SITI MURNIASIH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Siti Murniasih
NIM C151160231
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PENINGKATAN RESPONS FISIOLOGIS DAN SINTASAN
BENIH IKAN BOTIA Chromobotia macracanthus MELALUI
PAKAN YANG DITAMBAH GLUTAMIN BEBAS
SITI MURNIASIH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Widanarni, MSi
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
yang berjudul Peningkatan Respons Fisiologis dan Sintasan Ikan Botia
Chromobotia macracanthus melalui Pakan yang ditambah Glutamin Bebas,
diawali dengan pelaksanaan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Maret-
November 2018.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Dedi Jusadi, Dr Mia Setiawati dan
Dr Sri Nuryati selaku pembimbing yang telah mencurahkan waktu, memberikan
bimbingan, arahan, masukan, saran dan semangat sehingga tesis ini dapat
diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Prof Dr Widanarni
sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi saran. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Riset Budidaya Ikan hias
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk tugas belajar, beserta
seluruh anggota Kelompok Peneliti bidang nutrisi dan tim produksi ikan botia
yang telah memberikan dukungan dan bantuan pelaksanaan penelitian. Tak lupa
penulis sampaikan terima kasih kepada Pusat Pendidikan Kementerian Kelautan
dan Perikanan yang telah memberikan beasiswa dan biaya penelitian selama
menempuh pendidikan. Terima kasih juga disampaikan kepada orang tua dan
kakak-kakak tercinta beserta seluruh keluarga atas segala doa, cinta dan kasih
sayangnya serta rekan-rekan AKU 2016 atas kebersamaan dan semangatnya.
Penulis berharap, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua yang
membaca dan dapat turut berkontribusi bagi perkembangan ilmu dan
pengetahuan.
Siti Murniasih
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
1 Pengukuran morfometri vili 6
2 Konsentrasi L-Gln usus ikan botia pada akhir pemeliharaan dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 9
3 Potongan melintang usus benih ikan botia pada akhir pemeliharaan
dengan perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 9
4 Aktivitas enzim protease usus benih ikan botia dengan perlakuan dosis
penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari 11
5 Sintasan benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan glutamin
bebas berbeda selama 60 hari 11
6 Aktivitas SOD dan Kadar MDA benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur analisis konsentrasi glutamin bebas pada usus benih ikan botia
dengan perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 20
2 Prosedur pembuatan preparat histologi usus benih ikan botia dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 21
3 Prosedur analisis enzim protease pada usus benih ikan botia dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda 22
4 Prosedur analisis aktivitas SOD benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda 23
5 Prosedur analisis kadar MDA benih ikan botia dengan perlakuan dosis
penambahan glutamin bebas berbeda 24
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tantangan dalam budidaya ikan botia adalah menghasilkan ikan yang sehat
dalam jumlah yang banyak. Oleh karena itu perlu upaya peningkatan respons
fisiologis yang mendukung status kesehatan dan peningkatan sintasan dengan
menjaga struktur dan fungsi usus. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan perbaikan nutrisi melalui penambahan glutamin bebas. Penambahan
glutamin bebas diharapkan dapat menjaga integritas sel-sel usus, meningkatkan
kemampuan antioksidan, menambah panjang vili, memperluas area penyerapan
makanan, meningkatkan aktivitas enzim sehingga usus lebih efisien dalam
menjalankan fungsinya. Peningkatan respons fisiologis tersebut selanjutnya
diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan ikan yang berdampak pada
peningkatan sintasan benih ikan botia.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
Penambahan glutamin bebas dengan dosis yang tepat pada pakan benih ikan
botia dapat meningkatakan respons fisiologis yang pada akhirnya meningkatkan
sintasan benih ikan botia.
3
2 METODE
Rancangan Penelitian
Pakan Uji
Pakan yang digunakan adalah pakan komersial dalam bentuk pasta dengan
kandungan protein 51% (Tabel 1). Pakan dibuat isonitrogen dengan penyesuaian
level glisin dan glutamin bebas. Glisin dipilih karena tidak berperan sebagai
prekursor glutamin dalam metabolismenya dan mempunyai struktur paling
sederhana (Liu et al. 2015). Glutamin yang ditambahkan berupa glutamin bebas
(L-Gln) produk komersial dari Gluta Pure, dengan tingkat kemurnian 99%.
Glutamin bebas dan glisin ditimbang terlebih dahulu sesuai dosis, kemudian
pakan dicampurkan dan diaduk dengan menggunakan mixer. Pada saat akan
diberikan pada ikan, pakan ditimbang kemudian dibentuk pasta dengan
menambahkan air sebanyak 2 mL g-1 pakan. Profil asam amino pakan uji tersaji
pada Tabel 2. Kadar glutamin bebas pakan direpresentasikan dalam bentuk asam-
glutamat.
Benih ikan botia yang digunakan berumur 40 hari. Benih ditebar ke dalam
wadah pemeliharaan berupa akuarium ukuran 40 x 30 x 30 cm3 sebanyak 24 buah
dengan volume air 20 L. Akuarium ditempatkan dalam ruangan tertutup
(hatchery indoor) di Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok (Jawa Barat). Benih
dipelihara selama 60 hari dengan kepadatan 50 ekor setiap akuarium pada sistem
resirkulasi. Pakan uji diberikan secara satiasi sebanyak empat kali sehari pada
pukul 08.00, 12.00, 16.00 dan 20.00 WIB. Sebelum diberikan pakan uji, benih
diadaptasikan dengan pakan kontrol tanpa penambahan glutamin bebas dan atau
glisin selama 14 hari. Setiap 90 menit setelah pemberian pakan, sisa pakan
disipon, dikeringkan dan ditimbang untuk menghitung konsumsi pakan. Selama
pemeliharaan, kualitas air dijaga dengan penggantian air yang dilakukan setiap
tujuh hari sekali sebanyak 75%. Monitoring kualitas air dilakukan dengan
pengukuran parameter suhu setiap hari, kandungan oksigen terlarut (DO),
ammonia, pH dan nitrit pada awal, tengah dan akhir penelitian. Kualitas air
selama pemeliharaan masih layak dan mendukung budidaya ikan botia (Tabel 3).
5
Pada awal penelitian, benih botia umur 40 hari sebelum ditebar ke dalam
akuarium ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awalnya. Benih
dianestesi dengan phenoxy ethanol 30.0 ppm kemudian ditimbang bobotnya, lalu
ditempatkan di atas millimeter block difoto untuk pengukuran panjang. Hal yang
sama juga dilakukan pada akhir penelitian untuk mengetahui panjang akhir.
Sebelum dipanen benih dipuasakan selama 24 jam kemudian ditimbang dan
diukur panjangnya. Pembuatan preparat usus dilakukan dengan memilih tiga ekor
ikan yang berukuran 4 cm. Ikan yang telah dipilih dibedah dalam kondisi dingin,
diambil bagian usus lalu dimasukkan ke dalam larutan bouin untuk persiapan
proses fiksasi. Pengukuran panjang usus dan rasio dengan panjang tubuh
dilakukan dengan mengambil benih sebanyak 15 ekor dari masing-masing
ulangan secara acak. Benih diukur panjangnya, lalu dibedah dalam kondisi dingin,
dan diambil ususnya kemudian diukur. Selanjutnya sampel usus tersebut disimpan
dalam freezer -80 oC untuk analisa aktivitas enzim protease. Sampel usus setelah
ditimbang, dihomogenkan dengan menambahkan buffer dingin yang mengandung
Tris–HCL 50 mM, CaCl2 20 mM dengan pH 6.5 (1:10 w/v). Hasilnya kemudian
disentrifuse pada 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama 20 menit. Supernatan
kemudian disimpan dalam freezer -80 oC hingga pengukuran aktivitas enzim.
Preparasi sampel untuk analisa glutamin bebas dalam usus dilakuan dengan
cara mengambil sampel benih sebanyak lima ekor ikan yang kemudian dibedah
untuk diambil ususnya. Sampel usus kemudian dibilas dengan PBS dingin.
Sampel selanjutnya dilarutkan dalam buffer hidrolisis dingin 10x (vw-1). Sampel
dihomogenkan di atas es. Selanjutnya sampel disentrifuse selama 10 menit pada
suhu 4 oC dengan kecepatan 10.000 rpm. Setelah itu, supernatan dipindahkan ke
dalam tabung bersih, dan dijaga dalam kondisi dingin hingga siap untuk proses
analisis.
Lima ekor benih dari masing-masing ulangan dipilih secara acak untuk
sampel analisa antioksidan Superoxide dismutase (SOD) dan Malondialdehide
(MDA). Preparasi sampel untuk analisa SOD menggunakan PBS. Sampel ikan
ditimbang sebanyak 1-2 g kemudian ditambahkan PBS (1:2) dan dihomogenkan.
Selanjutnya sampel disentrifuse pada 10.000 rpm selama 20 menit pada suhu 4 oC.
Homogenat selanjutnya disimpan pada suhu -15 oC sampai saat akan diukur.
Preparasi sampel untuk analisa MDA dilakukan berdasarkan Singh et al. (2002).
Sampel ikan ditimbang sebanyak 0.5 g dan ditambahkan PBS pH 7.4 yang
mengandung KCl. Homogenat disnetrifuse 10.000 rpm pada suhu 4 oC selama 20
menit. Supernatan kemudian disimpan pada suhu -80 oC sampai saat akan diukur.
6
Benih yang tersisa dibilas dengan akuades, dikeringkan dengan kertas saring dan
disimpan dalam freezer -20 oC untuk analisa proksimat.
Parameter Uji
Keterangan:
a = Panjang/tinggi vili
b = kedalaman kripta
c = lebar apikal vili
d = lebar basal vili
Sintasan ikan
Sintasan ikan dihitung pada akhir masa pemeliharaan, dihitung berdasarkan
rumus:
Keterangan:
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir masa pemeliharaan
N0 = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan
Status antioksidan
Antioksidan yang diukur terdiri dari aktivitas Superoxide dismutase (SOD)
dan kadar Malondialdehyde (MDA) Aktivitas SOD diukur berdasarkan metoda
yang dikembangkan oleh Misra dan Fridovich (1972). Prinsip metode ini
berdasarkan kepada kemampuan SOD dalam menghambat autooksidasi epinefrin
menjadi adenokrom. Satu unit aktivitas SOD didefinisikan sebagai kemampuan
dari SOD untuk menghambat 50% autooksidasi epinefrin menjadi adenokrom
yang akan memberikan warna coklat muda pada panjang gelombang 480 nm.
Pengukuran serapan menggunakan spektrofotometer pada menit ke-1, 2, 3 dam 4
setelah penambahan epinefrin 0.003M. Satuan aktivitas SOD selanjutnya
dinyatakan dalam unit mg protein-1 setelah pengukuran konsentrasi protein terlarut
menggunakan NanoDrop (Lampiran 4).
Kadar MDA diukur mengikuti metode Singh et al. (2002). Standar yang
digunakan adalah TEP (1, 1, 3, 3-tetraetoksipropana). Larutan standar dibuat pada
berbagai konsentrasi untuk mendapatkan kurva standar. Larutan Standar dibuat
dengan mengencerkan larutan kerja 5µM TEP yang berasal dari larutan induk 2.5
mM TEP sebanyak 500 kali dengan air bebas ion. Kurva standar dibuat dengan
memplotkan nilai serapan (sumbu Y) dengan konsentrasi standar (sumbu x).
Kadar MDA sampel yang diperoleh dinyatakan dalam satuan nmol mg protein-1
(Lampiran 5).
8
Jumlah konsumsi pakan (JKP) setiap hari dihitung berdasarkan selisih pakan
yang diberikan dengan sisa pakan. Efisiensi pakan, retensi protein dan retensi
lemak dihitung berdasarkan rumus perhitungan Watanabe (1988) sebagai berikut:
( )
Keterangan:
EP = Efisiensi pakan (%)
Wt = Bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (g)
W0 = Bobot rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (g)
Wd = Bobot rata-rata ikan yang mati selama masa pemeliharaan (g)
F = Jumlah pakan yang diberikan selama pemeliharaan (g)
Kinerja pertumbuhan
Keterangan:
LPPH = Laju pertumbuhan panjang harian (%)
Lt = Panjang total rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (cm)
L0 = Panjang total rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (cm)
t = waktu pemeliharaan (hari)
Analisis Data
Hasil
30.00
Konsentrasi L-Gln
(nmol mL-1)
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3
Dosis penambahan glutamin bebas (%)
Gambar 2 Konsentrasi L-Gln usus ikan botia pada akhir pemeliharaan dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda
Hasil pengukuran vili benih ikan botia yang diberi pakan dengan dosis
penambahan glutamin bebas berbeda disajikan pada Tabel 4. Penambahan
glutamin bebas dalam pakan memberikan pengaruh signifikan terhadap
morfometri vili baik panjang maupun luas area permukaan vili. Pakan yang
ditambah glutamin bebas 1% menyebabkan peningkatan panjang dan luas
permukaan vili benih ikan botia, namun peningkatan dosis 2-3% menyebabkan
panjang dan luas permukaan vili menurun dibandingkan perlakuan 1%.
TabelHasil pengukuran
4 Morfometri vilipanjang usus,botia
benih ikan diameter usus,
dengan rasio panjang
perlakuan usus dengan
dosis penambahan
panjang total benihbebas
glutamin ikan berbeda
botia disajikan
selama 60pada
hari Tabel 4. Penambahan glutamin
bebas 1% dalam pakan menghasilkan nilai morfometri usus yang maksimal,
Dosis penambahan Parameter
namun tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan. Penambahan glutamin 2 bebas
glutamin bebas PV (µm) LV (µm )
belum mampu mendukung peningkatan morfometri usus benih ikan botia.
0% 256.36±06.11a 20 352.23±414.36a
1% 320.44±10.39b 27 046.79±250.54c
2% 290.17±12.89ab 23 212.68±798.28b
3% 290.89±15.17ab 21 481.11±1751.18b
Keterangan: PV=panjang vili, LV= luas permukaan vili. Lampiran nilai yang tertera
merupakan nilai rata-rata dan standar deviasi. Huruf superskrip berbeda di
belakang nilai standar deviasi pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata (P<0.05)
Hasil pengukuran panjang usus, diameter usus, rasio panjang usus dengan
panjang total benih ikan botia disajikan pada Tabel 5. Penambahan glutamin
bebas 1% dalam pakan menghasilkan nilai morfometri usus yang panjang, namun
tidak berbeda nyata dengan semua perlakuan (P>0.05). Penambahan glutamin
bebas belum mampu mendukung peningkatan morfometri usus benih ikan botia.
Tabel 5 Morfometri usus benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan
glutamin bebas berbeda selama 60 hari
Dosis
Parameter
penambahan
glutamin
bebas PU (cm) PT (cm) PU/PT DU (µm)
0% 2.12 ± 0.04 4.25 ± 0.04 0.45 ± 0.02 1 387.95 ± 22.96a
a a a
Keterangan: huruf berbeda di atas garis standar deviasi menunjukkan pengaruh berbeda
nyata (p<0.05)
Gambar 4 Aktivitas enzim protease usus benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari
Konsumsi pakan yang ditambah glutamin bebas mampu meningkatkan
respons imun ikan dan resistensi stres sehingga sintasan ikan meningkat 96-97%
dibandingkan kontrol yang hanya mencapai 90% (Gambar 5).
Keterangan: huruf berbeda di atas garis standar deviasi menunjukkan pengaruh berbeda
nyata (p<0.05)
Gambar 5 Sintasan benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan
glutamin bebas berbeda selama 60 hari
Keterangan: huruf berbeda di atas garis standar deviasi menunjukkan pengaruh berbeda
nyata (p<0.05)
Gambar 6 Aktivitas SOD dan Kadar MDA benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari
Hasil pengamatan kinerja pertumbuhan benih ikan botia yang diberi pakan
dengan dosis penambahan glutamin bebas berbeda selama 60 hari disajikan pada
Tabel 6. Penambahan glutamin bebas tidak memberikan pengaruh signifikan
terhadap bobot rata-rata akhir dan panjang rata-rata akhir. Nilai efisiensi pakan,
retensi protein dan retensi lemak juga menunjukkan belum mampu ditingkatkan
dengan penambahan glutamin bebas.
Tabel 6 Kinerja pertumbuhan benih ikan botia dengan perlakuan dosis penambahan
glutamin bebas berbeda selama 60 hari
Dosis penambahan glutamin bebas
Parameter
0% 1% 2% 3%
a a a
Wo (g) 0.22±0.03 0.21±0.03 0.21±0.04 0.22±0.03a
a a a
Wt (g) 0.92±0.06 0.94±0.15 0.92±0.06 0.96±0.15a
a a a
Po (cm) 2.42±0.07 2.45±0.07 2.39±0.04 2.36±0.05a
Pt (cm) 4.00±0.17a 4.07±0.23a 4.00±0.05a 4.06±0.19a
a a a
LPPH (%) 0.85±0.03 0.89±0.04 0.89±0.03 0.91±0.02a
JKP (g individu-1) 4.58±0.06a 4.41±0.06a 4.34±0.06a 4.29±0.10a
a a a
EP (%) 23.09±1.06 21.65±2.87 23.15±1.84 21.65±6.40a
RP (%) 7.61±0.22 a 7.96±0.45 a 6.80±1.26a 7.09±1.18a
a a a
RL (%) 34.84 ±7.52 36.06±8.13 35.88±7.65 35.86±2.73a
Keterangan: Wo=bobot rata-rata ikan awal, Wt=bobot rata-rata ikan akhir, Po=panjang ikan awal,
Pt=panjang ikan akhir, LPPH: laju pertumbuhan panjang harian, JKP=jumlah konsumsi
pakan, EP=efisiensi pakan, RP=retensi protein, RL=retensi lemak. Lampiran nilai yang
tertera merupakan nilai rata-rata dan standar deviasi. Huruf superskrip sama di belakang
nilai standar deviasi pada baris yang sama menunjukan pengaruh yang tidak berbeda
nyata (P>0.05)
13
Pembahasan
Glutamin merupakan asam amino yang melimpah dalam cairan tubuh dan
otot dengan tingkat pergantian melebihi asam amino yang lain (Wu et al. 2011).
Walau demikian, organ utama yang memanfaatkan glutamin adalah usus,
sehingga metabolisme glutamin yang diserap lebih banyak di dalam usus (Kim
dan Kim 2017). Pada saat dibutuhkan glutamin dalam plasma diserap oleh sel-sel
usus ketika melewati organ ini. Usus bersaing dengan jaringan lain dalam
memperoleh glutamin dari cadangan dalam tubuh dan asupan pakan. Wu et al.
2011 menyatakan bahwa glutamin merupakan sumber energi untuk pembelahan
sel-sel, seperti limfosit, enterosit dan sel mukosa usus. Glutamin dikatabolisme
oleh enterosit usus untuk pertahanan integritas dan fungsi usus. Selain itu,
glutamin juga memacu proliferasi enterosit pada ikan sebagaimana dikemukakan
oleh Jiang et al. (2009). Proliferasi dan migrasi membutuhkan ketersediaan energi
dan nutrien yang besar.
Glutamin bebas yang ditambahkan pada pakan benih ikan botia dapat
diserap dengan baik oleh enterosit sehingga meningkatkan konsentrasi glutamin
bebas di usus (Gambar 2). Peningkatan jumlah glutamin bebas meningkatkan
ketersediaan energi untuk proliferasi enterosit, memacu perkembangan enterosit
sehingga menyebabkan perkembangan vili. Hal ini dibuktikan dengan
peningkatan ukuran panjang dan luas permukaan vili pada benih ikan botia yang
diberi pakan dengan penambahan glutamin bebas (Gambar 3 dan Tabel 4).
Perubahan morfometri vili pada penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Xu
et al. (2014) yang melaporkan perubahan signifikan jumlah dan tinggi lipatan usus
pada ikan mirror carp. Peningkatan ukuran vili seiring dengan penambahan level
alanin-glutamin dari 7.5 sampai dengan 15.0 g/kg pakan (0.75-1.5%).
Meskipun terjadi perubahan ukuran vili dengan penambahan glutamin
bebas tetapi tidak disertai perubahan ukuran panjang usus dan rasio panjang usus
(Tabel 5). Kondisi ini berbeda dengan penelitian Rifai (2015) yang menunjukkan
perubahan panjang usus ikan nila seiring dengan penambahan dosis glutamin.
Perubahan panjang usus tersebut menyebabkan rasio panjang usus dengan panjang
total meningkat 3.96 kali panjang total. Pada ikan red drum suplementasi 2%
glutamin menghasilkan rasio panjang usus paling besar dan meningkatkan ukuran
mikrovili dan enterosit (Cheng et al. 2012). Hal ini dapat terjadi karena perbedaan
jenis ikan, sehingga menyebabkan perbedaan metabolisme glutamin dalam tubuh.
Peningkatan morfometri vili menyebabkan luas penyerapan makanan
bertambah dan meningkatkan fungsi usus khususnya dalam mencerna protein. Hal
ini dibuktikan dengan peningkatan aktivitas protease (Gambar 4). Penambahan
glutamin bebas sebesar 1% pada pakan sudah mampu meningkatkan aktivitas
protease. Hal serupa ditemukan pada penelitian Xu et al. (2014), penambahan
glutamin hingga 15 g kg-1 pakan (1.5%) meningkatkan aktivitas protease ikan mas
(Cyprinus carpio L). Hasil penelitian Lin dan Zhou (2006) juga menunjukan
peningkatan aktivitas protease pada usus benih ikan Cyprinus carpio var. Jian
seiring dengan tingkat penambahan glutamin dari 0.4-1.2%.
Peningkatan kemampuan mencerna protein pada benih botia menyebabkan
peningkatan jumlah protein yang dapat dimanfaatkan oleh ikan sebagai sumber
energi maupun bahan baku pembentukan sel atau jaringan baru khususnya pada
usus. Pembentukan sel-sel baru terutama yang berperan dalam kesehatan usus
14
sebagai donor proton terhadap ROS atau radikal bebas organik menghasilkan
glutathione sulfida (GSSG) intraseluler (Chen et al. 2009)
Peningkatan morfometri vili dan aktivitas protease dalam penelitian ini
membuktikan adanya perbaikan kemampuan penyerapan makanan benih ikan
botia, namun demikian belum mampu memberikan pengaruh signifikan terhadap
efesiensi pakan, retensi protein dan lemak, parameter bobot dan panjang ikan
akhir, serta laju pertumbuhan panjang harian (Tabel 6). Nilai retensi lemak pada
semua level dosis lebih tinggi dibandingkan dengan nilai retensi protein. Hal ini
menunjukkan ikan lebih banyak memanfaatkan energi dari protein untuk
aktivitasnya, sehingga sedikit protein yang diretensi untuk pertumbuhannya.
Hasil penelitian Pohlenz et al. (2012) pada ikan channel catfish dan
penelitian Coutinho et al. (2016) pada ikan gilthead sea bream juga menunjukkan
tidak ada pengaruh penambahan glutamin bebas terhadap kinerja pertumbuhan.
Penelitian lainnya yang menggunakan glutamin dipeptida (alanyl-glutamin)
menunjukkan peningkatan pertumbuhan yang signifikan pada ikan mirror carp
(Xu et al. 2014) dan larva sturgeon (Wang et al. 2011). Berdasarkan hasil
penelitian ini, penggunaan glutamin bebas pada benih ikan botia kurang efektif
untuk pertumbuhannya. Hal ini diduga karena tingkat pengangkutan glutamin
bebas ke dalam plasma yang rendah, mengindikasikan tingkat ekstraksi yang
tinggi pada sel-sel usus, sehingga lebih efektif mendukung fungsi sel usus (Harris
et al. 2012). Oleh karena glutamin dalam plasma sedikit jumlahnya, kebutuhan
glutamin oleh sel yang bergantung pada plasma dipenuhi dari pelepasan glutamin
otot yang menyebabkan penurunan cadangan glutamin otot (Cruzat et al. 2014)
sehingga tidak mencukupi untuk pertumbuhannya. Perbedaan fisiologis dalam
metabolisme glutamin di antara spesies ikan yang berbeda (Pohlenz et al. 2012,
Cheng et al. 2011), faktor lingkungan dan perkembangan stadia serta status
fisiologis maupun patologi diduga juga dapat memengaruhi efisiensi pemanfaatan
glutamin (Zhang et al. 2016).
Berdasarkan hasil penelitian ini, penambahan glutamin bebas pada pakan
memberikan efek positif terhadap fisiologis benih ikan botia dan berhasil
meningkatkan sintasan. Asupan glutamin bebas diserap oleh enterosit sehingga
meningkatkan konsentrasi glutamin bebas di usus dan selanjutnya dimanfaatkan
untuk proliferasi enterosit yang menyebabkan perkembangan vili. Peningkatan
ukuran vili, menambah luas area penyerapan memacu aktivitas enzim khususnya
protease sehingga kemampuan dalam mencerna protein meningkat. Peningkatan
kapasitas pencernaan protein menyebabkan peluang besar untuk pembentukan sel-
sel baru baik enterosit maupun limfosit dari protein yang tercerna. Selain itu
glutamin juga dimanfaatkan limfosit sebagai substrat energi sehingga mendukung
fungsi sel-sel tersebut dalam sistem respons imun nonspesifik. Di sisi lain,
penambahan glutamin bebas memacu peningkatan aktivitas antioksidan enzimatik
SOD dan sintesis molekul antioksidan GSH sehingga daya tahan tubuh meningkat.
Peningkatan SOD meningkatkan kapasitas dalam eliminasi radikal bebas (ROS)
yang dihasilkan dalam metabolisme sedangkan GSH melindungi sel dari serangan
ROS sehingga sel-sel khususnya enterosit dan limfosit terjaga dari kerusakan.
Peningkatan daya tahan tubuh dan peningkatan respons imun non spesifik
menyebabkan peningkatkan sintasan benih botia.
16
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Andriani Y, Setiawati M, Sunarno MTD. 2018. Kecernaan pakan dan kinerja
pertumbuhan yuwana ikan gurami Osphronemus goramy Lacapede 1801
yang diberi pakan dengan penambahan glutamin. J Iktiol Indones 19(1):1-11
Bergmeyer HU, Grossl M, Walter HE. 1983. Reagents for enzymatic analysis. In:
Bergmeyer HU. 1983. Methods in enzymatic analysis. Weinheim. p 274-
275.
Chen J, Zhou XQ, Feng L, Liu Y, Jiang J. 2009. Effects of glutamine on hydrogen
peroxide-induced oxidative damage in intestinal epithelial cells of Jian carp
(Cyprinus carpio var. Jian). Aquaculture. 288: 285–289
Cheng ZY, Buentello A, Gatlin DM. 2011. Effects of dietary arginine and
glutamine on growth performance, immune responsses and intestinal
structure of red drum, Sciaenops ocellatus. Aquaculture. 319:247–252.
Cheng ZY, Gatlin DM, Buentello A. 2012. Dietary supplementation of arginine
and/orglutamine influences growth performance, immune responses and
intestinal morphology of hybrid striped bass (Morone chrysops × Morone
saxatilis). Aquaculture. 362: 39–43.
Coutinho F, Castro C, Rufino-Palomares E, Ordonez-Grande B, Gallardo MA,
Oliva-Teles A, Peres H. 2016. Dietary glutamine supplementation effects on
amino acid metabolism, intestinal nutrient absorption capacity and
antioxidant responsse of gilthead sea bream (Sparus aurata) juveniles.
Comp Biochem Physiol. A: Mol Integr Physiol. 191:9-17.
Cruzat VF, Bittencourt A, Scomazzon SP, Leite JSM, Bittencourt PIH, Tirapegui
J. 2014. Oral free and dipeptide forms of glutamine supplementation
attenuate oxidative stress and inflammation induced by endotoxemia.
Nutrition. 30:602-611.
Cruzat VF, Tirapegui J. 2009. Effect of oral supplementation with glutamine and
alanyl-glutamine on glutamine, glutamate and glutathione status in trained
rats and subjected to long duration exercise. Nutrition. 25:428-435.
Evers GH, Pinnegar JK, Taylor MI. 2019. Where are they all from? (Sources and
sustainability in the ornamental freshwater fish trade. J Fish Biol. 2019:1-8
17
LAMPIRAN
20
Lampiran 1 Prosedur analisis konsentrasi glutamin bebas pada usus benih ikan
botia dengan perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda
A. Preparasi standar
1. Penyiapan standar glutamin 1 mM dengan melarutkan Standar Glutamine
sebanyak 10 µL dengan ddH2O
2. Penyiapan larutan standar untuk membuat kurva standar dengan
mengencerkan larutan standar sebagai berikut:
Standar Volume standar ddH2O Konsentrasi Gln
(µL) akhir
1 0 120 0 nMol/well
2 6 114 2 nMol/well
3 12 108 4 nMol/well
4 18 102 6 nMol/well
5 24 96 8 nMol/well
6 30 90 10 nMol/well
B. Preparasi sampel
1. Sampel ditimbang sebanyak 10-20 mg dan dimasukkan ke dalam tabung
mikro.
2. Sampel lalu dibilas dengan PBS dingin
3. Sampel kemudian ditambah Hydrolysis Buffer 10x (V/W) dan dihomogenkan
dengan pengadukan 10-15 kali di atas lempengan es
4. Sampel disentrifuse dengan kecepatan 10 000 rpm pada suhu 4 °C selama 10
menit
5. Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung yang bersih.
C. Deproteinisasi
1. Sampel ditambahkan PCA 4 M hingga konsentrasi menjadi 1M, lalu divortex.
2. Sampel diinkubasi dalam suhu dingin selama 5 menit.
3. Sampel disentrifuse pada 13 000 rpm pada suhu 4 °C selama 2 menit,
kemudian diambil supernatannya
4. Kelebihan PCA diendapkan dengan menambahkan KOH 2 M dengan jumlah
yang sama ke dalam supernatan yang diperoleh, lalu diaduk perlahan hingga
sampel dan endapan PCA netral sambil dicek pH nya dengan kertas pH. Nilai
pH harus sama degan 6.5-8
5. Selanjutnya sampel disentrifuse kembali 13 000 rpm pada suhu 4 °C selama
15 menit kemudian supernatannya diambil, dipindahkan ke dalam tabung
bersih dan siap untuk dianalisis.
D. Prosedur uji
1. Sampel, larutan standar dan sampel kontrol background dimasukkan ke
dalam sumur mikroplate masing-masing sebanyak 40 µL.
2. Hydrolysis Enzyme Mix Stock Solution dilarutkan sebanyak 10× dalam
Hydrolysis Buffer sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan.
3. Hydrolysis Mix sebanyak sebanyal 10 µL ditambahkan ke dalam masing-
masing standar dan sampel, sedangkan kontrol ditambahkan Background
Hydrolisis mix sebanyak 10 µL
21
Lampiran 2 Prosedur pembuatan preparat histologi usus benih ikan botia dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda
1. Usus benih botia difiksasi dengan merendam jaringan/organ dalam larutan
bouin selama 24-72 jam
2. Setelah itu dilakukan dehidrasi dengan perendaman dalam alkohol secara
bertingkat mulai dari alkohol 70,80,90,95 hingga 100%, berturut-turut sebagai
berikut:
- Perendaman dengan alkohol 70% selama 24 jam
- Perendaman dengan alkohol 80% selama 2 jam
- Perendaman dengan alkohol 90% selama 2 jam
- Perendaman dengan alkohol 95% pertama selama 2 jam
- Perendaman dengan alkohol l 95% kedua selama 2 jam
- Perendaman dengan alkohol 100% (absolut) pertama selama 12 jam (over
night)
- Perendaman dengan alkohol 100% (absolut) kedua selama 1 jam
3. Proses selanjutnya adaptasi dengan perendaman alkohol absolute-xylol (1:1)
selama 30 menit, diulang sebanyak tiga kali sebagai berikut
- Perendaman Xylol pertama : 30 menit
- Perendaman Xylol kedua : 30 menit
- Perendaman Xylol ketiga : 30 menit
4. Setelah itu dilakukan proses Embedding yaitu memasukkan jaringan ke dalam
paraffin pertama selama 45 menit dilanjutkan parafin kedua dan ketiga masing-
masing selama 45 menit.
5. Jaringan kemudian dicetak dalam parafin (Blocking)
6. Setelah dicetak, dilakukan pemotongan dengan pisau mikrotom dengan
ketebalan irisan 6 µm
7. Penempatan pita potongan/irisan jaringan dalam preparat
Potongan dicelup air hangat 53oC, kemudian ditempelkan pada gelas
objek/preparat
8. Setelah semua irisan jaringan ditempatkan pada preparat, selanjutnya proses
perendaman kembali dalam xylol dan alkohol dengan urutan sebagai berikut:
- Perendaman dengan xylol pertama selama 5 menit
- Perendaman dengan xylol kedua selama 5 menit
22
Lampiran 3 Prosedur analisis enzim protease pada usus benih ikan botia dengan
perlakuan dosis penambahan glutamin bebas berbeda
1. Penyiapan reagent yang terdiri dari Bufer Tris HCl 0.2 M pH 8.0 , Kasein 1%,
tirosin standar dan enzim contoh (sampel yang akan diukur)
2. Siapkan tabung untuk blanko, standar dan sampel.
- Tabung blanko diisi 1 mL bufer tris HCl, 1 mL kasein dan 0.2 akuades
- Tabung standar diisi 1 mL bufer tris HCl, 1 mL kasein dan 0.2 tirosin
standar
- Tabung sampel diisi 1 mL bufer tris HCl, 1 mL kasein dan 0.2 larutan
sampel
3. Selanjutnya masing-masing tabung yang telah berisi blanko, standar dan
sampel diinkubasi pada suhu 37 °C selama 10 Menit
4. Setelah itu ke dalam masing-masing tabung ditambahkan TCA 0.1 M sebanyak
2 mL. Tabung blanko dan standar ditambahkan 0.2 mL CaCl2 2 M sedangkan
tabung sampel ditambahkan 0.2 mL akuades.
5. Inkubasi pada 37 °C selama 10 menit, lalu sentrifuse pada 9000 rpm selama 10
menit.
6. Setelah itu diambil filtratnya, masing-masing sebanyak 1.5 mL dan
dipindahkan pada tabung baru. Kemudian masing-masing tabung ditambahkan
Natrium karbonat 0.4 M sebanyak 5 mL dan Folin (1:1) sebanyak 1 mL.
7. Inkubasi pada 37 °C selama 20 menit. Absorbansi diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 578 nm.
23
Keterangan :
UA = Jumlah enzim yang dapat menghasilkan 1 µmol tirosin permenit
(IU mL-1).
ABsp = Absorbansi sampel
ABbl = Absorbansi blanko
ABst = Absorbansi standar
FP = Faktor koreksi
T = Waktu inkubasi
Lampiran 4 Prosedur analisis aktivitas SOD benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda
1. Persiapan sampel
2. Pembuatan pereaksi yang digunakan dalam analisis
- larutan epinefrin 0.003 M
Sebanyak 5.496 mg epinefrin dilarutkan ke dalam 10 mL HCl 0.01 N.
Larutan kemudian disimpan dalam botol gelap.
- larutan bufer natrium karbonat 0.05 M pH 10.2
Siapkan tiga buah labu erlenmeyer diberi tanda A, B dan C. Labu A diisi
Na2CO3.10H2O (BM 286) sebanyak 3.575 g yang dilarutkan dengan air
bebas ion sehingga volume menjadi 250 mL. Labu B diisi NaHCO3 (BM
84) sebanyak 1.05 g yang dilarutkan dengan air bebas ion sehingga
volume menjadi 250 mL. Labu C diisi Na-EDTA (BM 372.2) sebanyak
3.722 mg yang dilarutkan dengan air bebas ion sehingga volume menjai
250 mL. Larutan pada labu A,B dan C ditambahkan ke dalam gelas piala
1000 mL sedikit demi sedikit sambil diukur pH-nya dengan pH meter
sampai menunjukkan pH 10.2
3. Pengukuran serapan dengan spektrofotometer
Bufer natrium 0.05M pH 10.2 sebanyak 2.8 mL dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Kemudian ditambahkan 0.1 mL supernatan sampel dan 0.1 mL larutan
epinefrin. Larutan tersebut dipindahkan ke dalam kuvet 3.0 mL. Pembacaan
serapan pada panjang gelombang 480 nm dilakukan pada menit ke-1, 2, 3 dan
4 setelah penambahan epinefrin.
Lampiran 5 Prosedur analisis kadar MDA benih ikan botia dengan perlakuan
dosis penambahan glutamin bebas berbeda
1. Preparasi sampel
2. Pembuatan larutan standar TEP (1,1,3,3-tetraethoxypropane)
Pembuatan larutan induk 2.5 mM, dengan melarutkan 30 µL larutan
standar TEP dengan air bebas ion. Selanjutnya larutan induk 2.5 mM TEP
diencerkan sebanyak 500 kali dengan pelarut air bebas ion sehingga
diperoleh larutan kerja 5 µM. Larutan standar MDA dibuat dengan
mengencerkan larutan kerja 5 µM TEP hingga diperoleh konsentrasi 0; 25;
50;75;100;125;150;175 dan 200 pmol 50 µL-1.
3. Pembuatan pereaksi yang digunakan
- Larutan 15% TCA
Sebanyak 15 g TCA dilarutkan ke dalam air bebas ion sampai volume 25
mL.
- Larutan 0.38% TBA
Sebanyak 0.37 g TBA dilarutkan ke dalam air bebas ion sampai volume
25 mL.
- Larutan 0.5% BHT
Sebanyak 0.5 g BHT dilarutkan ke dalam air bebas ion sampai volume
25mL
Siapkan erlenmeyer lalu dimasukkan 2.23 mL HCl pekat ke dalam
erlenmeyer tersebut. Kemudian ditambahkan larutan TCA, TBA dan
BHT dan tetapkan hingga volume 100 mL dengan air bebas ion.
4. Prosedur pengukuran
Sebanyak 0.5 mL sampel (supernatan) atau standar ditambah dengan 2 mL
campuran HCl 0.25N dingin yang mengandung 15% TCA, 0.38% TBA
dan 0.5% BHT. Campuran larutan lalu dipanaskan 80 oC selama 60 menit.
Setelah dingin, campuran larutan disentrifuse 3500 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang diperoleh diambil dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 532 nm. Hasil pembacaan standar diperoleh kurva
standar sebagai berikut:
25
0.25
0.2
Absorban
0.15
y = 0.023x + 0.0368
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5
konsentrasi (pmol µL-1)
RIWAYAT HIDUP