Anda di halaman 1dari 11

NUTRI IKAN

(Peran Kandungan Serat Kasar Pada Pakan)

Oleh:

Kelompok I BP - A

1. Reghina Ayunda 1415111330


2. Rizka Ayu Marheni Putri 141511133012
3. Vera Adriana Juwandono 141511133012
4. Raynaldi Cesar akbar 141511133012
5. Nafis Putra 1415111330
6. Cindy Nilam 1415111330

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

PRODI BUDIDAYA PERAIRAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengehuan dari masa ke masa semakin bertambah, seperti halnya
dengan pada disiplin ilmu Biologi dan Kimia yang melahirkan bidang ilmu yang disebut
Biokmia. Biokimia merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang membahasa tentang aktivitas
kimia pada tubuh makhluk hidup.

Pemanfaatan pakan untuk mendukung produksi dan produktivitas ternak ruminansia di


Indonesia pada umumnya di pengaruhi oleh kualitas, kuantitas dan kontintuitas pakan hijauan.
Kendala penyediaan pakan hijauan berkualitas diantaranya, luas lahan yang semakin sempit
dan produksi hijauan yang dibatasi oleh musim, masalah penyediaan pakan teratasi dengan
mengefisienkan penggunaan lahan, penanganan dan pemanfaatan limbah pertanian. Produksi
limbah pertanian sampai saat ini masih merupakan produk yang belum dimanfaatkan secara
baik, sehingga perlu dikaji kemungkinan pemanfaatannya sebagai pakan ternak yang optimal.

Serat merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna, fungsi utamanya untuk
mengatur kerja usus (Sitompul dan martini, 2005). Faktor bahan pakan, khususnya serat selain
menentukan kecernaan juga menentukan kecepatan aliran pakan meninggalkan rumen. Bahan
pakan yang mengandung serat kasar tinggi sukar dicerna sehingga kecepatan alirannya
rendah (Susanti dan Marhaeniyanto, 2007)
Serat kasar merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang
tersisa setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada kondisi
yang terkontrol ( Suparjo, 2010). Serat kasar ditentukan dengan cara mendidihkan sisa
makanan dari ekstraksi eter secara bergantian dengan asam dan alkali dengan konsentrasi
tertentu; sisa bahan organiknya merupakan serat kasar (Hernawati, 2010).
Serat ataupun senyawa-senyawa yang termasuk dalam serat mempunyai sifat kimia
yang tidak larut dalam air, asam atau basa meskipun dengan pemanasan atau hidrolisis
(Sitompul dan Martini, 2005). Serat kasar (SK) / Crude fiber (CF) adalah Bagian karbohidrat
yang tidak larut setelah pemasakan berturut-turut ( Tim Laboratorium IPB, 2003)
1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :

1. Pengertian dan Sifat Fisikoimia Serat Kasar

2. Peran Serat Kasar Pada Ternak

1.3 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Pengertian dan Sifat Fisikoimia Serat Kasar

2. Untuk mengetahui Peran Serat Kasar Pada Ternak


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Serat Kasar

2.1.1 Pengertian dan sifat fisikokimia serat

Serat dalam makanan (dietary fibre) adalah semua oligosakarida, polisakarida dan
derivatnya yang tak dapat diubah menjadi komponen terserap oleh enzim pencernaan di saluran
pencernaan Non-ruminansia. Berdasarkan sifat fisik-kimia dan manfaat nutrisinya, serat dalam
makanan dapat dikelompokkan dalam 2 jenis, yaitu : larut (soluble) dan tak larut (insoluble)
dalam air. Serat yang soluble cendrung bercampur dengan air dengan membentuk jaringan gel
(seperti agar-agar) atau jaringan yang pekat, sedangkan serat insoluble umumnya bersifat
higroskopis (mampu menahan air 20 kali dari beratnya. Serat yang berasal dari biji-bijian
umumnya bersifat insoluble, sedangkan serat dari sayur, buah dan kacang-kacangan cendrung
bersifat soluble.

Fraksi serat kasar pada dasarnya merupakan bagian dari serat. Selulosa, hemiselulosa, lignin
serta komponen penyusun dinding sel tanaman yang lainnya termasuk dalam kelompok serat.
Kompenen-komponen senyawa tersebut yang menentukan sifat fisikokimia serat makanan.
Menurut Poedjiadi et al. (2005), serat makanan terutama terdiri dari selulosa. Disamping itu
terdapat senyawa-senyawa lain seperti hemiselulosa, pektin, gum tanaman, musilago, lignin
dan polisakarida yang tersimpan dalam tanaman dan alga.

Serat kasar mengandung selulosa dan beberapa hemiselulosa dan polisakarida lain yang
berfungsi sebagai bahan pelindung tanaman. Serat kasar juga mengandung lignin, persentase
serat kasar pada biji yang belum diproses akan lebih tinggi dibandingkan dengan biji yang telah
dipisahkan kulit biji, karena kulit biji mengandung fraksi serat kasar untuk melindungi biji dari
faktor lingkungan. Fraksi serat kasar seperti selulosa, hemisellosa dapat dimanfaatkan oleh
ternak ruminansi dengan adanya aktivitas mikrobiologi di dalam rumen yang menghasilkan
enzim yang dapat mendegradasi fraksi serat kasar sehingga menghasilkan volatile fatty
acids untuk bioenergetika, dan menjadi kerangka karbon untuk sintesis protein mikrobia,
sedangkan untuk ternak Non-ruminansia seperti unggas memiliki keterbatasan dalam
pemanfaatan serat kasar. Kandungan nutrisi dalam serat kasar yang tergolong rendah sehingga
hanya biasa digunakan dalam jumlah yang relatif sedikit.
Kandungan nutrisi yang relatif rendah pada fraksi serat kasar, tetapi mutlak dibutuhkan dalam
pakan. fungsi serat kasar pada unggas antara lain memelihara fungsi normal dari saluran
pencernaan, memperbaiki penyerapan nutrisi dan mencegah kanibalisme. Pengaruh fositip
serat kasar pada ayam broiler yaitu pengaruh terhadap saluran cerna dengan memperbaiki
penyerapan zat-zat makanan di usus dengan cara mengurangi populasi sel goblet pada usus dan
penurunan jumlah lendir yang dihasilakan. Cairan pakan berserat akan merangsang
pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran pencernaan. Selain itu, serat kasar dapat
menjadikan dinding saluran pencernaan menjadi lebih tebal dan lebih panjang (Poultry
indonesia, 2012).

a. Selulosa

Selulosa merupakan single polimer yang berlimpah pada tanaman, yang merupakan struktur
fundamental di dinding sel tanaman. Selulosa murni merupakan homoglikan yang memiliki
berat molekul yang cukup tinggi, yang tersusun dari unit selubiosa dengan ikatan -1,4,
glikosidik membentuk rantai lurus dan panjang yang dikuatkan oleh ikatan hidrogen bersilang-
silang(McDonald et al., 2005; Mayes, 2006).

b. Hemiselulosa

Hemiselulosa didefinisikan sebagai polisakarida yang merupakan fraksi dinding sel yang larut
dalam alkali. Struktur hemiselulosa tersusun dari D-glukosa, D-galaktosa, D-mannosa, D-
xylosa, dan L-arabinosa. Asam uronat mungkin juga terdapat pada hemiselulosa. Hemiselulosa
dari rumput memiliki ikatan -1,4, glikosidik pada unit D-xylosa dengan ikatan samping
dengan asam metil glukoronat, glukosa, galaktosa dan arabinosa (McDonald et al., 2005).

c. Lignin

Lignin merupakan fraksi serat bukan karbohidrat, yang meruakan polimer dari 3 derivat yaitu
: phenil propana, coumaryl alkohol, dan sinaphyl alkohol. Lignin sangat tahan terhadap
degradasi kimia (McDonald et al., 2005).

Jumlah serat kasar pada pakan biasanya didasarkan atas feed intake (jumlah pakan yang
dikonsumsi). Sedangkan feed intake sendiri akan dipengaruhi oleh palatabilitas (rasa enak)
pakan yang dikonsumsi. Ayam memiliki keterbatasan untuk mencerna serat kasar karena
struktur anatomi saluran pencernaannya,. Selama kurang lebih 4 jam, pakan berada dalam
saluran pencernaan. Oleh karena itu tidak ada kesempatan yang cukup bagi bakteri untuk
mencerna serat kasar. Koefisien kecernaan serat kasar pada ayam sekitar 5-20%.Atas dasar
tersebut, maka besarnya campuran serat kasar dalam ransum unggas sangat dibatasi, yaitu
sekitar 7%. Akan tetapi jika ditingkatkan menjadi 8-10% tidak mempengaruhi produktivitas
ayam.

Peran utama dari serat dalam makanan adalah pada kemampuannya mengikat air, selulosa dan
pektin. Dengan adanya serat, membantu mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran
pencernaan untuk disekresikan keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air rendah
akan lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus untuk dapat
diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar menjadi lebih lamban.
Istilah dari serat makanan (dietary fiber) harus dibedakan dengan istilah serat kasar (crude
fiber) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat kasar adalah bagian
dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk
menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH
3,25%). Sedangkan serat makanan adalah bagian dari bahan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
enzim-enzim pencernaan.

2.1.2 Peran Serat Kasar pada Ternak

Peran serat kasar pada ternak baik itu ternak ruminansia maupun monogastrik, tingkat serat
kasar dalam ransum sangat berpengaruh terhadap performa dan pertumbuhan ternak
(Anaoegwa dkk., 1989; Varastegani dan Dahlan, 2014). Serat kasar dibutuhkan ternak untuk
merangsang gerakan saluran pencernaan, pada ternak ruminansia serat kasar digunakan sebagai
sumber energi tetapi pada unggas pemanfaatannya sangat terbatas. Kekurangan serat pada
pakan unggas dapat menyebabkan gangguan pencernaan, tetapi jumlah serat kasar berlebihan
juga dapat menurunkan kecernaan pakan.

Kebutuhan serat pakan pada beberapa jenis unggas berbeda-beda tergantung jenisnya, puyuh
maksimal 7%, itik maksimal 8 % sedangkan ayam pedaging maksimal 6% (SNI, 2006). Banyak
penelitian yang telah dilakukan untuk menggambarkan peranan serat kasar dalam ransum
terhadap unggas, seperti efek toksikologi, efek probiotik dan efesiensi pakan. Unggas
khususnya broiler memiliki kemampuan yang rendah dalam memanfaatkan serat kasar tetapi
tetap membutuhkannya dalam jumlah kecil serta dapat mempengaruhi histologi saluran
pencernaan (Tossaporn, 2013).

Persentase tembolok dan proventriculus tidak menunjukan perbedaan nyata akibat penggunaan
daun murbei dalam ransum, hal ini menunjukan peningkatan serat kasar masih dapat ditolerir
oleh beban kerja dari tembolok dan gizzard. Jamal (2005), melaporkan tidak ada perbedaan
bobot oeshopagus, proventiculus dan tembolok pada broiler yang mengkonsumsi pakan
berserat dari ampas saitun, hal serupa dilaporkan Tossaporn (2013), yang menyatakan tidak
ada pengaruh perbedaan serat kasar terhadap tembolok dan proventikulus.

Bobot tembolok dan proventrikulus dalam penelitian ini masih tergolong normal, Ukim dkk.
(2012), menyatakan persentase bobot proventiculus broiler normal berkisar antara 0,4-0,54%
dari bobot hidup. Peran tembolok pada broiler adalah sebagai penampung makanan sebelum
dicerna oleh gizzard, sedangkan pada broiler peran organ ini kurang berkembang karena
prilaku broiler yang makan terus menerus sehingga tidak perlu menampung makanan dalam
jumlah banyak. Fungsi dari proventriculus adalah sebagai pencerna kimiawi dan gerbang pakan
sebelum masuk ke gizard sehingga perubahan serat diduga tidak terlalu berpengaruh.

Gizzard merupakan alat pencernaan yang berperan sebagai pencerna mekanik sehingga tekstur
ransum yang lebih keras akibat serat kasar tinggi dapat memicu pertumbuhan gizzard.
Perlakuan fermentasi pada daun murbei tidak menunjukan perbedaan nyata terhadap bobot
gizzard hal ini diduga karena fermentasi hanya merubah ikatan dan merenggangkan ikatan
senyawa daun murbei tetapi tidak merubah tekstur dan ukurannya. Bentuk dan serat kasar
pakan merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi bobot gizzard (Hetland dkk., 2005).

2.1.3 Pengaruh Serat Kasar Pada Ternak

Serat kasar merupakan sisa-sisa sel tumbuhan yang tahan terhadap reaksi
hidrolisis enzim-enzim saluran pencernaan. Komponen utama penyusun serat kasar adalah
berupa karbohidrat.

Karena kandungan nutrisi serat kasar tergolong rendah, oleh sebab itu biasanya digunakan
sebagai campuran pakan dalam jumlah yang sedikit, sekitar 7% saja. Bahan yang mengandung
serat kasar cukup tinggi antara lain : tepung alfafa, kulit kedelai, biji padi kering dan gandum.
Sedangkan yang tergolong serat kasar rendah antara lain : eceng gondok, beras giling, tepung
tulang, jagung dan tepung ikan.

Setidaknya ada 3 pengaruh positif serat kasar pada broiler, yaitu :

Terhadap saluran pencernaan.


Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa serat kasar dapat memperbaiki penyerapan zat-zat
makanan oleh usus dengan cara mengurangi populasi sel goblet pada usus dan penurunan
jumlah lendir yang dihasilkan. Selain itu, cairan pakan yang berserat akan merangsang
pertumbuhan mikroorganisme di dalam saluran pencernaan. Hal ini lebih jauh akan membantu
proses metabolisme karbohidrat dan protein sekaligus mengatasi permasalahan fementasi
akibat kecilnya ukuran cecum. Pengaruh lainnya yaitu, serat kasar ternyata dapat membuat
dinding saluran pencernaan menjadi lebih tebal dan lebih panjang.

Terhadap keseimbangan mineral.

Pemberian serat kasar dalam waktu yang lama dengan jumlah yang moderat, berpengaruh
positif terhadap penyerapan mineral makanan. Efek ini bervariasi diantara serat kasar yang
digunakan. Pemakaian gandum dalam pakan akan meningkatkan retensi sodium dan potasium,
namun hal tersebut tidak terjadi jika menggunakan tepung alfafa atau kulit kedelai. Retensi
copper akan ditingkatkan oleh pemakaian kulit kedelai dan tidak oleh tepung alfafa maupun
kulit gandum. Sedangkan pengaruh ketiga bahan tersebut terhadap retensi besi adalah sama.

Terhadap kanibalisme.

Penelitian menunjukkan bahwa pemberian serat kasar pada ayam broiler dapat menurunkan
kejadian kanibalisme. Pemberian serat kasar pada pakan dengan tingkat 8%, 13% dan 18%
masing masing menunjukkan skor patukan tubuh 0,6, 0,1 dan 0,0, sedangkan persentase
patukan pada tubuh masing-masing menunjukkan angka 41, 7 dan 0.and/krm
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Peran serat kasar pada ternak baik itu ternak ruminansia maupun monogastrik, tingkat serat
kasar dalam ransum sangat berpengaruh terhadap performa dan pertumbuhan ternak. Serat
kasar dibutuhkan ternak untuk merangsang gerakan saluran pencernaan, pada ternak
ruminansia serat kasar digunakan sebagai sumber energi tetapi pada unggas pemanfaatannya
sangat terbatas. Kekurangan serat pada pakan unggas dapat menyebabkan gangguan
pencernaan, tetapi jumlah serat kasar berlebihan juga dapat menurunkan kecernaan pakan.

Peranan mineral pada ternak adalah sebagai pembentuk struktur fisiologis, sebagai katalisator
sekaligus berfungsi sebagai regulator. Mineral berperan penting dalam proses fisiologis ternak,
baik untuk pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan. Beberapa unsur mineral berperan
penting dalam penyusunan strukrut tubuh, baik untuk perkembangan jaringan keras seperti
tulang dan gigi maupun jaringan lunak seperti hati, ginjal dan otak sehingga semua jaringan
tubuh ternak mengandung zat mineral dalam jumlah dan proporsi yang sangat bervariasi.

Mineral yang sangat penting bagi ternak dapat dibagi menjadi mineral makro dan mineral
mikro yaitu Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Besi (Fe) dan Tembaga ( Cu ).
DAFTAR PUSTAKA

Hetland H., B. Svihus and M. Choct. 2005. Role of insoluble fiber on gizzard activity in layers.
J. Appl. Poult. Res., 14:38-46

Lindar, M. 1992. Biokimian Nutrisi dan Metabolisme. UI Press. Jakarta.

Meyes, P. A 2006. Karbohidrat dengan makna fisiologis: Biokimia Harper. Editor R. K.


Murray, D. K. Granner, dan V.W. Rodwell. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Ostergren, and N. Knutson. 2003. -glucan fraction from barley and oats are similarly
antitherogenic in hyperchlostromia syirian golden hamster. J. Nutr : 468-495

Poedjiadi, A. . 2005. Dasar- Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Joseph, G., H. T. Uhi,
Rukmiasih, I. Wahyuni, S. Y. Randa, H. Hafid, dan A. Parakkasi. Status kolestrol itik
mandalung dengan pemberian serat kasar dan vitamin E. Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner: 265-267.

Sitompul, S. dan Martini. 2005. Penetapan Serat Kasar Dalam Pakan Ternak
Tanpa Ekstraksi Lemak.Prisiding Temu Teknis Nasional Tenaga
Fungsional Pertanian

Sutama, I. N. S. 2005. Pengaruh suplementasi kapu-kapu (Pistoia stratiotes) dalam ransum


terhadap kolestrol pada seru dan daging ayam kampung. Majalaj Ilmiah Peternakan Vol 8(2).

Delany, B., R. J. Nicolosi, T. A. Wilson, T. Carison, F. Frazer, G. H. Zheng, R. Hess,


K.Tossaporn Incharoen. 2013. Histological adaptations of the gastrointestinal tract of broilers
fed diets containing insoluble fiber from rice hull meal . American Journal of Animal and
Veterinary Sciences, 8(2): 79-88.
Ukim C.I., Ojewola G S. and Obun C.O., Ndelekwute E.N.2012. Performance and carcass and
organ weights of broiler chicks fed graded levels of Acha grains (Digitaria exilis). Journal of
Agriculture and Veterinary Science. Volume 1(2): 28-33.

Anda mungkin juga menyukai