89,24550b 92,02900b 94,63750b
B (0,008 ppm) 101,95500c 102,65250b 103,09450b
C (0,015 ppm) 157,26250d - -
*huruf superskrip yang berbeda pada hari yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
Uji Duncan
Perlakuan N Rata-rata
K (0 ppm) 2 91,6650a
A ( 0,003 ppm) 2 70,0000ab
B (0,008 ppm) 2 30,0000b
*huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
Lampiran 4. Analisis ragam bobot rata-rata (g/ekor) ikan nila pada akhir
penelitian
Uji Duncan
Perlakuan N Rata-rata
K (0 ppm) 3 1,03a
A ( 0,003 ppm) 3 0,08a
B (0,008 ppm) 3 -1,70b
*huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
25
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Januari 1989 di Waingapu, Sumba timur
dari orang tua bernama Ismail Surdi dan Siti Jedia. Penulis adalah anak pertama
dari dua bersaudara. Penulis menikah dengan Muhammad As’ad pada tahun 2015
dan telah dikaruniai putri kembar, Kanita Delphi Afiqa dan Kaniya Delphi Afiqa.
Pendidikan formal yang pernah dilalui penulis adalah SDN 1 Waingapu
(lulus tahun 2000), SMPN 2 Waingapu (lulus tahun 2003), dan SMAN 1
Waingapu (lulus tahun 2006). Penulis menempuh pendidikan sarjana pada
Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas
Nusa Cendana tahun 2006 dan lulus pada tahun 2010. Selanjutnya, pada tahun
2013 penulis melanjutkan studinya dengan menempuh Program Magister pada
program studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Program Magister ditempuh melalui Beasiswa Unggulan yang diberikan oleh
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI), Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (KEMENDIKBUD).
Artikel yang berjudul Toksisitas Moluskisida Fentin Asetat terhadap
Karakteristik Hematologi dan Pertumbuhan Ikan Nila (Oreochromis sp.) telah
lolos penelaahan awal dan sedang dalam proses review di Jurnal Iktiologi
Indonesia.