Persalinan adalah proses alamiah yang dialami seorang wanita pada akhir proses
kehamilannya. fisiologi ibu dalam persalinan akan terjadi perubahan dan dipengaruhi oleh
banyak faktor. asuhan kebidanan dan dipengaruhi oleh banyak faktor. asuhan kebidanan pada
kala satu sangat diperlukan bagi ibu dalam melalui proses awal persalinan.
Tanda-tanda Vital
tekanan darah akan meningkat selama prose persalinan karena adanya kontraksi. tekanan sistolik
naik rata-rata 10-20 mmHg dan diastol 5-10 mmHg. tekanan darah kembali normal pada kondisi
sebelumnya diantara kontraksi. kecemasan dan ketakutan ibu berpengaruh juga terhadap
kenaikan tekanan darah.
Suhu tubuh akan sedikit meningkat pada proses persalinan karena adanya perubahan
metabolisme. peningkatan ini tidak boleh melebihi 0,5-1˚C
Laju pernapasan akan terjadi kenaikan sedikit dibanding dengan sebelum persalinan. hal
ini karena adanya nyeri, kekhawatiran dan penggunaan teknik pernapasan yang kurang benar.
untuk itu diperlukan tindakan pengendalian pernapasan untuk menghindari hiperventilasi yang
ditandai dengan adanya pusing.
Metabolisme
Selama persalinan metabolisme karbohidrat baik aerobik maupun nonaerobik akan naik
secara perlahan. kenaikan ini sebagian besar karena kecemasan dan aktivitas otot rangka tubuh,
pernapasan, curah jantung, dan kehilangan cairan.
Ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan curah
jantung (cardiac output), filtrasi glomelurus, dan aliran plasma ke renal. Kandung kemih harus
sering dikontrol (tiap 2 jam) dengan tujuan menghindari trauma kandung kemih, hambatan
penurunan bagian terendah janin dan kejadian retensi urine setelah melahirkan.
Pemeriksaan kimia urine penting dilakukan. Protein urine +1 merupakan hal yang wajar
dalam persalinan, kecuali +2 atau lebih menandakan adanya keadaan tidak normal atau
komplikasi pada persalinan.
Gastrointestinal
Kemampuan peristaltik lambung dan penyerapan makanan padat berkurang
menyebabkan terjadi konstipasi. lambung yang penuh dapat menyebabkan ketidaknyamanan.
Oleh sebab itu, dianjurkan untuk tidak terlalu banyak makan dan minum pada ibu bersalin.
Makan dan minum seperlunya untuk mempertahankan hidrasi dan energi.
Hematologi
Kadar hemoglobin akan meningkat 1,2 g/100 ml saat persalinan dan kembali ke kadar
pada saat pra-persalinan sehari setelah melahirkan apabila tidak terjadi perdarahan. Jumlah sel
darah putih akan meningkat secara progresif selaa kala I persalinan sebesar 5000 – 15.000
hingga pembukaan lengkap. Hal ini tidak mengindikasikan adanya infeksi, akan turun lagi ke
keadaan semula. Gula darah akan turun selama persalinan dan akan terlihat mencolok pada kasus
persalinan lama atau persalinan dengan penyulit yang disebabkan oleh aktivitas uterus dan otot
rangka.
Passage
Passage adalah jalan lahir. Jalan lahir dibagi atas bagian keras dan bagian lunak. Bagian
keras meliputi tulang-tulang panggul dan bagian lunak meliputi uterus, otot dasar panggul, dan
perineum. Janin harus mampu menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku. Oleh
karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai.
Jenis Panggul
Jenis-jenis panggul menurut Caldwell& Moloy (1933) :
1. Ginekoid, merupakan jenis panggul paling baik untuk wanita dengan bentuk pintu atas
panggul (PAP) hampir bulat. Panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan diameter
transversa. Ditemukan pada 45 % wanita.
2. Android, umumnya dimiliki oleh pria dengan bentuk PAP hampir segitiga. Panjang diameter
anteroposterior sama dengan diameter transversa, tetapi lebih mendekati sakrum (bagian
belakang pendek dan gepeng, bagian depan menyempit ke muka). Ditemukan pada 15%
wanita.
3. Atropoid : Jenis panggul dengan bentuk PAP agak lonjong seperti telur. Diameter
antroposterior lebih panjang dibanding diameter transversa. Ditemukan pada 35% wanita.
4. Platipeloid, bentuk panggul menyempit pada arah muka belakang. Diameter antero posterior
jauh lebih kecil dibanding diameter transversa. Ditemukan pada 5 % wanita.
Bagian-bagian panggul
Bagian panggul (pelviks) secara fungsional :
1. Pelvis mayor, disebut juga false pelvis, bagian pelvis yang terletak diatas linea terminalis.
2. Pelvis minor, disebut juga true pelvis, bagian pelvis yang terletak dibawah linea terminalis,
mempunyai peranan penting dalam obstetri (untuk meramal dapat tidaknya bayi
melewatinya).
Tulang yang satu dengan yang lainya saling berhubungan . Hubungan kedua os pubis kanan dan
kiri di depan dinamakan simfisis fubis. Os sakrum dan os ilium di belakang dihubungkan oleh
artikulasio sakro-iliaka. Os sakrum dengan os koksigis dibawah dihubungkan oleh artikulasio
sakro-koksigea.
Pada kehamilan dan persalinan, artikulasio ini dapat bergeser lebih jauh dan longgar.
ujung os koksigis dapat bergerak ke belakang jika terlalu menonjol ke depan pada saat partus.
Seorang wanita hamil yang bergerak terlalu cepat dari duduk langsung berdiri, sering dijumpai
pergeseran yang lebar pada artikulasio sakro-iliaka dan menimbulkan rasa sakit.
Dapat terjadi simfisiolisis sesudah persalinan atau ketika tergelincir karena longgarnya
hubungan disimfisis sehingga menimbulkan rasa sakit dan sulit berjalan.
1. Pintu atas panggul (pelvic inlet) Bidang yang dibentuk oleh promontorium, korpus vertebra
sakral 1, linea innominata (terminalis), tepi atas simfisis. Ukuran dalam PAP :
a. Konjugata vera : Panjang jarak dari tepi atas simfisis ke promontorium (± 11 cm)
b. Diameter transversa : Jarak terjauh garis melintang pada PAP (±12,5-13 cm)
c. Diameter oblik : Garis dari artikulasio sakro iliaka ke titik pertemuan antara diameter
transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea innominata (±13 cm)
Konjugata vera tidak dapat diukur secara langsung pada wanita yang masih hidup.
Dilakukan melalui pemeriksaan dalam (VT) dengan meraba promontorium. Jarak bagian
bawah simfisis sampai ke promontorium disebut konjugata diagonalis. Konjugata vera
sama dengan konjugata diagonalis dikurangi 1,5 cm. Konjugata obstetrika yaitu jarak
bagian dalam tengah simfisis ke promontorium merupakan ukuran yang paling penting.
2. Bidang luas panggul. Bidang dengan ukuran –ukuran terbesar antara pertengahan simfisis,
pertengahan asetabulum, dan pertemuan antara ruas sakral II dan III. Ukuran muka belakang
±12,75 cm, ukuran melintang ±12,5 cm. Bidang ini tidak menimbulkan kesulitan dalam
persalinan karena tidak ada ukuran yang kecil.
3. Bidang sempit panggul. Bidang dengan ukuran-ukuran terkecil. Terletak setinggi tepi bawah
simfisis, spina iskiadika dan memotong sakrum, ±1-2cm di atas ujung sakrum. Ukuran muka
belakang ±11,5cm, ukuran melintang ±10 cm. Diameter segitalis posterior (dari sakrum ke
pertengahan antara spina isikiadika) ±5 cm. Sulit penilaiannya karena ukurannya paling kecil
dan sulit mengukurnya. Kesempitan pintu bawah panggul biasanya disertai kesempitan
bidang sempit panggul.
4. Pintu bawah panggul (Pelvic outlet). Terdiri dari 2 bidang (segitiga) dengan dasar yang sama
(garis yang menghubungkan kedua tuber isikiasikum kiri dan kanan). Puncaksegitiga yang
belakang adalah ujung os sakrum, sisinya ligamentum sakrotuberosum kiri dan kanan.
Segitiga depan dibatasi oleh arkus pubis, yaitu tepi bawah simfisis berbentuk lengkung ke
bawah dan membentuk sudut. Dalam keadaan normal besarnya sudut ini ±90 ˚C atau lebih
sedikit (membentuk sudut tumpul). Jika <90˚C, kpala janin akan lebih sulit dilahirkan karena
memerlukan tempat lebih banyak ke dorsal.
5. Sumbu carus, bentuk pelvis minor yang menyerupai suatu saluran yang mempunyai sumbu
melengkung kedepan. Garis yang menghubungkan titik persekutuan antara diameter
tranversa dan konjugata vera pada PAP dengan titik-titik sejenis di Hodge I, II, III, dan IV,
sampai dekat Hodge III sumbu itu lurus, sejajar dengan sakrum, kemudian melengkung
kedepan sesuai dengan lengkungan sakrum.
6. Bidang Hodge, untuk menentukan sejauh mana bagian terendah janin turun dalam panggul
pada persalinan.
H I sama dengan PAP, H II sejajar H I melalui/setinggi spina iskiadika, H IV sejajar H I
melalui/setinggi ujung os koksigis.
Station adalah penurunan kepala janin dengan ketentuan sebagai berikut.
a. Station 0: Penurunan kepala janin sejajar dengan spina iskiadika
b. Station 1:1 cm di atas spina dan seterusnya sampai 5
c. Station -1:1 cm di bawah spina dan seterusnya sampai -5
Otot-otot yang menahan dasar panggul di bagian luar adalah m. Sfingter ani eksternus, yang
mengelilingi anus, m. Bulbokavernosus, yang melingkari vagina m. perinai transfersus
superfisialis.
Power
Power atau kekuatan yang mendorong janin pada saat persalinan adalah his, kontraksi otot
perut, kontraksi diafragma, dan aksi dari logamen. Kekuatan primer yang diperlukan dalam
persalinan adalah his, sedangkan sebagai kekuatan sekundernya adalah tenaga mengedan
ibu.
His adalah kontraksi otot-otot rahim pada persalinan. His dibedakan menjadi his
pendahuluan atau his palsu, yang sebenarnya merupakan peningkatan peningkatan dari
kontraksi Braxton Hicks. His pendahuluan bersifat tidak teratur dan menyebabkan nyeri
diperut bagian bawah dan lipat paha, tidak menyebabkan nyeri yang memancar dari
pinggang ke perut bagian bawah seperti his persalinan.
Perasaan nyeri bergantung pada ambang nyeri dari seorang yang ditentukan oleh kondisi
jiwanya. Kontraksi rahim bersifat otonom, artinya tidak dipengaruhi oleh kemauan, tetapi
dapat dipengaruhi dari luar, misalnya rangsangan oleh jari-jari tangan.
Sifat his yang normal adalah :
1. Kontraksi rahin dimulai dari kornu
2. Fundal dominan, yaitu kekuatan paling tinggi di fundus uteri
3. Otot rahim yang tidak berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi
retraksi dan pembentukan segmen bawah rahin
4. Pada saat his terjadi perubahan pada serviks yaitu menipis dan membuka
Passanger
Passanger terdiri dari janin dan plasenta. Janin bergerak disepanjang jalan lahir
merupakan akibat interaksi beberapa faktor yaitu ukuran kepala janin, presentasi, letak,
sikap, dan posisi janin. Janin dapat memengaruhi persalinan karena presentasi dan
ukurannya.
Pada presentasi kepala, tulang-tulang masih dibatasi fontanel dan sutura yang belum
keras, tepi tulang dapat menyisip di antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya
(disebut moulage/molase) sehingga ukuran kepala bayi menjadi lebih kecil.
MANAJEMEN ASUHAN KALA SATU
Identifikasi Masalah
Identifikasi dilakukan terhadap permasalahan yang mungkin ditemukan pada penelitian kala
satu. Hal-hal yang perlu dikaji pada awal persalinan dijelaskan berikut ini
Riwayat Kesehatan
Dalam hubungannya dengan diagnosis persalinan, perlu menilai kapan mulai adanya
his/kontraksi, berapa lama dan berapa sering kontraksi timbul, adanya perdarahan pervaginam
atau air ketuban jika sudah pecah. Tanyakan mengenai kesehatannya secara umum dan
kesejahteraannyan selama kehamilan. Perlu diketahui gerakan janin, presentasi janin berdasarkan
hasil pemeriksaan kehamilan dan persalinan yang terdahulu. Penting untuk mengetahui apakah
ibu memiliki kondisi medis yang memerlukan pemantaun ketat selama persalinan, seperti
diabetes, hipetermi, atau infeksi.
Penentuan Diagnosis
Diagnosis ditentukan berdasarkan data-data yang diperoleh, yaitu apakah ibu sedang dalam
inpartu kala satu fase laten atau fase aktif.
Penilaian Kemajuan Persalinan
Informasi pada poin-poin berikut ini digunakan dalam evaluasi kemajuan persalinan yang
berkelanjutan, yaitu penipisan serviks, pembukaan serviks, stasiun (penurunan kepala/bagian
terendah janin), pola kontraksi (frekuensi, durasi, intensitas), perubahan perilaku ibu, tanda dan
gejala transisi dan menjelang kala dua persalinan, posisi nyeri punggung bawah, posisi lokasi
intensitas maksimal dengan denyut jantung janin.
Pengendalian Nyeri
Salah satu kebutuhan ibu dalam proses persalinan adalah penurangan rasa sakit. Persepsi rasa
sakit, cara yang dirasakan oleh individu dan reaksi terhadap rasa sakit dipengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain :
1. Rasa sakit atau kecemasan akan meningkatkan respons individual terhadap rasa sakit. Takut
terhadap hal yang belum diketahui, sendirian tanpa pendamping pada proses persalinan,
takut terjadi kegagalan dalam persalinan, dapat meningkatkan kecemasan.
2. Kepribadian ibu juga mempunyai peran yang penting dalam pengendalian nyeri. Ibu yang
rileks dan tenang lebih mampu menghadapi nyeri persalinan dibandingkan ibu yang merasa
tegang dan cemas.
3. Ibu yang kelelahan karena istirahatnya terganggu dengan ketidaknyamanan pada akhir
kehamilan akan kurang mampu mengendalikan rasa nyeri
4. Sosial dan budaya masyarakat setempat mempunyai peranan penting terhadap persepsi ibu
menghadapi rasa nyeri persalinan. Beberapa budaya mengharapkan stoitisme (sabar dan
membiarkannya) sedangkan budaya lain mendorong keterbukaan untuk menyatakan
perasaan.
5. Pengharapan akan menimbulkan perbedaan pada pengalaman persalinan. Ibu yang realistis
dalam pengharapannya mengenai persalinan dan tanggapannya mengenai hal tersebut
merupakan persiapan terbaik dalam menghadapi persalinan, selama mempunyai
kepercayaan diri akan bantuan serta dukungan yang dibutuhkannya pada proses persalinan.
Cara untuk mengurangi rasa sakit pada proses persalinan adalah mengurangi rasa sakit
langsung dari sumbernya, memberikan rangsangan alternatif yang kuat, mengurangi reaksi fisik
dan mental negatif, serta emosional ibu terhadap rasa sakit. Pemijatan secara lembut akan
membantu ibu merasa lebih segar, rileks, dan nyaman selama persalinan. Hal ini terjadi karena
pijat merangsang tubuh melepaskan senyawa endorfin yang merupakan pereda sakit alami.
Endorfin juga dapat menciptakan perasaan nyaman dan enak. Endorfin juga dapat menciptakan
perasaan nyaman dan enak. Dalam persalinan, pijat juga membantu ibu merasa lebih dekat
dengan prang yang merawatnya.
Umumnya ada 2 teknik pemijatan yang dilakukan dalam persalinan, yaitu effluerage dan
counterpressure. Effluerage adalah teknik pemijatan berupa usapan lembut, lambat, dan panjajng
atau tidak terputus-putus. Teknin ini menimbulkan efek relaksasi. Lakukan usapan dengan ringan
dan tanpa tekanan kuat, tetapi usahakan ujung jari tidak lepas dari permukaan kulit.
Pijat counterpressure adalah pijatan kuat dengan meletakkan bagian datar dari tangan atau
tumit tangan, atau juga menggunakan bola tenis. Tekanan dapat diberikan dalam gerakan lurus
atau lingkaran kecil. Teknik ini efektif menghilamgkan sakit punggung akibat persalinan. Namun
dipijat, bahkan disentuh saat mengalami kontraksi pun tidak berkenan. Bidan harus dapat
memahami dang menghormati keinginan ibu.
Pencegahan Infeksi
Lingkungan yang bersih merupakan hal penting untuk mewujudkan persalinan yang
bersih dan aman. Anjurkan ibu untuk mandi pada awal persalinan dan pastikan ibu memakai
pakaian yang bersih. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, menggunakan
peralatan steril atau desinfeksi tingkat tinggi (DTT) dan menggunakan alat perlindung diri (APD)
saat diperlukan. Anjurkan keluarga untuk mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan
ibu dan atau bayi baru lahir. Pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.
Persiapan persalinan
Persiapan persalinan sangat beragam dari instansi ke instansi lain, dirumah bersalin, rumah sakit
atau puskesmas mempunyai protap atau aturan tersendiri. Pastikan keberadaan bahan, alat,
sarana dan prasarana yang terstandar. Upayakan pencegahan infeksi sesuai dengan standar yang
ditetapkan. Persiapan ibu penting seperti perlengkapan bayi dan ibu yang sudah disiapkan sejak
kehamilan.
Dimana pun persalinan terjadi diperlukan hal pokok seperti berikut :
1. Ruangan yang hangat dan bersih
2. Penerangan yang cukup
3. Memiliki sirkulasi udara yang baik dan terlindung dari tiupan angin
4. Sumber air bersih yang mengalir untuk cuci tangan, air DTT. Kecukupan air bersih, klorin,
deterjen, kain pembersih, kain pel dan sarung tangan karet untuk mwmbwesihkan ruangan,
dan dekontaminasi alat.
5. Kamar mandi yang bersih untuk keperluan pribadi ibu dan penolong persalinan.
6. Pastikan ibu mendapat privasi yang diinginkan.
7. Tempat tidur yang bersih dan nyaman untuk ibu.
8. Tempat yang bersih untuk memberikan asuhan baru lahir, meja untuk tindakan resusitasi
Persiapan alat
Pastikan semua peralatan dan bahan-bahan tersedia dan berfungsi dengan baik, termasuk
peralatan pertolongan persalinan, peralatan penjahitan laserasi atau luka episiotomy, dan
peralatan resusitasi bayi baru lahir. Semua peralatan dan bahan yang akan digunakan harus
dalam keadaan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
Persiapan Penolong
Persiapan penolong adalah memastikan penerapan prinsif pencegahan infeksi yang sesuai
standar, termasuk cuci tangan dan penggunaan alat pelindung diri. Perlindungan diri merupakan
penghalang atau barrier protektif antara penolong bahan-bahan yang berpotensi menularkan
penykit.oleh karena itu, penolong harus memakai celemek/apron yang bersih, penutup kepala
sehingga tidak ada tampak rambut, masker nyaman, sepatu atau alas kaki tertutup dan bersih dan
nyaman, sepatu, atau alas kaki tertututp dan bersih dn penutup mulut, kaca mata melindung mata
yang bersih dan nyaman, seapatu atau alas kaki tertutup dan bersih, sarung desinfeksi tingkat
tinggi atau steril.\
Semua alat perlindungan diri harus selalu dipakai pada saat melakkan pertolongan
persalinan sampai melakukan penjahitan laserasi. Sarung tangan dipakai selama melakukan
pemeriksaan dalam, pertolongan persalinan sampai penjahitan laserasi dan asuhan segera bayi
baru lahir. Sarung tangan harus diganti apabila terkontaminasi, robek, atau bocor.
Persiapan Ibu dan janin
Prinsif asuhan yang diberikan selama persalinan adalah asuhan saying ibu, untuk itu
anjurkan ibu selalu didampingi oleh suami dan atau keluarga terdekatnya selama persalinan
adalah asuhan saying ibu, untuk itu anjurkan ibu selalu didampingi oleh suami dan atau keluarga
terdekatnya selama proses persalinan. Ajurkan keluarga untuk terlibat langsung dalam asuhan
sehingga ibu merasa mendapat dukungan positif dalam menghadapi proses persalinan. Selain itu
penolong juga harus selalu memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan kelurga dengan
menjelaskan tahapan dan kemajuan proes persalinan. Bantu ibu dalam posisi yang nyaman saat
persalinan. Perhatikan kebutuhan nutrisi dan hidrasi selama dalam persalinan.
Pendokumentasian
Manajemen kebidanan alur pikir seorang bidan dikenal dengan tujuh langkah Varney
yang didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, analisis, penatalaksanaan).
Subjektif merupakan pengumpulan data berdasarkan anamesis baik langsung maupun tidak
langsung dengan ibu bersalin. Data ini biasanya berisikan identitas ibu dan suami, keluhan
utama, riwayat kehamilan sekarang, riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu, riwayat
kesehatan ibu dan keluarga, riwayat biopsikososial.
Data objektif adalah data yang berdasarkan hasil pemeriksaan saat itu, meliputi : keadaan
umum, tanda vital, pemeriksaan fisik secara umum, pemeriksaan obstetric (Palpasi Leopold dan
DJJ), pemeriksaan dalam dan pemeriksaan penunjang. Data-data tersebut lalu dianalis menjadi
diagonalis, masalah dan kebutuhan. Berdasarkan analisis tersebut maka dibuat langkah-langkah
intervensi dalam penatalaksanaan asuhan serta evaluasi dari asuhan yang sudah dilakukan.
Kontraksi uterus
Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifat tersendiri. Kontraksi menimbulkan
nyeri dari fundus merata ke seluruh uterus sampai berlanjut ke panggung bawah, dikendalikan
uterus sampai berlanjut ke punggung bawah, dikendalikan oleh saraf intristik, tidak disadari,
tidak dapat diatur oleh ibu bersalin baik lama maupun frekuensi dari kontraksi. Penyebab nyeri
belum diketahui denga pasti, diduga karena beberapa penyebeb berikut.
1. Pada saat kontraksi terjadi kekurangan O2 pada miometrium.
2. Penekanan ganglion saraf di serviks dan uterus bagian bawah.
3. Peregangan serviks akibat dari dilatasi serviks.
4. Peregangan perimetrium sebagai organ yang menyelimuti uterus
Pada selang waktu kontraksi atau periode relaksasi diantara kontraksi memberi dampak
pada fungsi sistem tubuh, yaitu memberi kesempatan pada jaringan otot uterus untuk beristirahat,
memberiikan kesempatan kepada ibu untuk beristirahat dari rasa ssakit selama kontraksi,
menjaga kesejahteraan janin karena pada saat kontraksi aliran darah plasenta ke janin berkurang.
Kontraksi selama kala dua berlangsung sering, kuat, dan sedikit lebih lama, yaitu sekitar
60-9- detik dengan intensitas kuat dan menjadi ekspulsif secara alamiah . setelah kontraksi
disertai nyeri hebat yang dialami secara bertahap, rasanya ibu merasa lega dan mampu
mendorong jika menginginkannya.
Ekspulsi Janin
Setelah terjadi rotasi luar atau putaran paksi luar, bahu anterior berfungsi sebagai hipomoklion
untuk pelahiran bahu belakang. Bahu depan terlihat pada orifisium vulvovagina, yang
menyentuh dibawah simfisis pubis dan bahu posterior menggembungkan perineum dan lahir
dengan fleksi lateral. Setelah bahu lahir, bagian badan janin lahir secara keseluruhan mengikuti
sumbu jalan lahir.
Pemantauan kesejahteraan pada janin selama kala dua, denyut jantung janin (frekuensi,
ritme, dan kekuatan), penurunan kepala, cairan ketuban (warna, bau, dan volume), dan adanya
kaput atau molase pada kepala janin.
Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan kala dua dimulai jika sudah terdapat tanda dan gejala kala dua,
yaitu dorongan untuk meneran, tekanan pada anus, perineum menonjol, vulva dan anus
membuka. Atur posisi ibu senyaman mungkin sesuai dengan yang diinginkan.
Saat kepala bayi 5-6 cm di introitus vagina, letakkan kain yang bersih dan kering
dibawah bokong ibu dan siapkan handuk atau kain bersih diatas perut ibu. Lindungi perineum
dengan satu tangan dan tangan yang lain menahan kepala janin agar posisi kepala tetap fleksi
pada saat keluar secara bertahap melalui introitus vagina dan perineum. Setelah kepala bayi lahir,
minta ibu untuk berhenti meneran dan bernapas cepat. Periksa apakah ada lilitan tali pusat di
leher bayi. Jika lilitan longgar maka lepaskan, jika lilitan sangat erat maka jepit dan potong tali
pusat segera.
Tunggu putaran paksi luar secara spontan. Lahirkan bahu dengan meletakkan tangan
secara biparietal. Minta ibu untuk meneran sambil meneran kepala kearah bawah dan lateral
tubuh bayi hingga bahu depan melewati simfisis. Setelah bahu depan lahir, gerakan kepala ke
atas dan lateral tubuh bayi sehingga lahir bahu belakang dan seluruh dada bayi.
Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah ke arah perineum dan sanggah bahu dan
lengan bawah bayi pada tangan tersebut. Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya
siku dan tangan posterior saat melewati perineum. Secara simultan, tangan atas (anterior)
menelusuri dan memegang bahu, siku, dan lengan anterior. Lanjutkan penelusuran tubuh bayi
yang kemudian dipegang ibu jari dan ketiga jjari tangan lainnya.
Letakkan bayi diatas kain atau handuk diperut ibu dan posisikan kepala lebih rendah dari
tubuhnya. Segera keringkan dang anti kain yang kering serta pastika bayi tertutup dengan baik.
Bahu Macet
Bahu macet atau sering dikenal distosia bahu adalah atau sering dikenal distosia bahu
adalah keadaan setelah kepala lahir, bahu anterior macet dibawah simfisis fubis sehinga tidak
dapat melewati pintu bawah panggul. Bahu terjadi jika bahu masuk ke dalam panggul dengan
diameter biakromial pada posisi anteroposterior dari panggul. Waktu untuk menolong distosia
bahu kurang lebih 10-15 menit.
Predisposisi distosia bahu :
1. Ibu dengan diabetes kemungkinan terjadi makrosomia atau bayi besar pada dengan BB >
4000 gram.
2. Riwayat bayibesar dengan pada perslinan terdahulu.
3. Ibu dengan obesitas.
4. Terjadi disproporsi sefalopelviks (cephalopelvic dispropostion, CPD) yaitu adanya
ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu.
5. Penurunan kepala janin yang sangat lambat.
6. Pada mekanisme persalinan tidak terjadi putaran paksi dalam.
Komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu adalah laserasi jalan lahir yang luas, gnagguan
psikologik akibat trauma persalinan, depresi jika janin cacat atau meninggal. Sedangkan
komplikasi yang terjadi pada janin adalah meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi,
kerusakan saraf terutama kelumpuhan flekus brakhialis dan fraktur tulang klavikula.
Letak muka
Letak muka atau presentasi muka adalah keadaan ketika kepala janin mengalami
hiperektensi sehingga ubun-ubun kecil menempel pada punggung dan yang menjadi
penunjuknya adalah dagu. Diagnosis presentasi muka dapat diregakkan dari palpasi abdomen
teraba os occipital menonjol jelas dan kepala terasa lebih besar. Hasil pemeriksaan dalam tidak
teraba ubun-ubun kecil maupun besar namun teraba bagian lunak, mata hidung, dan mulut.
Penyebab presentasi muka adalah panggul sempit, perut menggantung pada multigravida,
lilitan tali pusat, janin dengan anensefali.
Letak sungsang
Letak sungsang yaitu keadaan ketika letak janin memanjang terhadap sumbu tubuh itu
dengan bagian terendah adalah bokong dan atau kaki. Macam-macam letak sungsang adalah
bokong murni (bagian terendah bokong saja dengan tungkai terangkat ke atas), bokong sempurna
(bagian terendah bokong dan kedua tungkai/kaki), dan bokong tidak sempurna (bagian terendah
bokong dan kaki atau bokong dan lutut). Pada presentasi bokong yang menjadi penunjuk pada
pemeriksaan dalam adalah tulang sacrum.
Penyebab letak sungsang adalah abnormalitas uterus, kematian janin di dalam Rahim,
kehamilan ganda/gemeli, multipara, premature, hidramion, kepala tidak dapat masuk PAP karena
plasenta previa, panggul sempit, terdapat tumor, janin abnormal (anensefali atau hidrosefali).
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan leopold teraba bagian keras,
bulat dan melenting di fundus sedangkan di bagian bawah abdomen teraba bulat, lunak dan tidak
melenting, punktum maksimum DJJ terdengar di atas pusat, pada pemeriksaan dalam teraba
sacrum, anus tuber iskhiadikum, kadang-kadang kaki atau lutut.
Gemeli
Gemeli adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih. Diagnosis gemeli dapat ditegakkan
dengan melakukan pengkajian dengan temuan berikut.
1. Perut yang lebih besar dari usia kehamilan.
2. Ibu merasakan gerakan janin yang lebih sering dan lebih banyak.
3. Hasil palpasi didapat dua bagian besar dan bagian-bagian kecil teraba lebih banyak.
4. Teraba dua ballottement.
5. Pada aukultasi terdengar DJJ di dua tempat yang berbeda dengan perbedaan frekuensi 10
kali per menit.
6. Pemeriksaan penunjang dengan USG ditemukan dua janin atau lebih.
Pendokumentasian
Pendokumentasian pada kala dua sama dengan kala satu meliputi subjektif, obbjektif,
analisis, dan penatalaksanaan atau dikenal dengan istilah SOAP. Pengumpulan data pada kala
dua lebih difokuskan karena merupakan data perkembangan dari kala satu.
Data subjektif kala dua didapat dari hasil anamesis ketika ibu mengeluh mulesnya
semakin sering dan sakit, pengeluaran lendir darah semakin banyak dan atau disertai cairan
ketuban serta ada dorongan untuk meneran.
Data objektif didapat dari hassil pemeriksaan, yaitu keadaan umum ibu, tanda-tanda vital,
denyut jantung janin, penurunan bagian terendah janin, hasil pemeriksaan dalam didapat porsio
sudah tidak teraba, pembukaan lengkap, ketuban utuh atau sudah pecah, bagian terendah janin
sudah di hodge 4 atau di dasar panggul. Selain itu terdapat tanda kala dua yaitu tekanan pada
anus, perineum menonjol, anus dan vulva membuka.
Dari data yang didapat dapat dianalisis bahwa ibu inpartu kala dua. Penatalaksanaan yang
dilakukan sesuai dengan data dan analisis yang ditegakkan, yaitu memberi tahu bahwa ibu
sudahmemasuki kala pengeluaran, mempersilahkan ibu untuk memilih posisi yang nyaman,
mempersiapkan pertolongan persalinan dengan prinsip pencegahan infeksi yang benar sesuai
standar, memimpin ibu meneran efektif dan menolong persalinan sampai bayi lahir.
Mekanisme pelepasan
Karakteristik unik otot uterus terletak pada kekuatan retraksinya. Selama kala dua
pesalinan, rongga uterus dapat secara cepat menjadi kosong. Hal ini memungkinkan proses
retraksi mengalami percepatan sehingga di awal kala tiga, daerah plasenta sudah mulai mengecil.
Pada saat ini terjadi, plasenta sendiri mengalami kompresi dan darah dalam ruang
intervilus dipaksa kembali ke dalam lapisan berdpons desidua. Retraksi serat-serat otot uterus
oblik memberi tekanan pada pembuluh darah sehingga darah tidak mengalir kembali kedalam
sistem maternal. Pembuluh darah selama proses ini menjadi tegang dan terkongesti. Pada
kontraksi berikutnya, vena yang terdistensi akan pecah dan sejumlah kecil darah akan merembes
diantara sekat tipis lapisan berspons dan permukaan plasenta sehingga membuatnya terlepas dari
perlekatannya. Pada saat area permukaan plasenta yang melekat semakin berkurang, plasenta
yang relative tidak elastis mulai terlepas dari dinding uterus.
Hemostais
Hemostatis merupakan upaya tubuh untuk mencegah terjadinya perdarahan dan
mempertahankan keenceran darah di dalam sirkulasi supaya tetap dapat mengalir dengan baik.
Volume normal aliran darah yang mengetahui plasenta adalah 500-800 ml per menit. Pada
pemisahan plasenta, aliran ini harus dihentikan selama beberapa detik, jika tidak, perdarahan
yang serius akan terjadi.
Ada tiga faktor yang saling mempengaruhi proses fisiologis yang mengendalikan
perdarahan dalam meminimalkan kehilangan darah, yaitu :
1. Retraksi serrate otot uterus. Penipisan otot yang terjadi menimbulkan tekanan pada
pembuluh darah yang pecah dan bekerja sebagai klem. Tidak adanya serat otot pada
uterus bagian bawah menyebabkan peningkatan kehilangan darah yang menyertai
pemisahan plasenta pada plasenta previa.
2. Kontraksi uterus setelah pelepasan plasenta. Adanya kontraksi uterus yang kuat
menyebabkan dinding uterus saling merapat sehingga terjadi tekanan pada plasenta.
3. Pencapaian hemostati. Data menunjukan bahwa terjadi aktivasi sementara sistem
koagulasi dan fibrinolitik selama dans egera setelah pemisahan plasenta. Respons
protektif ini terutama aktif pada sisi plasenta sehingga pembentukan bekuan pada
pembuluh darah yang pecah menjadi lebih cepat. Setelah pemisahan, sisi plasenta dengan
cepat diliputi oleh tautan fibrin dengan menggunakan 5-10 % fibrinogen yang
bersirkulasi.
Secara singkat, fisiologi persalinan kala tiga sebagai berikut. Otot uterus (myometrium)
berkontraksi mengikuti berkurangnya ukuran rongga uterus secara tiba-tiba setelah lahirnya bayi.
Penyusunan ukuran rongga uterus ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat implantasi
plasenta, karena tempat implementasi menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak
berubah, maka plasenta akan menekuk, menebal kemudian dilepaskan dari dinding uterus.
Setelah lepas, plasentaakan turun ke bagian bawah uterus atau bagian atas vagina.
Pemeriksaan Plasenta
Setelah plasenta dilahirkan, segera lakukan masase uterus selama 15 menit untuk memastikan
uterus berkontraksi dengan baik untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum. Setelah itu,
dilakukan pemeriksaan plasenta dan selaput ketuban (membrane) lahir secara lengkap atau
tidak.
Adanya sisa plasenta dan selaput ketuban yang tertinggal di dalam uterus dapat
menimbulkan terjadinya perdarahan post-partum. Selaput ketuban merupakan bagian yang sulit
di periksa karena mengalami robekan selama persalinan dan permukaannya mungkin menjadi
tidak rata. Pemeriksaan selaput lebih mudah dilakukan jika plasenta dipegang melalui tali pusat
nya sehingga selaput ketuban menggantung. Lubang pada selaput yang dilewati bayi saat lahir
biasanya dapat diidentifikasi. Masukkan satu tangan yang direntangkan ke dalam lubang
tersebut untuk membantu melakukan inspeksi.
Plasenta kemudiaan diletakkan pada tempat yang rata dan kedua permukaan plasenta
diperiksa secara teliti. Selaput amnion harus dilepaskan dari korion sampai ke tali pusat
sehingga korion dapat dilihat sepenuhnya selanjutnya bekuan darah pada permukaan maternal
plasenta perlu dibersihkan untuk mengetahui lengkap tidaknya bagian kotiledon.
Kalsifikasi plasenta dapat dilihat sebagai plak putih yang teraba seperti pasir. Pada
permukaan plasenta yang menempel pada janin, perlu diperhatikan insersi tali pusat (sentral,
lateralis, atau marginalis). Hal lain yang kadang diperiksa berupa berat badan dan ukuran
plasenta (diameter dan tebalnya).
Asuhan segera
Setelah pemeriksaan plasenta, bidan harus memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan
baik, uterus harusnya berada di bawah uterus dan teraba globular (membulat). Jika uterus
meninggi, kemungkinan terbentuknya bekuan darah. Adanya bekuan darah harus dikeluarkan
agar kontraksi uterus tidak terhalangi. Pemberian methil ergometrin setelah plasenta lahir, tidak
dilakukan secara rutin, dibeikan hanya atas indikasi perdarahan serta tidak ada kontraindikasi.
Asuhan yang perlu dilakukan ibu pada masa ini berupa observasi persalinan kala empat.
KOMPLIKASI KALA TIGA
Potensi komplikasi pada kala tiga adalah perdarahan yang disebabkan poleh retensio
plasenta. Retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi
lahir.
Tanda dan gejala:
1. Plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir.
2. Kontraksi uterus yang kurang baik.
3. Tali pusat yang terjulur keluar, kadang putus akibat traksi yang berlebihan.
4. Kadang ada inversion uteri akibat tarikan yang terlalu kuat.
5. Kadang terjadi perdarahan lanjut (Saifuddin, 2007).
Terjadinya retensio plasenta dapat diikuti perdarahan yang banyak, artinya hanya sebagian
plasenta yang telah lepas sehingga memerlikan tindakan plasenta manual dengan segera. Jika
retensio plasenta tidak diikuti perdarahan maka perlu diperhatikan ada kemungkinan terjadi
plasenta akreta, plasenta inkreta, dan plasenta prekreta.
Perdarahan hanya terjadi pada plasenta yang sebagian atau seluruhnya telah lepas dari
dinding Rahim. Banyak atau sedikitnya perdarahan tergantung luasnya bagian plasenta yang
telah lepas dan dapat timbul perdarahan. Melalui periksa dalam atau tarikan pada tali pusat
dapat diketahui apakah plasenta sudah lepas atau belum dan jika lebih dari 30 menit maka dapat
dilakukan plasenta manual.
Retensio plasenta (plasental retention) berbeda dengan plasenta. Retensio plasenta
merupakan plasenta yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir, sedangkan sisa
plasenta (rest placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga Rahim yang
dapat menimbulkan perdarahan post-partum dini (early post-partumhemorrhage) atau
perdarahan post-partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10
hari pasca-persalinan.
Penyebab plasenta yang belum lahir;
1. Plasenta belum lepas dari dinding uterus
a. Sebab fungsional:
His kurang kuat (penyebab tersering)
Plasenta sulit terlepas, yang disebabkan oleh: tempat implantasinya (insersi di sudut
tuba); bentuk (plasenta membranasea, bentuk plasenta lebar dan tipis hamper
memenuhi seluruh korion), plasenta anularis (plasenta berbentuk cincin); ukurannya
(plasenta yang sangat kecil).
b. Sebab patologi anatomis: implantasi plasenta yang melekat erat pada dinding uterus
(plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta prekreta).
2. Plasenta sudah lepas, tetapi belum dilahirkan (plasenta inkarsirata). Hal ini sering terjadi
karena kesalahan dalam penanganan kala tiga. Manipulasi uterus yang tidak perlu dilakukan
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan kontraksi menjadi tidak
teratur, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga dapat menyebabkan serviks
berkontraksi (pembentukan constriction ring) (oxorn, 2010).
Faktor Predisposisi retensio Plasenta
Retensio plasenta sering terjadi terkait kondisi berikut.
1. Grandemultipara. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian perdarahan postpartum
akibat retensio plasenta, karena pada setiap kehamilan dan persalinan terjadi penurunan sel-
sel desidua.
2. Kehamilan ganda. Kehamilan ganda memerlukan implantasi plasenta yang luar
3. Kuretasi berulang
4. Plasenta previa. Pada plasenta previa perlekatan plasenta lebih dalam karena plasenta
berimplantasi di bagian isthmus uteri yang kandungan pembuluh darah sedikit.
5. Bekas seksio sesarea.
Penanganan
Jika ibu bersalin mengalami perdarahan, segera lakukan teknik manual plasenta. Jika
tidak ada pengeluaran darah, segera rujuk ke rumah sakit. Prosedur manual plasenta dilakukan
jika plasenta belum lahir setelah 30 menit, dan adanya pengeluaran darah pervaginam.
Pengeluaran plasenta manual merupakan bagian dari plasenta sehingga peralatan yang disiapkan
sesuai dengan peralatan asuhan persalinan normal (APN).
1. Setelah 30 menit plasenta tidak lahir dan setelah diberikan oksitosin ke-2, hentikan PTT.
2. Bersihkan vulva dan perineum dengan air DTT (jika vulva tampak kotor)
3. Kosongkan kandung kemih dengan katerisasi apabila ibu tidak dapat berkemih sendiri.
4. Mencuci tangan dengan air klorin lalu air DTT.
5. Memasang infus RL dan memasukkan 10 unit oksitosin dalam 500 ml larutan Ringer laktat
dengan kecepatan 60 tetes/menit.
6. Inform consent untuk dilakukan tindakan manual plasenta dan berikan anastesi.
7. Memakai sarung tangan hingga mencapai siku.
8. Menjepit tali pusat dengan klem dan tegangkan tali pusat sejajar lantai.
9. Memasukkan satu tangan secara obstetric (punggung kanan ke bawag) dalam vagina dengan
menelusuri bagian bawah tali pusat.
10. Setelah tangan mencapai pembukaan serviks, meminta asisten untuk memegang klem,
kemudian tangan penolong yang lain menahan fundus uteri.
11. Sambil menahan fundus uteri, memasukkan tangan dalam ke kavum uteri sehingga
mencapai tempat implantasi plasenta.
12. Membuka tangan obstetrik menjadi seperti memberi salam (ibu jari merapat ke pangkal jari
telunjuk).
13. Menentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah.
a. Jika berada di belakang, tali pusat tetap disebelah atas. Jika di bagian depan, pindahkan
tangan ke bagian depan tali pusat dengan punggung tangan menghadap ke atas.
b. Jika plasenta di bagian belakang, lepaskan plasenta dari tempat implantasinya dengan
jalan menyelipkan ujung jari di antara plasenta dan dinding uterus, dengan punggung
tangan menghadap ke dinding dalam uterus.
c. Jika plasenta di bagian depan, lakukan hal yang sama (punggung tangan pada bagian
kavum uteri), tetapi tali pusat berada di bawah telapak tangan kanan.
14. Kemudian gerakkan tangan dalam ke kiri dan kanan sambil bergeser kea rah kranial untuk
melepas plasenta sehingga semua permukaan maternal plasenta dapat dilepaskan. Catatan:
sambil melakukan tindakan, perhatikan keadaan ibu (pasien), lakukan penanganan yang
sesuai jika terjadi penyulit.
15. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi ulang untuk
memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada dinding uterus (plasenta
yang sudah terlepas disimpan di segmen bawah Rahim).
16. Pindahkan tangan luar ke suprasimfisis untuk menahan uterus saat plasenta dikeluarkan.
17. Instruksikan asisten yang memegang klem untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam
menarik plasenta keluar (hindari percikan darah).
18. Letakkan plasenta kedalam tempat yang telah disediakan.
19. Lakukan sedikit pendorongan uterus (dengan tangan luar) ke dorsokranial setelah plasenta
lahir.
20. Lakukan masase uterus selama 15 detik untuk memastikan kontraksi uterus baik.
21. Perhatikan kontraksi uterus dan jumlah perdarahan yang keluar, jika kontraksi lemah dan
jumlah darah yang keluar agak banyak maka berikan ergometrin 0,2 mg IM atau misprostol
600-1000 mg per rektal, tetapi jika uterus tidak berkontraksi dan perdarahan banyak maka
lakukan penanganan atonia uteri.
22. Memeriksa kelengkapan plasenta.
23. Lakukan pencegahan infeksi pasca-tindakan.
a. Dengan tangan yang masih menggunakan sarung tangan. Kumplkan semua baran, bahan
dan instrument bekas pakai dan bersihkan tubuh ibu dan ranjang tindakan.
b. Lakukan dekontaminasi sarung tangan dan semua peralatan yang tercemar darah atau
cairan tubuh lainnya.
c. Lepaskan sarung tangan dan segera cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
d. Keringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan kering.
24. Asuhan pasca-tindakan
a. Memonitor perdarahan pervaginam dalam memeriksa tanda-tanda vital setiap 15 menit
pada jam pertama, setiap 30 menit pada jam kedua.
b. Catat kondisi pasien dan buat laporan tindakan di dalam kolom yang tersedia.
c. Berikan antibiotic profilaksis (Amoxycilin 3 x 500 mg selama 5 hari).
d. Beri tahu pasien dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai, tetapi pasien masih
memerlukan perawatan.
e. Ajarkan ibu dan keluarga tentang asuhan mandiri dan tanda-tanda bahaya yang mungkin
terjadi. Minta keluarga segera melapor pada penolong jika terjadi gangguan kesehatan
ibu atau timbul tanda bahaya tersebut.
PENDEKOMENTASIAN
Pendokumentasian pada kala tiga juga perlu dilakukan seperti kala sebelumnya.
Pendokumentasian yang berfokus pada kala tiga, meliputi:
1. Data subjektif. Data subjektif yang dikaji berupa kebutuhan biologis (mis., apakah ibu
merasa haus) dan kondisi psikologis (mis., perasaan dan penerimaan ibu terhadap bayinya),
serta ibu merasakan mules atau tidak (ada tidaknya kontraksi uterus yang dirasakan ibu
terkait pelepasan plasenta).
2. Dat objektif. Data objektif yang dikaji berupa tinggi fundus uteri, tidak ada janin kedua,
konsistensi uterus (kontraksi), kondisi kandung kemih, pengeluaran darah dari genetalia dan
tali pusat.
3. Analisis. Analisis yang dapat ditegakkan yaitu inpartu kala tiga.
4. Penetalaksanaan, asuhan yang dilakukan pada kala tiga, meliputi:
a. Memberi tahu ibu tindakan apa yang akan dilakukan.
b. Memberi injeksi oksitosin.
c. Menjepit dan memotong tali pusat.
d. Melakukan inisiasi menyusu dini (IMD) jika tidak ada indikasi.
e. Melakukan pengosongan kandung kemih (jika kndung kemih teraba penuh pada
pemeriksaan abdomen).
f. Melakukan penegangan tali pusat terkendali (PTT), sambil mengamati tanda-tanda
pelepasan plasenta (jika belum lepas).
g. Melahirkan plasenta (jika sudah ada tanda-tanda pelepasan plasenta, yaitu uterus teraba
keras dan globular, terdapat pengeluaran/semburan darah tiba-tiba, dan tali pusat
bertambah panjang).
h. Melakukan masase uterus selama 15 detik (untuk memastikan uterus berkontraksi
dengan baik).
i. Memeriksa kelengkapan plasenta dan selaput ketuban.
j. Memeriksa laserasi dan perdarahan.
ASUHAN KALA EMPAT PERSALINAN NORMAL
EVALUASI DAN PEMANTAUAN
Kala empat dimulai setelah plasenta lahir dan berlanjut sampai dua jam berikutnya, ada
beberapa hal yang perlu dipantau pada kala ini yaitu kondisi ibu dan bayi, serta proses inisiasi
menyusui dini (IMD).
Perineum
Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan dapat menjadi
luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala
janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipitobregmatika.
Serviks Uteri
Bibir serviks uteri merupakan jaringan yang mudah mengalami perlukaan saat persalinan
karena perlukaan itu porsiovaginalis uteri pada seorang multipara terbagi menjadi bibir depan
dan belakang. Robekan serviks dapat menimbulkan perdarahan banyak khususnya jika jauh ke
lateral sebab di tempat terdapat rumus desenden dari arteria urinaria. Perlukaan ini dapat terjadi
pada perslainan normal, tetapi lebih lukaan ini dapat terjadi pada persalinan dengan tindakan
pada pembukaan persalinan belum lengkap. Selain itu penyebab lain robekan serviks adalah
persalinan presipitatus. Pada partus ini kontraksi Rahim kuat dan sering didorong keluar dan
pembukaan belum lengkap.
Diagnosis perlukaan serviks dilakukan dengan speculum bibir serviks dilakukan dengan
speculum bibir serviks dapat dijepit dengan cunam atromatik. Kemudian diperiksa secara cermat
sifat-sifat robekan tersebut. Jika ditemukan robekan serviks yang memanjang, perlu segera
dilakukan karena bidan tidak berwenang melakukan penjahitan.
Perdarahan
Setelah kelahiran plasenta perhatian harus ditunjukan pada setiap perdarahan Rahim yang
dapat berasal dari tempat implantasi plasenta. Kontraksi uterus yang mengurangi perdarahan ini
dapat dilakukan dengan pijat uterus dan penggunaan oksitosin.
Pengeluaran darah yang normal setelah kelahiran mungkin hanya akan sebanyak satu
pembalut perempuan per jam, selama 6 jam pertama atau seperti darah haid yang banyak. Jika
perdarahan lebih banyak dari itu, ibu hendaknya diperiksa lebih sering dan penyebab perdarahan
harus diperiksa lebih sering dan penyebab perdarahan harus diselidiki. Apakah ada laserasi pada
vagina atau serviks, uterus berkontraksi dengan baik atau tidak, kandung kemih penuh atau tidak.
Perkiraan darah yang hilang sangat penting untuk keselamatan ibu, tetapi untuk
menentukan banyak darah yang hilang sangatlah sulit karena sering kali bercampur cairan
ketuban atau urine dan mungkin terserap kain, handuk atau sarung. Sulitnya menilai kehilangan
darah secara akurat melalui perhitungan jumlah sarung, karena ukuran sarung bermacam-macam
dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Mengumpulkan darah
dengan wadah atau pispot yang diletakkan di bawah bokong ibu bukan cara yang efektif untuk
mengukur kehilangan dan bukan cerminan asuhan saying ibu karenaberbaring di atas wadah atau
pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusui bayinya.
Cara tidak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui
penampakan gejala dan tekanan darah. Jika ibu mengeluarkan darah secara aktif, terus menerus,
merembes, maka perlu dicurigai ibu mengalami perdarahan. Segera cari penyebeb perdarahan
dan perlu dilakukan penanganan. Jika ibu mengalami perdarahan dan kontraksi uterus lembek,
maka ibu mengalami atonia uteri, tetapi jika kontraksi uterus kuat, maka pikirkan kemungkinan
terjadi robekan jalan lahir.
Jika pengeluaran darah menyebabkan lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan
darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdarahan
lebih dari 500 ml. jika ibu mengalami syok hipovolemik maka ibu telah kehilangan darah 50 %
dari total darah ibu (2000-2500 ml). akibat banyaknya darah yang hilang dapat menyebabkan
kematian ibu. Perdarahan terjadi karena kontraksi uterus yang tidak kuat dan baik sehingga tidak
mampu menjepit pembuluh darah yang ada disekitarnya akibatnya perdarahan tidak dapat
berhenti . perdarahan juga dapat disebabkan karena adanya robekan perineum, serviks bahkan
vagina dan untuk menghentikan perdarahannya harus dilakukan penjahitan.
STATUS FISIOLOGIS
Tanda Vital
Pemantauan tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, dan pernapasan), kontraksi uterus,
kandung kemih, pengeluaran darah pada kala empat dilakukan setiap 15 menit pada jam pertama,
dan setiap 30 menit pada jam kedua. Pemeriksaan suhu hanya dilakukan dua kali (masing-
masing sekali setiap jam)
Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan
karena ada perdarahan tekanan darah tinggi pada post partum. Tekanan darah normal <140/90
mmHg. Jika tekanan darah ibu <90/60 mmHg dan nadi >100 kali per menit, kemungkinan
masalah yang timbul berupa perdarahan atau demam.
Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Setelah melahirkan biasanya
denyut nadi akan lebih cepat. Setiap denyut nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini
mungkin disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum yang tertunda.
Sebagian ibu mungkin memiliki apa yang disebut dengan bradikardia nifas (puerperal
bradycardia), dengan nadi 40-50 kali permenit. Hal ini terjadi segera setelah kelahiran dan biasa
berlanjut sampai beberapa jam setelah kelahiran bayi. Sudah banyak alasan yang diberikan
sebagai kemungkinan penyebab, tetapi belum satu pun yang terbukti. Bradikardia semacam itu
bukan indikasi adanya penyakit, akan tetapi sebagai satu tanda keadaan kesehatan.
Suhu
Suhu biasanya meningkat sedikit, tetapi masih dalam batas normal (di bawah 380C). Jika
dalam 24 jam post-partum suhu tubuh ibu pasca-salin mencapai 380C atau lebih dapat
disebabkan karena dehidrasi atau infeksi yang terjadi sebelum persalinan atau sejak awal
persalinan.
Pernapasan
Jika suhu tubuh dan denyut nadi normal, maka pernapasan akan mengikutinya.
Pernapasan normal, teratur, dengan frekuensi 16-20 kali per menit, kecuali ada gangguan khusus
pada sistem pernapasan.
Sistem Gastrointestinal
Sistem dua jam pasca-persalinan kadang dijumpai pasien merasa mual sampai muntah,
atasi hal ini dengan posisi tubuh yang memungkinkan dapat mencegah terjadinya aspirasi korpus
aleanum ke saluran pernapasan dengan posisi setengah duduk atau duduk ditempat tidur.
Perasaan haus pasti dirasakan pasien. Oleh karena itu, hidrasi sangat penting diberikan untuk
mencegah dehidrasi.
Sistem Ginjal
Selama 2-4 jam pasca-persalinan kandung kemih masih dalam keadaan hipotonik akibat
adanya alostaksis sehingga sering dijumpai kandung kemih dalam keadaan penuh dan
mengalami pembesaran. Hal ini disebabkan oleh tekanan pada kandung kemih dan uretra selama
persalinan. Kondisi ini dapat diringankan dengan selalu mengusahakan kandung kemih kemih
kosong selama persalinan untuk mencegah trauma. Setelah melahirkan, kandung kemih
sebaiknya tetap kosong guna mencegah uterus berubah posisi dan terjadi atonia uteri. Uterus
yang berkontraksi dengan buruk akan menyebabkan perdarahan dan nyeri.
Penjahitan Episiotomi
Episiotomi adalah pengguntingan kulit otot antara vagina dan anus. Tujuannya untuk
melebarkan jalan lahir. Saat ini, tindakan episiotomi tidak dilakukan secara rutin dan hanya
dilakukan atas indikasi sebagai berikut :
1. Terjadi gawat janin
2. Persalinan dengan tindakan (misalnya persalinan sungsang pervaginam)
3. Komplikasi persalinan (misalnya distosia bahu janin, ibu dengan pre-eklampsia berat)
4. Bayi prematur
5. Perineum kaku atau ada jaringan parut pada perineum
6. Bayi besar