Anda di halaman 1dari 8

TUGAS PANGAN FUNGSIONAL

“PEMANFAATAN RUMPUT LAUT (EUCHEUMA COTTONII)


MENJADI ROTI TINGGI SERAT DAN YODIUM”

OLEH :
Ragil Yosanda
2010511054

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
I. PENDAHULUAN
Serat pangan atau yang lazim dikenal sebagai serat diet atau dietary fiber,
merupakan bagian dari tumbuhan yang dapat dikonsumsi dan tersusun dari
karbohidrat yang memiliki sifat resisten terhadap proses pencernaan dan
penyerapan di usus halus manusia serta mengalami fermentasi sebagian atau
keseluruhan di usus besar. Jadi serat pangan merupakan bagian dari bahan
pangan yang tidak dapat dihirolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Adapun
berdasarkan kelarutannya, serat pangan terbagi menjadi dua yaitu serat pangan
yang terlarut dan tidak terlarut. Didasarkan pada fungsinya di dalam tanaman,
serat dibagi menjadi 3 fraksi utama, yaitu (a) polisakarida struktural yang terdapat
pada dinding sel, yaitu selulosa, hemiselulosa dan substansi pektat; (b) non-
polisakarida struktural yang sebagian besar terdiri dari lignin; dan (c) polisakarida
non-struktural, yaitu gum dan agar-agar (Feri Kusnandar, 2010).
Sayur-sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang
sangat mudah ditemukan dalam bahan makanan. Namun, akhir-akhir ini adanya
perubahan pola konsumsi pangan di Indonesia menyebabkan berkurangnya
konsumsi sayuran dan buah-buahan. Rendahnya konsumsi ini yang
menyebabkan belum terpenuhinya kecukupan serat yang dianjurkan khususnya
pada kelompok dewasa. Keadaan tersebut diikuti juga dengan pergeseran atau
perubahan pola penyakit penyebab mortalitas dan morbiditas di kalangan
masyarakat, ditandai dengan perubahan pola penyakit-penyakit infeksi menjadi
penyakit-penyakit degeneratif dan metabolik.
Meskipun tidak mengandung zat gizi, serat pangan menguntungkan bagi
kesehatan yaitu berfungsi mengontrol berat badan atau kegemukan (obesitas),
penanggulangan penyakit diabetes, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker
kolon, serta mengurangi tingkat kolesterol darah dan penyakit kardiovaskuler.
Namun perlu diingat, tidak hanya memberikan efek positif bagi kesehatan, serat
pangan juga dapat memberikan efek negatif jika dikonsumsi secara berlebihan.
Sehingga sebagai acuan kebutuhan serat yang dianjurkan, maka dapat
dikonsumsi yaitu sebanyak 30 gram/hari.
II. PEMBAHASAN
2.1 Sifat dan Struktur Kimia Serat Pangan

Sifat fisik serat pangan tergantung baik pada komposisi maupun struktur
komponen-komponen penyusun serat pangan.
a. Sifat fisik penting pertama adalah kelarutan. Dimana terdapat dua tipe serat
pangan yaitu yang larut dalam air dan yang tidak larut dalam air. Kelarutan
dari gum, pektin, mucilage dan kemampuannya membentuk larutan dengan
viskositas tertentu atau perbedaan kekuatan gel sangat dipengaruhi oleh
ukuran dan distribusi polimer yang berbeda yang terkandung pada setiap
sumber serat pangan.
b. Sifat fisik penting yang kedua adalah kapasitas mengikat air, yaitu
kemampuan serat pangan yang tidak larut dalam air untuk mengembang dan
menyerap air. Kemampuan ini dipengaruhi oleh ukuran partikel dan distribusi.
Sebagai contoh selulosa murni dengan grade/kadar komersial, umumnya
akan berkurang kemampuan mengikat air dengan berkurangnya ukuran
partikel. Sedangkan kemampuan mengikat air dari total serat pangan
tergantung dari pH dan jenis pangan itu sendiri (Grace, et al., 1991).
c. Sifat fisik dominan pada serat pangan yaitu tingginya nilai penyerapan air
(NPA) dan nilai kelarutan air (NKA). Fenomena tersebut sejalan dengan sifat
instan yaitu meningkatnya kelarutan dan penyerapan yang disebabkan oleh
rendahnya karbohidrat dan tingginya gula pereduksi yang bersifat higroskopis
(Auliana, 1999).
d. Serat pangan memiliki daya serap air yang tinggi, karena ukuran polimernya
besar, strukturnya kompleks dan banyak mengandung gugus hidroksil namun
tergantung pada jenis polisakaridanya.
e. Serat pangan tidak dapat diserap oleh dinding usus halus dan tidak dapat
masuk ke dalam sirkulasi darah. Namun, akan dilewatkan menuju ke usus
besar (kolon) dengan gerakan peristaltik usus.
Sedangkan sifat-sifat umum serat pangan, antara lain bentuk molekul
dengan polimer yang berukuran besar, struktur yang kompleks, banyak
mengandung gugus hidroksil dan memiliki kapasitas pengikat air yang besar.
Banyaknya gugus hidroksil bebas yang bersifat polar serta struktur matriks yang
berlipat-lipat ternyata mampu memberikan peluang besar bagi terjadinya
pengikatan air melalui ikatan hidrogen. Kemampuan mengikat air oleh serat
pangan memiliki arti penting dalam mempertahankan air dalam lambung,
meningkatkan viskositas makanan dalam usus kecil, dan berhubungan dengan
peranan serat pangan dalam gizi dan metabolisme tubuh (Inglett and Fakehag,
1979).
2.2 Sumber Serat Pangan
Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber serat pangan yang paling
mudah dijumpai dalam menu masyarakat. Sebagai sumber serat, sayuran dapat
dikonsumsi dalam bentuk mentah atau telah diproses melalui perebusan. Adapun
pada review jurnal kali ini, saya akan mengulas sumber serat pangan dari sayuran
yaitu rumput laut.
Rumput laut merupakan pangan lokal yang mengandung serat dan yodium
yang cukup tinggi dan cocok untuk dijadikan pangan olahan sebagai salah satu
alternatif pemenuhan kebutuhan serat harian. Kandungan gizi pada rumput laut,
yaitu pro vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B6, vitamin B12, vitamin C,
vitamin D, vitamin E, dan vitamin K, serta kalium, kalsium, fosfor, natrium, zat besi,
dan yodium. Menurut Ubaedillah (2008), kandungan serat rumput laut sekitar
9,62% dari 100 gram berat kering.
Kembali pada pembahasan latar belakang, dimana masyarakat cenderung
menerapkan pola konsumsi pangan yang mengarah ke pola cepat saji dan praktis,
contohnya menjadikan roti tawar sebagai menu sarapan pagi. Nah dari sinilah
perlu memodifikasi roti tawar dengan menggunakan bahan pangan lokal, yaitu
substitusi tepung rumput laut terhadap tepung terigu sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pemenuhan kebutuhan serat per harinya.
Adapun formulasi substitusi tepung rumput laut terhadap tepung terigu
dalam pembuatan roti tawar dilakukan dengan tiga taraf. Formulasi roti tawar yang
pertama merupakan variabel kontrol (A0) terhadap tiga taraf lain, yaitu A1
(10%:90%), A2 (20%:80%), dan A3 (30%:70%) yang kemudian dilakukan uji
organoleptik pada panelis semi terlatih untuk mendapatkan formula roti terbaik.
Hasil rendemen tepung rumput laut diperoleh sebesar 4,5% dengan tingkat
kehalusan 80 mesh.
Penelitian ini merupakan eksperimental dengan rancangan acak lengkap
(RAL). Data dianalisis menggunakan ANOVA yang dilanjutkan dengan uji lanjut
Duncan’s Multiple Range Test. Roti tawar terbaik kemudian dianalisis proksimat,
serat pangan total, dan yodium. Kandungan serat pangan total dianalisis
menggunakan metode enzimatik. Dimana roti tawar terpilih yang dianalisis adalah
roti tawar dengan perlakuan A1 (10%:90%), karena banyak disukai oleh panelis,
baik dari segi parameter tekstur, aroma, rasa, dan warna roti. Kandungan serat
pangan total pada roti tawar rumput laut terpilih (Tabel 3) adalah sebesar 12,56
gram/100 gram (12,56%) dimana telah memenuhi klaim tinggi serat (>6g/100g)

Tingginya kadar serat pangan total roti tawar terpilih disebabkan karena
tepung rumput laut sendiri memiliki kadar serat yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tepung terigu, yaitu sebesar 70,14%.

2.3 Efek Fisiologis Serat Pangan terhadap Tubuh Manusia


Berikut, merupakan efek fisiologis serat pangan untuk kesehatan.
a. Mengontrol Berat Badan atau Kegemukan (obesitas).
Serat larut air (soluble fiber), seperti pektin serta beberapa hemiselulosa
mempunyai kemampuan menahan air dan dapat membentuk cairan kental
dalam saluran pencernaan. Sehingga makanan kaya akan serat, waktu
dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan menarik air dan
memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk mengkonsumsi
makanan lebih banyak. Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi
biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah yang
sehingga dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas.
b. Mencegah Kanker Kolon (usus besar)
Mekanisme serat pangan dalam mencegah kanker usus besar yaitu dengan
mengkonsumsi serat pangan dalam jumlah tinggi, maka akan mengurangi
waktu transit makanan dalam usus lebih pendek, dimana serat pangan
mempengaruhi mikroflora usus sehingga senyawa karsinogen tidak
terbentuk, serat pangan bersifat mengikat air sehingga konsentrasi senyawa
karsinogen menjadi lebih rendah.
c. Penanggulangan Penyakit Diabetes
Serat pangan mampu menyerap air dan mengikat glukosa, sehingga
mengurangi ketersediaan glukosa. Diet cukup serat juga menyebabkan
terjadinya kompleks karbohidrat dan serat, sehingga daya cerna karbohidrat
berkurang. Keadaan tersebut mampu meredam kenaikan glukosa darah dan
menjadikannya tetap terkontrol
d. Mencegah Gangguan Gastrointestinal
Konsumsi serat pangan yang cukup, akan memberi bentuk, meningkatkan air
dalam feses menghasilkan feses yang lembut dan tidak keras sehingga hanya
dengan kontraksi otot yang rendah feces dapat dikeluarkan dengan lancar.
Hal ini berdampak pada fungsi gastrointestinal lebih baik dan sehat.
e. Mengurangi Tingkat Kolesterol dan Penyakit Kardiovaskuler
Serat larut air menjerat lemak di dalam usus halus, dengan begitu serat dapat
menurunkan tingkat kolesterol dalam darah sampai 5% atau lebih. Dalam
saluran pencernaan serat dapat mengikat garam empedu (produk akhir
kolesterol) kemudian dikeluarkan bersamaan dengan feses. Dengan demikian
serat pangan mampu mengurangi kadar kolesterol dalam plasma darah
sehingga diduga akan mengurangi dan mencegah resiko penyakit
kardiovalkuler.
Namun, perlu digaris bawahi di samping memberikan efek fisiologis bagi
kesehatan, serat pangan diketahui juga memberikan pengaruh yang merugikan
apabila dikonsumsi secara berlebihan, antara lain:
a. Kekurangan cairan tubuh (dehidrasi) akibat diserap oleh serat dan kurang
minum.
b. Terjadi peningkatan jumlah gas yang dihasilkan oleh mikroorganisme
berbahaya dalam usus besar.
c. Menurunkan kemampuan sel usus dalam menyerap vitamin larut lemak
(ADEK) dan vitamin larut air, sehinga jumlah vitamin tersebut di dalam tubuh
menjadi berkurang.
d. Menghambat ketersediaan asam empedu dan beberapa enzim yang
dibutuhkan dalam proses pencernaan, sehingga dapat mengganggu
ketersediaan lemak dan protein.
e. Menurunkan ketersediaan mineral karena serat dapat menghambat proses
penyerapan.
III. KESIMPULAN
Serat pangan merupakan bagian dari bahan pangan yang tidak dapat
dihirolisis oleh enzim-enzim pencernaan. Adapun bahan pangan yang dapat
dijadikan sumber ketersediaan dari serat pangan salah satunya adalah dari
golongan sayuran, contohnya rumput laut. Rumput laut merupakan pangan lokal
yang mengandung serat dan yodium yang cukup tinggi dan cocok untuk dijadikan
pangan olahan sebagai salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan serat harian.
Dimana menurut Ubaedillah (2008), kandungan serat rumput laut sekitar 9,62%
dari 100 gram berat kering.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puti Rahayu Anggraini terkait
“Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) menjadi Roti Tinggi Serat dan
Yodium” didapatkan bahwa dengan penambahan tepung rumput laut pada
pembuatan roti tawar formulasi 10% tepung rumput laut dibanding dengan 90%
tepung terigu menghasilkan kadar serat pangan sebesar 12,56 gram/100 gram
(12,56%) dimana telah memenuhi klaim tinggi serat (>6g/100g). Untuk uji
organoleptiknya pun dari segi tekstur, aroma, rasa, dan warna roti yang paling
disukai oleh panelis adalah formulasi A1 (10%:90%) dimana tekstur roti lembut,
aroma amis tidak kuat, rasa roti tawar tidak begitu berkurang, serta warna rotinya
yang tidak begitu berbeda jauh dengan roti pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, P., R. (2018). Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Menjadi Roti
Tinggi Serat dan Yodium. Argipa (Arsip Gizi dan Pangan). 3(1): 26-36.
Rusdan, I., R. (2017). PPT Analisa Serat. Link: Analisa Serat (ub.ac.id). Diakses pada
tanggal 15 Maret 2022.
Santoso, Agus. (2011). Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya bagi Kesehatan.
Magistra No. 75 Th. XXIII Maret 2011, ISSN 0215-9511. Teknologi Hasil
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Unwidha Klaten.
Perangin-Angin, M., BR. (2011). Pemanfaatan Bekatul sebagai Bahan Makanan
Berserat pada Pembuatan Biskuit Crackers. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga: Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai