Anda di halaman 1dari 7

KONSUMSI OKSIGEN DAN METABOLISME IKAN BANDENG (Chanos chanos

FORSSKÅL) PADA BERBAGAI KONSENTRASI Lactobacillus sp.

Siti Aslamyah*1 Muh. Yusri Karim 1 Mirna1

1 Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin,
Jalan Perintis Kemerdekaan Km X, Tamalanrea, Makassar 90245 Telp./Faks. 0411-586025

*e-mail: siti_aslamyah_uh@yahoo.co.id / sitiaslamyah1@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi bakteri asam laktat (BAL) Lactobacillus sp.
dalam pakan terbaik terhadap laju konsumsi oksigen dan tingkat metabolisme juvenil ikan bandeng.
Penelitian didesain dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan konsentrasi
Lactobacillus sp. yaitu 0, 108 dan 1010cfu/mL/100 g pakan, masing-masing dengan 3 kali
pengulangan. Hewan uji yang digunakan adalah 45 ekor juvenil ikan bandeng, masing-masing 5 ekor
pada setiap satuan percobaan, dengan bobot 13,33 ± 1,8 g. Wadah percobaan yang digunakan
toples plastik persegi panjang berukuran 30 x 20 x 10 cm, sedangkan pada saat aklimatisasi wadah
yang digunakan akuarium kaca berukuran 50 x 40 x 35 cm. Kedua wadah didesain dengan sistem
resirkulasi. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi Lactobacillus sp. dalam pakan memberikan
pengaruh berbeda terhadap laju konsumsi oksigen dan tingkat metabolisme juvenil ikan bandeng.
Konsumsi oksigen meningkat sesaat setelah ikan mendapatkan pakan dan konsumsi oksigen tertinggi
diperlihatkan ikan uji dengan penambahan Lactobacillus sp. Puncak konsumsi oksigen tercapai 3 jam
setelah makan dan menurun kembali 5 jam setelah makan. Hasil yang sama pada tingkat
metabolisme, konsentrasi Lactobacillus sp. 108 dan 1010 cfu/mL/100 g pakan lebih tinggi dibandingkan
kontrol, namun tidak ada perbedaan diantara kedua konsentrasi Lactobacillus sp. Dengan demikian,
Lactobacillus sp. dapat meningkatkan laju konsumsi oksigen dan tingkat metabolisme juvenil ikan
bandeng dengan konsentrasi 108cfu/mL/100 g pakan.

Kata kunci: Ikan bandeng, konsumsi oksigen, Lactobacillus sp. metabolisme, pakan

Pengantar

Ikan bandeng (Chanos chanos Forsskal) merupakan salah satu komoditas unggulan Provinsi
Sulawesi Selatan. Hal ini didukung oleh rasa daging yang enak dan nilai gizi yang tinggi sehingga
memiliki tingkat konsumsi yang tinggi. Selain sebagai ikan konsumsi ikan bandeng juga dipakai
sebagai ikan umpan hidup pada usaha penangkapan ikan tuna (Syamsuddin, 2010). Kondisi inilah
yang mendukung berkembangnya pertambakan di Sulawesi Selatan, dengan luas areal tambak
150.000 ha yang merupakan tambak udang dan bandeng. Luas areal tambak ikan bandeng sekitar
96.220 ha dengan tingkat produksi 64.790 ton/tahun pada tahun 2009 (Dirjen Perikanan Budidaya
DKP, 2010).

Pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
sangat ditentukan oleh kemampuannya memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya.
Berkurangnya oksigen terlarut dalam perairan akan mempengaruhi fisiologi respirasi ikan, dan hanya
ikan yang memiliki sistem respirasi yang sesuai dapat bertahan hidup (Becker dan Fishelson, 1986).
Menurut Brody (1974) konsumsi oksigen digunakan untuk menaksir laju metabolisme ikan sebab
sebagian besar energi berasal dari metabolisme aerobik.

Konsumsi oksigen digunakan untuk mengukur laju metabolisme ikan karena proses
metabolisme membutuhkan energi sedangkan penyaringan energi dan makanan membutuhkan
oksigen. Salah satu penyebab peningkatan konsumsi oksigen adalah proses pencernaan pakan di
saluran pencernaan. Hal ini disebabkan oleh adanya sejumlah besar energi yang digunakan untuk
Spesific Dynamic Action (SDA). Spesific Dynamic Action merupakan tingkat penggunaan energi
untuk menghancurkan, mengubah, menyuplai produk pencernaan melalui proses metabolisme nutrien
(Aslamyah, 2006).
Proses pencernaan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh enzim pencernaan.
Berdasarkan dari hasil-hasil penelitian (Robertson et al.,2000; Murni ; 2004, dan Aslamyah, 2006)
aktivitas enzim pencernaan dapat ditingkatkan dengan suplementasi probiotik dalam pakan. Probiotik
adalah pakan tambahan (suplemen) berupa sel-sel mikroba hidup, yang memiliki pengaruh yang
menguntungkan bagi hewan inang yang mengkonsumsinya melalui penyeimbangan flora
intestinalnya (Tannock, 1999). Jenis mikroorganisme yang biasa digunakan sebagai probiotik
diantaranya Pollachius pollachius, Streptococcus faecium, Lactobacillus acidophilus, Bacillus subtilis,
dan Saccaromyces cerevisiae.

Lactobacillus sp. adalah salah satu Bakteri asam laktat (BAL) yang berpotensi memberikan
dampak positif bagi kesehatan dan nutrisi inangnya. Beberapa diantaranya adalah meningkatkan nilai
nutrisi makanan, mengontrol infeksi pada usus, meningkatkan digesti (pencernaan) laktosa,
mengendalikan beberapa tipe kanker, dan mengendalikan tingkat serum kolesterol dalam darah
(Irwanto, 2008).

Beberapa penelitian mengenai pemanfaatan BAL menunjukkan adanya pengaruh terhadap


pertumbuhan dan kelangsungan hidup baik ikan maupun udang. Pemanfaatan bakteri Bacillus sp
pada pemeliharaan larva udang windu memberikan pengaruh positif pada pertumbuhan udang karena
bakteri dan enzim yang dihasilkan akan ikut termakan dan membantu proses pencernaan udang
(Handayani et al., 2000). Bagaimana pengaruh BAL khususnya Lactobacillus sp. terhadap laju
konsumsi oksigen dan metabolisme ikan bandeng belum ditemukan, sehingga penelitian ini penting
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsentrasi Lactobacillus sp. terhadap laju
konsumsi oksigen dan tingkat metabolisme juvenil ikan bandeng.

Bahan dan Metode

Bahan

Hewan uji yang digunakan ialah juvenil ikan bandeng dengan bobot berkisar 23±4.07 g/ekor
berjumlah 20 ekor per perlakuan. Juvenil tersebut diperoleh dari Desa Panjallingan, Kecamatan
Bontoa, Kabupaten Maros.

Metode

Penelitian ini didesain dengan mengunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan
3 ulangan. Perlakuan yang di uji adalah konsentrasi Laktobacillus sp.dalam pakan, yaitu kontrol, 108
dan 1010cfu/mL/100 g pakan.

Penelitian diawali dengan persiapan wadah. Wadah dicuci bersih dan didesinfektan dengan kalorin
dan dinetralisir dengan natrrium tiosulfat. Selanjutnya disi dengan air laut salinitas 25 ppt yang telah
diendapkan selama seminggu dan didesinfektan.

Ikan uji diaklimatisasi dengan lingkungan baru dan pakan buatan selama 7 hari dalam akuarium kaca
sebanyak 3 buah berukuran 40 x 50 x 35 cm dengan sistem sirkulasi. Setelah itu, ikan dipuasakan
selama 24 jam untuk menghilangkan sisa pakan dalam saluran cerna. Setelah itu dilakukan
pengukuran berat awal ikan uji. Pakan perlakuan diberikan selama seminggu, dengan persentase 5%
bobot badan/hari pukul 2 kali sehari pada pukul 07.00 dan 17.00 WITA. Sebelum diberikan pakan
diinukolasi probiotik BAL Lactobacillus sp. sesuai konsentrasi perlakuan. Pencampuran Lactobacillus
sp. dalam pakan mengacu pada metode Aslamyah (2006). Lactobacillus sp. dilarutkan dalam Buffer
Peptone Water (BPW) dan minyak ikan dengan perbandingan 1 mL Lactobacillus sp. : 3 ml BPW : 1
mL minyak ikan/100 g pakan.

Pengukuran konsumsi oksigen dimulai dengan memindahkan ikan uji dalam wadah pemeliharaan
berupa toples plastik persegi panjang berukuran 20 x 30 x 10 cm yang dilengkapai dengan sistem
reserkulasi berjumlah 9 buah. Setiap wadah diisi air laut sampai penuh tanpa ada rongga udara an
ditutup rapat. Setelah itu ikan dipuasakan selama 72 jam sampai pada kondisi post absorbtif untuk
mengukur laju metabolisme basal. Selanjutnya diberi pakan uji seperti pemeliharaan sebelumnya dan
dilakukan pengukuran konsumsi oksigen selama 24 jam dengan selang waktu 20 menit. Selama
percobaan, kualitas air dijaga dalam kualitas yang layak untuk ikan bandeng.
Peubah yang diamati adalah konsumsi oksigen dan metabolism basal, metabolism kenyang,
metabolism rutin, specific dynamic action (SDA).

Nilai konsumsi oksigen dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


(O2tn – O2to )
Konsumsi Oksigen (mg O2 /kg0,8/Jam) = x V
BBM
Keterangan :
O2tn = Konsentrasi O2 yang masuk ke dalam wadah (mg/L)
O2to = Konsentrasi O2 yang keluar dari wadah (mg/L)
BBM = Berat badan metabolik [bobot badan (kg)0,8 ]
V = Kecepatan aliran air (L/jam)

Laju metabolisme basal dihitung dengan formula :


Konsumsi oksigen basal X 13,78 kJ/g

Laju metabolisme kenyang dan rutin dihitung dengan formula :

Konsumsi oksigen kenyang X 14,85 kJ/g


Konsumsi oksigen rutin X 14,85 kJ/g

Spesific dynamic action(SDA) dihitung dengan formula :

Laju metabolisme kenyang - Laju metabolisme basal.

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA). Oleh karena hasil
analisis berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut W-Tuckey.

Hasil dan Pembahasan

Konsumsi Oksigen

Pola konsumsi oksigen harian ikan uji bervariasi berdasarkan perlakuan yang diberikan (Gambar 1).
Aktivitas mengkonsumsi oksigen segera meningkat setelah ikan uji mengkonsumsi pakan, hal ini
nampak terlihat pada ketiga frekuensi pemberian pakan selama 24 jam. Ikan uji memerlukan waktu
dari 0,5 sampai 2 jam aktivitas mengkonsumsi oksigen pada saat kenyang, dan menurun kembali
setelah mencapai puncak. Aktivitas konsumsi oksigen tertinggi ditunjukkan ikan uji yang diberi pakan
dengan inokulasi Lactobacillus sp. baik pada jumlah inokulum 108 maupun 1010 cfu/mL/100 g pakan.
Lemos dan Phan (2001) dan Rosas et al. (2001) mengemukakan konsumsi oksigen merupakan
bagian penting dari keseimbangan bioenergetik sebab menggambarkan penggunaan energi langsung
pada kerja metabolik termasuk metabolisme untuk hidup pokok, makan, dan aktif.

Perbedaan yang signifikan terlihat pada penggunaan oksigen pada pukul 04.00 sampai pukul 05.40
konsumsi oksigen ikan bandeng sangat rendah karena sebelumnya telah dipuasakan selama 3 hari
sehingga ikan sangat kekurangan energi. Metabolisme yang terjadi hanya metabolisme basal.
Metabolisme basal atau standar didefinisikan sebagai tingkat pembelanjaan energi minimal untuk
mempertahankan struktur dan fungsi jaringan agar organisme tetap hidup. Pengukuran dilakukan
pada kondisi setelah organisme dipuasakan (post absorptive), kondisi lingkungan yang netral dan
organisme dalam keadaan istirahat dan tidak banyak bergerak (Affandi et al. 2005; Wuenschel et al.
2005). Penurunan konsumsi oksigen ikan pada saat lapar menunjukkan bahwa ikan uji mampu
mereduksi metabolismenya meskipun dalam keadaan lapar. Konsumsi oksigen ikan kontrol lebih
rendah dibandingkan dengan ikan uji yang diberi pakan mengandung Lactobacillus sp. baik pada
konsentrasi 108cfu/mL/100 g pakan maupun dengan konsentrasi 1010 cfu/mL/100 pakan. Pola
konsumsi oksigen yang diperlihatkan ikan uji merupakan gambaran pola penggunaan energi untuk
aktivitas pencernaan. Penambahan Lactobacillus sp. dalam pakan dapat menyebabkan peningkatan
populasi mikrob dalam saluran pencernaan ikan uji, sehingga dapat meningkatkan aktivitas enzim
pencernaan dalam saluran pencernaan ikan uji. Peningkatan aktivitas enzim pencernaan yang berasal
dari kontribusi mikrob pada saluran pencernaan ikan dilaporkan oleh beberapa peneliti (Robertson et
al. 2000; Murni 2004; Aslamyah, 2006).
Konsumsi oksigen (mg O2 / kg 0,8 / jam) 450.00

400.00

350.00

300.00

250.00

200.00

150.00

100.00

50.00

0.00
04;40

12;00

24;00

04,40
04;00

05;20
06;00
06;40
07;20
08;00
08;40
09;20
10;00
10;40
11;20

12;40
13;20
14;00
14;40
15;20
16;00
16;40
17;20
18;00
18;40
19;20
20;00
20;40
21;20
22;00
22;40
23;20

00;40
01;20
02;00
02;40
03;20
04;00

05;20
Periode pengamatan (setiap 20 menit selama 24 jam)
Perlakuan A (Kontrol) Perlakuan B (10^8 cfu/ml) Perlakuan C (10^10 cfu/ml)

Gambar 1. Tingkat konsumsi oksigen (mg O2/kg0.8/jam) pada berbagai konsentrasi Lactobacillus sp.

Laju Metabolisme Basal, Rutin, Kenyang, dan Spesific Dynamic Action(SDA)

Berdasarkan data tingkat konsumsi oksigen harian dilakukan analisis tingkat konsumsi oksigen basal,
konsumsi oksigen rutin dan konsumsi oksigen kenyang (mg O 2/kg0,8/jam) disajikan pada Tabel 1.
Penambahan Lactobacillus sp. dalam pakan dapat menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen
basal, rutin, dan kenyang lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Tabel 1. Konsumsi oksigen basal, rutin dan kenyang (mg O2/kg0,8/jam)


Perlakuan KOB KOR KOK
A (Kontrol) 37,26 ± 11,10a 139,27 ± 15,20a 191,96 ± 13,49a
B (108cfu/mL/100 g pakan) 73,63 ± 9,32b 190,65 ± 17,17b 316,58 ± 32,11b
C (1010cfu/mL/100 g pakan) 74,82 ± 10,08b 198,91 ± 0,69b 330,11 ± 10,71b
Keterangan : KOB (konsumsi oksigen basal); KOR (konsumsi oksigen rutin); KOK(konsumsi oksigen kenyang)

Dari data konsumsi oksigen, dihitung laju metabolisme dengan mengkonversi nilai konsumsi oksigen,
yaitu mengkalinya dengan nilai setara kalor 13,78 kJ/g untuk laju metabolisme basal Brett dan Goves
(1976) dan 14,85 kJ/g untuk laju metabolisme kenyang dan laju metabolisme rutin (Huisman, 1976)
Spesific dynamic action (SDA) ditentukan dari selisih antara laju metabolisme kenyang dan laju
metabolisme basal (Aslamyah, 2006). Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Laju metabolisme basal, rutin dan kenyang (kj/kg0,8/hari).


Perlakuan LMB LMR LMK SDA
A (Kontrol) 12,32± 3,67a 49,64 ± 5,42a 68,41 ± 4,81a 56,09 ± 3,42a
B (108cfu/mL) 24,35 ± 3,08b 67,95 ± 6,12b 112,83 ± 11,44b 88,48 ± 9,14b
C (1010cfu/mL) 24,74 ± 4,60b 70,89 ± 0,43b 117,65 ± 2,73b 96,81 ± 7,33b
Keterangan : LMB (laju metabolisme basal); LMR (laju metabolisme rutin) LMK (laju metabolisme kenyang) SDA (spesific
dynamic action)

Laju metabolisme basal, rutin, kenyang, dan SDA memperlihatkan pola yang sama ikan uji dengan
penambahan Lactobacillus sp. dalam pakan lebih tinggi dibandingkan kontrol, namun tidak berbeda
antara konsentrasi 108cfu/mL/100 g pakan dan 1010cfu/mL/100 g pakan. Nilai laju metabolisme basal
yang diperoleh pada percobaan ini adalah berkisar antara 12,32 dan 24,74 kJ/kg0,8/hari. Laju
metabolisme basal pada organisme terestrial adalah sebesar 70 kkal/BBM yang setara dengan 292
kJ/BBM0,75 (Brody 1974). Hal ini menunjukkan adanya perbedaan laju metabolisme basal antara
organisme akuatik dan terestrial, dimana organisme akuatik hanya menggunakan energi sebesar 1/5
bagian (20%) dibandingkan organisme terestrial. Ikan bandeng termasuk organisme akuatik
berdarah dingin (poikiloterm) yang membutuhkan energi untuk hidup pokok (menyesuaikan diri
dengan suhu lingkungan) yang lebih rendah dibandingkan organisme terestrial (homiokiloterm).
Kebutuhan energi organisme akuatik adalah 10 sampai 30 kali lebih rendah dari homioterm yang
harus mempertahankan suhu tubuh 35oC. Pembelanjaan energi untuk mempertahankan suhu tubuh
pada organisme akuatik hampir dikatakan nol dan energi yang dibelanjakan untuk menopang tubuh
serta mempertahankan posisi dan pergerakan dalam air sangat kecil (Cho et al. 1982; Affandi et al.
2005).

Laju metabolisme kenyang dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang penggunaan
energi saat puncak proses metabolisme dan pencernaan. Nilai laju metabolisme kenyang pada ikan
berkisar antara 1,5 dan 5,8 kali laju metabolisme basal (Brett dan Goves 1979). Laju metabolisme rutin
atau disebut juga dengan produksi panas harian atau energi yang hilang menjadi panas, merupakan
akumulasi penggunaan energi pada berbagai aktivitas. Laju metabolisme kenyang dan rutin tertinggi
ditunjukkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Lactobacillus sp. Keadaan ini diduga
adanya peningkatan proses-proses fisiologis akibat peningkatan proses hidrolisis nutrien pakan di
dalam saluran pencernaan. Peningkatan aktivitas metabolisme termasuk pengambilan, mencerna,
dan absorbsi nutrien pakan mengakibatkan peningkatan penggunaan energi untuk aktivitas tersebut,
seperti yang ditunjukkan pada nilai specific dynamic action.

Specific dynamic action merupakan tingkat penggunaan energi untuk menghancur, mengubah dan
menyimpan produk pencernaan melalui proses metabolisme nutrien. Nilai specific dynamic action
yang ditunjukan ikan uji seiring dengan nilai laju metabolisme kenyang dan rutin. Specific dynamic
action tertinggi ditunjukkan ikan uji yang mendapat pakan dengan inokulasi Lactobacillus sp. Hal ini
menunjukkan terjadinya peningkatan aktivitas metabolisme yang mengakibatkan peningkatan
penggunaan energi untuk aktivitas tersebut. Hal serupa dilaporkan oleh Aslamyah et al. (2010) bahwa
terjadi peningkatan yang signifikan aktivitas enzim pencernaan ikan gurame yang diberi pakan
dengan inokulasi mikrob Bacillus sp. dan Carnobacterium sp.Aktifitas enzim amilase dan protease
pada saluran pencernaan ikan uji meningkat dengan adanya inolukasi bakteri dalam pakan. Hal ini
penting terjadi karena hidrolisis nutrien makro dimungkinkan dengan adanya enzim pencernaan
seperti protease, karboksilase, lipase, dan selulase (Fitriliyani, 2011).

Laju metabolisme ikan bandeng cukup tinggi dibandingkan ikan lain (Becker dan Fishelson 1986;
Becker et al. 1992; Fu dan Xie 2004; dan Karim 2005). Hal ini terjadi karena ikan bandeng adalah
ikan perenang cepat serta ikan yang agresif sehingga memerlukan energi yang tinggi untuk memenuhi
kegiatan fisiologis yang terjadi di dalam tubuhnya. Peningkatan kecepatan renang menyebabkan
peningkatan konsumsi oksigen ditunjukkan oleh ikan salmon dan rainbow trout (Weatherly dan Gill
1987), serta oleh ikan mas umur (Zonneveld et al. 1991).

Kesimpulan

Penambahan Lactobacillus sp. dalam pakan ikan bandeng dapat meningkatkan konsumsi oksigen
dan metabolisme ikan bandeng. Konsumsi oksigen dan metabolisme ikan uji tertinggi pada
konsentrasi Lactobacillus sp. 108 dan 1010cfu/mL/100 g pakan lebih tinggi dibandingkan kontrol.

Saran

Pada pemeliharaan ikan bandeng dapat ditambahkan Lactobacillus sp. dalam pakan dengan
konsentrasi 1010cfu/mL/100 g pakan.

Ucapan Terima Kasih

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi yang telah
membiayai penelitian ini melalui Proyek Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Tahun
Anggaran 2014.
Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Raharjo & Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan, Pencernaan dan Penyerapan
Makanan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Aslamyah S. 2006. Peningkatan Peran Mikroba Saluran Pencernaan Untuk Memacu Pertumbuhan
Ikan Bandeng (desertasi). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Aslamyah, S., H.Y. Azis & Sriwulan. 2010. Effectivity of microbe Bacillus sp. and Carnobacterium sp.
on rearing of juvenile Giant Gouramy,Osphronemus Gouramy Lacepede. In Enhancing
Indonesian Fish Production and Competitiveness in International Market . Prosiding
International Seminar Indonesian Fisheries Development. Kerjasama antara Balai Besar Riset
Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBRSEKP), Indonesian Marine and Fisheries Socio-
Economics Research Network (IMFISERN), serta Universtias Hassanuddin (UNHAS).
Makassar, 22 November 2010.

Becker, K. & L. Fishelson. 1986. Standard and routine metabolic rate, critical oxygen tension and
spontaneous scope for activity of tilapian. Di dalam Maclean JL, Dizon LB, Hosillos LV,
editor. The First Fisheries Forum. Asian Fisheries Society, Manila, Philippines. Hlm 623-628.

Becker, K., K. Meyer-Burgdorff & U. Focken. 1992. Temperature induced metabolic costs in carp,
Cyprinus carpio L. during warm and cold acclimatication. Applied Ichtyology 8:10–20.

Brett, J.R. & T.D.D. Groves. 1979. Physiological Energetics. Di dalam: Hoar WS, Randall DJ, Brett
JR, editor. Volume VIII. Fish Physiology. Academic Press Inc. New York. Hlm 25-78.

Brody, S. 1974. Bioenergetics and Growth with Special Reference to Efficiency Complex in Domestic
Animals. London: Collier-McMillan Publ.Deng DF, Refstie S, Hung SSO. 2001. Glycemic
and glycosuric responses in white sturgeon (Acipenser transmontanus) after oral
administration of simple and complex carbohydrates. Aquaculture 199:107-117.

Cho, C,Y., Y. Slingr & H.S. Baylay. 1982. Bioenergetic of salmon fishes energetic intake, expenditure
and productivity. Comp Biochemistry Physiology 73B(1):25–41.

Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya [DJPB], DKP. 2010. 10 (Sepuluh) Besar Provinsi Penghasil
Bandeng Nasional. Statistik Budidaya, 9 Desember 2010.

Fitriliyani, I. 2011. Aktifitas Enzim Saluran Pencernaan Ikan Nila (Oreohromis niloticus) denganPakan
Mengandung Tepung Daun Lamtoro (Leucaena Leucophala) Terhidrolisis dan Tanpa Hidrolisis
dengan Ekstrak Enzim Cairan Rumen Domba. Universitas Lambung Mangkurat.

Fu, S. & X.J. Xie. 2004. Nutrional homeostatis in carnivorous southern catfish (Silurus merionalis): is
there a mechanism of increased energy expenditure during carbohydrate overfeeding?
Comparative Biochemistry and Physiology Part A 139:359-361.

Handayani, R., C. Kokarkin & S.M. Astuti. 2000. Pemanfaatan enzim bakteri remedian pada
pemeliharaan larva udang windu (laporan penelitian). Jepara: Balai Budidaya Air Payau.

Huisman, E.A. 1976. Food conversion efficiencies at maintenance and production level carp Cyprinus
carpio L. and rainbow trout salmo gairdneri. Aquaculture 9:259–273.

Irawan, B. 2000. Pengaruh penambahan bakteri probiotik Bacillus spp. dalam pakan buatan
terhadap pertumbuhan benih gurami (Osphronemus goramy Lac.) (skripsi). Jatinangor:
Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Karim, M.Y. 2005. Kinerja pertumbuhan kepiting bakau betina (Scylla serrata Forsskal) pada
berbagai salinitas media dan evaluasinya pada salinitas optimum dengan kadar protein
berbeda (disertasi). Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lemos, D. & V.N. Phan. 2001. Energi partitioning into growth, respiration, excretion and exuvia
during larval development of the shrimp Farfantepenaeus paulensis. Aquaculture 199:131-
143.

Murni. 2004. Pengaruh penambahan bakteri probiotik Bacillus sp. dalam pakan buatan terhadap
pencernaan, efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuhan ikan gurame (Osphronemus
gouramy Lacepede) (tesis). Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rosas, C., G. Cuzon, G. Taboada, C. Pascual, G. Gaxiola & A.V. Wormhoudt. 2001. Effect of dietary
protein and energy levels on growth, oxygen consumption, hemolymph and digestive gland
carbohydrates, nitrogen excretion and osmotic pressure of Litopenaeus vannamei (Boone)
and L. setiferus (Linne) juveniles (Crustacea, Decapoda, Penaeidae). Aquaculture Research
32:531-547.

Robertson, P.A.W., C.O. Dowd, C. Burrells, P. Williams & B. Austin. 2000. Use of Carnobacterium
sp. as a probiotic for Atlantic salmon (Salmo salar L.) and rainbow trout (Oncorhynchus
mykiss, Walbaum). Aquaculture 185:235-243.

Syamsuddin, R. 2010. Sektor Perikanan Kawasan Indonesia Timur: Potensi, Permasalahan, dan
Prospek. PT Perca, Jakarta.

Tannock, G.W. 1999. Probiotics: A critical review. England: Horizon Scientific Pr.

Weatherley, A.H. & H.S. Gill. 1987. The Biology of Fish Growth. Canada, Ontorio: Division of Life
Sciensces, Departement of Zoology, University of Toronto.

Wuenschel, M.J., A.R. Jugovivich & J.A. Hare. 2005. Metabolic response of juvenile gray snapper
(Lutjanus griseus) to temperature and salinity: Physiological cost of different environment.
Exp Mar Biol Ecol 321:145–154.

Zonneveld N., A.E. Huisman dan J.H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT. Gramedia,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai