Anda di halaman 1dari 40

PENINGKATAN RESPONS FISIOLOGIS DAN SINTASAN

BENIH IKAN BOTIA Chromobotia macracanthus MELALUI


PAKAN YANG DITAMBAH GLUTAMIN BEBAS

SITI MURNIASIH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peningkatan Respons


Fisiologis dan Sintasan Benih Ikan Botia Chromobotia macracanthus Melalui
Pakan yang Ditambah Glutamin Bebas adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2019

Siti Murniasih
NIM C151160231
RINGKASAN

SITI MURNIASIH. Peningkatan Respons Fisiologis dan Sintasan Benih Ikan


Botia Chromobotia macracanthus Melalui Pakan yang Ditambah Glutamin
Bebas. Dibimbing oleh DEDI JUSADI, MIA SETIAWATI dan SRI NURYATI.

Chromobotia macracanthus atau yang lebih dikenal dengan clown loach


adalah ikan endemik Indonesia dan salah satu komoditas utama dalam
perdagangan ikan hias internasional. Tantangan dalam budidaya ikan hias botia
adalah bagaimana menghasilkan ikan hias yang sehat dan tahan terhadap stres
serta menghasilkan jumlah ikan yang banyak sehingga dapat memenuhi
kebutuhan ekspor. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan upaya
peningkatan respons fisiologis yang mendukung status kesehatan dan sintasan
ikan hias botia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui perbaikan
nutrisi dengan penambahan glutamin bebas. Suplementasi glutamin pada pakan
telah terbukti meningkatkan respons imun dan modulasi stres pada berbagai jenis
ikan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penambahan
glutamin bebas dengan beberapa level dosis pada pakan terhadap respons
fisiologis dan sintasan benih ikan botia.
Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri atas empat
perlakuan pakan dengan enam ulangan. Pakan perlakuan berupa pakan pasta
dengan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 0, 1, 2 dan 3%. Pakan dibuat
isonitrogen dengan penyesuaian level glisin. Pakan diujikan pada benih ikan botia
umur 40 hari dengan panjang rata-rata 2.4±0.04 cm. Benih dipelihara dalam
akuarium berukuran 40 x 30 x 30 cm3 sebanyak 24 unit dengan padat tebar 50
ekor per akuarium. Pakan perlakuan diberikan selama 60 hari dengan frekuensi
pemberian empat kali sehari secara at satiation. Parameter yang diamati meliputi
konsentrasi glutamin usus, morfometri vili dan usus, aktivitas protease usus,
sintasan, aktivitas superoxide dismutase (SOD), malondialdehyde (MDA)
efisiensi pakan, retensi nutrien dan pertumbuhan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan glutamin bebas 1-3%
meningkatkan konsentrasi glutamin bebas di usus (22,89±1,32 nmol mL-1)
mengindikasikan glutamin bebas dapat diserap dengan baik. Dengan penambahan
glutamin menyediakan energi lebih banyak untuk proliferasi enterosit sehingga
meningkatkan ukuran panjang vili (320,44±10,39 µm) dan luas permukaan vili
(27-046,79±250,54 µm2). Peningkatan morfometri vili menyebabkan luas
penyerapan makanan bertambah dan mendorong peningkatan fungsi usus
khususnya dalam mencerna protein yang dibuktikan dengan peningkatan aktivitas
enzim protease (13,57±1,92 unit mg protein-1). Peningkatan kapasitas pencernaan
protein menyebabkan peluang besar untuk pembentukan sel-sel baru baik enterosit
maupun limfosit dari protein yang tercerna. Di samping itu penambahan glutamin
bebas menyebabkan peningkatan aktivitas antioksidan SOD (0,82±0,07 unit mg
protein-1) dan diduga memacu sintesis molekul antioksidan glutathione (GSH).
Oleh karena itu kemampuan eliminasi reactive species oxygen (ROS) yang
dihasilkan selama metabolisme juga meningkat. Peningkatan kapasitas
antioksidan melindungi sel-sel khususnya limfosit dan enterosit dari stres
oksidatif dan mencegah kerusakan sel tersebut. Hal ini dapat dilihat dari
penurunan signifikan kadar MDA yang merupakan indikator stres oksidatif,
hingga 0,25±0,02 nmol mg protein-1. Mekanisme SOD dalam eliminasi ROS
adalah dengan mengkatalisis pemutusan dua molekul anion superoksida (O2-)
menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan molekul oksigen (O2), sehingga
mengurangi potensi bahaya anion superoksida. Dengan demikian senyawa
tersebut menjadi kurang reaktif terhadap senyawa target seperti lipid, menurunkan
stres oksidatif yang pada akhirnya menurunkan kadar MDA.
Potensi pembentukan sel-sel enterosit dan limfosit serta terlindunginya sel-
sel tersebut dari kerusakan meningkatkan fungsi usus dalam penyerapan ion,
makanan dan proteksi terhadap patogen. Hal ini berdampak terhadap kesehatan
usus yang memengaruhi tingkat kesehatan ikan, sehingga sintasan pada penelitian
ini meningkat (97,00±1,00%).
Penambahan glutamin bebas pada pakan benih ikan botia lebih efektif untuk
fungsi fisiologis sehingga tidak berpengaruh terhadap morfometri usus, efisiensi
pakan, retensi nutrien dan pertumbuhan. Hal ini diduga karena tingkat
pengangkutan glutamin bebas ke dalam plasma rendah, mengindikasikan tingkat
ekstraksi yang tinggi pada sel-sel usus, sehingga lebih efektif mendukung fungsi
sel usus. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa penambahan
glutamin bebas dapat meningkatkan respons fisiologis dan sintasan ikan botia.

Kata kunci: benih botia, fisiologis, glutamin bebas, sintasan


SUMMARY

SITI MURNIASIH. Improvement of Physiological Response and Survival Rate of


Clown Loach Chromobotia macracanthus by Dietary Free glutamine
Supplementation. Supervised by DEDI JUSADI, MIA SETIAWATI and SRI
NURYATI.

Clown loach (botia) Chromobotia macracanthus is one of Indonesian


endemic species. It is a key species for ornamental aquaculture. The challenge in
ornamental fish culture are how to produce of healthy fish with highly tolerance of
stress and high quantity in order to adequate export demand. Therefore, it needs
improvement health status and survival rate through nutrients approach by
supplementastion of free glutamine in diet. Dietary supplementation of glutamine
has improved immune response and stres modulation in farm animals. In Fish,
supplementation glutamine in diet was reported to increase intestine health,
structure and function, maintenance normal intestinal physiology, increase
survival rate, enhance feed efficiency, enzymatic antioxidant capacity and growth
rate. The aim of the present study was to evaluate free glutamine supplementation
at different doses in diet to increase physiological response, and survival rate of
clown loach.
The study used completely randomized design. Four isonitrogenous
experimental diets contained four different free glutamine levels: 0, 1, 2 and 3%.
These diets were fed to six replicate groups of 50 fish with average body length
2.4±0.04 cm were stocked in each aquarium (40 x 30 x 30 cm3) for 60 days.
During experiment period, fish were fed test diets at satiation four times a day.
Observed research paramaters include intestine glutamine consentration, villous
and intestine morphometry, intestine protease activity, survival rate, superoxide
dismutase (SOD), level of malondialdehyde (MDA), feed efficiency, nutrients
retention, and growth performance.
The results showed that supplementation 1-3% of free glutamine increased
intestinal glutamine concentration (22.89±1.32nMol mL-1) indicating free
glutamine could be absorbed properly. Supplementation of free glutamine
provides more energy for enterocyte proliferation thereby increasing villous
length (320.44±10.39 µm) and villous surface area (27 046.79±250.54 µm2).
The improvement in villous morphometry caused the increase in the
absorption of nutrients and stimulated improvement of intestinal function,
especially in digesting protein which is indicated by increasing of protease
enzyme activity (13.57 ± 1.92 units mg protein-1). Increased digestive capacity of
proteins promoted the formation of new cells both enterocytes and lymphocytes
from digested proteins. In addition, supplementation of free glutamine caused an
increase in SOD antioxidant activity (0.82± 0.07 units mg protein-1) and stimulate
the synthesis of glutathione (GSH) as antioxidant molecules. Therefore the
capacity to eliminate reactive oxygen species (ROS) which are produced during
metabolism also increased. The improvement of antioxidant capacity protects
cells, especially lymphocytes and enterocytes from oxidative stress and prevents
cells from damages. It were indicated by a significant decrease in MDA levels
which is an indicator of oxidative stress reached 0.25±0.02 nmol mg protein-1
corresponding with dosage of free glutamine supplementation The SOD
mechanism in eliminating ROS is by catalyzing the breakdown of two superoxide
(O2-) anions into hydrogen peroxide (H2O2) and oxygen (O2) molecules, thereby
reducing the potential danger of superoxide anions. Thus the compound becomes
less reactive to target compounds such as lipids, reducing oxidative stress which
decreased MDA levels.
The potential for the formation of enterocyte and lymphocyte and the
protection of these cells from damage increased intestinal function in the
absorption nutriens, ions and protection against pathogens. This has an impact on
intestinal health which affects fish healthy, so the survival rate in this study
increased (97.00 ± 1.00%).
Dietary of free glutamine supplementation is more effective for
physiological functions of clown loach juvenile and it has not affected intestinal
morphometry, feed efficiency, nutrient retention and growth performance. This is
presumably because the transport rate of free glutamine into the plasma is low,
indicating a high extraction rate in intestinal cells, so that more effective in
supporting intestinal cell function. Based on the results of this study, it can be
concluded that the supplementation of free glutamine significantly increased the
physiological response and survival rate of clown loach.

Keywords: clown loach, free glutamine, physiological responsse, survival rate


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2019
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENINGKATAN RESPONS FISIOLOGIS DAN SINTASAN
BENIH IKAN BOTIA Chromobotia macracanthus MELALUI
PAKAN YANG DITAMBAH GLUTAMIN BEBAS

SITI MURNIASIH

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Widanarni, MSi
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
yang berjudul Peningkatan Respons Fisiologis dan Sintasan Ikan Botia
Chromobotia macracanthus melalui Pakan yang ditambah Glutamin Bebas,
diawali dengan pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret-
November 2018.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Dedi Jusadi, Dr Mia Setiawati dan
Dr Sri Nuryati selaku pembimbing yang telah mencurahkan waktu, memberikan
bimbingan, arahan, masukan, saran dan semangat sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Prof Dr Widanarni
sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Riset Budidaya Ikan hias
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk tugas belajar, beserta
seluruh anggota Kelompok Peneliti bidang nutrisi dan tim produksi ikan botia
yang telah memberikan dukungan dan bantuan pelaksanaan penelitian. Tak lupa
penulis sampaikan terima kasih kepada Pusat Pendidikan Kementerian Kelautan
dan Perikanan yang telah memberikan beasiswa dan biaya penelitian selama
menempuh pendidikan. Terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan
kakak-kakak tercinta beserta seluruh keluarga atas segala doa, cinta dan kasih
sayangnya serta rekan-rekan AKU 2016 atas kebersamaan dan semangatnya.
Penulis berharap, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua yang
membaca dan dapat turut berkontribusi bagi perkembangan ilmu dan
pengetahuan.

Bogor, Juli 2019

Siti Murniasih
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Hipotesis 2
2 METODE 3
Waktu dan Tempat 3
Rancangan Penelitian 3
Pakan Uji 3
Pemeliharaan Ikan dan Pemberian Pakan 4
Pengambilan dan Preparasi Sampel 5
Parameter Uji 6
Analisis Data 8
3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Hasil 9
Pembahasan 13
4 SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 19
RIWAYAT HIDUP 26
DAFTAR TABEL
1 Pakan uji dan hasil analisis proksimat 3
2 Hasil analisis asam amino pakan uji (% jumlah pakan) 4
3 Parameter kualitas air selama pemeliharaan 5
4 Morfometri vili benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan
glutamin bebas berbeda selama 60 hari 10
5 Morfometri usus benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan
glutamin bebas berbeda selama 60 hari 10
6 Kinerja pertumbuhan benih ikan botia dengan perlakuan dosis
penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari 12

DAFTAR GAMBAR
1 Pengukuran morfometri vili 6
2 Konsentrasi L-Gln usus ikan botia pada akhir pemeliharaan dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 9
3 Potongan melintang usus benih ikan botia pada akhir pemeliharaan
dengan perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 9
4 Aktivitas enzim protease usus benih ikan botia dengan perlakuan dosis
penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari 11
5 Sintasan benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan glutamin
bebas berbeda selama 60 hari 11
6 Aktivitas SOD dan Kadar MDA benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari 12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur analisis konsentrasi glutamin bebas pada usus benih ikan botia
dengan perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 20
2 Prosedur pembuatan preparat histologi usus benih ikan botia dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 21
3 Prosedur analisis enzim protease pada usus benih ikan botia dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 22
4 Prosedur analisis aktivitas SOD benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda 23
5 Prosedur analisis kadar MDA benih ikan botia dengan perlakuan dosis
penambahan glutamin bebas berbeda 24
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Botia (Chromobotia macracanthus) atau lebih dikenal dengan clown loach


adalah salah satu jenis ikan hias air tawar endemik Indonesia dengan wilayah
distribusi perairan sungai di Sumatera dan Kalimantan (Kottelat 2013). Ikan botia
merupakan komoditas utama dalam perdagangan ikan hias air tawar internasional.
Ekspor ikan hias botia selama ini dipenuhi dari ikan hasil tangkapan alam dan
budidaya (Evers et al. 2019). Aktifitas penangkapan ikan botia di alam yang
cukup besar 20-50 juta benih per tahun dapat mengancam kelestariannya,
meskipun status kepunahan terkini untuk jenis ini tidak diketahui (Slembrouck et
al. 2012). Dengan demikian, upaya budidaya ikan botia penting dilakukan
mengingat distribusinya yang endemik serta adanya regulasi yang membatasi
perdagangan ikan hias tangkapan alam. Tantangan dalam budidaya ikan hias botia
adalah bagaimana menghasilkan ikan yang sehat dan tahan terhadap stres serta
dalam jumlah yang banyak (sintasan tinggi). Oleh karena itu perlu upaya
peningkatan respons fisiologis yang mendukung status kesehatan ikan sehingga
menghasilkan sintasan yang tinggi. Upaya tersebut salah satunya adalah dengan
menjaga kesehatan usus ikan.
Epitel usus adalah tempat penyerapan nutrien, air dan ion serta berperan
dalam melindungi organisme melawan agen berbahaya dalam usus. Enterosit
dalam usus rentan oleh serangan reactive oxygen species (ROS) yang berasal dari
pakan dan metabolisme seluler (Lokesh et al. 2012). ROS dapat memicu
kerusakan lipid yang menghasilkan metabolit malondialdehyde (MDA). Menurut
Jiang et al. (2009) integritas sel-sel usus dan mekanisme penyerapan penting
untuk meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan ikan. Salah satu nutrien yang
berperan dalam menjaga struktur dan fungsi usus adalah glutamin. Glutamin
adalah salah satu jenis asam amino bebas yang melimpah di dalam plasma dan
otot (Wu et al. 2011). Glutamin berperan penting sebagai mediator dalam
sejumlah proses metabolisme dan sebagai regulator proses fisiologis penting.
Glutamin mengatur tekanan osmotik dengan menjaga keseimbangan ion asam
basa dan glutamin plasma (Cruzat dan Tirapegui, 2009). Glutamin adalah nutrien
penting bagi enterosit yang menjaga integritas mukosa pada ikan chanel catfish
(Pohlenz et al. 2012) serta nutrien esensial yang dapat memacu perkembangan
vili (Yu et al. 2016) dan pertumbuhan usus (Rifai 2015). Glutamin juga berperan
sebagai prekursor glutathione yang merupakan molekul antioksidan penting
(Cheng et al. 2011) serta dapat menurunkan tingkat kerusakan oksidatif protein di
dalam enterosit (Hu et al. 2014).
Glutamin terdapat dalam bentuk bebas (L-glutamin) dan dipeptida seperti
alanyl-glutamin dan glysil-glutamin. Penambahan glutamin dalam bentuk bebas
maupun dipeptida dapat meningkatkan respons fisiologis, sintasan dan status
kesehatan ikan serta kinerja pertumbuhan. Penambahan glutamin bebas 0.5-2%
dapat meningkatkan kemampuan antioksidan enzimatik dan resistensi stres larva
tongue sole serta menghasilkan sintasan maksimal pada dosis 0.5% (Liu et al.
2015). Wang et al. (2011) melaporkan bahwa penambahan serta alanyl-glutamin
0.5-1.0% dalam pakan terbukti meningkatkan fungsi fisiologi dan larva sturgeon,
2

meningkatkan sintasan dan kapasitas antioksidan melalui peningkatan aktivitas


enzim superoxide dismutase (SOD) dan secara signifikan menurunkan kadar
malondialdehyde (MDA). Suplementasi pakan baik dengan 0.9-1.2% glutamin
bebas maupun 1% alanyl-glutamin meningkatkan sistem pertahanan antioksidan
dan respons imun non spesifik pada benih hibrid sturgeon (Zhu et al. 2011).
Pakan dengan penambahan glutamin bebas hingga 2% meningkatkan bobot tubuh,
efisiensi pakan, bobot usus, struktur histologi dan aktivitas enzim pencernaan,
retensi protein pada ikan jian carp (Lin dan Zhou 2006), red drum (Cheng et al.
2011), gurame (Andriani et al. 2018). Berdasarkan pentingnya glutamin dalam
fisiologi, pertumbuhan serta kesehatan ikan, serta kemudahan dalam memperoleh
glutamin bebas, maka perlu dicoba aplikasi penambahan glutamin bebas pada
pakan ikan botia.

Perumusan Masalah

Tantangan dalam budidaya ikan botia adalah menghasilkan ikan yang sehat
dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu perlu upaya peningkatan respons
fisiologis yang mendukung status kesehatan dan peningkatan sintasan dengan
menjaga struktur dan fungsi usus. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan perbaikan nutrisi melalui penambahan glutamin bebas. Penambahan
glutamin bebas diharapkan dapat menjaga integritas sel-sel usus, meningkatkan
kemampuan antioksidan, menambah panjang vili, memperluas area penyerapan
makanan, meningkatkan aktivitas enzim sehingga usus lebih efisien dalam
menjalankan fungsinya. Peningkatan respons fisiologis tersebut selanjutnya
diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan ikan yang berdampak pada
peningkatan sintasan benih ikan botia.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penambahan glutamin bebas


pada berbagai level dosis dalam pakan terhadap respons fisiologis dan sintasan
benih ikan botia (Chromobotia macracanthus).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini selain dapat menambah informasi peran glutamin bebas


dalam budidaya ikan hias juga diharapkan memberikan upaya alternatif dalam
meningkatkan produksi ikan botia.

Hipotesis

Penambahan glutamin bebas dengan dosis yang tepat pada pakan benih ikan
botia dapat meningkatakan respons fisiologis yang pada akhirnya meningkatkan
sintasan benih ikan botia.
3

2 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai November 2018.


Pemeliharaan ikan uji, analisis proksimat, analisis kualitas air, analisis enzim dan
antioksidan dilaksanakan di Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok, sedangkan
pembuatan preparat histologi usus dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Ikan,
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), yang terdiri


dari empat perlakuan dengan enam ulangan. Perlakuan pada penelitian ini berupa
dosis penambahan glutamin bebas (L-Gln) pada pakan yaitu 0%, 1%, 2% dan 3%.

Pakan Uji

Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dalam bentuk pasta dengan
kandungan protein 51% (Tabel 1). Pakan dibuat isonitrogen dengan penyesuaian
level glisin dan glutamin bebas. Glisin dipilih karena tidak berperan sebagai
prekursor glutamin dalam metabolismenya dan mempunyai struktur paling
sederhana (Liu et al. 2015). Glutamin yang ditambahkan berupa glutamin bebas
(L-Gln) produk komersial dari Gluta Pure, dengan tingkat kemurnian 99%.

Tabel 1 Pakan uji dan hasil analisis proksimat


Dosis penambahan glutamin bebas
Komposisi (%)
0% 1% 2% 3%
Pakan komersial 100.00 100.00 100.00 100.00
L-Gln 0.00 1.00 2.00 3.00
Glisin 3.00 2.00 1.00 0.00
Analisa proksimat (% bobot kering)
Kadar air 5.90 6.00 6.10 6.10
Protein 51.41 51.53 51.82 51.85
Lemak 6.06 5.96 6.28 5.86
Serat kasar 2.23 3.19 1.70 1.92
Kadar abu 13.92 14.47 14.16 15.02
BETN 26.38 24.85 26.02 25.35
GE (kkal 100 g-1) 452.99 446.47 455.98 449.40
C/P 8.81 8.66 8.80 8.67
Keterangan: BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen, GE = gross energy 1 g protein = 5.6 kkal GE,
1 g karbohidrat/BETN = 4.1 kkal GE, 1 g lemak = 9.4 kkal GE (Watanabe 1988), C/P:
perbandingan rasio energi pakan dengan jumlah protein pakan
4

Glutamin bebas dan glisin ditimbang terlebih dahulu sesuai dosis, kemudian
pakan dicampurkan dan diaduk dengan menggunakan mixer. Pada saat akan
diberikan pada ikan, pakan ditimbang kemudian dibentuk pasta dengan
menambahkan air sebanyak 2 mL g-1 pakan. Profil asam amino pakan uji tersaji
pada Tabel 2. Kadar glutamin bebas pakan direpresentasikan dalam bentuk asam-
glutamat.

Tabel 2 Hasil analisis asam amino pakan uji (% jumlah pakan)


Dosis penambahan glutamin bebas
Asam amino Unit
0% 1% 2% 3%
L-Serin % 1.94 1.96 2.03 1.99
L-Asam glutamat % 6.05 6.56 7.6 8.08
L-Fenilalanin % 2.28 2.24 2.49 2.46
L-Isoleusin % 1.95 1.9 1.96 1.94
L-Valin % 2.29 2.24 2.33 2.3
L-Alanin % 2.74 2.47 2.58 2.53
L-Arginin % 3.22 3.01 3.34 3.34
Glisin % 6.04 4.84 3.9 2.98
L-Lisin % 3.55 3.28 3.81 3.63
L-Asam Aspartat % 3.86 3.64 3.82 3.62
L-Leusin % 3.61 3.48 3.66 3.65
L-Tirosin % 1.71 1.58 1.78 1.73
L-Prolin % 2.16 2.09 2.14 2.1
L-Threonin % 2.08 2.05 2.11 2.11
L-Histidin % 1.69 1.66 1.81 1.8

Pemeliharaan Ikan dan Pemberian Pakan

Benih ikan botia yang digunakan berumur 40 hari. Benih ditebar ke dalam
wadah pemeliharaan berupa akuarium ukuran 40 x 30 x 30 cm3 sebanyak 24 buah
dengan volume air 20 L. Akuarium ditempatkan dalam ruangan tertutup
(hatchery indoor) di Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok (Jawa Barat). Benih
dipelihara selama 60 hari dengan kepadatan 50 ekor setiap akuarium pada sistem
resirkulasi. Pakan uji diberikan secara satiasi sebanyak empat kali sehari pada
pukul 08.00, 12.00, 16.00 dan 20.00 WIB. Sebelum diberikan pakan uji, benih
diadaptasikan dengan pakan kontrol tanpa penambahan glutamin bebas dan atau
glisin selama 14 hari. Setiap 90 menit setelah pemberian pakan, sisa pakan
disipon, dikeringkan dan ditimbang untuk menghitung konsumsi pakan. Selama
pemeliharaan, kualitas air dijaga dengan penggantian air yang dilakukan setiap
tujuh hari sekali sebanyak 75%. Monitoring kualitas air dilakukan dengan
pengukuran parameter suhu setiap hari, kandungan oksigen terlarut (DO),
ammonia, pH dan nitrit pada awal, tengah dan akhir penelitian. Kualitas air
selama pemeliharaan masih layak dan mendukung budidaya ikan botia (Tabel 3).
5

Tabel 3 Parameter kualitas air selama pemeliharaan


Parameter satuan nilai standar sumber
o
Suhu C 27.8-28.0 24.0-30.0 SNI (2013)
-1
DO mgL 5.15-5.62 > 5.0 SNI (2013)
pH - 6.99-7.29 5.0-7.5 SNI (2013)
-1
Amonia mgL 0.75-0.91 <1.0 Legendre et al. (2012)
-1
Nitrit mgL 0.025-0.065 <0.1 Legendre et al. (2012)

Pengambilan dan Preparasi Sampel

Pada awal penelitian, benih botia umur 40 hari sebelum ditebar ke dalam
akuarium ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awalnya. Benih
dianestesi dengan phenoxy ethanol 30.0 ppm kemudian ditimbang bobotnya, lalu
ditempatkan di atas millimeter block difoto untuk pengukuran panjang. Hal yang
sama juga dilakukan pada akhir penelitian untuk mengetahui panjang akhir.
Sebelum dipanen benih dipuasakan selama 24 jam kemudian ditimbang dan
diukur panjangnya. Pembuatan preparat usus dilakukan dengan memilih tiga ekor
ikan yang berukuran 4 cm. Ikan yang telah dipilih dibedah dalam kondisi dingin,
diambil bagian usus lalu dimasukkan ke dalam larutan bouin untuk persiapan
proses fiksasi. Pengukuran panjang usus dan rasio dengan panjang tubuh
dilakukan dengan mengambil benih sebanyak 15 ekor dari masing-masing
ulangan secara acak. Benih diukur panjangnya, lalu dibedah dalam kondisi dingin,
dan diambil ususnya kemudian diukur. Selanjutnya sampel usus tersebut disimpan
dalam freezer -80 oC untuk analisa aktivitas enzim protease. Sampel usus setelah
ditimbang, dihomogenkan dengan menambahkan buffer dingin yang mengandung
Tris–HCL 50 mM, CaCl2 20 mM dengan pH 6.5 (1:10 w/v). Hasilnya kemudian
disentrifuse pada 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama 20 menit. Supernatan
kemudian disimpan dalam freezer -80 oC hingga pengukuran aktivitas enzim.
Preparasi sampel untuk analisa glutamin bebas dalam usus dilakuan dengan
cara mengambil sampel benih sebanyak lima ekor ikan yang kemudian dibedah
untuk diambil ususnya. Sampel usus kemudian dibilas dengan PBS dingin.
Sampel selanjutnya dilarutkan dalam buffer hidrolisis dingin 10x (vw-1). Sampel
dihomogenkan di atas es. Selanjutnya sampel disentrifuse selama 10 menit pada
suhu 4 oC dengan kecepatan 10.000 rpm. Setelah itu, supernatan dipindahkan ke
dalam tabung bersih, dan dijaga dalam kondisi dingin hingga siap untuk proses
analisis.
Lima ekor benih dari masing-masing ulangan dipilih secara acak untuk
sampel analisa antioksidan Superoxide dismutase (SOD) dan Malondialdehide
(MDA). Preparasi sampel untuk analisa SOD menggunakan PBS. Sampel ikan
ditimbang sebanyak 1-2 g kemudian ditambahkan PBS (1:2) dan dihomogenkan.
Selanjutnya sampel disentrifuse pada 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 oC.
Homogenat selanjutnya disimpan pada suhu -15 oC sampai saat akan diukur.
Preparasi sampel untuk analisa MDA dilakukan berdasarkan Singh et al. (2002).
Sampel ikan ditimbang sebanyak 0.5 g dan ditambahkan PBS pH 7.4 yang
mengandung KCl. Homogenat disnetrifuse 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama 20
menit. Supernatan kemudian disimpan pada suhu -80 oC sampai saat akan diukur.
6

Benih yang tersisa dibilas dengan akuades, dikeringkan dengan kertas saring dan
disimpan dalam freezer -20 oC untuk analisa proksimat.

Parameter Uji

Konsentrasi glutamin bebas (L-Gln) dalam usus


Pengukuran L-Gln dalam usus menggunakan Glutamine Colorimetric Assay
Kit (Lampiran 1) dari Abcam (Ab197011). Sampel yang telah siap dianalisis dan
standar masing-masing diambil dengan mikropipet sebanyak 40 µL lalu
ditempatkan ke dalam sumur-sumur plate. Selanjutnya ditambahkan 10 µL
hydrolysis mix. Kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Setelah
itu ditambahkan 50 µL glutamine reaction mix, lalu diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 60 menit. Selanjutnya diukur absorbasninya pada 450 nm. Pembacaan
serapan menggunakan Elisa Reader. Konsentrasi glutamin dinyatakan dalam
satuan nmol mL-1.

Morfometri usus dan vili


Pengamatan yang dilakukan terhadap usus meliputi panjang usus, rasio
panjang usus terhadap panjang tubuh, diameter usus, panjang/tinggi vili serta luas
permukaan vili. Pembuatan preparat histologi usus menggunakan pewarnaan
hematoxylin eosin (Lampiran 2). Pengamatan preparat histologi usus dilakukan
dengan menggunakan mikroskop Nikon eclipse E200 yang dilengkapi dengan
software Indomicroview untuk mengukur diameter usus dan panjang vili.
Pengukuran panjang vili dan perhitungan luas permukaan vili berdasarkan
metode yang dikembangkan oleh Iji et al. (2001) yaitu rata-rata basal vili
ditambah dengan rata-rata lebar vili apikal dibagi dengan dua kali rata-rata
panjang /tinggi vili.

Keterangan:
a = Panjang/tinggi vili
b = kedalaman kripta
c = lebar apikal vili
d = lebar basal vili

Gambar 1 Pengukuran morfometri vili (Iji et al. 2001)


7

Aktivitas enzim protease


Aktivitas protease dianalisa menggunakan metode Bergmeyer et al. (1983).
Kasein digunakan sebagai substrat dan tirosin sebagai standar. Kasein sebanyak
1.0 mL dan buffer phosphat 0.05 M 1.0 mL pH 7.0 ditambahkan ke dalam 0.2 mL
sampel ekstrak enzim, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit,
lalu ditambahkan 2.0 mL TCA 0.1 M dan diinkubasi kembali pada suhu 37 oC
selama 10 menit, selanjutnya disentrifuse 3500 rpm selama 10 menit, kemudian
ditambahkan 1.5 mL filtrat, 5.0 mL Na2C03 0.4 M dan 1.0 mL folin serta
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 20 menit. Penyerapan sampel dibaca pada
panjang gelombang 578 nm. Satu unit protease mengekspresikan 1 mM tirosin
yang dilepaskan oleh 1 g sampel per menit. Aktivitas enzim protease dinyatakan
dalam satuan unit mg protein-1(Lampiran 3).

Sintasan ikan
Sintasan ikan dihitung pada akhir masa pemeliharaan, dihitung berdasarkan
rumus:

Keterangan:
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir masa pemeliharaan
N0 = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan

Status antioksidan
Antioksidan yang diukur terdiri dari aktivitas Superoxide dismutase (SOD)
dan kadar Malondialdehyde (MDA) Aktivitas SOD diukur berdasarkan metoda
yang dikembangkan oleh Misra dan Fridovich (1972). Prinsip metode ini
berdasarkan kepada kemampuan SOD dalam menghambat autooksidasi epinefrin
menjadi adenokrom. Satu unit aktivitas SOD didefinisikan sebagai kemampuan
dari SOD untuk menghambat 50% autooksidasi epinefrin menjadi adenokrom
yang akan memberikan warna coklat muda pada panjang gelombang 480 nm.
Pengukuran serapan menggunakan spektrofotometer pada menit ke-1, 2, 3 dam 4
setelah penambahan epinefrin 0.003M. Satuan aktivitas SOD selanjutnya
dinyatakan dalam unit mg protein-1 setelah pengukuran konsentrasi protein terlarut
menggunakan NanoDrop (Lampiran 4).
Kadar MDA diukur mengikuti metode Singh et al. (2002). Standar yang
digunakan adalah TEP (1, 1, 3, 3-tetraetoksipropana). Larutan standar dibuat pada
berbagai konsentrasi untuk mendapatkan kurva standar. Larutan Standar dibuat
dengan mengencerkan larutan kerja 5µM TEP yang berasal dari larutan induk 2.5
mM TEP sebanyak 500 kali dengan air bebas ion. Kurva standar dibuat dengan
memplotkan nilai serapan (sumbu Y) dengan konsentrasi standar (sumbu x).
Kadar MDA sampel yang diperoleh dinyatakan dalam satuan nmol mg protein-1
(Lampiran 5).
8

Konsumsi dan efisiensi pakan serta retensi nutrien

Jumlah konsumsi pakan (JKP) setiap hari dihitung berdasarkan selisih pakan
yang diberikan dengan sisa pakan. Efisiensi pakan, retensi protein dan retensi
lemak dihitung berdasarkan rumus perhitungan Watanabe (1988) sebagai berikut:

( )

Keterangan:
EP = Efisiensi pakan (%)
Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (g)
W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (g)
Wd = Bobot rata-rata ikan yang mati selama masa pemeliharaan (g)
F = Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan (g)

Retensi nutrien protein dan lemak merupakan prosentase peningkatan


nutrien dalam tubuh ikan per unit nutrien yang dikonsumsi.

Kinerja pertumbuhan

Parameter pertumbuhan meliputi bobot rata-rata awal dan akhir, panjang


total awal dan akhir pemeliharaan serta laju pertumbuhan panjang harian. Panjang
total larva diukur menggunakan software image J. Laju pertumbuhan panjang
harian (LPPH) dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Keterangan:
LPPH = Laju pertumbuhan panjang harian (%)
Lt = Panjang total rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (cm)
L0 = Panjang total rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (cm)
t = waktu pemeliharaan (hari)

Analisis Data

Data konsentrasi glutamin bebas dalam usus dianalisa secara deskriptif.


Data morfometri usus dan vili, aktivitas protease, sintasan ikan, status antioksidan,
konsumsi pakan, efisiensi pakan, retensi nutrien, parameter kinerja pertumbuhan,
diuji statistik satu arah dengan analysis of variance (ANOVA) menggunakan
perangkat lunak SPSS versi 21. Perbedaan antar perlakuan diuji lanjut dengan
Duncan’s Multiple Range Test pada selang kepercayaan 95%.
9

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Pemberian pakan dengan penambahan glutamin bebas selama 60 hari


cenderung meningkatkan konsentrasi L-Gln di usus benih ikan botia hingga
22.89±1.32 nmol mL-1. Asupan glutamin bebas menunjukkan penyerapan yang
baik oleh usus. Pada ikan yang tidak diberi tambahan glutamin bebas
menunjukkan konsentrasi paling rendah (Gambar 2).

30.00
Konsentrasi L-Gln
(nmol mL-1)

20.00

10.00

0.00
0 1 2 3
Dosis penambahan glutamin bebas (%)

Gambar 2 Konsentrasi L-Gln usus ikan botia pada akhir pemeliharaan dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda

Gambaran histologi usus secara melintang memperlihatkan perbedaan


ukuran vili ikan botia masing-masing perlakuan pada akhir pemeliharaan (Gambar
3). Pada perlakuan pakan dengan penambahan glutamin bebas (dosis 1-3%)
menghasilkan vili yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan pakan tanpa
penambahan glutamin bebas (dosis 0%).

Keterangan: A= penambahan glutamin bebas 0%, B=penambahan glutamin bebas 1%,


C=penambahan glutamin bebas 2%, D=penambahan glutamin bebas 3%; V= vili
(perbesaran 6300X)
Gambar 3 Potongan melintang usus benih ikan botia pada akhir pemeliharaan
dengan perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda
10

Hasil pengukuran vili benih ikan botia yang diberi pakan dengan dosis
penambahan glutamin bebas berbeda disajikan pada Tabel 4. Penambahan
glutamin bebas dalam pakan memberikan pengaruh signifikan terhadap
morfometri vili baik panjang maupun luas area permukaan vili. Pakan yang
ditambah glutamin bebas 1% menyebabkan peningkatan panjang dan luas
permukaan vili benih ikan botia, namun peningkatan dosis 2-3% menyebabkan
panjang dan luas permukaan vili menurun dibandingkan perlakuan 1%.

TabelHasil pengukuran
4 Morfometri vilipanjang usus,botia
benih ikan diameter usus,
dengan rasio panjang
perlakuan usus dengan
dosis penambahan
panjang total benihbebas
glutamin ikan berbeda
botia disajikan
selama 60pada
hari Tabel 4. Penambahan glutamin
bebas 1% dalam pakan menghasilkan nilai morfometri usus yang maksimal,
Dosis penambahan Parameter
namun tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan. Penambahan glutamin 2 bebas
glutamin bebas PV (µm) LV (µm )
belum mampu mendukung peningkatan morfometri usus benih ikan botia.
0% 256.36±06.11a 20 352.23±414.36a
1% 320.44±10.39b 27 046.79±250.54c
2% 290.17±12.89ab 23 212.68±798.28b
3% 290.89±15.17ab 21 481.11±1751.18b
Keterangan: PV=panjang vili, LV= luas permukaan vili. Lampiran nilai yang tertera
merupakan nilai rata-rata dan standar deviasi. Huruf superskrip berbeda di
belakang nilai standar deviasi pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata (P<0.05)

Hasil pengukuran panjang usus, diameter usus, rasio panjang usus dengan
panjang total benih ikan botia disajikan pada Tabel 5. Penambahan glutamin
bebas 1% dalam pakan menghasilkan nilai morfometri usus yang panjang, namun
tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan (P>0.05). Penambahan glutamin
bebas belum mampu mendukung peningkatan morfometri usus benih ikan botia.

Tabel 5 Morfometri usus benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan
glutamin bebas berbeda selama 60 hari
Dosis
Parameter
penambahan
glutamin
bebas PU (cm) PT (cm) PU/PT DU (µm)
0% 2.12 ± 0.04 4.25 ± 0.04 0.45 ± 0.02 1 387.95 ± 22.96a
a a a

1% 2.27 ± 0.07a 4.38 ± 0.05a 0.52 ± 0.02a 1 473.60 ± 41.14a


2% 2.19 ± 0.08a 4.27 ± 0.10a 0.51 ± 0.01a 1 321.26 ± 8.94a
3% 2.19 ± 0.04a 4.38 ± 0.03a 0.50 ± 0.01a 1 384.76 ± 55.83a
Keterangan: PU=panjang usus, PT=panjang total; PU/PT= rasio panjang usus/panjang total,
DU=diameter usus Lampiran nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata dan standar
deviasi. Huruf superskrip sama di belakang nilai standar deviasi pada kolom yang
sama menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05)
Penambahan glutamin bebas dalam pakan memberikan pengaruh signifikan
terhadap aktivitas protease usus benih ikan botia (Gambar 4). Penambahan
glutamin bebas 1-3% meningkatkan aktivitas protease usus hingga mencapai dua
kali lipat (13.57±1.92 unit mg protein-1) dibandingkan kontrol (P<0.05).
11

Keterangan: huruf berbeda di atas garis standar deviasi menunjukkan pengaruh berbeda
nyata (p<0.05)

Gambar 4 Aktivitas enzim protease usus benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari
Konsumsi pakan yang ditambah glutamin bebas mampu meningkatkan
respons imun ikan dan resistensi stres sehingga sintasan ikan meningkat 96-97%
dibandingkan kontrol yang hanya mencapai 90% (Gambar 5).

Keterangan: huruf berbeda di atas garis standar deviasi menunjukkan pengaruh berbeda
nyata (p<0.05)
Gambar 5 Sintasan benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan
glutamin bebas berbeda selama 60 hari

Penambahan glutamin bebas dalam pakan terbukti meningkatkan


kemampuan antioksidan enzimatik yang ditandai dengan peningkatan aktivitas
SOD (Gambar 6). Benih yang mengkonsumsi pakan dengan penambahan
glutamin bebas 2% mempunyai aktivitas SOD lebih tinggi (0.82±0.07 unit mg
protein-1). Konsumsi pakan yang ditambah glutamin bebas menyebabkan
perubahan signifikan terhadap kadar MDA tubuh ikan botia. Seiring dengan
peningkatan dosis penambahan glutamin bebas, kadar MDA yang dihasilkan
semakin menurun. Kadar MDA paling rendah (0.25±0.02 nmol mg protein-1)
terdapat pada perlakuan 3% (P<0.05).
12

Keterangan: huruf berbeda di atas garis standar deviasi menunjukkan pengaruh berbeda
nyata (p<0.05)

Gambar 6 Aktivitas SOD dan Kadar MDA benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari

Hasil pengamatan kinerja pertumbuhan benih ikan botia yang diberi pakan
dengan dosis penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari disajikan pada
Tabel 6. Penambahan glutamin bebas tidak memberikan pengaruh signifikan
terhadap bobot rata-rata akhir dan panjang rata-rata akhir. Nilai efisiensi pakan,
retensi protein dan retensi lemak juga menunjukkan belum mampu ditingkatkan
dengan penambahan glutamin bebas.
Tabel 6 Kinerja pertumbuhan benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan
glutamin bebas berbeda selama 60 hari
Dosis penambahan glutamin bebas
Parameter
0% 1% 2% 3%
a a a
Wo (g) 0.22±0.03 0.21±0.03 0.21±0.04 0.22±0.03a
a a a
Wt (g) 0.92±0.06 0.94±0.15 0.92±0.06 0.96±0.15a
a a a
Po (cm) 2.42±0.07 2.45±0.07 2.39±0.04 2.36±0.05a
Pt (cm) 4.00±0.17a 4.07±0.23a 4.00±0.05a 4.06±0.19a
a a a
LPPH (%) 0.85±0.03 0.89±0.04 0.89±0.03 0.91±0.02a
JKP (g individu-1) 4.58±0.06a 4.41±0.06a 4.34±0.06a 4.29±0.10a
a a a
EP (%) 23.09±1.06 21.65±2.87 23.15±1.84 21.65±6.40a
RP (%) 7.61±0.22 a 7.96±0.45 a 6.80±1.26a 7.09±1.18a
a a a
RL (%) 34.84 ±7.52 36.06±8.13 35.88±7.65 35.86±2.73a
Keterangan: Wo=bobot rata-rata ikan awal, Wt=bobot rata-rata ikan akhir, Po=panjang ikan awal,
Pt=panjang ikan akhir, LPPH: laju pertumbuhan panjang harian, JKP=jumlah konsumsi
pakan, EP=efisiensi pakan, RP=retensi protein, RL=retensi lemak. Lampiran nilai yang
tertera merupakan nilai rata-rata dan standar deviasi. Huruf superskrip sama di belakang
nilai standar deviasi pada baris yang sama menunjukan pengaruh yang tidak berbeda
nyata (P>0.05)
13

Pembahasan

Glutamin merupakan asam amino yang melimpah dalam cairan tubuh dan
otot dengan tingkat pergantian melebihi asam amino yang lain (Wu et al. 2011).
Walau demikian, organ utama yang memanfaatkan glutamin adalah usus,
sehingga metabolisme glutamin yang diserap lebih banyak di dalam usus (Kim
dan Kim 2017). Pada saat dibutuhkan glutamin dalam plasma diserap oleh sel-sel
usus ketika melewati organ ini. Usus bersaing dengan jaringan lain dalam
memperoleh glutamin dari cadangan dalam tubuh dan asupan pakan. Wu et al.
2011 menyatakan bahwa glutamin merupakan sumber energi untuk pembelahan
sel-sel, seperti limfosit, enterosit dan sel mukosa usus. Glutamin dikatabolisme
oleh enterosit usus untuk pertahanan integritas dan fungsi usus. Selain itu,
glutamin juga memacu proliferasi enterosit pada ikan sebagaimana dikemukakan
oleh Jiang et al. (2009). Proliferasi dan migrasi membutuhkan ketersediaan energi
dan nutrien yang besar.
Glutamin bebas yang ditambahkan pada pakan benih ikan botia dapat
diserap dengan baik oleh enterosit sehingga meningkatkan konsentrasi glutamin
bebas di usus (Gambar 2). Peningkatan jumlah glutamin bebas meningkatkan
ketersediaan energi untuk proliferasi enterosit, memacu perkembangan enterosit
sehingga menyebabkan perkembangan vili. Hal ini dibuktikan dengan
peningkatan ukuran panjang dan luas permukaan vili pada benih ikan botia yang
diberi pakan dengan penambahan glutamin bebas (Gambar 3 dan Tabel 4).
Perubahan morfometri vili pada penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Xu
et al. (2014) yang melaporkan perubahan signifikan jumlah dan tinggi lipatan usus
pada ikan mirror carp. Peningkatan ukuran vili seiring dengan penambahan level
alanin-glutamin dari 7.5 sampai dengan 15.0 g/kg pakan (0.75-1.5%).
Meskipun terjadi perubahan ukuran vili dengan penambahan glutamin
bebas tetapi tidak disertai perubahan ukuran panjang usus dan rasio panjang usus
(Tabel 5). Kondisi ini berbeda dengan penelitian Rifai (2015) yang menunjukkan
perubahan panjang usus ikan nila seiring dengan penambahan dosis glutamin.
Perubahan panjang usus tersebut menyebabkan rasio panjang usus dengan panjang
total meningkat 3.96 kali panjang total. Pada ikan red drum suplementasi 2%
glutamin menghasilkan rasio panjang usus paling besar dan meningkatkan ukuran
mikrovili dan enterosit (Cheng et al. 2012). Hal ini dapat terjadi karena perbedaan
jenis ikan, sehingga menyebabkan perbedaan metabolisme glutamin dalam tubuh.
Peningkatan morfometri vili menyebabkan luas penyerapan makanan
bertambah dan meningkatkan fungsi usus khususnya dalam mencerna protein. Hal
ini dibuktikan dengan peningkatan aktivitas protease (Gambar 4). Penambahan
glutamin bebas sebesar 1% pada pakan sudah mampu meningkatkan aktivitas
protease. Hal serupa ditemukan pada penelitian Xu et al. (2014), penambahan
glutamin hingga 15 g kg-1 pakan (1.5%) meningkatkan aktivitas protease ikan mas
(Cyprinus carpio L). Hasil penelitian Lin dan Zhou (2006) juga menunjukan
peningkatan aktivitas protease pada usus benih ikan Cyprinus carpio var. Jian
seiring dengan tingkat penambahan glutamin dari 0.4-1.2%.
Peningkatan kemampuan mencerna protein pada benih botia menyebabkan
peningkatan jumlah protein yang dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber
energi maupun bahan baku pembentukan sel atau jaringan baru khususnya pada
usus. Pembentukan sel-sel baru terutama yang berperan dalam kesehatan usus
14

(limfosit) menyebabkan peningkatan respon imun nonspesifik sehingga sintasan


meningkat (Gambar 5). Respon imun non spesifik menyiapkan perlindungan
terhadap patogen melalui peningkatan fagositosis (Cheng et al. 2011). Pengaruh
positif penambahan glutamin bebas terhadap sintasan ikan juga terjadi pada pada
larva Cynoglosus semilaevis (Liu et al. 2015), hibirid sturgeon (Wang et al. 2011),
ikan turbot (Zhang et al. 2017).
Peningkatan sintasan penelitian ini selain disebabkan oleh potensi
pembentukan sel-sel imun baru, diduga juga disebabkan oleh meningkatnya daya
tahan tubuh seiring dengan meningkatnya kemampuan antioksidan. Hal ini dapat
dilihat dari peningkatan aktivitas SOD seiring dengan penambahan glutamin
bebas yang diikuti dengan penurunan MDA sebagai produk peroksidasi lipid
(Gambar 6). Penambahan glutamin bebas meningkatkan aktivitas SOD dan
memacu sintesis GSH meningkatkan kapasitas eliminasi radikal bebas yang
dihasilkan dalam membran sel dan melindungi sel dari kerusakan (Shi et al. 2016).
Dengan demikian enterosit dan limfosit juga terlindungi dari kerusakan, sehingga
fungsi usus sebagai tempat pencernaan dan proteksi terhadap patogen terjaga
dengan baik. Dengan meningkatnya aktivitas SOD dan sintesis GSH maka
berpotensi mengurangi ROS dan menurunkan kadar MDA. Peningkatan aktivitas
SOD dan penurunan MDA sebagai akibat konsumsi pakan dengan penambahan
glutamin bebas, ditemukan juga pada ikan sturgeon (Wang et al. 2011) dan mirror
carp (Xu et al. 2014).
SOD merupakan enzim antioksidan endogen paling kuat dalam sel yang
bertindak sebagai komponen sistem pertahanan garis depan terhadap senyawa
radikal bebas ROS (reactive oxygen species) yang dihasilkan selama metabolisme.
ROS dapat memengaruhi makromolekul seperti protein, karbohidrat dan lemak
serta dapat menyebabkan kerusakan oksidatif atau stress oksidatif (Kehrer dan
Klotz 2015). Ketika tingkat ROS mencapai di atas ambang batas, peningkatan
peroksidasi lipid terjadi baik pada sel maupun membran organel dan selanjutnya,
memengaruhi fungsi sel normal. Peroksidasi lipid memperparah stres oksidatif
melalui produksi radikal yang diturunkan dari lipid itu sendiri yang dapat bereaksi
dengan protein dan DNA dan menyebabkan kerusakan (Chen et al. 2009).
Peroksidasi lipid menghasilkan produk akhir MDA dalam jumlah tinggi, sehingga
sehingga dijadikan biomarker utama kerusakan oksidatif. Produksi ROS perlu
dikontrol agar tidak melebihi mekanisme pertahanannya sehingga tidak terjadi
stres oksidatif. Oleh karena itu dibutuhkan sistem pertahanan antioksidan baik
enzimatik maupun non enzimatik untuk mengatasi stres oksidatif.
Mekanisme pengaruh glutamin terhadap enzim antioksidan masih belum
diketahui. Namun dapat diduga glutamin meningkatkan ekspresi gen Nrf2 dengan
mengaktifkan NF-erythroid 2-related factor/antioxidant responsse element
(Nrf2/ARE) untuk menekan produksi ROS, meningkatkan GSH, meningkatkan
aktivitas SOD dan mencegah apoptosis di usus. SOD mengkatalisis pemutusan
dua molekul anion superoksida (O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan
molekul oksigen (O2), sehingga mengurangi potensi bahaya anion superoksida
(Ighodaro dan Akinloye 2018). Glutamin juga menyediakan glutamat sebagai
substrat untuk sintesis molekul antioksidan glutathione (GSH). Sebagai
antioksidan, GSH dapat bereaksi secara kimia dengan O2-, OH- dan H2O2. GSH
juga dapat melindungi makromolekul (protein, lipid, DNA) dengan bertindak
15

sebagai donor proton terhadap ROS atau radikal bebas organik menghasilkan
glutathione sulfida (GSSG) intraseluler (Chen et al. 2009)
Peningkatan morfometri vili dan aktivitas protease dalam penelitian ini
membuktikan adanya perbaikan kemampuan penyerapan makanan benih ikan
botia, namun demikian belum mampu memberikan pengaruh signifikan terhadap
efesiensi pakan, retensi protein dan lemak, parameter bobot dan panjang ikan
akhir, serta laju pertumbuhan panjang harian (Tabel 6). Nilai retensi lemak pada
semua level dosis lebih tinggi dibandingkan dengan nilai retensi protein. Hal ini
menunjukkan ikan lebih banyak memanfaatkan energi dari protein untuk
aktivitasnya, sehingga sedikit protein yang diretensi untuk pertumbuhannya.
Hasil penelitian Pohlenz et al. (2012) pada ikan channel catfish dan
penelitian Coutinho et al. (2016) pada ikan gilthead sea bream juga menunjukkan
tidak ada pengaruh penambahan glutamin bebas terhadap kinerja pertumbuhan.
Penelitian lainnya yang menggunakan glutamin dipeptida (alanyl-glutamin)
menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang signifikan pada ikan mirror carp
(Xu et al. 2014) dan larva sturgeon (Wang et al. 2011). Berdasarkan hasil
penelitian ini, penggunaan glutamin bebas pada benih ikan botia kurang efektif
untuk pertumbuhannya. Hal ini diduga karena tingkat pengangkutan glutamin
bebas ke dalam plasma yang rendah, mengindikasikan tingkat ekstraksi yang
tinggi pada sel-sel usus, sehingga lebih efektif mendukung fungsi sel usus (Harris
et al. 2012). Oleh karena glutamin dalam plasma sedikit jumlahnya, kebutuhan
glutamin oleh sel yang bergantung pada plasma dipenuhi dari pelepasan glutamin
otot yang menyebabkan penurunan cadangan glutamin otot (Cruzat et al. 2014)
sehingga tidak mencukupi untuk pertumbuhannya. Perbedaan fisiologis dalam
metabolisme glutamin di antara spesies ikan yang berbeda (Pohlenz et al. 2012,
Cheng et al. 2011), faktor lingkungan dan perkembangan stadia serta status
fisiologis maupun patologi diduga juga dapat memengaruhi efisiensi pemanfaatan
glutamin (Zhang et al. 2016).
Berdasarkan hasil penelitian ini, penambahan glutamin bebas pada pakan
memberikan efek positif terhadap fisiologis benih ikan botia dan berhasil
meningkatkan sintasan. Asupan glutamin bebas diserap oleh enterosit sehingga
meningkatkan konsentrasi glutamin bebas di usus dan selanjutnya dimanfaatkan
untuk proliferasi enterosit yang menyebabkan perkembangan vili. Peningkatan
ukuran vili, menambah luas area penyerapan memacu aktivitas enzim khususnya
protease sehingga kemampuan dalam mencerna protein meningkat. Peningkatan
kapasitas pencernaan protein menyebabkan peluang besar untuk pembentukan sel-
sel baru baik enterosit maupun limfosit dari protein yang tercerna. Selain itu
glutamin juga dimanfaatkan limfosit sebagai substrat energi sehingga mendukung
fungsi sel-sel tersebut dalam sistem respons imun nonspesifik. Di sisi lain,
penambahan glutamin bebas memacu peningkatan aktivitas antioksidan enzimatik
SOD dan sintesis molekul antioksidan GSH sehingga daya tahan tubuh meningkat.
Peningkatan SOD meningkatkan kapasitas dalam eliminasi radikal bebas (ROS)
yang dihasilkan dalam metabolisme sedangkan GSH melindungi sel dari serangan
ROS sehingga sel-sel khususnya enterosit dan limfosit terjaga dari kerusakan.
Peningkatan daya tahan tubuh dan peningkatan respons imun non spesifik
menyebabkan peningkatkan sintasan benih botia.
16

4 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian pakan dengan penambahan glutamin bebas dapat meningkatkan


respons fisiologis dan sintasan ikan botia.

Saran

Peningkatan produksi ikan botia dapat dilakukan melalui pemberian pakan


dengan penambahan glutamin bebas sebanyak 1%.

DAFTAR PUSTAKA
Andriani Y, Setiawati M, Sunarno MTD. 2018. Kecernaan pakan dan kinerja
pertumbuhan yuwana ikan gurami Osphronemus goramy Lacapede 1801
yang diberi pakan dengan penambahan glutamin. J Iktiol Indones 19(1):1-11
Bergmeyer HU, Grossl M, Walter HE. 1983. Reagents for enzymatic analysis. In:
Bergmeyer HU. 1983. Methods in enzymatic analysis. Weinheim. p 274-
275.
Chen J, Zhou XQ, Feng L, Liu Y, Jiang J. 2009. Effects of glutamine on hydrogen
peroxide-induced oxidative damage in intestinal epithelial cells of Jian carp
(Cyprinus carpio var. Jian). Aquaculture. 288: 285–289
Cheng ZY, Buentello A, Gatlin DM. 2011. Effects of dietary arginine and
glutamine on growth performance, immune responsses and intestinal
structure of red drum, Sciaenops ocellatus. Aquaculture. 319:247–252.
Cheng ZY, Gatlin DM, Buentello A. 2012. Dietary supplementation of arginine
and/orglutamine influences growth performance, immune responses and
intestinal morphology of hybrid striped bass (Morone chrysops × Morone
saxatilis). Aquaculture. 362: 39–43.
Coutinho F, Castro C, Rufino-Palomares E, Ordonez-Grande B, Gallardo MA,
Oliva-Teles A, Peres H. 2016. Dietary glutamine supplementation effects on
amino acid metabolism, intestinal nutrient absorption capacity and
antioxidant responsse of gilthead sea bream (Sparus aurata) juveniles.
Comp Biochem Physiol. A: Mol Integr Physiol. 191:9-17.
Cruzat VF, Bittencourt A, Scomazzon SP, Leite JSM, Bittencourt PIH, Tirapegui
J. 2014. Oral free and dipeptide forms of glutamine supplementation
attenuate oxidative stress and inflammation induced by endotoxemia.
Nutrition. 30:602-611.
Cruzat VF, Tirapegui J. 2009. Effect of oral supplementation with glutamine and
alanyl-glutamine on glutamine, glutamate and glutathione status in trained
rats and subjected to long duration exercise. Nutrition. 25:428-435.
Evers GH, Pinnegar JK, Taylor MI. 2019. Where are they all from? (Sources and
sustainability in the ornamental freshwater fish trade. J Fish Biol. 2019:1-8
17

Harris R, Hoffman JR, Allsopp A, Routledge NBH. 2012. L-glutamine absorption


is enhanced after ingestion of L-alanyl glutamine compared with the free
amino acid or wheat protein. Nutr Res. 32:272-277
Hu K, Feng L, Jiang W, Liu Y, Jiang J, Li S, Zhou, X. 2014. Oxidative damage
repair by glutamine in fish enterocytes. Fish Physiol. Biochem. 40: 1437–
1445.
Igodharo OM, Akinloye OA. 2018. First line defence antioxidants-superoxide
dismutase (SOD), catalase (CAT) and glutathione peroxidase (GPX): Their
fundamental role in the entire antioxidant defence grid. Alexandria J Med.
54: 287-293
Iji PA, Saki A, Tivey DR.2001. Body and intestinal growth of broiler chicks on
commercial starter diet.1.intestinal weight and mucosal development. Br
Poult Sci. 42:505-513
Jiang J, Zheng T, Zhou XQ, Liu Y, Feng L. 2009. Influence of glutamine and
vitamin E on growth and antioxidant capacity of fish enterocytes. Aquacult.
Nutr. 15:409-414.
Kehrer JP, Klotz LO. 2015 Free radicals and related reactive species as mediators
of injury and disease: implications for health. Critical review in Toxicology.
45(9):765-798.
Kim MH, Kim H. 2017. The roles of glutamine in the intestinal and its
implication in intestinal diseases. Int J. Mol. Sci. 18:1-15
Kottelat M. 2013. The fishes of the inland waters of Southeast Asia: A Catalogue
and core bibliography of the fishes known to occur in freshwaters,
mangroves and estuaries. Raffles Bulletin of Zoology. 27:1-663.
Legendre M, Satyani D, Subandiyah S, Sudarto, Pouyaud L, Baras E, Slembrouck
J. 2012. Biology and culture of the clown loach Chromobotia macracanthus
(Cypriniformes, Cobitidae): 1-Hormonal induced breeding, unusual latency
response, and egg production in two populations from Sumatra and Borneo
islands. Aquat Living Resour. 25:95-108.
Lin Y, Zhou XQ. 2006. Dietary glutamine supplementation improves structure
and function of intestine of juvenile Jian carp (Cyprinus carpio var. Jian).
Aquaculture. 256: 389–394.
Liu J, Mai K, Xu W, Zhang Y, Zhou H, Ai Q. 2015.Effects of dietary glutamine
on survival, growth performance, activities of digestive enzyme, antioxidant
status and hypoxia stress resistance of half-smooth tongue sole (Cynoglosus
semilaevis Gunther) post larvae. Aquaculture. 446:48-56.
Lokesh J, Fernandes JM, Korsnes K, Bergh O, Brinchmann MF, Kiron V. 2012.
Transcriptional regulation of cytokines in the intestine of atlantic cod fed
yeast derived mannan oligosaccharide o β‐ glucan and challenged with
Vibrio anguillarum. J Fish and Shellfish Immunology. 33(3):626–631.
Misra HP, Fridovich I. 1972. The role of superoxide anion in the autoxidation of
epinephrine and simple assay for superoxide dismutase. J. Biol. Chem.
247:3170-3175
Pohlenz C, Buentello A, Bakke AM, Gatlin DM. 2012. Free dietary glutamine
improves intestinal morphology and increases enterocyte migration rates,
but has limited effects on plasma amino acid profile and growth
performance of channel cat fish Ictalurus punctatus. Aquaculture 370-371:
32-39
18

Rifai M. 2015. Efektivitas penambahan glutamin pada pakan terhadap kinerja


pertumbuhan benih ikan nila merah Oreochromis niloticus. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2013. Ikan Hias Botia (Botia spp)-Syarat mutu
dan penanganan. SNI 7843-2013. Jakarta (ID): Badan Standardisasi
Nasional.
Shi L, Feng L, Jiang WD, Liu Y, Jiang J, Wu P, Zhou XQ. 2016. Immunity
decreases, antioxidant system damages and tight junction changes in the
intestine of grass carp (Ctenopharyngodon idella) during folic acid
deficiency: Regulation of nf‐ κb, nrf2 and mlck mRNA levels. J Fish and
Shellfish Immunology. 51:405–419.
Singh RP, Murthy KNC, Jayaprakasha GK. 2002. Studies on the antioxidant
activity of pomegranate (Punica granatum) peel and seed extracts using in
vitro models. J. Agric Food Chem. 50:81-86
Slembrouck J, Priyadi A, Permana A, Ginanjar R, Baras E, Satyani D, Sudarto,
Pouyaud L, Legendre M. 2012. Biology and culture of the clown loach
Chromobotia macracanthus (Cypriniformes, Cobitidae): 2-Importance of
water movement and temperature during egg incubation. Aquat Living
Resour. 25:109-118.
Wang CA, Xu QY, Xu H, Zhu Q, Yang JL, Sun DJ. 2011. Dietary L‐alanyl‐L‐
glutamine supplementation improves growth performance and physiological
function of hybrid sturgeon Acipenser schrenckii♀ × A. baerii♂. J Appl
Ichthyol. 27:727–732.
Watanabe T. 1988. Fish Nutrition and Mariculture. Tokyo (JP): Department of
Aquatic Bioscience, Tokyo University of Fisheries. 233 pp.
Wu G, Bazer FW, Johnson GA, Knabe DA, Burghardt RC, Spencer TE, Li
XL,Wang JJ. 2011. Triennial growth symposium: important roles for L-
glutamine in swine nutrition and production. J Anim Sci. 89: 2017–2030.
Xu H, Zhu Q, Wang C, Zhao Z, Luo L, Wang LS, Li J , Xu QY. 2014. Effect of
dietary alanyl-glutamine supplementation on growth performance,
development of intestinal tract, antioxidant status and plasma non-specific
immunity of young Mirror Carp (Cyprinus carpio). J NE Agric Univ. 21(4):
37-46.
Yu H, Gao Q, Dong S, Lan Y, Ye Z, Wen B. 2016. Regulation of dietary
glutamine on the growth, intestinal function, immunity and antioxidant
capacity of sea cucumber Apostichopus japonicus (Selenka). J Fish and
Shellfish Immunology. 50: 56-65.
Zhu Q, Xu QY, Xu H, Wang CA, Sun DJ, 2011. Dietary glutamine
supplementation improves tissue antioxidant status and serum non-specific
immunity of juvenile hybrid sturgeon (Acipenser schrenckii female × Huso
dauricus male). J. Appl. Ichthyol. 27:715–720.
Zhang K, Mai K, Xu W, Liufu Z, Zhang Y, Peng M, Chen J, Ai Q. 2017. Effects
of dietary arginine and glutamine on growth performance, nonspecific
immunity and disease resistance in relation to arginine catabolisme in
juvenile turbot (Scophthalmus maximus L.). Aquaculture. 468:246-254.
19

LAMPIRAN
20

Lampiran 1 Prosedur analisis konsentrasi glutamin bebas pada usus benih ikan
botia dengan perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda
A. Preparasi standar
1. Penyiapan standar glutamin 1 mM dengan melarutkan Standar Glutamine
sebanyak 10 µL dengan ddH2O
2. Penyiapan larutan standar untuk membuat kurva standar dengan
mengencerkan larutan standar sebagai berikut:
Standar Volume standar ddH2O Konsentrasi Gln
(µL) akhir
1 0 120 0 nMol/well
2 6 114 2 nMol/well
3 12 108 4 nMol/well
4 18 102 6 nMol/well
5 24 96 8 nMol/well
6 30 90 10 nMol/well

B. Preparasi sampel
1. Sampel ditimbang sebanyak 10-20 mg dan dimasukkan ke dalam tabung
mikro.
2. Sampel lalu dibilas dengan PBS dingin
3. Sampel kemudian ditambah Hydrolysis Buffer 10x (V/W) dan dihomogenkan
dengan pengadukan 10-15 kali di atas lempengan es
4. Sampel disentrifuse dengan kecepatan 10 000 rpm pada suhu 4 °C selama 10
menit
5. Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung yang bersih.

C. Deproteinisasi
1. Sampel ditambahkan PCA 4 M hingga konsentrasi menjadi 1M, lalu divortex.
2. Sampel diinkubasi dalam suhu dingin selama 5 menit.
3. Sampel disentrifuse pada 13 000 rpm pada suhu 4 °C selama 2 menit,
kemudian diambil supernatannya
4. Kelebihan PCA diendapkan dengan menambahkan KOH 2 M dengan jumlah
yang sama ke dalam supernatan yang diperoleh, lalu diaduk perlahan hingga
sampel dan endapan PCA netral sambil dicek pH nya dengan kertas pH. Nilai
pH harus sama degan 6.5-8
5. Selanjutnya sampel disentrifuse kembali 13 000 rpm pada suhu 4 °C selama
15 menit kemudian supernatannya diambil, dipindahkan ke dalam tabung
bersih dan siap untuk dianalisis.

D. Prosedur uji
1. Sampel, larutan standar dan sampel kontrol background dimasukkan ke
dalam sumur mikroplate masing-masing sebanyak 40 µL.
2. Hydrolysis Enzyme Mix Stock Solution dilarutkan sebanyak 10× dalam
Hydrolysis Buffer sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
3. Hydrolysis Mix sebanyak sebanyal 10 µL ditambahkan ke dalam masing-
masing standar dan sampel, sedangkan kontrol ditambahkan Background
Hydrolisis mix sebanyak 10 µL
21

4. Inkubasi selama 30 menit pada suhu 37 °C.


5. Penyiapan Glutamine Reaction Mix sebagai berikut:
Komponen Reaction Mix (µL)
Development Buffer 46
Development Enzyme Mix 2
Developer 2

Masing-masing komponen dipersiapkan untuk sejumlah sampel, standar dan


kontrol.
6. Glutamine Reaction Mix ditambahkan sebanyak 50 µL, lalu divortex.
7. Inkubasi 37 °C selama 60 menit di tempat yang terlindung dari cahaya,
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 450 nm dengan
menggunakan Elisa Reader.

Lampiran 2 Prosedur pembuatan preparat histologi usus benih ikan botia dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda
1. Usus benih botia difiksasi dengan merendam jaringan/organ dalam larutan
bouin selama 24-72 jam
2. Setelah itu dilakukan dehidrasi dengan perendaman dalam alkohol secara
bertingkat mulai dari alkohol 70,80,90,95 hingga 100%, berturut-turut sebagai
berikut:
- Perendaman dengan alkohol 70% selama 24 jam
- Perendaman dengan alkohol 80% selama 2 jam
- Perendaman dengan alkohol 90% selama 2 jam
- Perendaman dengan alkohol 95% pertama selama 2 jam
- Perendaman dengan alkohol l 95% kedua selama 2 jam
- Perendaman dengan alkohol 100% (absolut) pertama selama 12 jam (over
night)
- Perendaman dengan alkohol 100% (absolut) kedua selama 1 jam
3. Proses selanjutnya adaptasi dengan perendaman alkohol absolute-xylol (1:1)
selama 30 menit, diulang sebanyak tiga kali sebagai berikut
- Perendaman Xylol pertama : 30 menit
- Perendaman Xylol kedua : 30 menit
- Perendaman Xylol ketiga : 30 menit
4. Setelah itu dilakukan proses Embedding yaitu memasukkan jaringan ke dalam
paraffin pertama selama 45 menit dilanjutkan parafin kedua dan ketiga masing-
masing selama 45 menit.
5. Jaringan kemudian dicetak dalam parafin (Blocking)
6. Setelah dicetak, dilakukan pemotongan dengan pisau mikrotom dengan
ketebalan irisan 6 µm
7. Penempatan pita potongan/irisan jaringan dalam preparat
Potongan dicelup air hangat 53oC, kemudian ditempelkan pada gelas
objek/preparat
8. Setelah semua irisan jaringan ditempatkan pada preparat, selanjutnya proses
perendaman kembali dalam xylol dan alkohol dengan urutan sebagai berikut:
- Perendaman dengan xylol pertama selama 5 menit
- Perendaman dengan xylol kedua selama 5 menit
22

- Perendaman dengan alkohol absolut pertama selama 2-3 menit


- Perendaman dengan alkohol absolut kedua selama 2-3 menit
- Perendaman dengan alkohol 95% selama 2-3 menit
- Perendaman dengan alkohol 90% selama 2-3 menit
- Perendaman dengan alkohol 80% selama 2-3 menit
- Perendaman dengan alkohol 70% selama 2-3 menit
- Perendaman dengan alkohol 50% selama 2-3 menit
- Perendaman dengan akuades selama 1 menit
9. Proses selanjutnya adalah pewarnaan preparat dengan proses sebagai berikut:
- Perendaman hematoxylin selama 2 menit
- Pencucian dengan air mengalir
- Perendaman dalam eosin y selama 4-5 menit
- Pencucian dengan alkohol 50% selama 2 menit
- Pencucian dengan alkohol 70% selama 2 menit
- Pencucian dengan alkohol 80% selama 2 menit
- Pencucian dengan alkohol 90% selama 2 menit
- Pencucian dengan alkohol 95% selama 2 menit
- Pencucian dengan alkohol absolut II selama 2 menit
- Pencucian dengan alkohol absolut I selama 2 menit
- Pencucian dengan xylol I selama 2 menit
- Pencucian dengan xylol II selama 2 menit
- Pencucian dengan xylol III selama 2 menit
10. Proses terakhir adalah penutupan preparat dengan cover glass dan entellan.

Lampiran 3 Prosedur analisis enzim protease pada usus benih ikan botia dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda
1. Penyiapan reagent yang terdiri dari Bufer Tris HCl 0.2 M pH 8.0 , Kasein 1%,
tirosin standar dan enzim contoh (sampel yang akan diukur)
2. Siapkan tabung untuk blanko, standar dan sampel.
- Tabung blanko diisi 1 mL bufer tris HCl, 1 mL kasein dan 0.2 akuades
- Tabung standar diisi 1 mL bufer tris HCl, 1 mL kasein dan 0.2 tirosin
standar
- Tabung sampel diisi 1 mL bufer tris HCl, 1 mL kasein dan 0.2 larutan
sampel
3. Selanjutnya masing-masing tabung yang telah berisi blanko, standar dan
sampel diinkubasi pada suhu 37 °C selama 10 Menit
4. Setelah itu ke dalam masing-masing tabung ditambahkan TCA 0.1 M sebanyak
2 mL. Tabung blanko dan standar ditambahkan 0.2 mL CaCl2 2 M sedangkan
tabung sampel ditambahkan 0.2 mL akuades.
5. Inkubasi pada 37 °C selama 10 menit, lalu sentrifuse pada 9000 rpm selama 10
menit.
6. Setelah itu diambil filtratnya, masing-masing sebanyak 1.5 mL dan
dipindahkan pada tabung baru. Kemudian masing-masing tabung ditambahkan
Natrium karbonat 0.4 M sebanyak 5 mL dan Folin (1:1) sebanyak 1 mL.
7. Inkubasi pada 37 °C selama 20 menit. Absorbansi diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 578 nm.
23

Aktivitas proteolitik dihitung dengan rumus:

Keterangan :
UA = Jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1 µmol tirosin permenit
(IU mL-1).
ABsp = Absorbansi sampel
ABbl = Absorbansi blanko
ABst = Absorbansi standar
FP = Faktor koreksi
T = Waktu inkubasi

Konsentrasi protein terlarut diukur dengan pembacaan absorbansi larutan sampel


menggunakan alat Nano Drop pada panjang gelombang 280 nm.

Lampiran 4 Prosedur analisis aktivitas SOD benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda
1. Persiapan sampel
2. Pembuatan pereaksi yang digunakan dalam analisis
- larutan epinefrin 0.003 M
Sebanyak 5.496 mg epinefrin dilarutkan ke dalam 10 mL HCl 0.01 N.
Larutan kemudian disimpan dalam botol gelap.
- larutan bufer natrium karbonat 0.05 M pH 10.2
Siapkan tiga buah labu erlenmeyer diberi tanda A, B dan C. Labu A diisi
Na2CO3.10H2O (BM 286) sebanyak 3.575 g yang dilarutkan dengan air
bebas ion sehingga volume menjadi 250 mL. Labu B diisi NaHCO3 (BM
84) sebanyak 1.05 g yang dilarutkan dengan air bebas ion sehingga
volume menjadi 250 mL. Labu C diisi Na-EDTA (BM 372.2) sebanyak
3.722 mg yang dilarutkan dengan air bebas ion sehingga volume menjai
250 mL. Larutan pada labu A,B dan C ditambahkan ke dalam gelas piala
1000 mL sedikit demi sedikit sambil diukur pH-nya dengan pH meter
sampai menunjukkan pH 10.2
3. Pengukuran serapan dengan spektrofotometer
Bufer natrium 0.05M pH 10.2 sebanyak 2.8 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 0.1 mL supernatan sampel dan 0.1 mL larutan
epinefrin. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam kuvet 3.0 mL. Pembacaan
serapan pada panjang gelombang 480 nm dilakukan pada menit ke-1, 2, 3 dan
4 setelah penambahan epinefrin.

Aktivitas SOD dihitung dengan rumus sebagai berikut:


24

Satuan aktivitas SOD selanjutnya dikonversi ke dalam satuan unit mL-1

Selanjutnya sampel diukur protein terlarut. Pengukuran protein terlarut


menggunakan Nano Drop pada panjang gelombang 280 nm, sehingga satuan
aktivitas SOD terakhir dinyatakan dalam unit mg protein-1.

Lampiran 5 Prosedur analisis kadar MDA benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda
1. Preparasi sampel
2. Pembuatan larutan standar TEP (1,1,3,3-tetraethoxypropane)
Pembuatan larutan induk 2.5 mM, dengan melarutkan 30 µL larutan
standar TEP dengan air bebas ion. Selanjutnya larutan induk 2.5 mM TEP
diencerkan sebanyak 500 kali dengan pelarut air bebas ion sehingga
diperoleh larutan kerja 5 µM. Larutan standar MDA dibuat dengan
mengencerkan larutan kerja 5 µM TEP hingga diperoleh konsentrasi 0; 25;
50;75;100;125;150;175 dan 200 pmol 50 µL-1.
3. Pembuatan pereaksi yang digunakan
- Larutan 15% TCA
Sebanyak 15 g TCA dilarutkan ke dalam air bebas ion sampai volume 25
mL.
- Larutan 0.38% TBA
Sebanyak 0.37 g TBA dilarutkan ke dalam air bebas ion sampai volume
25 mL.
- Larutan 0.5% BHT
Sebanyak 0.5 g BHT dilarutkan ke dalam air bebas ion sampai volume
25mL
Siapkan erlenmeyer lalu dimasukkan 2.23 mL HCl pekat ke dalam
erlenmeyer tersebut. Kemudian ditambahkan larutan TCA, TBA dan
BHT dan tetapkan hingga volume 100 mL dengan air bebas ion.
4. Prosedur pengukuran
Sebanyak 0.5 mL sampel (supernatan) atau standar ditambah dengan 2 mL
campuran HCl 0.25N dingin yang mengandung 15% TCA, 0.38% TBA
dan 0.5% BHT. Campuran larutan lalu dipanaskan 80 oC selama 60 menit.
Setelah dingin, campuran larutan disentrifuse 3500 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang diperoleh diambil dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 532 nm. Hasil pembacaan standar diperoleh kurva
standar sebagai berikut:
25

0.25

0.2

Absorban
0.15
y = 0.023x + 0.0368
0.1

0.05

0
0 1 2 3 4 5
konsentrasi (pmol µL-1)

Nilai serapan sampel dikonversi dengan persamaan kurva standar sehingga


diperoleh konsentrasi atau kadar MDA sampel. Kadar MDA sampel yang
diperoleh dalam satuan pmol µL-1. Selanjutnya satuan dikonversi ke dalam
satuan nmol protein-1 setelah diukur konsentrasi protein dengan Nano
Drop pada panjang gelombang 280 nm.
26

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 6 Maret 1982 dari pasangan


Bapak Jaru (almarhum) dan Ibu Romlah. Penulis adalah anak keempat dari empat
bersaudara. Penulis menempuh pendidikan sarjana di Institut Pertanian Bogor
pada program studi Teknologi Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan lulus pada tahun 2006.
Pada tahun 2016, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi
dengan menempuh program magister pada program studi Ilmu Akuakultur,
Sekolah Pascasarjana, IPB. Program magister ditempuh melalui beasiswa
pendidikan yang diberikan oleh Pusat Pendidikan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan.
Penulis bekerja di Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Badan Riset dan
Sumberdaya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2010
j “Suplementasi glutamin bebas dalam
pakan meningkatkan respons fisiologis dan sintasan benih ikan botia Chromobotia
macracanthus Bleeker 1852” dalam proses penelaahan oleh mitra bestari pada
Jurnal Iktiologi Indonesia. Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program
S-2 penulis.

Anda mungkin juga menyukai