Anda di halaman 1dari 36

TUGAS AKHIR MATA KULIAH:

EKONOMI PEMBANGUNAN
MINI RISET :
ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI DIKOTA MEDAN

DISUSUN
O
L
E
H

NAMA : AYU ATIKA SARI HARAHAP


NIM : 7132141042
KELAS : A-Reguler- 2013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
Tahun 2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
saya kesempatan dan kekuatan untuk menyelesaikan tugas Mini Riset “ANALISIS PENGARUH
KEMISKINAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI KOTA MEDAN” ini.
Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak selaku Dosen Pengampuh mata
kuliah “Ekonomi Pembangunan” yang telah membimbing saya dalam tugas ini. Tugas akhir ini
saya susun sesuai dengan tata cara mini riset sesuai yang Bapak Dosen sampaikan. Serta tujuan
saya membuat tugas mini riset ini, selain untuk melengkapi tugas mata kuliah “Eknomi
Pembangunan” juga untuk menambah wawasan saya tentang inflasi yang terjadi secara baik dan
benar.
Saya selaku mahasiswi menyadari bahwasannya masih ada kekurangan disana – sini
dalam penulisan. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
atas tulisan mini riset saya ini. Sehingga apabila saya akan membuat tulisan selanjutnya dapat
lebih baik dan dapat lebih memuaskan hasilnya di masa depan. Demikianlah kata pengantar yang
saya utarakan dari hati saya yang paling dalam. Akhirnya saya mengucapkan terima kasih
kepada Dosen Pengampuh mata kuliah ini. Dan bila terdapat kekurangan di tugas saya ini, saya
mohon maaf.

Medan, 26 Mei 2015

AYU ATIKA SARI HARAHAP


7132141042
MINI RISET
TENTANG
ANALISIS PENGARUH TINGKAT KEMISKINAN TERHADAP PERTUMBUHAN
EKONOMI DI KOTA MEDAN

ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat kemiskinan terhadap
pertumbuhan ekonomi di kota medan dan menentukan model pengentasan kemiskinan di Kota Medan.
Penelitian ini menggunakan sekunder tren saat data (time series). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
jumlah penduduk miskin di kota Medan relatif besar sekitar 10,05% dari jumlah penduduk kota Medan
pada tahun 2010. Hasil pengujian menunjukkan perkiraan variabel pertumbuhan ekonomi dan
pendapatan per kapita memiliki negatif dan signifikan secara statistik, sementara inflasi dan
pengangguran variabel memiliki dampak positif dan signifikan terhadap jumlah penduduk miskin di
kota Medan.
Kata kunci: Pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita, Inflasi, Pengangguran, Ekonometrika
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menjelaskan tentang pembangunan ekonomi Indonesia merupakan hal yang kompleks dan
menarik sebab di dalamnya terdiri dari banyak dinamika baik itu secara mikro maupun makro. Suatu
negara dikatakan sukses dalam pembangunan ekonomi jika telah menyelesaikan tiga masalah inti
dalam pembangunan. Ketiga masalah tersebut adalah angka kemiskinan yang terus meningkat,
distribusi pendapatan yang semakin memburuk dan lapangan pekerjaan yang tidak variatif sehingga
tidak mampu menyerap pencari kerja. Untuk itu melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi
Indonesia merupakan hal menarik guna melihat sejauh mana negara ini mampu melakukan
pembangunan ekonomi secara komprehensif. Dalam menyelesaikan masalah tersebut berbagai
pendekatan dilakukan termasuk pendekatan pertumbuhan ekonomi digunakan untuk menyelesaikan
masalah pembangunan ini.
Badan Pusat Statistik 2011 melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai
angka 6,1%. Angka yang cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 4,6%.
Perkembangan pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung meningkat tiap tahunya yaitu 6,3% pada
tahun 2007, 6,0% pada tahun 2008, 4,6% pada tahun 2009 kemudian naik pada tahun 2010 sebesar
6,1%. Pertumbuhan ekonomi yang cukup stabil dan konsisten tersebut memasukkan Indonesia
sejajar dengan beberapa negara maju seperti Cina, Jepang dan beberapa negara maju lainya.
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, ternyata memilii masalah dalam
ketiga inti pembangunan tersebut terutama angka kemiskinan. Kemiskinan menjadi salah satu
ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran
aggregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat
kesejahteraan di wilayah tersebut. Dengan demikian, kemiskinan menjadi salah satu tema utama
pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan
pada tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001).
Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan
suatu rumah tangga.Sebagai suatu ukuran aggregat, tingkat kemiskinan di suatu wilayah lazim
digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut.Dengan demikian, kemiskinan
menjadi salah satu tema utama pembangunan.Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali
diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001).
Kemiskinan merupakan persoalan yang kompleks karena tidak hanya berkaitan dengan
masalah rendahnya tingkat pendapatan dan konsumsi, tetapi juga berkaitan dengan rendahnya tingkat
pendidikan, kesehatan dan ketidakberdayaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan serta berbagai
masalah yang berkenaan dengan pembangunan manusia .Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut
termanifestasikan dalam bentuk kekurangan gizi, kurangnya air bersih, perumahan yang kurang
sehat, perawatan kesehatan yang kurang baik dan tingkat pendidikan yang rendah.
Oleh karena itu, permasalahan kemiskinan sangat kompleks dan upaya penanggulangannya
harus dilakukan secara komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan
dilaksanakan secara terpadu.Upaya pengentasan kemiskinan. Sebenarnya telah dimulai awal tahun
1970-an diantaranya melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes).
Tetapi upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang juga berarti
upaya penurunan kemiskinan ditahun 1970-an tidak maksimal sehingga jumlah orang miskin pada
awal tahun 1990-an kembali naik.
Kota Medan yang merupakan ibu kota Propinsi Sumatera Utara termasuk salah satu kota
yang mempunyai persentase penduduk miskin yang relatif besar karena jumlahnya mencapai
212.300 jiwa atau sekitar 10,05 % dari jumlah penduduk Kota Medan pada tahun 2010. Besarnya
jumlah penduduk miskin tersebut berpotensi menciptakan permasalahan sosial yang rumit, seperti
menurunnya kualitas sumber daya manusia, munculnya ketimpangan dan kecemburuan sosial,
terganggunya stabilitas sosial politik, meningkatnya angka kriminalitas dan dampak-dampak
lainnya.Jika kondisi tersebut berlangsung terus menerus, maka pada gilirannya dapat menghambat
perkembangan ekonomi Kota Medan sehingga menyulitkan terwujudnya Kota Medan yang
bermartabat, sejahtera dan berkeadilan.
Melihat kondisi jumlah penduduk miskin di Kota Medan yang relatif masih besar, maka
berbagai program dan kegiatan terus dilakukan Pemerintah Kota Medan untuk menekan jumlah
kemiskinan.Namun program dan kegiatan yang dilaksanakan pemerintah tanpa mengetahui akar
penyebab kemiskinan tersebut, maka kebijakan tersebut kurang efektif dan tepat pada
sasarannya.Oleh karena itu, salah satu upaya pengentasan kemiskinan dapat dilakukan melalui
kajian faktor-faktor yang menyebabkan kemiskinan di Kota Medan ditinjau dari aspek ekonomi.
Hasil kajian tersebut diharapkan dapat diformulasikan sebuah model pengentasan kemiskinan.
Selanjutnya, model tersebut diharapkan mampu mensimulasikan berbagai kebijakan pengentasan
kemiskinan dan mampu digunakan untuk memproyeksikan jumlah penduduk miskin di Kota Medan
pada masa mendatang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan penulis maka dapat dirumuskan masalahnya yaitu :
1. Bagaimana pengaruh tingkat kemiskinan terhadap perekonomian di kota Medan?
2. Apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan?
3. Apa saja upaya pemerintah dalam mengentas kemiskinan di kota medan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh tingkat kemiskinan terhadap perekonomian di kota Medan.
2. Menganalisis faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan.
3. Mengetahui upaya pemerintah dalam mengentas kemiskinan di kota medan.

1.4 Landasan Teori


1.4.1 Konsep tentang Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non
makan. Membandingkan tingkat konsumsi penduduk dengan garis kemiskinan atau jumlah
rupiah untuk konsumsi orang perbulan. Defenisi menurut UNDP dalam Cahyat(2004) adalah
ketimpangan untuk memperluas pilihan – pilihan hidup, antar lain dengan memasukkan penilain
tidak adanya partipasi dalam pengambilan kebijakan publik sebagai salah satu indikator
kemiskinan.
Menurut Jhigan(2000), mengemukakan tiga ciri utama negara berkembang yang menjadi
penyebab dan sekaligus akibat yang saling terkait pada kemiskinan. Pertama, prasarana dan
sarana pendidikan yang tidak memadai sehingga menyebabbkan tingginya jumlah penduduk buta
huruf dan tidak memilki ketarampilan maupun keahlian.Ciri kedua, sarana kesehatan dan pola
konsumsi yang buruk sehingga hanya sebagian pendudduk terkonsentrasi di sektor pertanian dan
pertambangan dengan metode produksi yang telah usang dan ketinggalan zaman.
Nasikun (dalam Suryawati:2005) menyoroti beberapa dan penyebab terjadinya
kemiskinan, yaitu
1. Policy induces procbijakan antikeeses : proses kemiskinan yang dilestarikan, diproduksi
melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy) diantaranya adalah kekbijan
antikemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.
2. Socio-economi dualism : negara ekonom,i mengalami kemiskinan karena pola produksi
kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skla
besar dan berorientasi ekspor.
3. Population growth : perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa pertambahan
penduduk seperti deret ukur sedangkan pertambahan pagan seperti deret hitung.
4. Resources management and the environment : adanya unsur mismanagement sumber daya
alam dan lingkungan, seperti manajement pertanian yabg asaln tebang akan menurunkan
produktivitas.
5. Natural cyles and proceses : kemiskinan terjadi karena siklus alam. Misalnya tinggal di
lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau
akan kekurangan air, sehingga tidak mamungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus
menerus.
6. The marginalization of woman : peminggiran kaum perempuan karena perempuan masih
dianggap sebagai kelas golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja
yang diberikan lebih rendah dari laki – laki.
7. Cultural and etnic faktor : bekerjanya faktor budaya dan etnik yang mamalihara
kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya.,
serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagaamaan.
8. Exploitative intermediation : keberadaan penolong yangmenjadi penolong seperti rentenir
(lintah darat)
9. Internal political fragmentation and civil strafe : suatu kebijakan yang diterapkan pada
suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat menjadi penyebab kemiskinan.
10. International proceses : bekerjanya sistem – sistem internasional (kolonialisme dan
kapitalisme) membuat banyak negara menjadi semakin miskin.

1.4.2 Konsep tentang pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan


Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator untuk melihat keberhasilan pembangunan
dan merupakan syarat bagi pergurangan tingkat kemiskinan. Syaratnya adalah hasil dari
pertumbuhan ekonomi tersebut disetiap golongan masyarakat, termasuk di golongan penduduk
miskn( Hermanto Siregar dan Dwi wahyuniarti, 2007).
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi terhadap ketimpangan pertama kali
dikemukakan oleh Simon Kusnets.Dalam Todaro (2009) Kusnets mengatakan bahwa hubungan
antara pertubuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan berbentuk kurva U-Shape terbalik.
Dasar dari hipotesis Kusnetz adalah ketimpangan yang rendah yang terjadi dipedesaan dengan
sektor yang mendominasi adalah pertanian dibandingkan dengan perkotaan yang didominasi
oleh sektor jasa dan industri yang tingkat ketimpangan pendapatanya tinggi. Ia mengatakan,
terjadi transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor jasa.
Pembangunan ekonomi Indonesia telah berlangsung cukup lama. Selama itu pula
pembangunan ekonomi dijalankan dengan berbagai macam teori dan pendekatan yang diadopsi,
namun belum mampu meyelesaikan masalah pembangunan yang mengancam keberlangsungan
pembangunan ekonomi Indonesia. Ketidakmampuan berbagai macam pendekatan tersebut
menarik perhatian banyak akademisi untuk melakukan penelitian guna mencari akar
permasalahan tersebut.
Pembangunan ekonomi berhubungan erat dengan masalah kemiskinan. Sebab tujuan
utama dari pembangunan adalah meningkatkan kemakmuran masyarakat atau pemerataan
kesejahteraan. Jadi negara dikatakan telah berhasil melakukan pembangunan ketikan ketiga
masalah dalam pembangunan dapat diselesaikan, yaitu kemiskinan, distribusi pendapatan dan
pengangguran.
Landasan teori dari beberapa penelitian memberikan kesimpulan yang beragam. Apa
yang dikemukakan oleh Todaro (2009) menjadi entry point dalam melihat hubungan antara
pertumbuhan dan kemiskinan. Menurutnya Gross Domestic Produk/Product Domestic Bruto
(pertumbuhan ekonomi) yang cepat menjadi salah satu syarat tercapainya pembangunan
ekonomi. Namun masalah fundamental bukan hanya menumbuhkan GNI, tetapi siapakah yang
akan menumbuhkan GNI tersebut, sejumlah orang yang ada dalam suatu negara ataukah hanya
segelintir orang saja. Jika hanya segelintir orang yang menubuhkan GNI ataukah orang-orang
kaya yang jumlahnya sedikit, maka manfaat dari pertumbuhan GNI itu pun hanya dinikmati oleh
mereka saja sehingga kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pun akan semakin parah (Todaro
dan Stephen C.Smith, 2006, Dawey, 1993). Untuk itu hal yang paling penting dalam
pertumbuhan adalah siapa yang terlibat dalam pertumbuhan ekonomi tersebut atau dengan kata
lain adalah tingkat kualitas pertumbuhan tersebut.
Apa yang dikemukakan oleh Todaro sebelumnya dijelaskan oleh teori distribusi
pendapatan klasik dan pertumbuhan output dalam Mankiew (2006). Dalam teori distribusi
pendapatan klasik dan pertumbuhan output dijelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tidak
lain adalah pertumbuhan output nasional merupakan fungsi dari faktor produksi. Semakin cepat
laju pertumbuhan ekonomi maka seharusnya aliran pendapatan kepada rumah tangga faktor
produksi mengalami perbaikan. Tingginya pertumbuhan output suatu negara diakibatkan oleh
tingginya produktivitas input dalam penciptaan barang dan jasa. Peningkatan output tersebut
dapat memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan upah dan pada akhirnya memperbaiki
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Beberapa penelitian yang dilakukan oleh Ravalion (1997), Son dan Kakwani (2003) dan
Bourguignon (2004) juga memberika kesimpulan yang secara keseluruhan mendukung teori
Todaro dan Mankiew. Menurut Ravalion (1997), Son dan Kakwani (2003) dan Bourguignon
(2004) setelah mekakukan analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi, ketimpangan dan
kemiskinan menemukan bahwa dampak pertumbuhan terhadap angka kemiskinan hanya terjadi
jika ketimpangan relatif tinggi. Dengan kata lain bagi negara-negara yang mempunyai tingkat
ketimpangan sedang atau rendah dampak pertumbuhan terhadap kemiskinan relatif tidak
signifikan (Agussalim, 2009).
Dengan menggunakan garis kemiskinan internasional USD 1 per orang maka Squaire
(1993) melanjutkan dengan melakukan studi ekonometrik dengan analisis regresi antara tingkat
penurunan kemiskinan dengan tingkat pertumbuhan. Menurutnya, jika terjadi kenaikan 1%
dalam pertumbuhan ekonomi maka akan mengurangi jumlah penduduk miskin (pendapatan
dibawah USD 1 per orang per hari) sebesar 0,24%. Untuk itu Bourgoignon (2004) mengeluarkan
fungsi untuk menjelaskan secara sedehana tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan
dimana change in poverty = ƒ (growth, distribution, change in distribution).
Pendapat Bourgoignon dijelaskan lebih jauh oleh Dollar dan Kray (2001) dalam
Agussalim (2006). Menurut Dollar dan Kray pertumbuhan ekonomi akan memberikan manfaat
kepada warga miskin jika pertumbuhan ekonomi tersebut disertai dengan berbagai kebijakan
seperti penegakan hukum, disipin fiskal, keterbukaan dalam perdagangan internasional dan
strategi penanggulangan kemiskinan. Negara yang berhasil dalam pertumbuhan ekonomi
kemungkinan besar juga akan berhasil dalam menurunkan angka kemiskinan, apalagi jika
terdapat dukungan kebjakan dan lingkungan kelembagaan yang tepat (Bigsten dan Levin, 2001).
Adams (2004) juga melihat hubungan yang kuat antara pertumbuhan dan kemiskinan.
Pertumbuhan ekonomi dapat menurunkan kemiskinan ketika pertumbuhan ekonomi diukur
berdasarkan pendapatan rata-rata. Terdapat hubungan yang kuat secara statistik antara
pertumbuhan ekonomi dan kemiksinan. Untuk itu Hasan dan Quibria (2002) mengatakan bahwa
tidak adalagi yang meragukan pentingnya pertumbuhan ekonomi bagi penurunan angka
kemiskinan. Apa yang dikemukakan oleh Adams, Hasan dan Quibria dipertegas kembali oleh
Siregar dan Wahyuniarti. Ia menemukan bahwa setiap pertumbuhan 1 Triliun dalam output akan
menurunkan sekitar 9.000 orang miskin.
Fakta pendukung peran pertumbuhan ekonomi dalam menurunkan angka kemiskinan
dijelaskan oleh Bank Dunia dalam World Development report (1990). Bank Dunia memberika
rekomendasi kebijakan yaitu mendorong pertumbuhan ekonomi agar tercipta lapangan kerja dan
pemanfaatan tenaga kerja guna mengentaskan angka kemiskinan. Pentingnya pertumbuhan
ekonomi untuk menurunkan angka kemiskinan dijelaskan secara teoritis melalui virtous circle
oleh Sagir (2009). Ia mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi pemicu atau
indikasi dunia usaha mengalami tingkat produktivitas yang tinggi dan kemudian akan berdampak
pada luasnya lapangan pekerjaan yang tersedian seiring peningkatan kapasitas produksi
Namun tidak semua hasil penelitian menemukan hubungan yang negatif antara
pertumbuhan ekonomi terhadap kemiskinan. Beberapa temuan juga mengatakan bahwa
pertumbuhan berhubungan positif terhadap kemiskinan. Misalnya apa yang dikatakan oleh
Ahluwalia dan Chenery (1974) bahwa sudah jelas sekarang bahwa lebih dari satu
dekade pertumbuhan ekonomi yang cepat di negara-negara terbelakang hanya
memberikan sedikit manfaat atau tidak sama sekali memberikan manfaat terhadap
sekitar sepertiga dari populasi mereka ". Gagalnya pertumbuhan mereduksi kemiskinan
disebabkan oleh gagalnya proses trickle down effect. Gagalnya kesejahteraan (kue pembangunan)
menetes kebawah membuat kemiskinan semakin dalam meskipun pertumbuhan ekonomi
meningkat setiap tahun. Artinya hubungan pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan bukan
hubungan kausalitas karena kenaikan pertumbuhan ekonomi tidak mutlak menurunkan angka
kemiskinan. Ada banyak hal/syarat yang harus terpenuhi untuk membuat pertumbuhan ekonomi
itu inklusif dalam artian pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati oleh semua kalangan
masyarakat bukan hanya kelas sosial tertentu dalam masyarakat.

1.4.3 Konsep tentang Inflasi


Inflasi adalah proses kenaikan harga –harga umum barang- barang secara terus-menerus
(Nopirin,1990).Menurut Sadono Sukirno (2008) inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga-
harga yang berlaku dalam suatu perekonomian. Sedangkantingkat inflasi adalah persentasi
kenaikan harga-harga barang dalam periode waktu tertentu. Berdasarkan jenisnya inflasi di bagi
tiga (Sadono Sukirno, 2008) : Inflasi tarikan permintaan Inflasi ini biasanya terjadi pada masa
perekonomian berkembang pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat pendapatan
yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran yang melebihi kemampuan ekonomi
mengeluarkanbarang dan jasa. Pengeluaran ini akan menimbulkan inflasi.
Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis dalam pengelompokan
tertentu, dan pengelompokan yang akan dipakai akan sangat bergantung pada tujuan yang
hendak dicapai.
Jenis inflasi :

1. Menurut Derajatnya

Inflasi ringan di bawah 10% (single digit)


Inflasi sedang 10% - 30%.
Inflasi tinggi 30% - 100%.
Hyperinflasion di atas 100%.

Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak dapat
mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi perekonomian di suatu wilayah
tertentu, sebab hal itu sangat bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat
manakah yang terkena imbas ( yang menderita ) dari inflasi yang sedang terjadi.
2. Menurut Penyebabnya

Demand pull inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh terlalu kuatnya peningkatan
aggregate demand masyarakat terhadap komoditi-komoditi hasil produksi di pasar barang.
Akibatnya, akan menarik (pull) kurva permintaan agregat ke arah kanan atas, sehingga terjadi
excess demand , yang merupakan inflationary gap. Dan dalam kasus inflasi jenis ini, kenaikan
harga-harga barang biasanya akan selalu diikuti dengan peningkatan output (GNP riil) dengan
asumsi bila perekonomian masih belum mencapai kondisi full-employment.
Cost push inflation, yaitu inflasi yang dikarenakan bergesernya aggregate supply curve ke
arah kiri atas. Faktor-faktor yang menyebabkan aggregate supply curve bergeser tersebut adalah
meningkatnya harga faktor-faktor produksi (baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari
luar negeri) di pasar faktor produksi, sehingga menyebabkan kenaikkan harga komoditi di pasar
komoditi. Dalam kasus cost push inflation kenaikan harga seringkali diikuti oleh kelesuan usaha.

3. Menurut Asalnya

Domestic inflation, yaitu inflasi yang sepenuhnya disebabkan oleh kesalahan pengelolaan
perekonomian baik di sektor riil ataupun di sektor moneter di dalam negeri oleh para pelaku
ekonomi dan masyarakat.
Imported inflation, yaitu inflasi yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga-harga
komoditi di luar negeri (di negara asing yang memiliki hubungan perdagangan dengan negara
yang bersangkutan). Inflasi ini hanya dapat terjadi pada negara yang menganut sistem
perekonomian terbuka (open economy system). Dan, inflasi ini dapat ‘menular’ baik melalui
harga barang-barang impor maupun harga barang-barang ekspor.
Terlepas dari pengelompokan-pengelompokan tersebut, pada kenyataannya inflasi yang
terjadi di suatu negara sangat jarang (jika tidak boleh dikatakan tidak ada) yang disebabkan oleh
satu macam / jenis inflasi, tetapi acapkali karena kombinasi dari beberapa jenis inflasi. Hal ini
dikarenakan tidak ada faktor-faktor ekonomi maupun pelaku-pelaku ekonomi yang benar-benar
memiliki hubungan yang independen dalam suatu sistem perekonomian negara. Contoh :
imported inflation seringkali diikuti oleh cost push inflation, domestic inflation diikuti dengan
demand pull inflation, dsb.

1.4.4 Konsep tentang Pengangguran


Menurut Sadono Sukirno (2004), efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi
pendapatan masyarakat yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai
seseorang. Semakin turunnya kesejahteraanmasyarakat karena menganggur tentunya akan
meningkatkan peluang merekaterjebak dalam kemiskinan karena tidak memiliki pendapatan.
Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk, kekacauan politik dan sosial selalu berlaku
dan menimbulkan efek yang buruk bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek
pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.

1.5 Kerangka Pemikiran

PEMBANGUNAN
EKONOMI
INDONESIA

Pembangunan ekonomi Indonesia telah menetapkan sasaran tersendiri untuk menetapkan


indikator pembangunan ekonomi. Berangkat dari landasan yang dikemukakan oleh Prof.Dudley
Seers dalam Todaro (2006) tentang indikator pembangunan ekonomi suatu negara. Menurutnya
jika ada negara yang mengklaim telah melakukan pembangunan, maka patut dipertanyakan
terkait dengan masalah kemiskinan, pengangguran dan distribusi pendapatan negara tersebut.
Untuk itu Indonesia menetapkan salah satu sasaran pembangunan adalah pengentasan
kemiskinan dan dijadikan salah satu variabel dalam penelitian ini.
Pengentasan kemiskinan yang ditergetkan membutuhkan begitu banyak perangkat
analisis guna melihat apa saja yang harus dilakukan untuk mencapai salah satu tujuan
pembangunan tersebut. Dalam berbagai literatur dan penelitian, secara umum kebijakan yang
cenderung diambil selalu diarahkan pada pertumbuhan ekonomi, anggaran untuk mengentaskan
kemiskinan dan perbaikan distribusi pendapatan. Ini dikarenakan peran vaiabel tersebut dalam
pengentasan kemiskinan memiliki peran yang besar.
Misalnya penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2006) Ravalioon (1997), Son dan
Kakwani (2003) dan Bourgoignon (2004) yang menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
pesat berperan besar dalam pengurangan kemiskinan, meskipun bukan satu-satunya cara untuk
mengurangi kemiskinan. Inilah kemudian yang menjadikan beberapa negara termasuk Indonesia
menggunakan pendekatan pertumbuhan ekonomi untuk mengentaskan kemiskinan.
Selain pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah untuk pengentasan kemiskinan
juga menjadi stimulus yang terus meningkat seiring komitmen pemerintah dalam mengentaskan
kemiskinan. Ini tentu didasari oleh teori yang mengatakan bahwa peran pemerintah dalam
perekonomian sangat penting termasuk dalam penyelesaian kemiskinan. Menurut Hasibuan
(2005) dalam Alawi (2006) semakin tinggi tingkat pendapatan rata-rata pemerintah, maka
potensi penyelesaian kemiskinan akan semakin besar. Ini tentu disebabkan oleh adanya korelasi
yang signifikan antara jumlah dana yang dikeluarkan untuk mengentaskan kemiskinan dengan
jumlah orang miskin.
Sedangkan untuk distribusi pendapatan dijelaskan oleh teori distribusi pendapatan klasik
dalam Mankiew (2006). Teori tersebut menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi dtentukan oleh
seberapa besar produktifitas tenaga kerja atau MPL (Marginal Productiviy of Labour). Jika Y
dilihat dari sisi penerimaan dengan persamaan Y= w+r+i+p yang masing-masing variabel
tersebut merupakan penerimaan dari tiap-tiap faktor pruduksi. Artinya semakin tinggi
pertumbuhan ekonomi, maka distribusi pendapatan seharusnya akan membaik dan lebih merata.
Tentu dengan asumsi bahwa sektor yang pertumbuhannya cepat adalah sektor yang padat karya
(tenaga kerja).
Proses pembangunan yang melibatkan tiga variabel independen pertumbuhan ekonomi,
anggaran untuk kemiskinan dan distribusi pendapatan diarahkan untuk satu tujuan pembangunan,
yaitu penurunan angka kemiskinan. Karena landasan teori dan penelitian sebelumnya
menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara ketiga varibel independent tersebut
dengan variable dependen, meskipun ada juga yang menemukan hal yang berbeda maka
dibuatlah kerangka berfikir dari penelitian ini sesuai dengan konstruktsi teori dan hasil penelitian
sebelumnya.

1.6 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengentasan kemiskinan di Kota
Medan, dimana variabel yang digunakan adalah persen (%) pertumbuhan ekonomi, pendapatan
perkapita, inflasi dan pengangguran.
1.7 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian ini, Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca dan juga
penulis dalam memahami pengaruh kemiskinan dan faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan
dikota medan, serta dapat mengetahui upaya pemerintah dalam mengentas kemiskinan di kota medan.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Demografi
Berdasarkan sisi demografi, kota Medan pada saat ini sedang mengalami masa transisi
demografi. Kondisi ini menunjukkan susatu keadaan dimana tingkat kelahiran dan tingkat
kematian menuju keadaan dimana tingkatkelahiran dan tingkat kematian semakin menurun.
Berbagai faktor yang mempengaruhi proses penurunan tingkat kelahiran adalah seperti
perubahan pola pikir masyarakat dan perubahan sosial ekonominya. Sementara disisi yang lain
adanya faktor perbaikan gizi dan kesehatan yang memadai akan mempengaruhi tingkat
kematian yang semakin menurun. Adapun rincian jumlah, laju pertumbuhan dan kepadatan
penduduk Kota Medan tahun 2007-2011 dapat diuraikan pada Tabel 1 berikut.
Tabel 1
Jumlah, Laju Pertambahan dan Kepadatan Penduduk
Kota Medan Tahun 2007 - 2011
Kepada
Laju tan
Tah Banyakny Pertumbuh Luas Wilayah Pendud
u a an (Km2) uk
n
(Jiwa/K
Penduduk m2)

[1] [2] [3] [4] [5]

2007 2.083.156 0,77 265,10 7.858

2008 2.102.105 0,91 265,10 7.929

2009 2.121.053 0.90 265,10 8.001

2010 2.097.610 (0.97) 265,10 7.958

2011* 2.117.224 0.97 265,10 7.989

Sumber : BPS Kota Medan


Keterangan:Angka 2009 merupakan hasil Proyeksi 2000-2010
Angka 2010 merupakan hasil Sensus Penduduk 2010 *)
Angka Sementara
Dengan demikian Kota Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk
yang besar, sehingga memilki deferensiasi pasar.

2.2 Perekonomian Kota Medan


Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 membawa pada
pertumbuhan ekonomi nasional negatif. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap perekonomian
Kota Medan, dimana laju pertumbuhan ekonmo mengalami penurunan hingga 18,11%. Namun
pada tahun 2001, laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan trus meningkat hingga mengalami
pertumbuhan sebesar 5,23%. Walaupun belum pulihnya perekonomian nasional, para pelaku
ekonomi sudah mulai melakukan perbaikan dan antisipasi dibidang ekonomi dan didukung
dengan suku bunga bank yang menurun sehingga kengiatan ekonomi sektor rill mulai bergerak
menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi di Kota Medan mengalami kenaikan positif.

2.2.3. Penduduk Miskin Kota Medan


Jumlah penduduk miskin di Kota Medan dari tahun ke tahun senantiasa
meningkat.Kondisi ini juga di perburuk oleh adanya krisis ekonomi yang melanda yang ditandai
dengan tidak stabilnya kondisi perekonomian. Sehingga pada tahun 1998 adalah kondisi
terparah jumlah penduduk miskin yang ada di Kota Medan. Keberadaan jumlah penduduk
miskin itu terus bertambah namun tingkat kemiskinannya semakin menurun.
Tabel 2
Jumlah Penduduk, Penduduk Miskin Dan Persen Penduduk
Kotamedan Tahun 2000 – 2010
Penduduk miskin %sen Penduduk Miskin
Tahun (juta jiwa) (jiwa)
2000 19.054,59 6,38
2001 19.260,52 7,25
2002 19.630,86 7,12
2003 19.930,61 7,25
2004 20.061,42 7,13
2005 20.361,85 6,93
2006 20.672,93 7,77
2007 20.831,56 7,17
2008 21.021,05 6,63
2009 21.210,53 9,58
2010 21.093,39 9,84
Sumber: Badan Pusat Statistik

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan
September 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara
sebanyak 1.360.600 orang atau sebesar 9,85 persen terhadap jumlah total penduduk. Kondisi ini
lebih buruk jika dibandingkan dengan kondisi Maret 2014 yang jumlah penduduk miskinnya
sebanyak 1.286.700 orang atau sebesar 9,38 persen. Dengan demikian, ada peningkatan jumlah
penduduk miskin sebanyak 73.900 orang serta peningkatan persentase penduduk miskin
sebesar 0,47 point. Perkembangan tingkat kemiskinan mulai tahun 1999 sampai dengan
tahun 2014, ditunjukkan pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Sumatera Utara, 2005-2013

Persentase Jumlah Penduduk


Jumlah Penduduk Miskin
Miskin
Kabupaten/Kota Perkota
Perkotaa Perkotaan + Perdesaa
Perdesaan Perkotaan an +
n Perdesaan n
Perdesa
an

Juli 2005 - - 1 840,2 - - 14,68


Mei 2006 - - 1 979,7 - - 15,66
Maret 2007 833,5 935, 0 1 768,5 14,21 13,63 13,90
Maret 2008 761,7 852,1 1 613,8 12,85 12,29 12,55
Maret 2009 688,0 811,7 1 499,7 11,45 11,56 11,51
Maret 2010 689,0 801,9 1 490,9 11,34 11,29 11,31
Maret 2011*) 696,2 796,0 1 492,2 10,75 11,89 11,33
Sept 2011*) 658,9 777,5 1 436,4 10,10 11,53 10,83
Maret 2012*) 678,0 747,8 1 425,8 10,32 11,01 10,67
Sept 2012*) 680,0 720,4 1 400,4 10,28 10,53 10,41
Maret 2013*) 665,4 697,0 1 362,4 9,98 10,13 10,06
Sept 2013*) 701,9 714,5 1 416,4 10,45 10,33 10,39

Sumber: BPS-Survey Sosial Ekonomi Nasional 2005 – 2013


Keterangan: *) Hasil backasting menggunakan penduduk hasil proyeksi
- Data tidak tersedia

2.3 DESKRIPTIF VARIABEL


2.3.1 Pertumbuhan Ekonomi
Laju Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan Gambaran dari aktifitas
perekonomian masyarakat di suatu daerah, disamping juga dapat digunakan sebagai salah satu
tolok ukur keberhasilan dari pelaksanaan pembangunan itu sendiri.Andil terhadap
pertumbuhan ekonomi dapat diamati secara sektoral, wilayah kabupaten/kota dan penggunaan
nilai tambah sehingga pemerintah dapat mengambil kebijakan pada sektor kabupaten/kota atau
komponen penggunaan apa yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi di Kota Medan.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi. Karena jumlah penduduk bertambah terus dan berarti
kebutuhan ekonomi juga terus bertambah, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap
waktu.
Hal ini bisa diperoleh melalui peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau sering
disebut PDRB atas dasar harga konstan setiap tahun. Adapun laju pertumbuhan ekonomi Kota
Medan Tahun 2007-2011 dapat diuraikan pada Tabel 4berikut.
Tabel 4
Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun 2007-2011 (persen)

Sumber : BPS Kota Medan


Keterangan *) Angka Sementara

Dari data Tabel 4 di atas laju pertumbuhan ekonomi selama periode 2007-2011 juga
menunjukkan trend positif yaitu tahun 2007 sebesar 7,78 persen tahun 2008, sebesar6.89
persen, tahun 2009 sebesar 6,55 persen, tahun 2010 sebesar7,16 persen dan tahun 2011 sebesar
7,69 persen. Peningkatan yang terjadi pada tahun 2010 dan 2011 ini akibat adanya percepatan
investasi ekonomi global yang berdampak pada ekonomi negara-negara berkembangnya,
seperti Indonesia dan Medan khususnya. Hal ini ditengarai karena adanya fenomena kenaikan
harga barang dan jasa akibat pengaruh global. Laju pertumbuhan ekonomi menurut
sektor/Lapangan usaha untuk tahun 2011 adalah sektor jasa-jasa sebesar 9,22 persen, kemudian
sektor keuangan dan jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 9,02
persen transportasi dan telekomunikasi7,74 persen, sketor konstruksi sebesar 7,57 persen,
kemudian disusul sektor listrik. Gas dan air bersih sebesar 4,33 persen. Sejalan dengan
peningkatan PDRB atas dasar harga konstan 2000 Kota Medan selama periode 2007-2011,
pertumbuhan ekonomi Kota Medan, meningkat rata-rata 7,21 persen. Pertumbuhan ekonomi
yang telah dicapai, selain relatif tinggi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil.
Hal ini menunjukkan perkembangan perekonomian yang terjadi, lebih disebabkan faktor-
faktor fundamental ekonomi yang terus membaik.

2.3.2 Pendapatan Perkapita


Distribusi pendapatan yang diukur dengan rasio gini merupakan gambaran dari aliran
pendapatan yang dinikmati oleh masyarakat. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi sebaiknya
diimbangi dengan distribusi pendaptan yang merata. Hal ini juga dikemukakan oleh Todaro. Ia
mengatakan bahwa Gross domestic Produk/Product Domestic Bruto (pertumbuhan ekonomi)
yang cepat menjadi salah syarat tercapainya pembangunan ekonomi. Namun Masalah dasarnya
bukan hanya menumbuhkan GNI, tetapi juga siapakah yang akan menumbuhkan GNI tersebut,
sejumlah orang yang ada dalam suatu Negara ataukan hanya segelintir orang. Jika hanya
segelintir orang yang menubuhkan GNI ataukah orang-orang kaya yang berjumlah sedikit,
maka manfaat dari pertumbuhan GNI itu pun hanya dinikmati oleh mereka saja sehingga
kemiskinan dan ketimpangan pendapatan pun akan semakin parah (Todaro dan Stephen
C.Smith, 2006, Dawey, 1993). Untuk itu hal yang paling penting dalam pertumbuhan adalah
siapa yang terlibat dalam pertumbuhan ekonomi tersebut atau dengan kata lain adalah tingkat
kualitas pertumbuhan tersebut.
PDRB per kapita merupakan Gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap
penduduk sebagai keikutsertaannya dalam proses produksi selama satu tahun. Indikator ini
digunakan sebagai salah satu parameter untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat
walaupun parameter ini belum sepenuhnya dapat digunakan sebagai ukuran tingkat
kesejahteraan yang menyeluruh, tapi minimal dapat dijadikan indikator yang sangat sederhana
untuk melihat apakah perubahan perekonomian dapat mengimbangi perubahan penduduk.
Adapun PDRB perkapita Kota Medan tahun 2007-2011 dapat diuraikan pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5
PDRB Perkapita Kota Medan Menurut Harga Berlaku dan Konstan
2000 Tahun 2007-2011

Sumber : BPS Kota Medan


Keterangan *) Angka Sementara

Dari data Tabel 5 di atas pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan PDRB perkapita atas dasar
harga konstan lebih kecil bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. Berarti proporsi
pertambahan jumlah penduduk Kota Medan lebih tinggi dibandingkan proporsi pertambahan
PDRB atas dasar harga konstan. Perubahan PDRB perkapita Kota Medan selamatahun 2007-
2011 atas dasar harga konstanrata-rata sekitar 6,18 persen/tahun yakni dari 14,09 juta
perkapita/tahun tahun 2007 menjadi 18,22 juta perkapita/tahun tahun 2011. Kondisi ini
menunjukkan bahwa tingkat pendapatan per kapita Kota Medan yang relatif cukup baik,
namun masih perlu untuk ditingkatkan kualitas distribusinya sehingga distribusi pendapatan
semakin merata dan pada akhirnya dapat mengurangi angka kemiskinan yang masih ada.

2.3.3 Inflasi
Perkembangan inflasi di Kota Medan selama periode tahun 2004–2006 dipengaruhi
berbagai faktor, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, mekanisme pasar dan
kebijakan Pemerintah Pusat. Selama periode tahun 2004–2006, inflasi tertinggi terjadi tahun
2005 mencapai 22,91 persen. Dengan berhasilnya inflasi dikendalikan pada tahun 2006, untuk
tahun-tahun kedepannya diharapkan berbagai kebijakan dan dukungan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Propinsi Sumatera Utara agar inflasi tahun yang akan datang diharapkan juga dapat
ditekan berada diangka 1 digit. Tingkat inflasi pada tahun 2005, sebesar 22,91%, lebih
disebabkan kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM),
sehingga secara berantai menyebabkan meningkatnya harga-harga komoditi lainnya seperti
bahan makanan jadi, (23,80 persen), makanan jadi (11,74 persen), perumahan (17,11 persen),
sandang (8,72 persen), kesehatan (4,88 persen), pendidikan (3,52 persen) dan transportasi(62,21
persen).
Inflasi merupakan gambaran perkembangan harga pada tingkat konsumen. Jenis inflasi
lain adalah inflasi yang diturunkan dari indeks harga implisit yaitu ukuran tingkat harga yang
dihitung sebagai rasio PDRB nominal terhadap riil dikali dengan 100. Inflasi PDRB ini dapat
dipandang sebagai Gambaran perkembangan harga di tingkat produsen. Adapun inflasi Kota
Medan selama periode tahun 2007-2011 dapat diuraikan pada Tabel 6 berikut.
Tabel 6
Inflasi Kota Medan Menurut Komoditi Tahun 2007-2011 (persen)
Sumber : BPS Kota Medan

Berdasarkan data Tabel 6 di atas inflasi di Kota Medan selama periode tahun2007-2011
menunjukkan fluktuasi yang relatif tinggi yaitu sebesar 6,42 persen selama tahun 2007,
sebesar 10,63 persen selama tahun 2008, sebesar 2,69 persen tahun 2009, sebesar 7,65 persen
selama tahun 2010 dan sebesar 3,54 persen selama tahun 2011. Sedangkan menurut komoditi
yang mempengaruhi inflasi tahun 2011 cenderung didominasi oleh sandang sebesar 11,08
persen, kesehatan sebesar 7,44 persen, pendidikan, rekreasi dan olahraga sebesar 4,80 persen,
makanan jadi, minuman/rokok dan tembakau sebesar 3,97 persen, perumahan, air, listrik, gas,
dan bahan bakar 3,42 persen, transportasi dan komunikasi sebesar 3,07 persen dan bahan
makanan sebesar 0,91 persen.sebagaimana tahun-tahun sebelumnya inflasi juga dipengaruhi
oleh berbagai faktor, baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, mekanisme pasar dan
kebijakan Pemerintah Pusat
Dalam upaya mencapai tingkat inflasi yang terkendali juga tidak terlepas dari upaya-
upaya yang dilakukan Pemerintah Kota, dunia usaha dan masyarakat, untuk menjamin
keseimbangan sisi permintaan dan penawaran,sehingga permintaan total tidak jauh melebihi
penawaran total. Di samping itu, dilakukan koordinasi secara intensif dengan instansi terkait
sehingga program-program yang sifatnya antisipatif dapat dilakukan oleh masing-masing
pihak akibat kondisi perekonomian global dan nasional yang relatif kurang stabil sehingga
secara tidak langsung mempengaruhi perekonomian Kota Medan dengan ditandai adanya
penurunan angka inflasi pada tahun 2011 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Perkembangan terbaru inflasi kota medan pada Bulan April 2015, perkembangan harga
barang dan jasa di Kota Medan secara umum menunjukkan adanya kenaikan. Berdasarkan hasil
pemantauan BPS, pada bulan ini Kota Medan mengalami inflasi sebesar 0,96 persen.
Inflasi terjadi karena adanya peningkatan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks
pada kelompok bahan makanan sebesar 1,24 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok
dan tembakau sebesar 0,41 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar
sebesar 0,83 persen, kelompok sandang sebesar 0,39 persen, kelompok kesehatan sebesar 0,11
persen, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga sebesar 0,03, serta kelompok
transportasi, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 1,82 persen.
Pada bulan April 2015, masing-masing kelompok pengeluaran memberikan
andil/sumbangan terhadap inflasi/deflasi sebagai berikut: kelompok bahan makanan 0,28 persen,
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,06 persen, kelompok perumahan,
air, listrik, gas dan bahan bakar 0,20 persen, kelompok sandang 0,02 persen, kelompok
kesehatan 0,00 persen, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga 0,00 persen, serta
kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan 0,38 persen.

Tabel 7.
Laju Inflasi Kota Medan Bulan April 2015, Kumulatif dan YoY April 2015
terhadap
April 2014 Menurut Kelompok Pengeluaran (2012=100)
Kelompok Pengeluaran April Desember April April April Inflasi
2014 2014 2015 2015 *) 2015**)y-on-y***)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Umum 111,95 120,69 119,77 0,96 -0,76 6,99
1. Bahan Makanan 113,69 123,38 119,61 1,24 -3,06 5,21
2.Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Temba 108,82 114,37 116,19 0,41 1,59 6,77
3.Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bak 110,71 116,66 118,92 0,83 1,94 7,42
4. Sandang 106,72 108,55 110,37 0,39 1,68 3,42
5. Kesehatan 105,40 107,73 109,58 0,11 1,72 3,97
6. Pendidikan, Rekreasi, & Olah raga 112,85 118,97 119,14 0,03 0,14 5,57
7.Transportasi, Komunikasi, & Jasa Keuanga 116,70 134,85 129,26 1,82 -4,15 10,76
*) Persentase perubahan IHK bulan April 2015 terhadap IHK bulan sebelumnya
**) Persentase perubahan IHK bulan April 2015 terhadap IHK bulan Desember 2014
***) Persentase perubahan IHK bulan April 2015 terhadap IHK bulan April 2014
Table 8
Sumbangan Kelompok Pengeluaran Terhadap Inflasi
Kota Medan (April 2015)
Kelompok Pengeluaran Andil Inflasi/deflasi
(1) (%) (2
Umum 0,9
1. Bahan Makanan 0,2 )
6
2. Makanan Jadi, Minuman, Rokok, & Tembakau 0,0 8
3. Perumahan, Air, Listrik, Gas, & Bahan Bakar 0,2 6
4. Sandang 0,0 0
5. Kesehatan 0,0 2
6. Pendidikan, Rekreasi, & Olah raga 0,0 0
7. Transportasi, Komunikasi, & Jasa Keuangan 0,3 0
8
Beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga selama bulan April
2015 antara lain: bensin, bawang merah, bahan bakar rumah tangga, kontrak rumah,
angkutan udara, dencis, dan sewa rumah. Adapun persentase kenaikan harga
komoditas tersebut antara lain sebagai berikut:
Harga bensin naik sebesar 6,24 persen.
Harga bawang merah naik sebesar 25,57 persen.
Harga bahan bakar rumah tangga naik sebesar 5,99 persen.
Harga kontrak rumah naik sebesar 1,08 persen.
Tarif angkutan udara naik sebesar 5,18 persen.
Harga dencis naik sebesar 3,95 persen.
Harga sewa rumah naik sebesar 0,85 persen.

Pengendalian Inflasi di Indonesia :


1. Meningkatkan Supply bahan pangan karena pada umumnya terjadi kenaikan di
komoditi bahan makanan
2. Mengurangi defisit APBN
3. Meningkatkan cadangan devisa
4. Memperbaiki dan meningkatkan kemampuan sisi Penawaran Agregat
Dampak positif inflasi :
1. Perputaran uang lebih cepat
2. Produksi barang – barang bertambah
3. Kesempatan kerja bertambah, karena terjadi tambahan investasi
4. Pendapatan nominal bertambah tetapi riil berkurang karena kenaikan
pendapatan berkurang

Dampak negatif inflasi :


1. Harga barang dan jasa naik
2. Nilai dan kepercayaan terhadap uang akan berkurang
3. Menimbulkan tindakan spekulasi
4. Banyak proyek pembangunan macet
5. Kesadaran menabung masyarakat berkurang

2.3.4 Pengangguran
Salah satu persoalan pokok pembangunan kota yang dihadapi selama periode
2006 – 2008 adalah relative masih tingginya tingkat pengangguran terbuka.
Munculnya pengangguran ini disebabkan laju pertumbuhan angkatan kerja yang jauh
melampaui laju pertumbuhan kesempatan kerja sehingga mengakibatkan relatif masih
tingginya angka pengangguran terbuka di Kota Medan. Di samping itu, adanya
kemungkinan mereka yang tadinya bekerja tetapi tidak bekerja lagi dan sekarang
berubah menjadi ibu rumah tangga. Kondisi di atas juga menunjukkan terjadi
perubahan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kota Medan, dimana pada
tahun 2006 sebesar 62,21% menjadi 58,62% pada tahun 2007. Pada tahun 2008
terjadi peningkatan kembali menjadi 62,58%.
Tabel 9
Tingkat Partisipasi Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka
Kota Medan Tahun 2007-2011

Sumber: BPS Kota Medan


Keterangan *) Angka Sementara
Penurunan TPAK Kota Medan tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan
penduduk usia kerja di Kota Medan dalam aktivitas ekonomi semakin menurun. Hal
ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian kota yang relatif rendah pertumbuhnnya,
sehingga berdampak pada menurunnya kesempatan kerja selama periode tersebut
dan menjadikan menurunnya penduduk Kota Medan yang terlibat aktif secara
ekonomi dalam kegiatan perekonomian dari tahun ke tahun. TPT ini berguna sebagai
acuan kebijakan ekonomi bagi pembukaan lapangan kerja baru. Di samping itu,
indikator ini akan menunjukkan keberhasilan program ketenagakerjaan dari tahun ke
tahun. Besarnya angka pengangguran terbuka mempunyai implikasi sosial yang luas
karena mereka yang tidak bekerja tidak mempunyai pendapatan. Semakin tinggi
angka pengangguran terbuka maka semakin besar potensi kerawanan sosial yang
ditimbulkannya, contohnya kriminalitas. Sebaliknya semakin rendah angka
pengangguran terbuka maka semakin stabil kondisi sosial dalam masyarakat.
Angka pengangguran ini perlu menjadi perhatian, baik yang berkaitan
langsung dengan upaya setiap orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, sehingga
dapat hidup layak dan tidak menjadi beban sosial, maupun untuk mendorong mereka
supaya dapat aktif secara ekonomi. Oleh karena itu, adalah kebijakan dasar
Pemerintah Kota Medan selama periode 2007-2011, untuk mendorong terciptanya
lapangan kerja baru yang salah satunya melalui penanaman modal. Belum dapat
tertampungnya seluruh angkatan kerja yang tersedia, tetapmenjadikannya masalah
sosial sehingga harus terus dicari jalan keluarnya melalui sinergitas pelaku-pelaku
ekonomi. Untuk itu, kebijakan anggaran pada masa yang akan datang seharusnya
juga dapat lebih meningkat di bidang ekonomi dan investasi, di samping bidang-
bidang lainnya, sehingga benar-benar menjadi stimulus perekonomian daerah.
2.3 UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN DI KOTA MEDAN
Upaya yang dapat dilakukan untuk memfokuskan arah pembangunan pada
pengentasan kemiskinan meliputi lima hal.
1. Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok;
2. Mendorong pertumbuhan yang berpihak pada rakyat miskin;
3. Menyempurnakan dan memperluas cakupan program pembangunan berbasis
masyarakat;
4. Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar;
5. Membangun dan menyempurnakan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat
miskin.
Program penanggulangan kemiskinan akan difokuskan pada 30 kelurahan dari
151 kelurahan di kota Medan yang masih tergolong miskin. Sebagian besar kelurahan
tersebut berada di bagian utara Kota Medan. Caranya dengan melakukan pembenahan
terhadap kawasan pemukiman kelompok masyarakat miskin dan meningkatkan
pemberdayaan ekonomi masyarakat dengan berbagai pelatihan UMKM
Dalam R-APBD Kota Medan tahun 2015, dialokasikan anggaran untuk
program penanggulangan kemiskinan sebesar Rp297 miliar. Alokasi dana tersebut
dinilai belumlah sepenuhnya dapat menanggulangi kemiskinan dalam jangka satu
tahun, dengan asumsi bahwa penanggulangan kemiskinan membutuhkan proses yang
sistematis dan berkelanjutan. Beberapa strategi diterapkan dengan melakukan
pendekatan kelompok yang disebut klaster I, II, III dan IV.
Klaster I yakni program penanggulangan kemiskinan yang paling mendasar
untuk meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar, seperti
program PKH dan penyaluran raskin, beasiswa miskin, serta JPKMS.
Sementara klaster II yaitu program pemberdayaan masyarakat miskin antara
lain PNPM Mandiri Perkotaan, program pengembangan lembaga ekonomi pedesaan,
pelatihan UPGK, dan pengembangan budi daya perikanan.
Klaster III yakni program dan kegiatan yang mendukung kegiatan peningkatan
usaha mikro, kecil dan menengah, antara lain pelatihan usaha industri rumahan,
pelatihan kerajinan kulit, pelatihan kerajinan batik.
Selanjutnya klaster IV yakni program dan kegiatan yang merupakan
pengembangan dari ketiga klaster terdahulu, antara lain program rumah murah,
kendaraan umum murah, dan air bersih.
Hal ini dilakukan demi mencapai target penurunan angka kemiskinan seusai
RPJMD Kota Medan tahun 2011-2015 yakni sebesar satu persen per tahun.
Selain itu pemerintah juga membuat Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan dalam upaya mengentaskan kemiskinan di
daerah. PNPM MP yang dulu dikenal sebagai program Penanggulangan kemiskinan
di Perkotaan (P2KP), telah berjalan sejak tahun 2006 yang telah menjadi wilayah
pendampingan PNPM Madiri Perkotaan Sumatera Utara adalah di 7 kabupaten dan 7
kota dari 33 kabupaten kota di Provinsi Sumatera Utara. Wilayah tersebut diantaranya
kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kabapaten Langkat, Kota Tebing
Tinggi, Kabupaten Asahan, Kabupaten Karo, Kabupaten Dairi, Kota Pematangsiantar,
Kabupaten Simalungun, Kota Tanjungbalai, Kabupaten Labuhan Batu, Kota
Padangsidempuan dan Kota Sibolga.
PNPM MP merupakan program nasional yang bertujuan menanggulangi
kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat. Program ini merupkan sarana
pembelajaran bagi masyarakat dan seluruh stakeholder di daerah untuk berpatisipasoi
aktif dalam pembangunan secra buttom up. Dalam program ini, masyarakat diajarkan
cara membuat perencanaan, melaksanakan kegiatan swakelola dan mengawasi serta
mengevaluasi secara mandiri.
Program ini sangat strategis, karena menyiapkan landasan kemandirian
masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakatyang berorientasi pada
internalisasi nilai-nilai luhur serta bebrapa dokumen program masyarakat dalam
penanggulangan kemiskinan.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perkotaan Mandiri
menargetkan akan menyalurkan dana sebesar Rp. 18 Miliar kepada masyarakat
miskin di Kota Medan. Penyaluran ini merupakan agenda kerja dari PNPM PM itu
sendiri
Dalam rentang waktu lebih kurang 9 tahun telah diluncurkan dana Bantuan
langsung Masyarakat (BLM) sebagai stimulan sebanyak lebih kurang Rp. 512,1 Miliar
yang terdiri dari lebih kurang Rp 414 miliar APBN dan lebih kurang 97,8 Milyar
sharing pemerintah kabupaten/kota (APBD). Sedangkan dana swadaya msyarakat lebih
kurang Rp 71,2 miliar. BLM tersebut telah dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan yang
berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan yang secara garis besar terdiri dari
kegiatan fisik/lingkungan, kegiatan ekonomi dan kegiatan sosial. (sumber
www.barekrim.com)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Analisis Pengentasan Kemiskinan di Kota
Medan, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Kota Medan memiliki persentase penduduk miskin yang relatif besar karena
jumlahnya mencapai 212.300 jiwa atau sekitar 10,05% dari jumlah penduduk Kota
Medan pada tahun 2010.
2. Pertumbuhan ekonomi Kota Medan meningkat rata – rata di atas 5% pertahun
yaitu 6.98 persen pada tahun 2004 meningkat menjadi 7,7 persen pada tahun 2006.
Hal ini disebabkan faktor – faktor fundamental yang terus membaik setiap
tahunnya. Sejalan dengan peningkatan PDRB atas dasar harga konstan 2000 Kota
Medan selama periode 2007-2011, pertumbuhan ekonomi Kota Medan, meningkat
rata-rata 7,21 persen. Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai, selain relatif
tinggi juga menunjukkan pertumbuhan yang cukup stabil. Hal ini menunjukkan
perkembangan perekonomian yang terjadi, lebih disebabkan faktor-faktor
fundamental ekonomi yang terus membaik.
3. Inflasi Kota Medan semakin meningkat setiap tahunnya. Ini bisa dilihat lonjakan
peningkatannya pada tahun 2004 sebesar 6,64%, sedangkan pada tahun 2006
menjadi 22.91%. sebesar 6,42 persen selama tahun 2007, sebesar 10,63 persen
selama tahun 2008, sebesar 2,69 persen tahun 2009, sebesar 7,65 persen selama
tahun 2010 dan sebesar 3,54 persen selama tahun 2011 dan Bulan April 2015,
Medan inflasi sebesar 0,96 persen atau terjadi peningkatan indeks dari 118,63 pada
bulan Maret 2015 menjadi 119,77 pada bulan April 2015. Inflasi terjadi karena
adanya peningkatan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks pada kelompok
bahan makanan sebesar 1,24 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau sebesar 0,41 persen, kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan
bakar sebesar 0,83 persen, kelompok sandang sebesar 0,39 persen kelompok
kesehatan sebesar 0,11 persen, kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga
sebesar 0,03, serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan
sebesar 1,82 persen.
4. Tingkat pengangguran di Kota Medan relatif tinggi. Hal ini disebabkan karena laju
pertumbuhan angkatan kerja yang jauh melampaui laju pertumbuhan kesempatan
kerja.
5. Bahwa pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita berpengaruh negatif dan
signifikan secara statistik terhadap jumlah penduduk miskin di kota Medan.
6. Bahwa inflasi dan pengangguran berpengaruh positif dan signifikan secara statistik
terhadap jumlah penduduk miskin dikota Medan.

3.2 Saran
Dari beberapa masalah yang dijelaskan dalam penelitian ini dan menjelaskan temuan
dari mini riset ini, maka dapat di jelaskan beberapa saran setidaknya untuk menjadi
referensi terkhsus untuk mencari penyelsaian dalam masalah kemiskinan ini. Setidaknya
dalam periode waktu analisis dalam penelitian ini data perkembangan kemiskinan
menurun secara tajam dibeberapa tahun pada rezim Orde Baru dan mulai meningkat
secara segifikan ketika Indonsia mengalami beberpa kali krisis ekonomi. Untuk Itu
beberpa saran ini dikemukakan berdasarkan hasl temuan penelitian ini, diantaranya:
1. Pada sisi pengeluaran pemerintah ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian,
terkhusus beberapa program yang dibuat untuk pengentasan kemiskinan. Dalam
pembahasan penelitian ini dijlesakan bahwa beberapa program pengentasan
kemiskinan yang dibuat oleh pemerintah mengalami kegagalan dibeberapa daerah di
Indonesia. Khusus untuk pemerintah kota Medan, pemerintah harus melakukan
pengawasan terkait dengan program yang sedang berjalan. Proses monitoring kegiatan
yang dilakukan pemerintah dapat disimpulkan sangat minim. Ini membuat beberapa
program yang berada dalam fase implementasi menemui berbagai macam kendala
yang menentukan berhasil atau tidak program tersebut.
2. Untuk program pengetasan kemiskinan yang lebih bersifat pendampingan masyarakat,
sebaiknya pemerintah memikirkan perangkat-perangkatnya dengan baik. Misalnya
fasilitator dalam pendampingan tersebut seharusnya adalah orang yang memiliki
pengalaman pendampingan sehingga dapat mempelajari karakteristik masyarakat
yang akan didampingi.
3. Selain masalah program, pengeluaran pemerintah untuk pengentasan kemiskinan
tidak dapat berdiri sendiri untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam artan ada banyak
variabel lain yang juga signifikan mempengaruhi kemiskinan. Misalnya tingkat Inflasi
yang akan berpengaruh pada daya beli masyarakat. Artinya peran pemeritah harus
dilakukan secara simultan, ketika pengeluaran pemerintah untuk pengetasan
kemiskinan dikeluarkan maka pemerintah juga harus mengendalikan inflasi agar daya
beli masyarakat dapat meningkat.
4. Untuk distribusi pendapatan, pemerintah seharusnya dapat memaksimalkan dalam hal
perbaikan distribusi pendapatan untuk masyarkat miskin. Artinya pemerintah harus
mengusahakan agar peningkatan PDRB dapat dinikmati oleh semua masyarkat
khususnya untuk masyarkat menengah kebawah. Pada kondisi ini pemerintah harus
melakukan sesuatu agar terjadi efek menetes kebawah.
5. Sebaiknya pengeluaran pemerintah lebih diarahkan untuk mendorong pertumbuhan
ekonomi. Karena pada dasarnya pengeluaran pemerintah sebagian besar digunakan
untuk belanja rutin. Seharusnya terjadi komplementer dalam pengeluaran pemeritah
untuk pengentasan kemiskinan dan pengeluaran pemerintah untuk pertumbuhan
ekonomi. Tapi pemerintah juga harus memperhatikan perubahan struktur ekonomi.
Untuk karekteristik Medan, sektor yng seharusnya tumbuh pesat adalah sektor
pertanian, namun kondisi ini secara perlahan berubah. Intinya pertumbuhan ekonomi
harus ditopang sebagian besar dari sektor padat karya dan bukan padat modal.
6. Pemerintah harus mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dimana
pertumbuhan ekonomi yang dapat dinikmati oleh semua masyarakat tanpa terkecuali.
DAFTAR PUSTAKA

www.bps.go.id
www.sumut.bps.go.id
http://pemkomedan.go.id/RADPPK/RKPD%20Kota%20Medan.pdf
www.pemkomedan.go.id
http://medankota.bps.go.id/
Adi Junaidi.2011.Skripsi.” Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan
Di Kabupaten Deli Serdang.Medan Fe USU.
Badan Pusat Statistik, 2009. Medan dalam angka tahun 2009, Medan, Badan Pusat
Statistik Sumatera Utara.
Goudzwaard Bob dan Lange de Harry,1998,” Di Balik Kemiskinan Dan
Kemakmuran,Kanisius,Yogyakarta.
Jusmaliani, 2010. “Good Govermance dalam Peningkatan Pelayanan Publik dan
Pembangunan Ekonomi di Daerah”, Jurnal Ekonomi dan Pembangunan, Volume
XVIII(2).
Putra, andhika.2009.Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan
(P2KP),Studi Pada Keluarahan Sei Sikambing B Kecamatan Medan Sunggal Kota
Medan Sumatra Utara.
Rahmat Nazmi . 2011.Skripsi. “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi
Jumlah PendudukMiskin di Kabupaten Deli Serdang “.Medan Fe Usu.
Remi Soemitro Sutyastie dan Tjiptoherijanto prijono, 2002,”Kemiskinan dan
Ketidakmerataan di Indonesia”,Edisi Indonesia – Inggris, Rineka Cipta,jakarta.
Siregar, Hermanto. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk
Miskin
Suheri.2012.Skripsi.”Analis faktor – faktor yang mempengaruhi ekspor non-migas Sumatra
Utara.perpustakaan Fakultas Ekonomi USU.Medan.
Toni H.Siregar.2012. Skripsi.”Analisis Faktor –Faktor Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan
Petani Lahan Kering D Kabupaten Dairi.Medan FE- Usu
Amir, Amri. Pengaruh Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Pengangguran
di Indonesia
Agussalim, 2006, Mereduksi kemiskinan; sebuah proposal baru untuk Indonesia,
Nala Cipta Litera, 2009

Amanuddin, Minggus. 2007. Analisis Pengaruh Tingkat Pekerja, Pertumbuhan


Ekonomi dan Tingkat Upah TerhadapPengangguran di Indonesia Periode 1989–
2005

Alawi, Nadhif. 2006. Pengaruh Anggaran Belanja Pembangunan Daerah Terhadap


Kemiskinan Studi Kasus: Kab/Kota di Jawa Tengan tahun 2002-2004

Asian Development Bank. 2006. From Poverty to Prosperity: A Country Poverty


Analysis for Indonesia
Arsyad, Lincolin.1992. Memahami Masalah Kemiskinan di Indonesia:Suatu Pengantar.
JEBI No.1Tahun VII 1992.
Basri, Faisal dan Munandar, Haris. 2009. Lanskap ekonomi Indonesia;
kajian dan renungan terhadap masalah-masalah struktural,
transformasi baru, dan prospek perekonomian Indonesia.
Kharisma Putra Utama

Badan Pusat Statistik. 2010. Data Strategis


Chenery, Hollis and Ahluwalia, 1974. Redistribution with Growth, Published for the
World Bank and the Institute of Development studies, Sussex, Oxford U.P.

Darmawan, Dhani Agung. Pertumbuhan Ekonomi Yang Berkualitas.


Darwin, Muhadjir. 2004. Pembangunan Pro Pertumbuhan VS Pro Rakyat
Eko, Sutoro. 2008. PRO POOR BUDGETING: Politik Baru Reformasi
Anggaran Daerah untuk Pengurangan Kemiskinan
Fan. 2004. Dampak pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan
Fan, Et all. 1999. Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap kemiskinan
Hadi , Agus Purbathin.2008. Tinjauan Terhadap Berbagai Program
Pemberdayaan Masyarakat di Indonesia.
Hamid, Edy Suandi. Pengangguran di Indonesia
Institut Pertanian Bogor. Strategi Pembangunan Untuk Pengantasan
Kemiskinan di Propinsi Riau
Iskana, Ida. 2009. Pengaruh Belanja dan Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi,
Kemiskinan, Dan Pengangguran. SKRIPSI, tidak dipublikasikan, Malang, Fakultas
Ekonomi Universitas Islam Malang.
Investor Daily Indonesia. 2008. APBN Diragukan Mampu Entaskan Kemiskinan
International Labour Organitation. 2004. Terbebas dari Kemiskinan:
Masukan ILO atas PRSP Indonesia
Komite Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia. 2002.
Buku Putih Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia
Klasen Stephen.2005. Economic Growth and Poverty Reduction:
Measurement and Policy Issue. Paper Prepared for
POVNET for the Work Program on Pro-poor Growth
Kuncoro, Mudrajad dan Armunanto, Eko.2007. Unbalaced growth.
http://website.mudrajad.com/content/unbalanced-growth
Lesmana, Teddy. Pembangunan dan Kemiskinan
Lestari, Fatin Catur.2008. Kemiskinan dan Pengeluaran Pemerintah Untuk
Infrastruktur: Studi Kasus Indonesia, 1976-2006.
Mahalli, Kasyful. 2008. Kesempatan Kerja dan Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan

Mankiew, N.Gregory, 2003, Teor Makroekonomi, Erlangga, Jakarta.

Mankiw, N.G. 2003. Macroeconomics. Fifth Edition. Worth Publisher, New York.

Magdalena, Ester. 2009. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Tingkat


Pengangguran di Indonesia.
Mukhopaday, Swapna.1985.the Poor In Asia:Productivity Raising Programes and
Strategies, Asian and Pacific Development Center, Kuala Lumpur.
Mulyaningsih, Yani. Pengaruh pengeluaran pemerintah di sektor publik terhadap
peningkatan pembangunan manusia dan pengurangan kemiskinan. Tesis
Menteri Keuangan. 2010. Pokok-pokok Nota Keuangan dan RAPBN
NSS, Lulus Prapti. 2006. Keterkaitan Pertumbuhan Ekonomi dan
DistrbusiPendapatan (Studi Kasus 35 Kabupaten/Kota
Jawa Tengah 2000-2004)
http://bareskrim.com/2015/04/14/pnpm-mandiri-perkotaan-efektif-dalam-upaya-
pengentasan-kemiskinan/
Prastyo, Adit Agus. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kemiskinan Studi Kasus: 35 Kabupaten/Kota
di Jawa Tengah Tahun 2003-2007

Penjelasan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2008; Pertumbuhan Ekonomi


dan Penurunan Jumlah Pengangguran Kuartal I 2007 Mengkonfirmasi
Percepatan Pertumbuhan Sektor Riil yang Berkelanjutan

Peta Jalan Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia


Putra, Linggar Dewangga.2011. Analisis Pengaruh Ketimpangan Distribusi
Pendapatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Provinsi Jawa Tengah Periode
2000 – 2007.
Putra, andhika.2009.Implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan
(P2KP)Studi Pada Keluarahan Sei Sikambing B Kecamatan Medan Sunggal Kota
Medan Sumatra Utara.
Rohidin.2010. Hasil Penelitian Perbandingan Perilaku Alokasi Anggaran
Penaggulangan Kemiskinan di Kota Pekalongan Pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Pekalongan Tahun 2005-2008

Ravallion, Martin.1997.Can High-Inequality Developing Countries


Escape Absolute Poverty?.Economics Letters 56:51-57.
RetriveFebruary9,2005fromhttp://web.world
Rudiningtyas, Dyah Arini.2010. Pengaruh Pendapatan Dan Belanja Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi, Kemisknan Dan Pengangguran (Studi Pada APBN
2004-2008).
Raharjo, Adi.2006. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swata dan Angkatan
Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Kasus di Kota Semarang).Thesis
Stalker, Peter.2007. Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia
Spance, Michael. 2008. Pertumbuan Ekonomi Yang Berkelanajutan, tinggi dan Inklusif
Siregar, Hermanto, Wahyuniarti, Dwi. Dampak Pertumbuhan
Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah Penduduk Miskin
Siregar, Hermanto. Dampak Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penurunan Jumlah
Penduduk Miskin
Supriadi, Agus. 2010. Hasil pembangunan belum merata Kesenjangan Pendapatan
Masyarakat Desa Meningkat
Strategic Alliance for Poverty Avviliation
Siregar, Wahyuniarti. 2007. Pengaruh pertumbuhan ekonomi dan faktor lain terhadap
kemiskinan di Indonesia tahun 1998-2006
Sholeh,Maimun. Kemiskinan : Telaah Dan Beberapa Strategi Penanggulangannya
Sitomorang, Simandar.2001.Kegagalan Program IDT Di Desa Gunung Berita Kecamatan
Nimorambe Kabupaten Deli Serdang.Usu e-Repository.
SMERU Research Institute.2007.Menuju Kebijakan Pro Mayarakat Miskin
Melalui Penelitian.
Todaro, Michael.P and Smith, Stephen C.2006. Pembangunan ekonomi. Erlangga
Turnovsky, S.J. 1981. Macroeconomic Analysis and Stabilization
Policy. Cambridge University Press, Cambridge.
Universitas Sumatera Utara. Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin,
Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran Pemerintah
World Bank, 2006, Era Baru dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia
World Bank. 2003. Sustainable Development In A Dinamic world:
Transforming Institutions ,growth, and quality of life.
World Development Report 2003. Oxford University Press
Wijayanto, Ravy Dwi. 2010. Analisis Pengaruh PDRB, Pendidikan
dan Pengangguran Terhadap Kemiskinan di Kabupaten
Kota Jawa Tengah 2005-2008
World Bank (Urban Sector Development Unit, Infrastructure Development, East Asia and
Pacific Region), Kota-kota Dalam Transisi: Tinjauan Sektor Perkotaan Pada Era
Desentralisasi di Indonesia (terjemahan), Dissemination Paper No 7, June 30, 2003.
World Bank, World Development Report 2004: Making Service Work for Poor People,
IBRD/ The World Bank, Washington DC, 2004.
Widodo, Adi,Dkk.2011. Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Di Sektor Pendidikan
Dan Kesehatan Terhadap Pengtasan Kemiskinan Melalui Peningkatan
Pembangunan Manusia Di Provinsi Jawa Tengah.
Wibowo, Ferry. 2009. Analisis Hubungan Alokasi Anggaran Program Penanggulangan
Kemiskinan di Perkotaan (P2KP)Dengan Indeks Pembangunan Manusia dan
Angka Kemiskinan.
Yessi, Welly. Kesimipulan Sementara Hasil Temuan Monitoring Pelaksanaan dan
Pengelolaan Program-Program JPS 1999-2000 Di Kalimantan Tengah.
Zoellick, Robert B. 2010. Pertumbuhan dan Kemiskinan

Anda mungkin juga menyukai