Anda di halaman 1dari 9

1

I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ternak merupakan salah satu aspek penting dalam pemenuhan kebutuhan protein
manusia, terutama protein hewani. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan
pemeliharaan ternak. Pakan yang baik adalah pakan yang mampu memenuhi kebutuhan hidup
pokok, pertumbuhan dan produktivitas ternak. Permasalahan yang umum terjadi adalah
ketersediaan pakan yang tidak kontinyu. Ketersediaan hijauan pada musim hujan akan
melimpah, namun pada musim kemarau peternak akan mengalami kesulitan mendapatkan
hijauan. Produksi pakan hijauan juga semakin menurun karena tidak adanya lahan untuk
menanam. Di sisi lain, limbah pertanian dan limbah perkebunan memiliki potensi untuk
digunakan sebagai pakan sumber serat, karena ketersediaannya yang melimpah.
Limbah pertanian dan limbah perkebunan yang berpotensi sebagai pakan sumber serat
adalah jerami padi dan serat sawit. Pemanfaatan jerami padi dan serat sawit masih terkendala
oleh tingginya kandungan serat yang sulit dicerna mikroba rumen. Kandungan serat kasar
yang tinggi dapat menghambat mikroba rumen dalam mencerna pakan. Secara biologis,
bahan pakan sumber serat dapat dirusak ikatan kimianya dengan bantuan enzim dan
mikroorganisme tertentu (Selly, 1994).

1.2 Permasalahan
pada musim kemarau peternak akan mengalami kesulitan mendapatkan hijauan, dari
hijauan kebutuhan akan serat kasar tersebut diperlukan untuk kebutuhan gizi ternak
tersebut, selulosa yang terdapat pada serat kasar merupakan sumber energi bagi
mikroorganisme dalam rumen dan sebagai bahan pengisi rumen tetapi Kandungan serat
kasar yang tinggi dapat menghambat mikroba rumen dalam mencerna pakan.

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui kegunaan akan serat kasar untuk kebutuhan gizi ternak
tersebut.
Untuk mengetahui beberapa serat kasar pada hijauan.


2

1.4 Metode Penyusunan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah studi literatur /
pengumpulan data yang diperoleh dari:
buku-buku literatur mengenai kebutuhan nutrien bagi ternak ruminansia
pencarian literatur berupa artikel, jurnal, maupun hasil penelitian melalui media
internet



























3

II
TINJAUAN PUSTAKA

Serat Kasar
Serat kasar adalah bagian dari karbohidrat yang telah dipisahkan dengan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang terutama terdiri dari pati, dengan cara analisis
kimia sederhana (Tillman et al., 1989). Serat kasar terdiri atas selulosa, hemiselulosa
dan lignin. Fraksi serat kasar dapat diukur berdasarkan kelarutannya dalam larutan-
larutan detergen, yaitu menggunakan analisis Van Soest (Tillman etal., 1989).
Menurut Sutardi (1980), analisa Van Soest merupakan sistem analisis bahan makanan
yang lebih relevan manfaatnya bagi ternak, khususnya sistem evaluasi nilai gizi
hijauan. Serat kasar terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman et al.,1989).
Bagi hewan ruminansia, selulosa merupakan sumber energi bagi mikroorganisme
dalam rumen dan sebagai bahan pengisi rumen, sedangkan bagi hewan-hewan
monogastrik selulosa adalah komponen yang tidak dapat dicerna meskipun bagi
hewan non-ruminansia selulosa tidak memiliki peran spesifik, namun keberadaannya
penting dalam meningkatkan gerak peristaltik. Setiap pertambahan 1% serat kasar
dalam tanaman menyebabkan penurunan daya cerna bahan organiknya sekitar 0,7-1,0
unit pada ruminansia (Tillman et al., 1989).

Selulosa
Selulosa adalah zat penyusun tanaman yang jumlahnya banyak, sebagai material
struktur dinding sel semua tanaman (Tillman et al., 1989). Selulosa mempunyai bobot
molekul tinggi dan terdapat dalam jaringan tanaman pada dinding sel sebagai
mikrofibril (Suparjo et al., 2008a). Kandungan selulosa pada dinding sel tanaman
tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Suparjo et al.,2008b).
Selulosa dicerna dalam tubuh ternak dalam saluran pencernaan oleh selulase hasil
jasad renik dan menghasilkan selubiosa, yang kemudian dihidrolisis lebih lanjut untuk
menghasilkan glukosa. Hasil pencernaan oleh jasad renik terhadap selulosa adalah
asam-asam lemak terbang (VFA) yang terdiri dari campuran asam asetat, asam
propionat dan asam butirat, dan sebagai hasil sampingan adalah gas metan dan CO2
(Tillman et al., 1989). Struktur selulosa dapat dilihat pada Gambar 1.
4


Gambar 1. Struktur Selulosa (American Fiber Manufacturers Association, 2008)

Hemiselulosa
Hemiselulosa adalah polisakarida pada dinding sel tanaman yang larut dalam alkali
dan menyatu dengan selulosa. Hemiselulosa terdiri atas unit D-glukosa, Dgalaktosa,
D-manosa, D-xylosa, dan L-arabinosa yang terbentuk bersamaan dalam kombinasi
dan ikatan glikosilik yang bermacam-macam (McDonald et al., 2002). Hemiselulosa
terdapat bersama-sama dengan selulosa dalam struktur daun dan kayu dari semua
bagian tanaman dan juga dalam biji tanaman tertentu. Hemiselulosa yang terhidrolisis
akan menghasilkan heksosa, pentosa dan asam uronat. Hemiselulosa dihidrolisa oleh
jasad renik dalam saluran pencernaan dengan enzim hemiselulase, hasil akhir
fermentasinya adalah VFA (Tillman et al., 1989). Jumlah hemiselulosa biasanya
antara 15-30% dari berat kering bahan lignoselulosa. Hemiselulosa mengikat
lembaran serat selulosa membentuk mikrofibril yang meningkatkan stabilitas dinding
sel. Hemiselulosa juga berikatan silang dengan lignin membentuk jaringan kompleks
dan memberikan struktur yang kuat (Suparjo et al., 2008b).

Lignin
Lignin merupakan komponen yang tidak memiliki hasil akhir dari proses pencernaan
dan keberadaannya dapat menghambat proses pencernaan pada ternak. Pada tanaman
kandungan lignin akan bertambah seiring bertambahnya umur tanaman dan mencapai
level tertinggi pada saat tanaman sudah dewasa (Tillman et al., 1989). Lignin
5

merupakan komponen dinding sel yang sulit dicerna oleh bakteri, sehingga dengan
kadar lignin yang lebih rendah bakteri akan lebih mudah mendegradasi zat-zat
makanan yang terdapat dalam isi sel (McDonald et al., 1988). Lignin adalah gabungan
beberapa senyawa yang hubungannya erat satu sama lain, mengandung karbon,
hidrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya lebih tinggi dibanding senyawa
karbohidrat. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia, termasuk degradasi
enzimatik (Tillman et al., 1989). Struktur lignin dapat dilihat pada Gambar 3. Lignin
sering digolongkan sebagai karbohidrat karena hubungannya dengan selulosa dan
hemiselulosa dalam menyusun dinding sel, namun lignin bukan karbohidrat. Hal ini
ditunjukkan oleh proporsi karbon yang lebih tinggi pada lignin (Suparjo et al., 2008a).
Pengerasan dinding sel kulit tanaman yang disebabkan oleh lignin menghambat enzim
untuk mencerna serat dengan normal. Hal ini merupakan bukti bahwa adanya ikatan
kimia yang kuat antara lignin, polisakarida tanaman dan protein dinding sel yang
menjadikan komponen-komponen ini tidak dapat dicerna oleh ternak (McDonald et
al., 2002

Beberapa Serat Kasar Pada Hijauan

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum)
Rumput gajah (Pennisetum purpureum) merupakan keluarga rumput rumputan
(Graminae) yang telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak pemamah biak
(ruminansia) yang alamiah di Asia Tenggara. Rumput ini berasal dari Afrika tropika,
kemudian menyebar dan diperkenalkan ke daerah-daerah tropika di dunia
(Manglayang, 2005). Beberapa sifat rumput gajah yang menguntungkan adalah
mudah ditanam, cepat tumbuh dan menjadi besar, perakarannya relatif dalam
sehingga mampu menahan partikel-partikel tanah yang mudah terbawa aliran
permukaan, serta mempunyai gizi tinggi sebagai bahan makanan ternak (Soeyono,
1986). Sutardi (1980) menyatakan bahwa hijauan segar dari jenis rerumputan unggul
seperti rumput gajah nilai gizinya cukup terjamin, volumenya lebih banyak dan daya
cernanya lebih tinggi dibandingkan dengan rerumputan liar.
Tanaman ini berdiri tegak, berakar dalam dan tinggi dengan rimpang yang
pendek, memiliki tulang daun yang tampak jelas sepanjang permukaan bawah
(Prosea, 2000). Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang
atau sobekan rumput. Tinggi tanaman ini dapat mencapai lebih dari 4,5 m, terdapat
6

pada tanah lembab di daerah dengan curah hujan lebih dari 1000 mm. Hasil panennya
memiliki kandungan bahan kering yang jumlahnya banyak, namun rendah kandungan
proteinnya jika tidak dipotong pada saat masih muda (FAO, 2007). Rumput ini
biasanya dipanen dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu diberikan langsung
(cut and carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi, atau dapat juga dijadikan
persediaan pakan melalui proses pengawetan pakan hijauan dengan cara silase dan
hay. Selain itu rumput gajah juga dapat dimanfaatkan sebagai mulsa tanah yang baik
(Manglayang, 2005).
Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan jumlah daun
terhadap batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari hasil panen yang diadakan
secara teratur berkisar antara 2-4% protein kasar, semakin tua umur tanaman
kandungan protein kasar akan semakin menurun. Pada daun muda nilai kecernaan
(TDN) diperkirakan mencapai 70%, tetapi angka ini menurun cukup drastis pada usia
tua hingga 55%. Batang-batangnya kurang begitu disukai ternak (karena keras)
kecuali yang masih muda dan mengandung cukup banyak air (Manglayang, 2005).
Kandungan bahan kering rumput gajah umumnya berkisar antara 12-18%, tetapi
seiring dengan meningkatnya umur tanaman kandungan bahan kering juga akan
meningkat. Kandungan serat kasar berkisar dari 26,0-40,5%, Beta-N sekitar 30,4-
49,6% dengan kandungan lemak kasar 1,0-3,6%. Kandungan phosphornya cukup
tinggi yaitu 0,28-0,39% dan pada batang 0,38-0,52%. Sedangkan Ca masing-masing
0,43-0,48% dan 0,14-0,23% pada daun dan batang (Sofyan et al., 2000).

Jerami Padi (Oryza sativa)
Jerami padi adalah batang padi yang ditinggalkan termasuk daun sesudah diambil
buahnya yang masak (Arinong, 2008). Jerami padi merupakan limbah pertanian yang
sangat potensial untuk digunakan sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia.
Tahun 2008 produksi padi sebanyak 60.325.925 ton, hal ini menunjukkan
melimpahnya produksi jerami padi (Biro Pusat Statistik, 2008). Ruminansia yang
terdapat di daerah Asia Tenggara sudah umum menggunakan jerami padi sebagai
pakan sumber energi (Dixon, 1988). Limbah hasil pertanian biasanya memiliki
kelemahan, beberapa diantaranya adalah limbah pertanian umumnya mengandung
kadar serat yang tinggi, kecernaannya yang rendah, limbah pertanian biasanya rendah
kadar nutrisi seperti nitrogen (N), sulfur dan mineral penting lainnya yang berguna
untuk mikroorganisme yang memiliki peran pada fermentasi serat dan hewan inang
7

(Dixon, 1988). Rendahnya daya cerna ini disebabkan oleh adanya lignin dan silika
yang mengikat selulosa dan hemiselulosa dalam bentuk ikatan rangkap, sehingga
sukar dicerna oleh enzim dari mikroorganisme dalam rumen (Arinong, 2008).
Menurut Sutardi (1980), jerami padi sebagai makanan ternak masih terbatas sekali
pemanfaatannya, karena hanya berperan sebagai bulk dan menggantikan tidak lebih
dari 25% kebutuhan ternak akan rumput. Jerami padi sebagai hasil sisa dari tanaman
padi mengandung protein kasar 3,6%, lemak 1,3%, BETN 41,6%, abu 16,4%, lignin
4,9%, serat kasar 32,0%, silika 13,5%, kalsium 0,24%, kalium 1,20%, magnesium
0,11%, dan posphor 0,10% (Arinong, 2008). Doyle et al. (1986) menerangkan bahwa
nilai koefisien cerna bahan organik jerami padi berkisar antara 31-59%. Serat Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) Berdasarkan taksonominya, kelapa sawit digolongkan ke
dalam divisi Tracheopyta, subdivisio Pteropsida, kelas Angiospermae, subkelas
Monocotyledonae, ordo Cocoideae, famili Palmae, subfamili Cocoideae, genus Elaeis
dan spesies Elaeis guenensis Jacq (Lubis, 1992). Serat sawit (palm press fibre) adalah
hasil ikutan pengolahan kelapa sawit yang dipisahkan dari buah setelah pengutipan
(pengambilan) minyak dan biji sawit dalam proses pemerasan (Agustin, 1991).
Limbah kelapa sawit semakin melimpah seiring dengan banyaknya pabrik
pengolahan kelapa sawit yang kini mencapai 470 pabrik. Sebuah pabrik kelapa sawit
(PKS) berkapasitas 60 ton tandan/jam menghasilkan limbah 100 ton/hari. Itu artinya,
total limbah 470 pabrik itu mencapai 28,7 juta ton dalam bentuk cair dan 15,2-juta ton
limbah padat per tahun (Trubus, 2008). Terdapat tiga jenis limbah industri kelapa
sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak adalah bungkil kelapa sawit, lumpur
kelapa sawit dan serat kelapa sawit. Angka konversi dari lumpur sawit adalah 30%
dan serat 20%, sedangkan bungkil inti sawit 40-60% dari inti (Sofyan et al., 2000).
Produksi serat sawit tinggi, namun tidak diikuti dengan kualitasnya. Serat sawit
memiliki kandungan protein kasar yang rendah dan xylosa yang tinggi, namun
memiliki kandungan lignin yang tinggi (Vadiveloo and Fadel, 1992). Serat kelapa
sawit dapat diberikan pada ruminansia sebanyak 15-35% dari ransum (Sofyan et al.,
2000). Kandungan serat sawit adalah BK 93,2 %, abu 6,46 %, protein kasar 5,93 %,
lemak kasar 5,19 %, serat kasar 40,80 % dan beta-N 41,62 % (Agustin,1991).




8

III
PEMBAHASAN

Serat makanan ( diatery fiber ) merupakan komponen alami dalam tanaman
yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap pada
saluran pencernaan. Pada umumnya, serat banyak terdapat pada bagian dinding sel
suatu tumbuhan. Dinding sel terdiri dari beberapa jenis karbohidrat seperti selulosa,
hemiselulosa, pectin dan non karbohidrat seperti polimer lignin, beberapa gumi dan
beberapa mucilage. Sehingga pada umumnya serat terdiri dari karbohidrat atau
polisakarida.

Serat diet mencakup tiga jenis antara lain, Polisakarida struktur (berkaitan
dengan dinding sel tumbuhan, termasuk selulosa, hemiselulosa dan pektin).
Nonpolisakarida struktur, terutama lignin Polisakarida non-struktur, termasuk gum
dan musilago (Schneeman 1986).
Serat terbagi menjadi dua jenis yaitu serat yang larut (serat halus) dan serat
yang tidak larut (serat kasar). Komponen serat bahan pangan larut air dapat
membentuk gel dengan cara menyerap air. Contoh serat bahan pangan yang larut
dalam air adalah pectin, gum, musilase, asam alginate dan agar- agar. Sedangkan serat
yang tidak larut dalam air akan menuju saluran pencernaan menyebabkan
penggumpalan pada fesef sehingga feses dapat keluar dengan lancer. Contoh dari
serat bahan pangan yang tidak larut dalam air adalah lignin dan selulosa.
Kandungan serat kasar dalam suatu bahan pangan merupakan suatu aspek
yang penting dalam penilaian kualitas bahan pangan itu sendiri. Kandungan serat
dapat digunakan untuk menganalisa suatu proses pengolahan bahan panan. Serat juga
merupakan suatu indikasi untuk menentukan nilai gizi dari suatu bahan pangan.








9

IV
KESIMPULAN

Limbah pertanian dan limbah perkebunan yang berpotensi sebagai pakan
sumber serat seperti jerami padi dan serat sawit.
Kandungan serat kasar yang tinggi dapat menghambat mikroba rumen dalam
mencerna pakan. Ruminansia yang terdapat di daerah Asia Tenggara sudah umum
menggunakan jerami padi sebagai pakan sumber energi. Limbah hasil pertanian
biasanya memiliki kelemahan, beberapa diantaranya adalah limbah pertanian
umumnya mengandung kadar serat yang tinggi, kecernaannya yang rendah, limbah
pertanian biasanya rendah kadar nutrisi seperti nitrogen (N), sulfur dan mineral
penting lainnya yang berguna untuk mikroorganisme yang memiliki peran pada
fermentasi serat dan hewan inang. Rendahnya daya cerna ini disebabkan oleh adanya
lignin dan silika yang mengikat selulosa dan hemiselulosa dalam bentuk ikatan
rangkap, sehingga sukar dicerna oleh enzim dari mikroorganisme dalam rumen.

Anda mungkin juga menyukai