Anda di halaman 1dari 6

Resensi Novel Hujan dari Bab 22 Hlm 214 s/d Bab 32 hal 318

Nama : M. Ibnu aji dwi yanto


Nim : 162112001
Kls : Ebiz A pagi
Identitas Buku:

Judul : Hujan

Warna Sampul : Biru Muda dan Putih

Penulis : Darwis Tere Liye

Jumlah Halaman : 320

Tebal Buku : 320 hlm

Ukuran Buku : 13,5 cm x 20 cm

Berat :0,4000 kg

Tanggal Terbit : 25 Januari 2016

Penerbit : PT. Grandmedia Pustaka Umum

Kota terbit : Jakarta

Harga : Rp. 58.000;

Orientasi

Profil Penulis:

Nama : Darwis atau Tere Liye


Tempat, TglLahir : Lahat, Indonesia, 21 Mei 1979
Pekerjaan : Penulis novel, Akuntan
Pendidikan terakhir : Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia
Tema : Berkisah tentang perpisahan, persahabatan, cinta, hujan
dan tentang melupakan

Kalangan : Remaja dan Dewasa


Tafsiran isi

 Bab 22

Penugasan di sektor 1 selesai pada hari ketiga puluh. Persis hari terakhir libur
panjang. Antrean di toko-toko mengular panjang, Harga bahan pangan selangit,
stok amat terbatas sebagian besar penduduk kota kesulitan memenuhi kebutuhan
pokok. Beberapa minggu setelah kembali sekolah , Lail dan Maryam
menyempatkan berkunjung ke panti sosial. “ Sekarang penghuni panti hanya
makan dua kali dalam sehari .” Ibu suri memberitahu, Lail dan Maryam menatap
sedih anak-anak di ruang makan. Isi mangkuk mereka sedikit sekali, hanya air
kaldu dan potongan kecil kentang dan jagung. Tidak ada sayur, apalagi
daging.berbeda diasrama sekolah yang situasinya masih lebih baik lagi.

Salju turun semakin lebat. Tebalnya sekarang sudah lima puluh sentimeter. Setiap
hari ratusan mesin disebar kejalanan tidak ada lagi jadwal ke toko kue. Seluruh
toko dijalan kuliner tutup .Lail dan Maryam lebih sering menghabiskan waktu di
asrama. Lail dan Maryam ikut kedalam organisasi relawan. Lail dan maryam
tidak bisa ditugaskan, mereka sekolah, hanya bisa membantu dari markas apapun
yang dikerjakan disana. Didalam markas relawan organisasi mengadakan brifing
tentang intervensi lapisan stratosfer dengan negara negara tropis untuk bebas dari
suhu ekstrem “ kalau aku yang memutuskan aku sudah mengirimkan pesawat
ulang-alik sekarang juga”, Maryam ikut berkomentar-komentar yang sama
beberaoa bela terakhir sedangkan Lail hanya diam saja memperhatikan. Sepulang
dari markas relawan Lail dan Maryam

Menyempatkan mampir di air mancur kota Central Park. Lail duduk dibangku
taman setelah memindahkan setumpuk salju. Apa kabar esok? Apa kabar ibu kota
Apakah di taman kincir raksasa juga diselimuti salju tebal ? Maryam duduk di
sebelahnya, menghela napas. Mereka berdua berdua berdiam diri. Entah hingga
kapan kota mereka bertahan ditengah percekik bahan pangan. Satu bulan berlalu
akhirnya kerusuhan besar meland kota. Penduduk mengamuk dilokasi pembagian
makanan. Marinir tidak mampu mengendalikanya. Mereka menyerbu toko-toko,
menggulingkan bus kota, menghentikan trem, membakar benda-benda dijalanan.
Para pekerja menyatakan mogok massal Tuntutan mereka sama yaitu segera
intervensi lapisan stratosfer. Kota lumpuh total. Kantor kantor yang tersisa segera
ditutup saat kerusuhan besar terjai. Hanya bangunan vital seperti rumah sakit yang
beroprasi, dijaga marinir. Saat kerusuhan itu, Lail dan Maryam baru pulang dari
markas organisasi relawan. Mereka berjalan kaki delapan kilo meter menuju
asrama. Setiba diasrama, mereka baru tahu sekolah juga telah ditutup. Petugas
sekolah ikut melakukan mogok. Teman-teman asrama berkumpul diruan bersama,
membaca papan pengumuman digital. “Kota ini tidak akan bertahan lagi dalam
waktu dekat satu-dua hari”. Maryam merebahkan diri di ranjang. Lail diam. Apa
susahnya mereka menyetujui intervensi lapisan stratosfer? Sebelum seluruh kota
dibakar oleh warganya sendiri. Dasar pemimpin keras kepala.” Maryam terlihat
amat kesal.

Lail diam. Dia tetap tidak sepakat dengan maryam. Esok pernah bilang bahwa itu
tindakan yang sangat berbahaya. Dia lebih mempercayai esok dari siapapun .
Lelah setelah seharian beraktivitas Lail dan Maryam jatuh tertidur selama
beberapa jam kemudian dikagetkan oleh sorakan-sorakan kencang dari
luar.ternyata karena berita tentang pemimpin negeri memutuskan mengirim dua
belas pesawat ulang-alik kelapisan stratosfer. Seluruh penduduk kota menari-nari
riang mendengar pengumuman itu. Seluruh negeri malam itu tertawa senang ,
mengadakan perayaan mereka memang persis seperti virus. Mereka sedang
merusak diri sendiri, saling menghancurkan, dan menuju kepunahan.. Sepanjang
pagi televisi menyiarkan berita, siaran langsung dari pusat antariksa, ketika dua
belas pesawat ulang-alik berbaris di landasan pacu.” Dengan pengumuman tadi
mala dari pemimpin negeri, yang diikuti oleh belasan negara tropis lainnya, maka
resmi sudah seluruh negara melakukan intervensi. Apa komentar anda?”
Pembawa acara yang amat dikenal Lail terlihat dilayar kaca . “No comment”,
narasumber yang juga amat dikenal Lail menjawab singkat setiap pertanyaanya.
Beberapa menit kemudian , layar televisi memperlihatkan Wali Kota , ayah angkat
Esok, yang sedang dikerumuni wartawan “Secara pribadi, saya tidak sependapat
dengan intervensi. Saya tidak paham dengan teknologi, saya ganya politisi. Tapi
di keluarga kami, ada seorang ilmuan yang saya pikir lebih pintar dibanding
siapapun. Dia berpendapat tindakan intervensi mungkin baik untuk jangka pendek
,tapi buruk untuk jangka panjang. Itu pendapat seorang ahli. Saya
mempercayainya”. Lail tahu siapa yang dimaksudkan Wali Kota.

Ruang bersama asrama dipenuhi tepuk tangan saat layar televisi pindah
menyiarkan secara langsung detik-detik pesawat ulang-alik melesat dilandasan
pacu, terbang menuju angkasa. Satu persatu pesawat membubung tinggi
membawa anti gas sulfur dioksida. Lail berdiri meninggalkan ruang bersama,
Apa kabar Esok saat ini? Lail menatap dinding lorong asrama bewarna krem.
Ditengah kesibukan di laboraterium ,apakah Esok tahu bahwa pesawat ulang-alik
telah diluncurkan dan yang lebih penting lagi, apakah Esok tahu bahwwa Lail
selalu memikirkanya dimanapun kapanpun.

Bab 23

Pesawat ulang-alik kembali dari angkasa. Tugas mereka menyiram langit dengan
anti gas sulfur dioksida sukses. Pilotnya disambut bagai pahlawan. Penduduk
bersorak-sorai saat menonton televisi. Intervensi itu awalnya sangat menjanjikan.
Dua puluh empat jam setelah antigas disiramkan diata sana,besok paginya, saat
Lail bangun , halaman rumput sekolah asrama terlihat. Salju telah mencair,
menisakan gumpalan putih disana-sini. Lail membuka jendela kamar. Udara
hangat menerpa wajah, membuatnya mematung. Belum pernah dia merasakan
udara sehangat itu. Maryam ikut berdiri dibelakang Lail. Tersenyum lebar.
“Selamat datang dimusim semi.” Maryam merentangkan tangan, membiarkan
wajahnya disiram cahaya matahari pagi. Rambut kribonya yang mengembang
besar membuat bayangan lucu di lantai kamar. Lail tertawa. Musim dingin secara
resmi telah berakhir

Pagi itu mogok massal dihentikan secara sukarela. Penduduk kembali


bekerja.Bahan pangan masih sulit ditemukan, tapi dengan matahari cerah, lapar
beberapa minggu keddepan bukan masalah besar. Sekolah keperawatan juga
dibuka . Lail dan Maryam kembali sibuk belajar. Kabar baik bertambah ketika
stok bahan pangan lebih cepat tersedia, tidak harus menunggu pertanian normal.
Negara-negara subtropis, dengan konstelasi politik dunia telah berubah ,akhirnya
mengirimkan ratusan kapal mereka ke negara-negara yang masih memerlukan
waktu untuk pulih. Butuh tiga bulan hingga akhirnya lahan pertanian
menghasilkan, disusul peternakan. Dengan pulihnya iklim, kemauan teknologi,
produktivitas pertanian tiga bulan pertama itu mengagumkan.

Persis pada bulan ketiga Lail dan Maryam kembali mengunjungi toko kue,
menumpang bus kota rute 12, sesampainya dissana Lail mendorong pintu toko,
suara lonceng terdengar lembut. Ibu Esok menoleh.” Lail, Maryyam!” kursi
rodanya bergerak lincah diantara rak kue yang telah penuh. “Selamat pagi , Bu.
Apa kabar?” Lail menapanya. “Ibu sudah memikirkan kalian sejak seminggu lalu,
sejak toko dibuka, kapankalian akan datang. Ibu senang sekali. Oh, kamu tadi
bertanya apa kabar, orang tua ini kabarnya baik. Sehat. Apa kabar kalian?”
“Se

Anda mungkin juga menyukai