Anda di halaman 1dari 2

1

KOMPOSISI DAN KANDUNGAN NUTRISI DETRITUS ORGANIK


PADA SISTEM MIKROBIA PAKAI ULANG YANG DIAERASI
DENGAN C:N BERIMBANG
Sistem mikrobia pakai ulang yang diaerasi (aerated microbial reuse = AMR) menggunakan aerasi dan
pengadukan yang intensif mampu menghasilkan produktivitas sebesar 10 30 mt/ha/crop dengan
sedikit atau tanpa ganti air. Pada seri pertama artikel ini telah diulas tentang mekanisme kerja pada
sistem AMR, yaitu komunitas mikrobia aktif memproses ulang limbah menjadi detritus pakan.
Sedangkan pada seri kedua ini akan mengulas tentang kandungan nutrisi dan komposisi materi
detritus.
Kandungan Nutrisi Detritus Organik
Pada tahun 1988, Ken Leber dan Gary Pruder telah memplubikasikan hasil penelitian di
Oceanic Institute Hawaii, USA. Mereka menunjukkan bahwa udang yang dibudidayakan di dalam
mikrokosmos tambak dengan air mengalir dan diberi pakan dengan kualitas yang baik dapat tumbuh
lebih cepat 50% daripada yang dipelihara dengan air sumur dari sebuah aquafer air laut. Pada tahun
1992, Shaun Moss dan rekannya di Oceanic Institute melaporkan bahwa padatan tersuspensi yang
diambil dari tambak intensif dapat merangsang pertumbuhan udang yang dipelihara dengan 89% air
sumur.
Dengan menggunakan filter, Moss menunjukkan bahwa padatan tersuspensi yang berukuran
0,5 5,0 m meningkatkan pertumbuhan sebesar 53%, sedangkan untuk padatan yang berukuran
>5,0 m dapat meningkatkan pertumbuhan
tambahan sebesar 36%. Partikel padat tersebut
merupakan mikroalga dan simbiosis antara detritus dan mikrobia. Faktor pemacu pertumbuhan dalam
padatan teruspensi belum diketahui, tetapi diduga kuat adalah bakteri.
Protein Sel Tunggal
Selama bertahun-tahun, sejumlah usaha telah dilakukan untuk memproduksi bakteri secara
komersial untuk dipasarkan sebagai protein sel tunggal (single-cell protein = SCP). Proses yang khas
adalah teknologi Pruteen yang dikembangkan oleh Imperial Chemical Industries of Billingham, UK,
telah memproduksi sebesar
6.000 mt/bulan bakteri Methylophilus methylotrophus dalam
methanol. Namun, secara ekonomis proses ini terbatas karena proses pengeringan dan pemadatan
produk ini lebih banyak memakan biaya.
SCP dapat digunakan sebagai pengganti sebagian tepung ikan dalam ransum pakan ikan
salmon. Pada penelitian dengan menggunakan salmon, teknologi Pruteen telah menghasilkan rasio
efisiensi protein sebesar 1,62, tingkat penggunaan protein netto sebesar 0,38; tingkat pencernaan
sebesar 91,2 dan tingkat biologis sebesar 0,41. Sedangkan untuk rasio efisiensi protein casein dan
tepung ikan masing-masing sebesar 1,97 dan 1,91, rasio protein bersih sebesar 0,40 dan 0,38, tingakt
pencernaan sebesar 98,7 dan 91,2 serta nilai biologis sebesar 0,41 dan 0,41.
Kelangsungan Ekonomis
Kelangsungan ekonomis dari produksi SCP dibatasi oleh pengeluaran untuk proses pemadatan,
pengeringan dan pengepakan. Namun, tahapan-tahapan tersebut dapat dieliminasi dalam sistem AMR,
dan protein tersebut dapat dikonsumsi secara in situ oleh hewan yang dibudidayakan sehingga tanpa
membutuhkan biaya untuk penanganan. Jadi sistem AMR dapat mendukung kelangsungan
pengembangan dan penggunaan SCP secara komersial yang pertama.
Komposisi Detritus Organik
Pada majalah Advocate edisi bulan April 2000, Robin McIntosh dari Belize Aquaculture Ltd.
telah menganalisis floc tersuspensi dari tambak udang komersial yang dikelola dengan sistem AMR di
Belize. Dia menemukan kandungan protein yang lebih tinggi dalam floc dibanding dari pakan yang
digunakan (Tabel 1)
Tabel 1. Komposisi detritus tersuspensi yang disaring dari kolom air pada tambak udang intensif
dengan sistem zero-water-exchange yang diberi pakan dengan kandungan protein sebesar
31,5% atau 22,5% (McIntosh, 2000b).
Kandungan Protein Kasar dalam Pakan
31,5%
22,5%
Nilai Tengah (%)
Komposisi Detritus Tersuspensi
Bahan Organik (%)
78
66
72
Abu (%)
21
32
26
Protein (%)
51
35
43
Lemak (%)
10
15
12,5
Arginine (%)
2,3
1,61
1,95
Methionine (%)
0,61
0,35
0,48
Lysine (%)
2,5
1,7
2,1
Seperti dimuat pada majalah Advocate edisi April 2000, Albert Tacon telah menyaring floc detritus
tersuspensi dari bak AMR di luar ruangan di Oceanic Institute di Hawaii dari percobaan pakan udang
selama 56 hari. Dari hasil analisis kimia didapatkan kandungan protein pada floc detritus tersuspensi
sama dengan kandungan protein dalam pellet (Tabel 2).
Lipid
Analisis lipid dalam floc yang dilakukan olen McIntosh & Tacon telah menunjukkan hal yang
berbeda. Hasil yang ditunjukkan oleh McIntosh menunjukkan kandungan lemak yang tinggi
(ratarata 12,5%), sedangkan yang diperoleh Tacon (rata-rata 0,61%). Menurut Litechfield (1990) komposisi
sel mikroba dalam floc tersuspensi jumlahnya bervariasi tergantung pada organisme yang spesifik dan
kondisi pada saat ditunbuhkan.
Rasio C : N dalam substrat sebesar 10 : 1 atau kurang, cocok untuk bakteri yang mempunyai
kandungan protein tinggi, sedangkan substrat yang rasio C : Nnya lebih tinggi cocok untuk akumulasi
lemak pada algae, ragi dan jamur serta polyhydroxybutyrate dalam bakteri.
Hal tersebut

menunjukkan bahwa komposisi pakan mikroba dapat dimanipulasi untuk memaksimalkan kandungan
nutrisinya.

Tabel 2. Perbandingan floc mikroba yang diambil dari bak pemeliharaan udang di luar ruangan dengan
sistem pakai ulang (reuse) miroba secara intensif
Nutrisi
Rendah
Tinggi
Nilai Tengah
Floc mikroba tersuspensi, mg/l
31,7
340,1
156,5
Protein kasar (6,25xN), %
24,64
40,6
33,45
Lemak kasar, %
0,46
0,83
0,61
Abu, %
22,91
38,54
30,21
Energi total, cal/g
2656
3207
3014
Carotenoid, mg/kg
60
163
122,7
Fosfor, %
0,38
2,29
1,44
Potasium, %
0,14
0,95
0,68
Kalsium, %
0,45
3,06
1,81
Magnesium, %
0,13
0,48
0,28
Sodium, %
0,43
4,59
2,94
Mangan, mg/kg
9,58
49,64
30,47
Besi, mg/kg
182,42
394,04
342,82
Tembaga, mg/kg
4,12
95,53
24,5
Seng, mg/kg
83,58
618,34
365,81
Boron, mg/kg
9,46
48,53
29,19
Asam amino (g/100 g protein) :
Isoleucine
1,99
5,69
3,75
Leucine
2,43
8,57
6,87
Methionine
0,89
4,78
3,18
Phenilalanine
1,24
9,05
6,09
Histidine
1,2
1,65
1,4
Threonine
3,98
6,21
4,94
Lysine
2,98
5,32
3,93
Valine
2,76
10,14
6,07
Arginine
5,62
7,5
6,45
Tryptophan
N.A.
N.A.
N.A.
Asam Amino
McIntosh telah menginformasikan bahwa kandungan asam amino dalam floc yang
mengandung cukup lysine dan arginine, tetapi kandungan methionine yang kurang kurang baik untuk
nutrisi udang (Tabel 1). Namun, Tacon menyatakan bahwa pada floc mengandung arginine dan
methionine yang cukup sedangkan lysine kurang
(Tabel 2). Secara umum kandungan protein
mikroba cenderung lebih sedikit dalam asam amino sulfur, meskipun kandungan protein bakteri lebih
sedikit daripada algae, ragi, jamur tingkat rendah atau jamur tingkat tinggi.
Abu
Baik McIntosh maupun Tacon telah mengukur kandungan abu yang tinggi dalam floc
tersuspensi (masing-masing sekitar 26,0 dan 30,2). Hasil analisis mineral menunjukkan bahwa floc
mikroba kaya akan fosfor dan mineral (Tabel 2). Sebagian besar kandungan mineral ini diikat oleh
bakteri dalam bentuk organik.
Fosfor
Velasco dkk (1998) telah menguji 3 tingkatan kandungan fosfor dalam pakan udang yang
dipelihara dalam bak AMR di dalam ruangan yaitu : 0,4; 0,8 & 1,2%. Akumulasi total fosfat reaktif
yang terkandung dalam air mengikat secara nyata dengan bertambahnya kandungan fosfor dalam
pakan. Hal ini menyarankan agar tingkat kandungan fosfor dapat diturunkan dalam sistem ini,
dikarenakan adanya proses resirkulasi.
Vitamin
Tacon telah menginformasikan bahwa tambahan vitamin dalam pakan dapat ditiadakan dalam
mikrokosmos sistem AMR pada percobaan pakan. Hal ini juga telah diamati oleh Velasco dan
Lawrence (2000) pada penelitian awal mengenai kebutuhan vitamin dalam bak AMR di luar ruangan.
Kesimpulan
Walaupun floc bakteri dapat menjadi pemacu pertumbuhan dan suplemen nutrisi, namun
tidak dapat dijadikan sebagai sumber nutrisi yang ideal. Sel mikroba mengandung nitrogen asam
nukleat dan nitrogen non-protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan organisme tingkat tinggi.
Kandungan asam nukleat, terutama asam ribonukleat, berkisar antara 8 25 g/100 g protein (bahan
kering). Rasio nitrogen Kjeldahl pada kandungan protein sel mikroba berkisar antara 5,6 5,8, hal ini
berbeda dengan rasio yang terdapat pada tumbuhan tinggi dan hewan yaitu sebesar 6,25 (Litchfield,
1990).
Percobaan penebaran pakan pada pesies udang yang berbeda dengan sel mikroba sebagai
sumber protein pada nutrisi udang tidak menaikkan pertumbuhan. Oleh karena itu protein mikroba
hanya berfungsi sebagai suplemen pakan dalam sistem AMR.

Ditulis Oleh
Diterjemahkan Oleh

: George Chamberlain
(Majalah the Advocate, Juni 2001)
: Hasanudin J dan Agus Furwoko
(T. Krosok, Sept. 2001)

Anda mungkin juga menyukai