Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Serat Pangan

Serat pangan merupakan salah satu komponen penting makanan yang

sebaiknya ada dalam susunan diet sehari-hari. Serat telah diketahui mempunyai

banyak manfaat bagi tubuh terutama dalam mencegah berbagai penyakit,

meskipun komponen ini belum dimasukka n sebagai zat gizi (Piliang dan

Djojosoebagio, 1996). Definisi terbaru serat makanan yang disampaikan oleh The

American Assosiation of Ceral Chemist adalah merupakan bagian yang dapat

dimakan dari tanaman atau kabohidrat analog yang resisten terhadap pencernaan

dan absorpsi pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau partial pada usus besar

(Joseph, 2002).

2.2 Komponen Serat Pangan

Berdasarkan jenis kelarutannya, serat dapat digolongkan menjadi dua,

yaitu serat tidak larut dalam air dan serat yang larut dalam air. Sifat kelarutan ini

sangat menentukan pengaruh fisiologis serat pada proses-proses di dalam

pencernaan dan metabolisme zat-zat gizi (Sulistijani, 2001).

1. Serat tidak larut dalam air

a. Selulosa

Selulosa merupakan serat-serat panjang yang terbentuk dari homopolimer

glukosa rantai linier. Rantai molekul pembentuk selulosa akan semakin panjang

seiring dengan meningkatnya umur tanaman. Di dalam tanaman, fungsi selulosa

adalah memperkuat dinding sel tanaman sedangkan di dalam pencernaan,

berperan sebagai pengikat air, namun jenis serat ini tidak larut dalam air.

19
Universitas Sumatera Utara
b. Hemiselulosa

Hemiselulosa memiliki rantai molekul lebih pendek dibandingkan

selulosa. Unit monomer pembentuk hemiselulosa tidak sama dengan unit

penyusun heteromer. Unit ini terdiri dari heksosa dan pentosa. Hemiselulosa

berfungsi memperkuat dinding sel tanaman dan sebagai cadangan makanan bagi

tanaman. Sifatnya sama dengan selulosa, yaitu mampu berikatan dengan air. Jenis

ini banyak ditemukan pada bahan makanan serealia, sayur-sayuran, dan buah-

buahan.

c. Lignin

Lignin termasuk senyawa aromatik yang tersusun dari polimer fenil

propan. Lignin bersama-sama holoselulosa (merupakan gabungan antara selulosa

dan hemiselulosa) berfungsi membentuk jaringan tanaman, terutama memperkuat

sel-sel kayu. Kandungan lignin tidak sama, tergantung jenis dan umur tanaman.

Serelia dan kacang-kacangan merupakan bahan makanan sumber serat lignin.

2. Serat larut dalam air

a. Pektin

Pektin terdapat dalam dinding sel primer tanaman dan berfungsi sebagai

perekat antara dinding sel tanaman. Sifatnya yang membentuk gel dapat

mempengaruhi metabolisme zat gizi. Kandungan pektin pada buah, selain

memberikan ketebalan pada kulit juga mempertahankan kadar air dalam buah.

Semakin matang buah maka kandungan pektin dan kemampuan membentuk gel

semakin berkurang.

20
Universitas Sumatera Utara
b. Gum

Komposisinya lebih sedikit dibandingkan dengan jenis serat yang lain.

Namun, kegunaannya amat penting, yaitu sebagai penutup dan pelindung bagian

tanaman yang terluka. Oleh karena memiliki molekul hidrofilik yang

berkombinasi dengan air, menyebabkan gum mampu membentuk gel.

c. Musilase

Stukturnya menyerupai hemiselulosa, tetapi tidak termasuk dalam

golongan tersebut karena letak dan fungsinya berbeda. Musilase mampu mengikat

air sehingga kadar air dalam biji tanaman tetap bertahan. Selain itu, musilase juga

mampu membentuk gel yang mempengaruhi metabolisme dalam tubuh .

2.3 Efek Fisiologis Serat Makanan

a. Serat Sebagai Bahan Pencahar

Efek pencahar atau laksatif merupakan pengaruh serat yang paling umum

dikenal. Efek ini berhubungan dengan kekambaan feses yang disebabkan oleh

adanya serat. Feses yang kamba (volumenous) akan mempersingkat waktu transit.

Jika berat basah feses lebih kecil atau sama dengan 60 gram per hari maka waktu

transit (waktu yang dibutuhkan mulai dari konsumsi makanan sampai feses

dikeluarkan) umumnya lebih dari 90 jam. Ketika berat feses basah meningkat, waktu

transit akan menurun. Pada berat feses basah 150–200 gram per hari, waktu transit

menjadi 40–50 jam. Semua makanan kaya serat akan meningkatkan kekambaan

feses (Tensiska, 2008).

Peningkatan jumlah feses basah tergantung pada jenis dan bentuk serat

dalam makanan. Dedak gandum meningkatkan berat feses lebih tinggi

dibandingka n buah, sayur, gum, oat dan jagung, sedangkan pektin yang

21
Universitas Sumatera Utara
dimurnikan menghasilkan peningkatan feses yang relatif kecil. Bentuk fisik serat

juga turut mempengaruhi kekambaan feses. Dedak kasar menghasilkan efek

kamba yang lebih besar dibandingka n dedak yang halus. Dedak gandum dan

selulosa tidak bisa didegradasi dengan baik oleh mikroflora kolon. Kontribusinya

pada kekambaan feses karena kemampuannya mengikat air. Serat yang dapat

difermentasi sempurna dalam kolon seperti pektin, guar gum dan ß-glukan tidak

berkontribusi terhadap kekambaan feses tetapi meningkatkan jumlah koloni

mikroflora kolon. Meningkatnya jumlah koloni mikroflora kolon akan

meningkatkan massa feses yang juga menghasilkan efek pencahar. Namun

demikian, serat yang sulit difermentasi seperti dedak serealia menghasilkan massa

feses yang jauh lebih tinggi sehingga lebih efektif sebagai pencahar (Tensiska,

2008).

b. Mencegah Kanker Kolon

Kejadian kanker kolon menempati urutan ke 4, dan menempati peringkat

ke 2 penyebab kematian karena kanker. Penelitian di Rumah Sakit Dharmais

Jakarta pada tahun 2001 mendapatkan 15 kasus kanker kolon dari 232 pada pasien

yang di kolonoskopi, sedangkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada

tahun 1996 sampai 2001 terdapat 224 kasus kanker kolon (Nainggolan,

2005).

Konstipasi kronis mempunyai peluang untuk berkembang menjadi kanker

kolon. Ini disebabkan oleh tertumpuknya karsinogen di permukaan kolon akibat tinja

yang keras, kering dan lambatnya gerak pembuangan. Konsumsi serat yang cukup

akan mempercepat transit feses dalam saluran pencernaan sehingga kontak antara

kolon dengan berbagai zat karsinogen yang terbawa dalam makanan lebih

22
Universitas Sumatera Utara
pendek, dengan demikian mengurangi peluang terjadinya kanker kolon. Transit

makanan yang lebih cepat juga mengurangi kesempatan berbagai mikroorganisme

dalam kolon untuk membentuk zat karsinogen (Nainggolan, 2005).

c. Mengontrol Berat Badan

Serat larut air (soluble fiber) misalnya pectin, glucans dan gum serta

beberapa hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat

membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Dengan kemampuan ini serat

larut dapat menunda pengosongan makanan dari lambung, menghambat

pencampuran isi saluran cerna dengan enzim-enzim pencernaan, sehingga terjadi

pengurangan penyerapan zat-zat makanan di bagian proksimal. Mekanisme inilah

yang menyebabkan terjadinya penurunan penyerapan (absorbsi) asam amino dan

asam lemak oleh serat larut air. Cairan kental ini mengurangi keberadaan asam

amino dalam tubuh melalui penghambatan peptida usus.

Makanan dengan kandungan serat kasar yang tinggi dilaporkan juga dapat

menurunkan bobot badan. Makanan akan tinggal dalam saluran pencernaan dalam

waktu yang relatif singkat sehingga absorbsi zat makanan akan berkurang. Selain

itu makanan yang mengandung serat relatif tinggi akan memberi rasa kenyang

sehingga menurunkan konsumsi makanan. Makanan dengan kandungan serat

kasar yang tinggi biasanya mengandung kalori, kadar gula dan lemak yang rendah

serta dapat membantu mengurangi terjadinya obesitas (Nainggolan, 2005).

d. Mengontrol Gula Darah

Adanya serat larut dapat memperlambat absorbsi glukosa, sehingga dapat

ikut berperan mengatur gula darah dan memperlambat kenaikan gula darah.

23
Universitas Sumatera Utara
Kemampuan tersebut dinyatakan dalam Glycaemic Index (GI) yang angkanya dari

0 sampai dengan 100. Makanan yang cepat dimetabolisme dan cepat diserap dapat

meningkatkan kadar gula darah, mempunyai angka GI yang tinggi; sedangkan

makanan yang lambat dimetabolisme dan lambat diserap masuk ke aliran darah

mempunyai angka GI yang rendah. Hasil penelitian pada hewan percobaan

maupun pada manusia mengungkapkan bahwa kenaikan kadar gula darah dapat

ditekan jika karbohidrat dikonsumsi bersama serat. Hal ini sangat bermanfaat bagi

penderita diabetes, baik tipe I maupun tipe II (Nainggolan, 2005).

e. Serat Makanan Terhadap Pencegahan Penyakit

Efek fisiologis serat makanan seperti toleransi terhadap glukosa,

meningkatkan kekambaan feses, menurunkan kolesterol plasma menunjukkan

bahwa serat makanan dapat menurunkan insiden penyakit kronis seperti

komplikasi diabetes, kanker kolon dan penyakit jantung. Studi terhadap efek

langsung serat makanan ternyata berlaku jika peningkatan konsumsi serat disertai

penurunan konsumsi lemak yang dapat menurunkan resiko penyakit kutil/polip

pada kolon. Polip kolon merupakan prekursor perkembangan tumor (Tensiska,

2008).

2.4 Serat Dalam Makanan

Serat dalam makanan (dietary fibre) bukanlah suatu kelompok bahan pangan

yang memiliki sifat kimia yang mirip. Meskipun umumnya tergolong

karbohidrat yang komplek, namun berdasarkan sifat kimiawi sebenarnya mereka

sangat heterogen. Ada yang berasal dari polisakarida penyusun dinding sel

tumbuhan (struktural), yaitu selulosa, hemiselulosa dan pektin. Adapula yang

24
Universitas Sumatera Utara
termasuk polisakarida nonstruktural, yaitu getah (secreted & reserve gums).

Kelompok lain adalah polisakarida asal rumput laut (agar, carrageenans &

alginates).

Manfaat nutrisi merupakan salah satu manfaat serat dalam produk pangan,

selain sifat fisik-kimia yang khas sehingga secara teknologi sangat sesuai bagi

industri pangan untuk mengembangkan jenis dan bentuk produk pangan baru dan

terbentuknya peluang pemanfaatan produk maupun limbah pertanian berserat

sebagai bahan pangan (Widianarko, dkk., 2000).

Limbah pertanian yang mengandung serat masih belum dimanfaatkan

sebagai bahan serat pangan diantaranya limbah yang dihasilkan dari usaha tani

jagung yaitu tongkol jagung. Pemanfaatan tongkol jagung masih sangat terbatas.

Kebanyakan limbah tongkol jagung hanya digunakan sebagai pengganti kayu

bakar. Limbah jagung meliputi jerami dan tongkol. Penggunaan jerami jagung

semakin populer untuk makanan ternak, sedangkan untuk tongkol jagung belum

ada pemanfaatan yang bernilai ekonomi. Limbah jagung sebagian besar adalah

bahan berlignoselulosa yang memiliki potensi untuk pengembangan produk masa

depan. Seringkali limbah yang tidak tertangani akan menimbulkan pencemaran

lingkungan. Pada dasarnya limbah tidak memiliki nilai ekonomi, bahkan mungkin

bernilai negatif karena memerluka n biaya penanganan (Richana dan Suarni,

2004).

Limbah lignoselulosa sebagai bahan organik memiliki potensi besar sebagai

bahan baku industri pangan, minuman, pakan, kertas, tekstil, dan kompos. Di

samping itu, fraksinasi limbah ini menjadi komponen penyusun yang akan

25
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan daya gunanya dalam berbagai industri. Lignoselulosa terdiri atas

tiga komponen fraksi serat, yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin.

2.5 Taksonomi dan Morfologi Padi

Sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman padi

diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Familia : Poaceae

Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa

Padi termasuk dalam suku padi-padian atau Poaceae (sinonim: Graminae

atau Glumiflorae). Tanaman semusim, berakar serabut; batang sangat pendek,

struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling

menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna

hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek

dan jarang; bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut

floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula; buah tipe bul

ir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk

hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3 mm hingga 15 mm, tertutup oleh

26
Universitas Sumatera Utara
palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan

adalah endospermium yang dimakan orang (Wikipedia, 2011).

2.6 Pengolahan Padi Menjadi Beras

Setelah padi dipanen, bulir padi atau gabah dipisahkan dari jerami padi.

Pemisahan dilakukan dengan memukulkan seikat padi sehingga gabah terlepas

atau dengan bantuan mesin pemisah gabah. Gabah yang terlepas lalu dikumpulkan

dan dijemur. Pada zaman dulu, gabah tidak dipisahkan lebih dulu dari jerami, dan

dijemur bersama dengan merangnya. Penjemuran biasanya memakan waktu tiga

sampai tujuh hari, tergantung kecerahan penyinaran matahari. Penggu naan mesin

pengering jarang dilakukan. Istilah "Gabah Kering Giling" (GKG) mengacu pada

gabah yang telah dikeringkan dan siap untuk digiling (Wikipedia, 2011).

Gabah yang telah kering disimpan atau langsung ditumbuk dan digiling, sehingga

beras terpisah dari sekam (kulit gabah). Beras merupakan bentuk olahan yang

dijual pada tingkat konsumen. Hasil sampingan yang diperoleh dari pemisahan ini

adalah: sekam atau merang, bekatul, dan dedak (Wikipedia, 2011). Pada proses

penggilingan atau penumbukan, sekam terlepas dan dibuang menjadi dedak kasar.

Pada penggilingan kedua lapisan pericarp dengan sedikit endosperm, menjadi

dedak halus atau bekatul. Bagian pangkal biji melekat lembaga, yaitu bakal benih

tanaman yang juga akan lepas terbuang menjadi bagian bekatul pada waktu akan

digiling (Sediaoetama, 2004).

2.7 Bekatul

Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi.

Pada proses penggilingan beras pecah kulit diperoleh hasil samping dedak 8-9%

27
Universitas Sumatera Utara
dan bekatul sekitar 2-3%. Bila dedak kasar tidak dapat dikonsumsi oleh manusia

maka bekatul masih dapat dijadikan bahan makanan untuk dikomsumsi. Departemen

Pertanian (2002) juga menyebutkan bahwa ketersediaan bekatul di Indonesia

cukup banyak dan mencapai 4.5-5 juta ton setiap tahunnya, bekatul merupakan

makanan sehat alami mengandung antioksidan, multivitamin dan serat tinggi untuk

penangkal penyakit degeneratif juga kaya akan pati, protein, lemak, vitamin dan

mineral (Damayanthi, 2007).

2.8 Manfaat Bekatul

Manfaat bekatul bagi kesehatan tidak hanya disebabkan oleh kandungan

vitamin B nya saja, tetapi juga karena kandungan zat gizi lainnya. Dari segi zat

gizi, bekatul mengandung asam amino lisin yang lebih tinggi dibandingka n beras.

Protein bekatul memang nilai gizinya lebih rendah dibandingkan telur dan protein

hewani, tetapi lebih tinggi dari kedelai, biji kapas, jagung dan terigu. Bekatul juga

merupakan sumber asam lemak tak jenuh esensial dan bermacam-macam vitamin

(B1, B2, B3, B5, B6 dan tokoferol), pangamic acid (Vit. B15), serat pangan

(dietary fiber), serta mineral. Natrium, Kalium, dan Khlor yang terkandung dalam

bekatul mudah diserap dan dikeluarkan (David, 2008).

Disamping zat gizi, bekatul juga mengandung komponen bioaktif pangan atau

pangan fungsional. Komponen bioaktif tersebut adalah antioksidan tokoferol

(vitamin E), oryzanol dan pangamic acid (vit. B15). Senyawa tersebut merupakan

bagian dari lemak bekatul dan merupakan senyawa yang berharga untuk menjaga

kesehatan manusia, antara lain sebagai zat yang dapat menurunkan kadar

kolesterol darah, mencegah terjadinya kanker dan memperlancar sekresi hormonal

(David, 2008).

28
Universitas Sumatera Utara
Menurut Dr. David Reuben, serat pangan yang dimaksud dalam makanan

sehari-hari dapat berasal dari sayur-sayuran, buah-buahan dan yang terpenting

adalah serat pangan yang berasal dari bekatul. Serat pada biji-bijian yang tidak dapat

dicerna enzyme yang disekresikan oleh manusia, secara tidak langsung penting

untuk kesehatan. Hal ini dikarenakan serat mempengaruhi status fisik isi saluran

pencernaan, bahan makanan, waktu transit usus, variasi kapasitas absorbs, serta

pengenceran asam-asam atau garam-garam empedu, sterol dan beberapa zat

makanan. Serat tidk larut meningkatkan berat dan frekuensi feses serta

melembutkannya, serta menurunkan waktu transit di usus (David, 2008).

Antioksidan adalah komponen berberat molekul kecil yang bereaksi

dengan oksidan sehingga menghambat oksidasi. Sehingga tidak hanya

mempunyai sistem perlindungan melawan radikal bebas, tetapi juga system

perbaikan yang melindungi akumulasi molekul yang rusak secara oksidatif.

Bekatul padi mengandung vitamin E, vitamin B15, dan oryzanol beragam yang

berfungsi sebagai antioksidan. Komponen ini memiliki sifat memicu pertumbuhan

manusia, membantu sirkulasi darah dan memicu sekresi hormon (David, 2008).

Vitamin B15 atau pangamic acid terutama berfungsi sebagai donor metal,

yang membantu di dalam pembentukan asam amino tertentu seperti metionin. Zat

ini berperan dalam oksidasi glukosa, respirasi sel sehingga berfungsi mengurangi

hipoksia (kekurangan oksigen) di otot jantung serta otot lain. Seperti vitamin E,

pangamic acid juga membantu memperpanjang umur sel melalui perlindungan

terhadap oksidasi. Pangamic acid memberikan stimulasi ringan ke endokrin dan

system saraf serta meningkatkan fungsi hati yang berperan dalam proses

detoksifikasi (pembuangan racun tubuh) (David, 2008).

29
Universitas Sumatera Utara
2.9 Biskuit Crackers

2.9.1 Pengertian Biskuit Crackers

Dalam Standar Nasional Indonesia (1992) biskuit adalah produk makanan kering

yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar terigu,

lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan makanan

tambahan lain yang di ijinkan.

Biskuit dapat dikelompokkan menjadi :

1. Biskuit Keras

Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk

pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat berkadar

lemak tinggi atau rendah.

2. Biskuit Crackers

Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalaui

proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya mengarah ke

asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis.

3. Cookies

Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar

lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang

padat.

4. Wafer

Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar,

renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

30
Universitas Sumatera Utara
2.9.2 Bahan- bahan dalam Pembuatan Biskuit Crackers dan Fungsinya

1) Tepung Terigu

Untuk menghasilkan biscuit crackers yang bermutu tinggi, yang sangat

ideal atau cocok digunakan adalah tepung terigu keras atau hard wheat. Tepung

terigu keras mempunyai kadar protein 10%-11%, dihasilkan dari penggilingan

100% gandum hard. Jenis tepung ini digolongkan sebagai tepung terigu yang

mengandung protein tinggi, mudah dicampur dan diragikan, dapat menyesuaikan

dengan suhu yang diperlukan, berkemampuan menahan udara atau gas dan

mempunyai daya serap tinggi (Munandar,1995).

Tepung terigu keras dapat membentuk adonan yang mengembang karena adanya

pembentukan gluten pada saat proses fermentasi atau pemeraman yang

dibutuhkan dalam proses pembuatan biskuit crackers. Tepung terigu dalam

pembuatan biskuit crackers berfungsi sebagai pembentuk adonan, memberi

kualitas dan rasa yang enak dari hasil produknya serta warna dan tekstur yang

bagus (Sondakh dkk,1999).

2) Ragi

Fungsi ragi dalam pembuatan biskuit crackers yaitu sebagai pembentuk

gas dalam adonan sehingga adonan mengembang, memperkuat gluten,

menambah rasa dan aroma. Pada saat adonan diistirahatkan, ragi tumbuh baik

pada kondisi lembab dan sedikit udara sehingga pada waktu diistirahatkan adonan

harus ditutup rapat (Munandar, 1995).

31
Universitas Sumatera Utara
3) Gula

Gula dapat mempercepat proses peragian adonan yaitu sebagai sumber

energi bagi kegiatan ragi sehingga adonan akan cepat mengembang (U. S Wheat

Asosisiation,1983).

4) Lemak

Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit crackers,

karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, manambah aroma

dan menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang biasa

digunakan dalam pembuatan biskuit crackers yaitu dapat berasal dari lemak susu

(butter) atau dari lemak nabati (margarine) atau campuran dari keduanya (U. S

Wheat Asociation,1983).

5) Air

Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam

pembuatan biskuit crackers berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata,

memperkuat gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan

(Munandar,1995).

6) Bahan Pengembang

Bahan pengembang merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam

dengan natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung baking powder

menghasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada biskuit

crackers. Fungsi baking powder dalam pembuatan biskuit crackers adalah

mengembangkan adonan dengan sempurna (Munandar, 1995).

32
Universitas Sumatera Utara
7) Garam

Pada pembuatan biskuit crackers penambahan garam berfungsi memberi

rasa dan aroma, mengatur kadar peragian, memperkuat gluten dan memberi warna

lebih putih pada remahan (Munandar,1995).

8) Susu Skim

Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit crackers adalah susu skim

yang merupakan hasil pengeringan (dengan spray dryer) dari susu segar. Susu ini

memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Pada pembuatan biskuit crackers

susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta menambah

nilai gizi produk (U. S Wheat Asociation,1983).

2.10 Penilaian Organoleptik

Penilaian dengan indera atau penilaian organoleptik atau penilaian sensorik

merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian sensorik pada

manusia adalah mulanya sebagai kegiatan seni (art) dan tetap berkembang sebagai

seni sampai memasuki dunia industri. Baru pada tahun 1950-an bidang seni ini

mulai berkembang menjadi bidang ilmu. Penilaian dengan indera menjadi ilmu

setelah prosedur penilaian dibakukan dan dihubungkan dengan penilaian secara

objektitif (Soekarto, 1985).

2.10.1 Panel

Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel. Dalam

penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak

sebagai instrumen atau alat. Alat ini terdiri dari orang atau kelompok orang yang

disebut panel yang bertugas menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan

subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Jadi, penilaian

33
Universitas Sumatera Utara
makanan secara panel berdasarkan kesan subjektif dari para panelis dengan

prosedur sensorik tertentu yang harus dituruti (Soekarto, 1985).

Penggunaan panel ini dapat dibedakan tergantung dari tujuan. Menurut

Soekarto (1985) terdapat 6 macam panel yang biasa digunakan dalam penelitian

organoleptik yaitu:

a. Panel pencicip perorangan

Pencicip perorangan juga disebut pencicip tradisional digunakan dalam

industri-industri makanan seperti pencicip teh, kopi, anggur, es krim atau penguji

bau pada industri minyak wangi (parfum). Pencicip ini mempunyai kepekaan yang

sangat tinggi jauh melebihi kepekaan rata-rata manusia.

b. Panel pencicip terbatas

Untuk menghindari ketergantungan pada pencicip perorangan maka industri

menggu nakan 3-5 orang penilai yang mempunyai kepekaan tinggi yang disebut

panel pencicip terbatas. Biasanya panel ini diambil dari personal laboratorium

yang sudah mempunyai pengalaman luas akan komoditi tertentu.

c. Panel terlatih

Anggota panel ini lebih besar dari panel di atas yaitu 15-25 orang. Untuk

menjadi panel ini perlu diseleksi dan dipilih dan terlatih.

d. Panel tak terlatih

Jika panel terlatih biasanya untuk menguji perbedaan (difference test), maka

panel tak terlatih umumnya untuk menguji kesukaan (preference test). Anggota

panel tak terlatih tidak tetap.

34
Universitas Sumatera Utara
e. Panel agak terlatih

Panelis dalam katagori ini mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang

karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan. Tetapi latihan-latihan yang

diterima tidak cukup intensif dan tidak teratur, karena itu belum mencapai tingkat

sebagai panel terlatih. Jumlah untuk panel agak terlatih jumlahnya terletak di

antara panelis terlatih dan tidak terlatih. Jumlah itu berkisar antara 15-25 orang.

Makin kurang terlatih makin besar jumlah panelis yang diperlukan.

f. Panel konsumen

Panel ini biasanya mempunyai anggota yang besar jumlahnya, dari 30 sampai

1000 orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji kesukaan (preference test) dan

dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji kesukaan dapat digunakan untuk

menentukan apakah suatu jenis makanan dapat diterima oleh masyarakat. Anggota

panel konsumen dapat diambil dari sejumlah orang yang ada di pasar atau dapat pula

dilakukan dengan mendatangi rumah konsumen, dalam hal kelompok pertama

pengujian dapat diselenggarakan sekaligus, sedangkan dalam hal yang kedua

diselenggarakan dengan mendatangi rumah-rumah.

2.10.2 Seleksi Panelis Hedonik

Calon panelis dapat diambil dari orang awam atau dari luar instansi, dapat

diambil dari tamu yang berkunjung. Orang yang sudah terlanjur ahli atau kenal betul

dengan komoditi itu tidak boleh dijadikan anggota panel hedonik. Jumlah panel

hedonik makin besar semakin baik, sebaiknya jumlah itu melebihi 30 orang. Jumlah

lebih besar tentu menghasilkan kesimpulan yang dapat diandalkan. Tetapi biaya

penyelenggaraanya terlalu tinggi karena itu biasanya ada kompromi antara jumlah

anggota dan biaya penyelenggaraan.

35
Universitas Sumatera Utara
Kriteria panelis sebagai berikut (Soekarto, 1985):

1. Memiliki kepekaan dan konsistensi yang tinggi

2. Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih yang diambil secara

acak. Jumlah anggota panelis hedonik semakin besar semakin baik

3. Berbadan sehat

4. Tidak dalam keadaan tertekan

5. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian

organoleptik

2.10.3 Laboratorium Penilaian Organoleptik

Suatu laboratorium yang menggunakan manusia sebagai alat ukur

berdasarkan kemampuan pengindraanya, yang paling utama dalam laboratorium

penilaian organoleptik adalah ruang pencicipan, tempat para anggota panelis dapat

melakukan penilaian. Panelis diberikan format evaluasi dimana ada banyak

jenisnya. Salah satunya mempunyai kolom untuk sampel dengan penilaian seperti

sangat suka, agak suka, tidak suka, agak tidak suka dan sangat tidak suka. Panelis

memberi pendapat untuk setiap sampel dan dapat memberikan komentar

tambahan. Penilaian diberikan peringkat angka oleh pemimpin uji panel, seperti 5

untuk amat sangat suka menurun hingga 1 untuk tidak suka (Soekarto, 1985).

Setelah semua format evaluasi lengkap, pemimpin uji panel

mentabulasikan dan merata-ratakan hasilnya. Skala peringkat angka untuk rasa

dan faktor kualitas yang lain dikenal sebagai skala hedonik (Soekarto, 1985).

36
Universitas Sumatera Utara
2.11 Analisis Serat Pangan

Ada beberapa metode analisis serat makanan, yaitu metode analisis serat

kasar (crude fiber), metode deterjen, metode enzimatis (Joseph, 2002) dan metode

Englyst (Ferguson dan Philip, 1999).

2.11.1 Metode Analisis Serat Kasar (Crude Fiber)

Serat kasar dari lignin dan selulosa, merupakan bahan yang tertinggal

setelah bahan makanan mengalami proses pemanasan dengan asam dan basa kuat

selama 30 menit berturut-turut dalam prosedur yang dilakukan di laboratorium

(Piliang dan Djojosoebagio, 1996).

2.11.2 Metode Deterjen

Metode deterjen ini terdiri atas 2 yaitu Acid Detergent Fiber (ADF) dan

Neutral Detergent Fiber (NDF). Kedua metode ini hanya dapat menentukan kadar

total serat yang tak larut dalam larutan deterjen digunakan (Meloan and

Pomeranz, 1987).

a. Acid Detergent Fiber (ADF)

ADF hanya dapat untuk menurunkan kadar total selulosa dan lignin.

Metode ini digunakan pada AOAC (Association of Offical Analytical chemist).

Prosedurnya sama dengan NDF, namun larutan yang digunakan adalah CTAB

(Cetyl Trimethyl Amonium Bromida) dan H2SO4 0,5 M (Meloan and Pomeranz,

1987).

b. Neutral Detergent Fiber (NDF)

Dengan metode NDF dapat ditentukan kadar total dari selulosa,

hemiselulosa dan lignin. Selisih jumlah serat dari analisis NDF dan ADF dianggap

jumlah kandungan hemiselulosa, meski sebenarnya terdapat juga komponen-

37
Universitas Sumatera Utara
komponen lainnya (selain selulosa, hemiselulosa dan lignin) pada metode deterjen

ini (Meloan and Pomeranz, 1987).

2.11.3 Metode Enzimatis

Metode enzimatis dirancang berdasarkan kondisi fisiologi tubuh manusia.

Metode yang dikembangkan adalah fraksinasi enzimatis yaitu menggunakan

enzim amilase, diikuti penggunaan enzim pepsin, kemudian pankreatin. Metode

ini dapat mengukur kadar serat makan total, serat larut dan tak larut secara

terpisah (Joseph, 2002). Kekurangan metode ini, enzim yang digunakan mungkin

mempunyai aktivitas lebih yang bisa saja merusak komponen serat dan

kemungkinan protein yang tidak terdegradasi sempurna dan ikut terhitung sebagai

serat (Meloan and Pomeranz, 1987).

2.11.4 Metode Englyst

Pada metode Englyst, serat makanan ditentukan sebagai polisakarida non

pati dengan menentuka n bagian monosakarida penyusunnya. Tapi buka n hanya

polisakarida sebagai penyusun dinding sel tumbuh-tumbuhan. Kelemahan metode

ini menetapkan kadar serat dengan menggunakan kromatografi cair-gas, HPLC

atau alat spektrofotometer (Ferguson dan Philip, 1999).

2.12 Penetapan Kadar Air

Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan

dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan

pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian

mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat

dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode pengeringan (dengan oven

38
Universitas Sumatera Utara
biasa), metode destilasi, metode kimia, dan metode khusus (kromatografi, nuclear

magnetic resonance / NMR) ( Sudarmadji, 1989).

2.13 Penetapan Kadar Abu

Penetapan kadar abu dilakukan dengan cara mengoksidasi semua zat

organik pada suhu yang tinggi, yaitu sekitar 500-6000C dan kemudian melakukan

penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran (Sudarmadji, 1989).

2.14 Identifikasi Logam-Logam berbahaya

Akhir-akhir ini kasus keracunan logam berat yang berasal dari bahan

pangan semakin meningkat jumlahnya. Pencemaran logam berat terhadap alam

lingkungan merupakan suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan

bahan tersebut oleh manusia. Sumber utama kontaminan logam berat

sesungguhnya berasal dari udara dan air yang mencemari tanah. Selanjutnya

semua tanaman yang tumbuh di atas tanah yang telah tercemar akan

mengakumulasikan logam-logam tersebut pada semua bagian (akar, batang, daun

dan buah) (Astawan, 2008).

39
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai