Anda di halaman 1dari 8

Bentuk Toleransi atau Berbuat Baik dalam Islam

Seperti yang sudah disampaikan di atas, Islam sangat menjunjung tinggi toleransi
terhadap umat agama lain. Ketika kita melihat perbedaan, maka kita harus hargai
perbedaan itu. Hanya saja, seringkali kita salah dalam menyikapinya. Kita malah
mengikuti apa yang berbeda dengan kita, padahal kita tahu bahwa itu tidaklah tepat untuk
dilakukan.

Oleh sebab itu, penting bagi kita memahami harus seperti apa dalam bertoleransi. Ya,
melakukan toleransi juga memiliki bentuk-bentuknya tersendiri. Lalu, apa sajakah bentuk
toleransi?

1. Berbuat Baik Terhadap Tetangga Non-Muslim

Pada surah Al-Mumtahanah ayat 8 – 9 yang berbunyi :

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang


yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu
(orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al Mumtahanah: 8-9)

Berikut ini teladan dari salafus shalih dalam berbuat baik terhadap tetangganya yang
Yahudi. Seorang tabi’in dan beliau adalah ahli tafsir, imam Mujahid, ia berkata, “Saya
pernah berada di sisi Abdullah bin ‘Amru sedangkan pembantunya sedang memotong
kambing. Dia lalu berkata, “Wahai pembantu! Jika Anda telah selesai
(menyembelihnya), maka bagilah dengan memulai dari tetangga Yahudi kita terlebih
dahulu.”

Lalu ada salah seorang yang berkata, “(kenapa engkau memberikannya) kepada
Yahudi? Semoga Allah memperbaiki kondisimu.”
‘Abdullah bin ’Amru lalu berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬berwasiat terhadap
tetangga sampai kami khawatir kalau beliau akan menetapkan hak waris kepadanya.”

Berbuat baik kepada non-muslim juga dapat dilakukan dengan menolong non-muslim itu
sendiri, baik orang miskin maupun orang yang sakit. Hal ini sesuai dengan hadits yang
diriwatkan oleh Abu Hurairah, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Menolong
orang sakit yang masih hidup akan mendapatkan ganjaran pahala.’” (HR. Bukhari no.
2363 dan Muslim no. 2244). Lihatlah Islam masih mengajarkan peduli sesama.

2. Tetap Menjalin Hubungan Kerabat pada Orang Tua atau Saudara Non-Muslim

Allah Ta’ala berfirman,

ْ‫س َما ِبي ت ُش ِركَْ أَنْ عَلى جَا َهدَاكَْ َوإِن‬


َْ ‫َاحب ُه َما ت ُِطع ُه َما فَال ِعلمْ ِب ِْه لَكَْ لَي‬
ِ ‫َمع ُرو ًفا الدُّنيَا فِي َوص‬

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS. Luqman: 15). Dipaksa syirik, namun
tetap kita disuruh berbuat baik pada orang tua.

Lihat contohnya pada Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Ibuku
pernah mendatangiku di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan
membenci Islam. Aku pun bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tetap
jalin hubungan baik dengannya. Beliau menjawab, “Iya, boleh.” Ibnu ‘Uyainah
mengatakan bahwa tatkala itu turunlah ayat,

َ‫ّللاُ يَنهَا ُك ُْم ْل‬


َْ ‫َن‬ِْ ‫ِين فِى يُ َقاتِلُوكُمْ لَمْ الَذِينَْ ع‬
ِْ ‫الد‬

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu ….” (QS. Al Mumtahanah: 8) (HR. Bukhari no. 5978).
3. Boleh Memberi Hadiah kepada Non-Muslim

Lebih-lebih lagi untuk membuat mereka tertarik pada Islam, atau ingin mendakwahi
mereka, atau ingin agar mereka tidak menyakiti kaum muslimin.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,

ُ ً‫علَى ُحلَ ْة‬


‫ع َم ُْر َرأَى‬ ِْ ِ‫ ال َوف ُْد جَا َءكَْ َوإِذَا ال ُج ُمعَ ِْة يَو َْم تَلبَسهَا ال ُحلَ ْةَ َه ِذ ِْه ابتَعْ – وسلم عليه هللا صلى – ِلل َنب‬.
ُْ ‫ى َف َقا َْل تُبَا‬
َ ْ‫ع َر ُجل‬
ْ‫س إِنَ َما « فَقَا َل‬
ُْ َ‫ق ْلَ َمنْ َهذَا يَلب‬
َْ َ‫اآلخ َر ِْة فِى لَ ْهُ َخال‬
ِ ».‫ى‬َْ ِ‫سو ُْل فَأُت‬ َ ‫إِلَى َفأَر‬
َِْ – ‫س َْل بِ ُحلَلْ ِمنهَا – وسلم عليه هللا صلى‬
ُ ‫ّللا َر‬
ُ ‫ ِب ُحلَةْ ِمنهَا‬. ‫ع َم ُْر فَقَا َْل‬
ْ‫ع َم َر‬ ُ ‫ف‬ ُ َ‫س َكهَا لَمْ ِإنِى « قَا َْل قُلتَْ َما فِيهَا قُلتَْ َوقَدْ أَلب‬
َْ ‫سهَا كَي‬ ُ ‫سهَا أَك‬
َ َ‫ ِلتَلب‬، ‫سو َها أَوْ تَ ِبيعُهَا‬ ُ ‫ » تَك‬.
ُ ‫يُس ِل َْم أَنْ َقب َْل َمك ََةْ أَه ِْل ِمنْ لَ ْهُ أَخْ ِإلَى‬
َ ‫ع َم ُْر ِبهَا َفأَر‬
‫س َْل‬

“’Umar pernah melihat pakaian yang dibeli seseorang lalu ia pun berkata pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Belilah pakaian seperti ini, kenakanlah ia pada hari Jum’at
dan ketika ada tamu yang mendatangimu.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata,
“Sesungguhnya yang mengenakan pakaian semacam ini tidak akan mendapatkan
bagian sedikit pun di akhirat.”

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam didatangkan beberapa pakaian dan


beliau pun memberikan sebagiannya pada ‘Umar. ‘Umar pun berkata, “Mengapa aku
diperbolehkan memakainya sedangkan engkau tadi mengatakan bahwa mengenakan
pakaian seperti ini tidak akan dapat bagian di akhirat?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Aku tidak mau mengenakan pakaian ini
agar engkau bisa mengenakannya. Jika engkau tidak mau, maka engkau jual saja atau
tetap mengenakannya.” Kemudian ‘Umar menyerahkan pakaian tersebut kepada
saudaranya di Makkah sebelum saudaranya tersebut masuk Islam. (HR. Bukhari no.
2619). Lihatlah sahabat mulia ‘Umar bin Khottob masih berbuat baik dengan memberi
pakaian pada saudaranya yang non-muslim.

4. Dilarang untuk Membunuh Non-Muslim Kecuali Jika Mereka Memerangi


Islam
Dalam agama Islam orang kafir yang boleh dibunuh adalah orang kafir harbi yaitu kafir
yang memerangi kaum muslimin. Selain itu, semisal orang kafir yang mendapat suaka
atau ada perjanjian dengan kaum muslimin semisal kafir dzimmi, kafir musta’man dan
kafir mu’ahad, maka dilarang keras untuk dibunuh. Jika melanggar maka ancamannya
sangat keras.

5. Adil dalam Hukum dan Peradilan Terhadap Non-Muslim

Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang hukum meremehkan akhlak orang lain, “Allah
tidak melarang kalian berbuat baik kepada non muslim yang tidak memerangi kalian
seperti berbuat baik kepada wanita dan orang yang lemah di antara mereka. Hendaklah
berbuat baik dan adil karena Allah menyukai orang yang berbuat adil.” (Tafsir Al Qur’an
Al-A’Raf, 7: 247).

Kemudian contoh dari berlaku adil ini ketika Umar bin Khattab Radhiallahu’Anhu
membebaskan dan menaklukkan Yerussalem Palestina. Beliau menjamin warganya agar
tetap bebas memeluk agama dan membawa salib mereka. Umar tidak memaksakan
mereka memeluk Islam dan menghalangi mereka untuk beribadah, asalkan mereka tetap
membayar pajak kepada pemerintah Muslim. Berbeda ketika bangsa dan agama lain
mengusai, maka mereka melakukan pembantaian.

Umar bin Khattab juga memberikan kebebasan dan memberikan hak-hak hukum dan
perlindungan kepada penduduk Yerussalem walaupun mereka non-muslim.

6. Toleransi Sebatas Wilayah Muamalah dan Tidak Berkenaan dengan Aqidah


dan Ibadah

Toleransi atau juga dikenal dengan istilah tasamuh adalah hal yang menjadi prinsip
dalam agama islam. Dengan kata lain, islam itu menyadari dan menerima perbedaan.
Namun demikian, dalam praktik toleransi islam juga memiliki kerankan atau batasan
toleran itu. Toleran dalam islam dibatasi pada wilayah mu’amalah dan bukan pada
wilayah ubudiah.

Islam adalah agama yang menyadari pentinganya interaksi, maka dalam islam hubungan
dengan mereka yang non-muslim bukan hanya diperbolehkan namun juga didorong.
Seperti sabda nabi, “tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”. Ilmu adalah bagian dari
mu’amalah. Maka aspek-aspek muamalah misalnya perdagangan, kehidupan sosial,
industri, kesehatan, pendidikan dan lain lain, diperbolehkan dalam islam. Dan yang
dilarang adalah berkenaan dengan aqidah serta ibadah.
Prinsip Lakum Diinukum Wa Liya Diin

Seperti sudah sangat sering kita dengar dan baca, ayat lakum diinukum wa liya diin itu
adalah bentuk ketegasan sikap dalam beragama. Apalagi kalau melihat latar belakang
turunnya di mana orang kafir Mekah, ketika diajak mengikuti ajaran Nabi Muhammad
saw., mereka mencoba mengajak Nabi untuk berkompromi. Setahun mereka
menyembah Tuhannya Nabi Muhammad (termasuk orang-orang kafir), setahun
berikutnya semua (termasuk Nabi Muhammad saw.) menyembah tuhan-tuhan orang
kafir. Dalam pandangan mereka, ini adalah jalan tengah. Win-win solution-lah kira-kira.
Tapi tidak! Dalam hal agama dan keyakinan, tidak ada kompromi.

Islam mengajarkan kita toleransi dengan membiarkan ibadah dan perayaan non-muslim,
bukan turut memeriahkan atau mengucapkan selamat. Karena Islam mengajarkan
prinsip,

ْ‫ي دِينُكُمْ لَكُم‬


َْ ‫ِين َو ِل‬
ِْ ‫د‬

“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku”. (QS. Al Kafirun: 6).

Prinsip di atas disebutkan pula dalam ayat lain,

‫علَى يَع َم ُْل كُلْ قُ ْل‬


َ ‫شَا ِك َلتِ ِْه‬

“Katakanlah: “Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.” (QS. Al


Isra’: 84)

ْ‫تَع َملُونَْ ِم َما بَ ِريءْ َوأَنَا أَع َم ُْل ِم َما بَ ِريئ ُونَْ أَنت ُم‬

“Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Yunus: 41)

‫أَع َمالُكُمْ َولَكُمْ أَع َمالُ َنا لَنَا‬

“Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu.” (QS. Al Qashshash: 55)
Ibnu Jarir Ath Thobari menjelaskan mengenai ‘lakum diinukum wa liya diin’, “Bagi kalian
agama kalian, jangan kalian tinggalkan selamanya karena itulah akhir hidup yang kalian
pilih dan kalian sulit melepaskannya, begitu pula kalian akan mati dalam di atas agama
tersebut. Sedangkan untukku yang kuanut. Aku pun tidak meninggalkan agamaku
selamanya. Karena sejak dahulu sudah diketahui bahwa aku tidak akan berpindah ke
agama selain itu.” (Tafsir Ath Thobari, 14: 425).

Dalam Tafsir Al Bahr Al Muhith, Ibnu Hayyan menafsirkan, “Bagi kalian kesyirikan yang
kalian anut, bagiku berpegang dengan ketauhidanku. Inilah yang dinamakan tidak loyal
(berlepas diri dari orang kafir).

Lakum diinukum wa liya diin juga bisa terdapat dua makna. Pertama, bagi kalian akidah
kekufuran yang kalian anut, bagi kami akidah Islam. Kedua, karena diin bisa bermakna
al jazaa’, yaitu hari pembalasan, maka artinya: bagi kalian balasan dan bagiku balasan.
Demikian dijelaskan oleh Al Mawardi dan Muhammad Sayid Thonthowi dalam kitab tafsir
keduanya.

Link :

https://rumaysho.com/5673-toleransi-dalam-islam.html

https://www.islampos.com/bentuk-toleransi-itu-ya-begini-jangan-keliru-119901/

https://dalamislam.com/landasan-agama/jenis-jenis-toleransi-yang-diperbolehkan-
dalam-islam

https://rumaysho.com/2146-lakum-diinukum-wa-liya-diin.html

http://fimadani.com/makna-lakum-dii-nukum-waa-liya-diin-tulisan-arab/

https://nikmatislam.com/apa-maksud-lakum-dinukum-wa-liya-din-lakum-dinukum-
waliyadin/

Anda mungkin juga menyukai