Anda di halaman 1dari 9

II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Domba Priangan


Domba lokal merupakan domba asli Indonesia yang memiliki tingkat

adaptasi yang baik pada iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Bobot badan

dewasa domba lokal dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan betina 20-25 kg

dengan persentase karkas 44-49% (Firman, 2018). Menurut Ensminger (2002)


domba diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mammalia

Ordo : Arthiodactyla

Family : Bovidae

Genus : Ovis

Species : Ovis aries

Domba lokal yang di Indonesia terdapat berbagai jenis salah satunya adalah

Domba Priangan. Domba Priangan merupakan salah satu rumpun domba yang

sudah lama berada di Indonesia, Domba Priangan mempunyai performa yang

sangat baik selain mudah beradaptasi dengan lingkungan. Domba Priangan juga

mampu bertahan dengan mutu pakan rendah, domba tersebut juga bersifat prolifik.

serta mempunyai bobot karkas 45-50% (Herman, 2005). Domba Priangan berasal

dari persilangan tiga rumpun domba yaitu Domba Merino, Domba Kaapstad dan

Domba Lokal (Merkens dan Soemirat, 1926). Keberadaan domba ini tersebar luas

hampir di seluruh wilayah Jawa Barat terutama di Kabupaten Garut, Sumedang, dan
Bandung.
11

Domba Priangan mempunyai fisik kombinasi antara telinga rubak (>8 cm)

dengan ekor ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong (Heriyadi, dkk. 2011). Domba

Priangan mempunyai umur pubertas yang dicapai lebih awal (Sutama, 1992), tidak

memiliki sifat kawin musiman sehingga sangat menguntungkan untuk kondisi

tropis dan dapat beranak sepanjang tahun (Natasasmita, 1969) dapat beranak

banyak dan dapat bunting kembali setelah sebulan melahirkan (Diwyanto dan
Inounu, 2001).

2.2 Jerami Padi


Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar

yang tertinggal setelah dipanen (Shiddieqy, 2005). Jerami padi merupakan salah

satu pakan alternatif yang paling banyak dipakai untuk memenuhi kekurangan

hijauan pakan ternak (Yanuartono dkk., 2019). Potensi jerami ditunjukkan dengan

ketersediaannya yang melimpah dan sebagian besar kurang dimanfaatkan


(Yanuartono dkk., 2019).

Jerami padi memiliki beberapa kelemahan yaitu kandungan lignin dan silika
yang tinggi, namun rendah kandungan energi, protein, mineral dan vitamin. Selain

rendah nilai nutrisi, kecernaan jerami juga rendah karena sulit didegradasi oleh

mikroba rumen (Sarnklong dkk., 2010). Selain hal tersebut diatas, kelemahan yang

lain adalah karena jerami memiliki faktor pembatas seperti zat anti nutrisi (Mathius

dan Sinurat, 2001) serta kandungan serat kasar yang tinggi dan protein kasar serta
dan tingkat palatabilitas jerami yang rendah (Gultom dkk., 2013).

Pemberian jerami padi tanpa pengolahan berdampak pada rendahnya

produktivitas ternak akibat pakan sulit dicerna sehingga tidak mampu memenuhi

kebutuhan optimal bagi ternak. Meskipun jerami padi mengandung serat kasar

tinggi, tetapi dengan dilakukan pengolahan yang sesuai dapat membuat bahan
12

pakan ligniselulosik memiliki kualitas yang cukup sebagai pakan ruminansia


(Yunilas, 2009).

Penggunaan jerami secara langsung atau sebagai pakan tunggal tidak dapat

memenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Pengolahan jerami dapat meningkatkan daya

cerna jerami padi dapat hingga 70 % dan kandungan proteinnya dapat mencapai 5

- 8 % (Susilawati, 2012). Jerami padi umumnya memiliki kualitas rendah dengan

kandungan serat yang tinggi, apabila digunakan sebagai pakan dibutuhkan

penambahan bahan pakan yang memiliki kualitas yang baik seperti konsentrat
untuk memenuhi dan meningkatkan produktivitas ternak (Shanahan dkk., 2004).

2.3 Fermentasi

Fermentasi merupakan salah satu metode untuk meningkatkan nilai

nutrisi yang sesuai dengan karakteristik jerami padi karena prosesnya relatif mudah

serta hasilnya bersifat palatable sehingga lebih disukai ruminansia (Liu dkk., 2015).

Tujuan fermentasi adalah untuk meningkatkan nilai nutrisi kecernaan jerami

dengan cara menumbuhkan jamur, bakteri atau menambahkan enzim yang dapat
mendegradasi lignoselulosa, lignoselulosa merupakan salah satu komponen serat

kasar yang dapat mengganggu kecernaan (Ma’sum, 2012). Proses fermentasi harus

menghasilkan asam laktat sebagai produk utama, karena asam laktat berperan

sebagai pengawet dalam silase, yang dapat mencegah hijauan dihancurkan atau

diserang oleh mikroorganisme pembusuk, serta dapat menjadi sumber energi ternak
yang mengkonsumsinya (Widyastuti, 2008).

Penambahan substrat fermentasi secara langsung maupun tidak langsung

merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas

produk fermentasi (Malik dkk., 2015). Metode penambahan substrat pada

fermentasi baik secara langsung maupun tidak langsung sebagai upaya untuk
13

meningkatkan kualitas fermentasi telah banyak dilakukan. Suhu merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu fermentasi. Pada suhu yang
sesuai mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang dengan baik.

Lama fermentasi yang singkat mengakibatkan terbatasnya kesempatan

mikroorganisme untuk terus berkembang, sehingga komponen substrat yang dapat

dirombak menjadi massa sel juga akan sedikit tetapi dengan waktu yang lebih lama

memberikan kesempatan bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang biak

(Fardiaz, 1992). Semakin lama waktu fermentasi maka semakin banyak zat

makanan yang dirombak, seperti bahan kering dan bahan organik. Fermentasi

selama 20 hari dapat mengurangi bahan organik, bahan kering, dan abu pada jerami
(Kasmiran, 2011).

Fermentasi dengan menggunakan probiotik dinilai dapat lebih

meningkatkan kualitas jerami, memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi dan

lebih mudah diterapkan (Wina, 2005). Mikroba yang terkandung dalam probiotik

diharapkan dapat menghasilkan enzim yang dapat merombak ikatan lignoselulosa

dan lignohemiselulosa, sehingga jerami padi menjadi lebih mudah dicerna oleh
mikroba rumen (Antonius, 2009).

2.4 Lipid

Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut

dalam air dan dapat diekstraksi dari sel dan jaringan dengan pelarut non-polar

(seperti kloroform atau eter) (Murray dkk., 2009). Lipid memiliki arti lain sebagai

kelompok besar biomolekul dengan gugus fungsional karboksil (-COOH) atau

gugus ester (-COOR), yang tidak dapat larut dalam air, tetapi larut dalam larutan

non polar, seperti eter, aseton, bensin, karbon tetraklorida, dan lain sebagainya

(Baraas, 2006). Lipid larut dalam pelarut organik seperti aseton, alkohol, kloroform,
14

eter, dan benzena (Bintang, 2010). Beberapa lipid bertindak sebagai komponen

pembentuk membran, sementara yang lain bertindak sebagai bentuk penyimpanan


bahan makanan.

Kolesterol merupakan komponen utama dari total kolesterol darah.

Kolesterol dapat berbentuk kolesterol bebas atau gabungan dengan asam lemak

rantai panjang yang disebut sebagai kolesterol ester. Kolesterol ester adalah bentuk

penyimpanan kolesterol yang ditemukan di sebagian besar jaringan tubuh.

Kolesterol berperan penting dalam pembentukan beberapa zat penting dalam tubuh,

yaitu: asam empedu yang diproduksi oleh hati, hormon steroid, vitamin D3, dan

pembentukan jaringan sel tubuh (Murray dkk., 2009).

Kolesterol di dalam tubuh terutama diperoleh dari hasil sintesis di dalam

hati dan kemudian disebarkan ke jaringan dan plasma (Murray dkk., 2009). Jumlah

yang disintesis tergantung pada kebutuhan tubuh dan jumlah makanan yang

diperoleh seperti karbohidrat, protein atau lemak (Almatsier, 2002). Energi yang

berlebihan (termasuk energi dari karbohidrat, lemak dan protein) akan

meningkatkan trigliserida darah dan kolesterol dalam darah (Linder, 2006).


Perbedaan umur mempengaruhi kadar kolesterol domba, kadar kolesterol dalam
daging meningkat seiring bertambahnya usia domba (Astuti, 2006).

Kolesterol dalam darah diedarkan oleh lipoprotein, lipoprotein adalah

molekul yang mengandung kolesterol dalam bentuk bebas maupun ester,

trigliserida, fosfolipid, yang berikatan dengan protein yang disebut apoprotein

(Adam, 2009). Ikatan itulah yang menyebabkan lipid bisa larut, menyatu dan
mengalir di peredaran darah.

Lipoprotein terbagi menjadi empat bagian diantaranya kilomikron, VLDL

(Very Low Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein) dan HDL (High

Density Lipoprotein). Empat kelompok lipoprotein ini mempunyai fungsi fisiologis


15

khusus dan berbeda. Perbedaan fungsi fisiologis ini disebabkan perbandingan

antara komponen lemak dan protein berbeda pada setiap kelompok lipoprotein yang

mengakibatkan meningkatnya densitas masing-masing kelompok (Piliang dan


Djojosoebagio, 2006).

2.4.1 Lipoprotein

Lipid atau lemak umumnya bersifat hidrofobik oleh karena itu dibutuhkan

suatu pelarut atau gugus protein yaitu apoprotein. Senyawa lipid bersama

apoprotein disebut lipoprotein. Lipoprotein merupakan partikel yang berfungsi

mentranspor lipid dalam darah, antara lain kolesterol dan trigliserida (Jim, 2013).

Liproptein berfungsi sebagai pengangkut lipid dari hati ke jaringan dan dari

jaringan kembali ke hati. Lipoprotein berperan penting dalam menjaga homeostasis

kolesterol dalam darah. Homeostasis kolesterol bertujuan mencukupi kebutuhan

kolesterol dalam darah ketika asupan kolesterol dalam makanan tidak mencukupi

(Daniels dkk, 2009).

Lipoprotein berbentuk sferis (bulat seperti bola) dan mempunyai inti

trigliserida dan kolesterol ester, dikelilingi lapisan permukaan yang dibentuk oleh
fosfolipid amfipatik (mempunyai dua daerah yaitu hidrofobik dan hidrofilik

sekaligus) serta sedikit kolesterol bebas dengan apoprotein yang terdapat pada

permukaan lipoprotein (Jim, 2013). Selanjutnya disebutkan, setiap kelas lipoprotein

terdiri dari partikel dengan densitas, ukuran, dan komposisi protein yang berbeda-
beda. Densitas lipoprotein ditentukan oleh jumlah lipid per partikel.

HDL merupakan lipoprotein yang paling kecil dan padat, sedangkan

kilomikron dan VLDL yaitu lipoprotein yang paling besar dan kurang padat.

Umumnya trigliserida dalam plasma ditranspor dalam kilomikron atau VLDL, dan

sebagian besar kolesterol dalam plasma ditranspor sebagai kolesterol teresterifikasi

dalam LDL dan HDL. Lipoprotein yang paling berpengaruh terhadap kolesterol
16

adalah protein High Density Lipoprotein (HDL) dan Low Density Lipoprotein

(LDL) (Adriani dkk., 2017). Kadar HDL kolesterol darah dapat menggambarkan
kondisi umum kadar kolesterol (Adriani dkk., 2017).

2.4.2 LDL (Low Density Lipoprotein)

Low Density Lipoprotein (LDL, lipoprotein dengan densitas rendah)

merupakan lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol dan

merupakan produk akhir dari hidrolisis VLDL. Sekitar 70% kolesterol plasma

total terdapat di dalam LDL. Lipoprotein LDL terdiri dari 75% lipid (35%

kolesterol ester, 10% kolesterol bebas, 10% trigliserida, 20% fosfolipid) dan 25%
protein (Jim, 2013). LDL memiliki massa jenis 1,006-1,063 g/m1 (Linder, 2006).

LDL memiliki fungsi untuk mengangkut kolesterol dan trigliserida dari

hati menuju jaringan perifer. LDL yang melayang-layang dalam darah akan

ditangkap oleh reseptor LDL. Sel reseptor LDL ini berfungsi sebagai pengatur

peredaran kolesterol dalam darah. Bila reseptor terganggu maka LDL dalam darah

akan meningkat sehingga dibawa oleh LDL ke aliran darah juga bertambah

banyak. Keseimbangan kolesterol dalam jaringan dapat meningkat atau menurun.


Peningkatan kolesterol terjadi karena penyerapan lipoprotein yang mengandung

kolesterol oleh reseptor (Kathleen dkk., 2006). Kolesterol yang telah disintesis

akan berikatan dengan LDL reseptor menuju sel-sel hati, yang akan digunakan

untuk metabolisme sintesis asam empedu (Liscum, 2002). Setiap peningkatan

kadar LDL akan selalu diikuti dengan peningkatan kolesterol darah, sehingga

dapat dikatakan bahwa kadar LDL kolesterol berhubungan langsung dengan kadar

kolesterol total darah.


17

2.4.3 HDL (High Density Lipoprotein)

High Density Lipoprotein (HDL, lipoprotein dengan densitas tinggi),

mempunyai fungsi untuk mentranspor fosfolipid dan kolesterol ester (Piliang

2006). HDL merupakan partikel paling kecil dan padat yang disintesis dalam hati

dan usus, dan mengandung 50% lipid dan 50% protein. HDL memiliki densitas

yang tinggi karena mengandung lebih banyak protein dibandingkan dengan

lipoprotein lain dan kadar protein tidak menentukan besar kecilnya ukuran
partikel. Massa jenis HDL yaitu 1,063-1,25 g/ml (Linder, 2006).

HDL dapat menjaga keseimbangan kolesterol agar tidak menumpuk di

dalam sel, keseimbangan dikelola oleh pengangkatan sterol dari membran pada

tingkat yang sama dengan jumlah kolesterol yang disintesis menuju hati (Dietschy,

2003). HDL berfungsi sebagai tempat penyimpanan apolipoprotein C dan

Apolipoprotein E yang dibutuhkan dalam metabolisme kilomikron dan VLDL

(Murray dkk, 2003). Selain itu HDL berperan sebagai Reverse Cholesterol

Transport atau pengangkut balik kolesterol, dimana dapat mengangkut kelebihan

dari jaringan perifer dan mengembalikan ke hati untuk disekresikan melalui


empedu (Rader, 2006) sehingga penimbunan kolesterol di perifer berkurang. HDL

merupakan lipoprotein yang diharapkan tinggi dalam tubuh (Dalimartha, 2002).

HDL bertanggung jawab untuk menghilangkan kolesterol bebas dan

membawanya ke hati untuk dihilangkan sebelum dan sesudah diubah menjadi


asam empedu (Murray dkk., 2009).

2.4.4 Pembentukan LDL dan HDL

Pembentukkan LDL dan HDL diawali dengan perombakkan VLDL.

VLDL akan dihidrolisis oleh lipoprotein lipase dalam sirkulasi, dan lipoprotein

lipase juga akan menghidrolisis kilomikron menjadi IDL (Intermediate Density

Lipoprotein). Partikel IDL kemudian diserap oleh hati dan mengalami pemecahan
18

lebih lanjut menjadi produk akhir yaitu LDL. LDL akan diserap dan dikatabolisme

oleh reseptor LDL di hati. LDL ini bertugas menghantar kolesterol ke dalam

tubuh. HDL berasal dari hati dan usus selama terjadi hidrolisis kilomikron

dibawah pengaruh enzim lecithin cholesterol acyltransferase (LCAT). Ester

kolesterol ini akan mengalami perpindahan dari HDL menjadi VLDL dan IDL

sehingga dengan demikian terjadi kebalikan arah transpor kolesterol dari perifer
menuju hati (Adam, 2009).

Anda mungkin juga menyukai