Resep 1
Resep 1
Skrinning Resep
Skrinning Resep Oleh Annisa Ragdha Eka N (192211101009)
Resep 1
dr.AMN,Sp.A.
SIP.440/66.ds/xxx/xxxx
Praktek : xxx Kantor : xxx
Jember, 09/12/19
R/ Spirasin 125 mg
Salbutamol 0,7 mg
Mucos 1/6
Ketricin 2 mg
SL qs
m.f.pulv No XV
S.3dd.1
R/ Sirplus I
S.3dd.C 1
1. Skrinning Administratif
Skrinning Kelengkapan Resep
No.
Administratif Ada Tidak Ada
Inscription
1. Nama Dokter ✓
Nomor SIP ✓
Alamat Dokter ✓
Telepon Dokter ✓
2. Tanggal penulisan ✓
resep
3. Tanda R/ ✓
Prescriptio
1. Nama obat ✓
2. Bentuk sediaan ✓
3. Kekuatan sediaan ✓
4. Jumlah obat ✓
Signatura
1. Nama pasien ✓
Alamat pasien ✓
Umur ✓
Berat Badan ✓
Jenis Kelamin ✓
2. Frekuensi pemberian ✓
Jumlah pemberian ✓
Waktu pemberian ✓
Subcriptio
1. Garis penutup resep ✓
2. Tanda tangan / paraf ✓
dokter
Kesimpulan
Resep ini kurang lengkap, karena tidak mencantumkan bentuk sediaan
obat, alamat pasien, berat badan pasien, jenis kelamin pasien, waktu
pemberian obat, dan paraf dokter
Solusi
1. Data yang kurang lengkap dapat ditanyakan langsung ketika
pasien menebus resep,
2. Meskipun bentuk sediaan obat tidak dituliskan, tetapi masih bisa
dipastikan bentuk sediaan obat yang diminta melalui jumlah obat
dan cara pemberian obat. Bentuk sediaan obat yang tidak
dituliskan biasanya merupakan sediaan padat (tablet, kaplet, atau
kapsul).
3. Waktu pemberian obat tidak dituliskan sehingga perlu ditentukan
sendiri melalui mekanisme obat tersebut bekerja, apakah perlu
diberikan sebelum / sesudah makan.
2. Skrinning Farmasetik
Keterangan
Kriteria Uraian Solusi
Ada Tidak ada
Nama obat ✓ Nama obat sudah dituliskan
dengan jelas
4. Pertimbangan Klinis
No. Pertimbangan Ceklist Permasalahan Solusi
Klinis
1. Indikasi - - -
2. Kontraindikasi - - -
3. Efektivitas - - -
4. Kesesuaian Klinis
Dosis ✓ -
Durasi ✓ -
Jumlah obat ✓ -
5. Adanya alergi - -
6 Aturan, cara dan ✓ Aturan Memberikan
penggunaan obat informasi
lama penggunaan
pada resep tidak penggunaan
tercantum dengan obat pada
jelas orang tua
pasien saat
penyerahan
obat
7. Efek samping - - -
8. Duplikasi / - - -
Polifarmasi
9. Interaksi obat - - -
15 bungkus Pemanis
6. KIE
KIE disampaikan kepada orang tua pasien, obat yang didapatkan oleh An. A:
a. Obat racikan sebanyak 15 bungkus puyer, digunakan untuk infeksi saluran pernafasan
(radang, hidung tersumbat disertai batuk), diminum 3x sehari pada pagi, siang dan
malam hari (penggunaannya dihabiskan karena terdapat antibiotik).
b. Apabila pasien mengalami efek samping seperti masalah perut, pusing dan reaksi alergi
agar jangan panik dan tidak semua efek samping dapat terjadi pada pasien. Bisa saja
tidak muncul efek samping, sehingga pasien tetap patuh meminum obatnya, jika terjadi
efek samping berkelanjutan yang tidak diharapkan harap menghubungi dokter.
c. Jikaterlupauntukminum1dosis,segeradiminumkansetelahingatJika sudah mendekati
dosis berikutnya, minum dosis berikutnya. Gunakan secara teratur kembali. Jangan
mendobel atau menambah dosis.
d. Apabila keadaan belum membaik setelah meminum obat ini, konsultasikan kembali ke
dokter.
e. Istirahat yang cukup, apabila demam dapat dibantu dengan mengompres.
f. Perbanyak makanan yang sehat dan banyak minum air hangat.
g. Simpan obat di tempat yang kering, terhindar dari cahaya matahari, dan jauhkan dari
jangkauan anak-anak.
7. Pembahasan
Berdasarkan dari segi administratif, resep ini kurang lengkap karena tidak mencantumkan
bentuk sediaan obat, alamat pasien, berat badan pasien, jenis kelamin pasien, waktu pemberian
obat, dan paraf dokter. Hal ini dapat diatasi dengan data yang kurang lengkap dapat ditanyakan
langsung ketika pasien menebus resep, meskipun bentuk sediaan obat tidak dituliskan, tetapi
masih bisa dipastikan bentuk sediaan obat yang diminta melalui jumlah obat dan cara
pemberian obat. Bentuk sediaan obat yang tidak dituliskan biasanya merupakan sediaan padat
(tablet, kaplet, atau kapsul). Waktu pemberian obat tidak dituliskan sehingga perlu ditentukan
sendiri melalui mekanisme obat tersebut bekerja, apakah perlu diberikan sebelum / sesudah
makan. Dari tinjauan farmasetis kurang sesuai, karena antibiotik dicampur bersama obat
simtomatik lain. Penggunaan antibiotik harus dihabiskan sedangkan obat simtomatik apabila
sudah tidak merasa sakit dapat dihentikan, sehingga antibiotik diberikan dalam bentuk terpisah
dengan obat simtomatik untuk menghindari efek samping obat simtomatik yang tidak
diinginkan.
Berdasarkan obat yang diterima, diduga pasien mengalami batuk dan sesak nafas akibat
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA adalah infeksi akibat bakteri yang menyerang
tenggorokan, hidung, dan paru-paru yang berlangsung selama kurang lebih 14 hari. Seseorang
dinyatakan ISPA apabila ditemukan gejala-gejala sebagai berikut batuk, sesak nafas,
serak/bersuara parau ketika berbicara atau menangis, pilek/mengeluarkan lendir dari hidung,
dan demam (Lebih dari 37oC) (Depkes RI, 2002). Tatalaksana terapi untuk infeksi saluran
pernapasan diantaranya yaitu terapi antibiotik sebagai terapi kausatif. Terapi suportif terdiri
dari terapi analgesik- antipiretik, antihistamin, kortikosteroid, dan mukolitik (Binfar & Alkes,
Depkes RI 2005). Terapi infeksi saluran napas memang tidak hanya tergantung pada
antibiotika. Terapi antibiotik yang biasanya digunakan untuk terapi infeksi saluran nafas yaitu
antibiotik golongan penisilin, sefalosforin, makrolida, dan tetrasiklin. Beberapa kasus infeksi
saluran napas atas akut disebabkan oleh virus yang tidak memerlukan antibiotika, cukup
dengan terapi suportif. Terapi suportif berperan besar dalam mendukung suksesnya terapi
antibiotika, karena dapat mengurangi gejala dan meningkatkan performa pasien. Terapi
antibiotika yang diberikan Spiramycin yang merupakan antibiotik golongan makrolida yang
secara umum memiliki aktivitas antimikroba pada bakteri gram positif seperti Staphylococcus
aureus, coagulase- negatif staphylococci, streptococci β-hemolitik dan Streptococcus spp.
lain,enterococci. Terapi kortikosteroid yang diberikan adalam triamcinolone, yang digunakan
untuk mengurangi oedema subglotis dengan cara menekan proses inflamasi lokal. Steroid
mampu mengurangi gejala dalam 24 jam serta mengurangi kebutuhan untuk intubasi
endotrakeal serta bersifat sebagai vasokonstriktor kuat. Terapi dengan agen mukolitik
diberikan ambroxol pada resep yang digunakan sebagai terapi tambahan pada bronkhitis untuk
mengencerkan mukus yang kental, sehingga mudah diekspektorasi (Binfar & Alkes, Depkes
RI 2005).
4.3 Tugas yang Dikerjakan Selama PKPA
4.3.1 Skrinning Resep
Tugas skrinning resep dilakukan mulai minggu ke-2, setiap mahasiswa mengerjakan 2
resep setiap minggu. Tugas skrinning resep dilakukan dengan menganalisa resep dari 3 aspek
yaitu aspek administrative, farmasetik, dan klinis menggunakan lembar DTSR IAI + PMR.
Skrinning administrative meliputi inscription (identitas dokter, tempat, tanggak penulisan
resep, tanda R/), prescription (nama obat, bentuk sediaan, kekuatan obat, jumlah obat),
signatura (aturan minum obat dan identitas pasien), dan subcriptio (garis penutup resep, tanda
tangan / paraf dokter ). Skrinning meliputi kesesuaian bentuk sediaan, kekuatan, stabilitas, dan
kompatibilitas. Skrining klinis meliputi pertimbangan klinis (komposisi, indikasi, mekanisme,
dosis, waktu pemberian obat, interaksi, kontraindikasi, efek samping, DRP), perhitungan dosis,
dan aturan minum obat yang benar (aturan pakai, cara pakai, lama pemberian). Tugas skrining
resep yang telah dikerjakan dapat dilihat pada Lampiran ???