Anda di halaman 1dari 3

*MULIANYA PEREMPUAN YANG MENAWARKAN DIRI PADA

LAKI-LAKI BERISTRI YANG SALIH*

Di salah satu grup WA, seorang teman menceritakan satu kisah dari seorang muslimah yang menikah
dan menjadi istri kedua salah satu ustadz. Mendiang ayah si muslimah ini menitipkan putrinya kepada
ustadz tersebut untuk dicarikan suami yang salih. Karena ini adalah amanah, ustadz tersebut berusaha
menunaikannya dengan baik. Banyak laki-laki yang ditawarkan kepada muslimah tersebut tetapi selalu
ditolaknya. Hingga satu titik, si ustadz pun bingung. Maunya apa si muslimah ini?

*“Saya maunya sama ustadz.”*

Jawaban yang membuat kaget si ustadz karena ia sendiri sudah beristri dan mempunyai beberapa anak
yang sehat dan lucu. Tak hendak memperpanjang, intinya si ustadz dan muslimah akhirnya menikah
dengan izin dari istri pertama. Hingga saat ini hubungan rumah tangga poligami mereka rukun, akrab dan
baik-baik saja.

Hampir serupa dengan kisah di atas, beberapa minggu yang lalu ada postingan di fesbuk tentang tema
ini. Percakapan via online atau biasa disebut chatting antara seorang laki-laki beristri dengan muslimah.
Kurang lebih seperti ini isi percakapannya:

Muslimah : _*Bismillah, Afwan akhi mau nanya. Langsung aja ya. Jika ada akhwat yang mau melamar
antum sebaiknya dia mendatangi siapa? Istri antum atau ortu antum? Dan dimana?*_

Ikhwan : _Pertama izin ke istri ana, lalu minta restu ke ortu ana. Domisili ortu ana di (bagian yang
dicoret). Memangnya siapa yang mau sama ana?_

Muslimah : _*Kalau antum berkenan apa boleh ana minta kontak istri antum?*_

Ikhwan : (bagian ini diblok karena nomor si istri diberikan kepada muslimah tersebut)

Muslimah : _*Beliau ada WA? Jazakallah khoyron.*_

Ikhwan : _Afwan, siapakan yang ingin melamar ana?_

Muslimah : _*Insya Allah ana.*_

Ikhwan : _Masya Allah. Ukhti kan belum mengenal ana sepenuhnya dan bagaimana kondisi ana. Apakah
sudah dipertimbangkan dengan matang?_

Muslimah : _*Ya makanya mau kenal istri dan keluarga antum biar tahu jelas tentang antum. Dari
sebulan yang lalu ana minta petunjuk Allah Ta’ala. Qadarullah kemarin itu mungkin waktu yang pas ana
bilang.*_

Dan ternyata, respon para fesbuker benar-benar luar biasa. Bukan luar biasa dalam makna positif tetapi
sebaliknya yaitu *menghina dengan sangat akan langkah yang dilakukan oleh si muslimah* dalam
chatting tersebut.
Sedih? Tentu. Betapa mudah muslimah yang satu menghina muslimah yang lain hanya karena langkah
yang tidak lazim dilakukan. Tidak lazim tidak selalu maksiat yang mengakibatkan dosa. Tidak lazim bisa
jadi karena kebodohan kita dan masyarakat sehingga tidak tahu bahwa hal tersebut boleh dalam hukum
syara. Kita boleh tidak sepakat akan sesuatu, tapi itu bukan alasan untuk merendahkan saudara kita
apalagi di belakangnya.

Firman Allah SWT: “Barangkali kamu membenci membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan
barangkali kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu. Allah Mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.” – Al-Qur’anul Karim; Surah Al-Baqarah (2) ayat 216

Menawarkan diri pada laki-laki yang salih meskipun dia telah beristri, sungguh tak ada cacat cela pada
diri muslimah tersebut. Sebaliknya, itu menunjukkan keluhuran budi pada dirinya karena ia memilih
menempuh jalan halal daripada yang haram. Ketika respon yang ada menunjukkan hal negatif dengan
mengatakan hal-hal buruk tentangnya, jangan sedih. Di zaman Rasulullah SAW pun reaksi seperti ini
telah ada. Perhatikan hadits di bawah ini:

Diriwayatkan dari Anas ra, ia bercerita, seorang wanita datang kepada Rasulullah saw untuk
menawarkan dirinya kepada beliau seraya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau membutuhkan
aku (sebagai istri)? Mendengar hal itu, putri Anas berkata, “Betapa sedikit rasa malunya, dan betapa
buruknya.” Anas berkata, “Ia lebih baik daripada engkau. Ia menyukai Rasulullah lalu menawarkan
dirinya kepada Beliau.” (Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari (5120), an-Nasa’I (VI/78, dan Ibnu Majah
(2001)

Menjelaskan hadits di atas Ibnu Hajar Asqolani berkata : ia (Bukhari) mengistimbath hukum dari hadits ini
mengenai sesuatu yang tidak khusus yaitu dibolehkannya wanita menawarkan diri kepada laki-laki yang
salih karena menyukai kesalihannya. (Fathul Bari Juz XI hal 79) – dikutip dari bloh seteteshidayah.

*Selevel Imam Bukhari yang keilmuannya sudah tidak diragukan lagi, ia membolehkan perempuan
menawarkan diri pada laki-laki yang salih.* Lalu siapalah kita, dengan ilmu dan iman yang tak seberapa
berani mencerca perempuan lain hanya karena ia melakukan hal yang benar menurut hukum syara?

Dipertegas oleh *Imam Al ’Aini dalam ummi-online bahwa hadits tadi memuat dalil bolehnya seorang
perempuan menawarkan dirinya kepada laki-laki shalih. Perempuan itu juga boleh memberitahukan
bahwa ia mencintai laki-laki tersebut karena keshalihannya, keutamaan yang dimilikinya, keilmuannya,
dan kemuliannya. Sungguh ini bukan suatu perangai jelek. Bahkan, ini menunjukkan keutamaan yang
dimiliki perempuan itu.*

Masih dari Fathul Bari, dalam Kitab Tafsir, diterangkan bahwa perempuan yang menawarkan diri itu
adalah Khaulah binti Hakim, dan ada yang mengatakan Ummu Syarik atau Fathimah binti Syuraih. Dalam
riwayat lain disebutkan bahwa perempuan itu adalah Laila binti Hathim, Zainab binti Khuzaimah, dan
Maimunah bintul Harits.

*...Jangan lantas hanya karena takut hal tersebut terjadi pada


suami kita, lantas kita mencela saudari kita sesama muslimah
dengan perkataan buruk. Lebih parah lagi adalah kita
mengharamkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah...*

Menawarkan diri pada laki-laki yang salih adalah demi menjaga kemuliaan dan harga diri perempuan
tersebut sendiri. Bila laki-laki tersebut berkenan maka ia akan segera menikahinya. Tapi apabila laki-laki
tersebut tidak berkenan maka ia tidak akan mencela ataupun melukai harga dirinya sebagai seorang
muslimah yang harus tetap dihormatinya. Tidak masalah apakah laki-laki tersebut masih single ataukah
sudah beristri. Toh, poligami di dalam Islam sudah ada hukumnya tersendiri.

Jangan lantas hanya karena takut hal tersebut terjadi pada suami kita, lantas kita mencela saudari kita
sesama muslimah dengan perkataan buruk. Lebih parah lagi adalah kita mengharamkan apa yang telah
dihalalkan oleh Allah. Naudzubillah. Takutlah pada Allah atas apa yang terlontar dari mulut kita ataupun
ketukan jemari pada keypad yang menyakiti hati sesama muslim/ah.

Akhir kata, di era medsos saat ini ketika mudah sekali kita menghujat dan mengolok maka ingatlah ayat
ini:

“_...Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah
iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim._ (Surah Al
Hujuraat : 11)

Semoga Allah selalu melindungi kita dari terlontarnya kata-kata tanpa ilmu. Wallahu alam. (riafariana/voa-
islam.com)

Anda mungkin juga menyukai