Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 menyatakan bahwa pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan pengobatan untuk mencapai hasil yang optimal sehingga meningkatkan mutu kehidupan pasien serta menegaskan bahwa pekerjaan kefarmasian pada pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari pelayaan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab dari apoteker kepada pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 menyatakan bahwa terdapat 2 tugas utama apoteker dalam farmasi klinis meliputi pengkajian dan pelayanan resep; dispensing; pelayanan informasi obat (PIO); konseling; pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care); pemantauan terapi obat; dan monitoring efek samping obat (MESO). Mahasiswa Mahasiswa PKPA dilibatkan dalam proses pelayanan resep meliputi penerimaan resep, skrining resep, dispensing, penulisan salinan resep dan kuitansi, penyerahan obat ke pasien dan KIE. Pelayanan obat atas resep di Apotek Kimia Farma 62 selalu menerapkan ketepatan, kecepatan, dan keramahan. a. Pengkajian dan Pelayanan Resep Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian, pengkajian resep adalah hasil evaluasi dengan cara membandingkan literature dan ketentuan yang telah ditetapkan terhadap resep dokter untuk mengetahui, menentukan dan memastikan kelengkapan dan kerasionalan resep (termasuk dosis) kepada pasien. Tahap pengkajian resep terdiri dari kajian administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif terdiri dari Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan, nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon, paraf dokter, dan tanggal penulisan resep . Kajian Kesesuaian Farmasetik meliputi Bentuk dan kekuatan sediaan, stabilitas, dan kompatibilitas (ketercampuran obat). Pertimbangan klinis meliputi ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi , reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi dan efek samping obat), kontraindikasi, interaksi obat. Pengkajian dan pelayanan resep berupa skrining resep, dispensing dan penyerahan obat kepada pasien. Secara singkat, hal pertama kali yang harus dilakukan oleh apoteker ataupun Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) ketika menerima resep adalah mengecek kelengkapan resep dan skrining resep yang bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam dispensing obat dan pemberian harga. Setelah pemberian harga, maka pasien dapat menyetujui untuk menebus seluruh obat yang diresepkan atau setengahnya. Jika sudah disetujui oleh pasien, maka pasien akan membayar, dan resep akan diproses untuk dispensing. Setelah selesai dispensing obat sesuai resep, maka obat akan dicek kembali kesesuaiannya dengan resep (double check), kemudian obat diserahkan kepada pasien disertai dengan KIE. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian maka apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Ketika pasien mendapatkan resep dan terdapat obat yang tidak tersedia di apotek, maka perlu dilakukan konfirmasi kepada dokter dan/atau pasien atau keluarga pasien untuk dapat diganti dengan obat lain yang memiliki kandungan yang sama. Pada Apotek Kimia Farma 62, alur pelayanan resep sudah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian. Terdapat beberapa jenis pelayanan resep yang diterima oleh Apotek Kimia Farma 62, yaitu: 1. Pelayanan Resep Tunai Pasien datang dan membawa resep lalu menyerahkan resep pada petugas apotek, selanjutnya dilakukan skrinning pada resep yang dibawa. Apabila terdapat ketidaksesuaian pada resep, maka dikonsultasikan terhadap dokter penulis resep dan pasien dengan tujuan memberikan pertimbangan dan alternative bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Jika tidak terdapat permasalahan, petugas apotek melihat ketersediaan dan harga obat untuk menginformasikan dan meminta persetujuan kepada pasien. Jika pasien setuju maka penyiapan dan peracikan obat dilakukan. Setelah Setelah obat selesai disiapkan dan diperiksa, penyerahan obat dilakukan oleh apoteker dengan memberikan informasi mengenai fungsi obat, cara dan waktu penggunaan obat, efek samping obat, dan penyimpanan obat. 2. Pelayanan Resep Kredit Kimia Farma 62 melayani resep kredit meliputi resep BPJS, asuransi pegawai Bank Indonesia (YKKBI), dan Bank Mandiri (asuransi jiwa Inhealth). Obat yang diberikan untuk resep kredit YKKBI sesuai dengan daftar obat formularium YKKBI, sedangkan untuk inhealth sesuai dengan FOI. Setiap pelayanan resep kredit harus dilakukan pencatatan dalam laporan penjualan harian kredit lalu diserahkan pada bagian administrasi. Khusus resep narkotika dan psikotropika hanya dapat diberikan bila pasien menggunakan resep dokter yang asli atau copy resep yang belum diambil sepenuhnya dimana resep asli ada di Apotek Kimia Farma 62 Jember. Alur pelayanan resep kredit hampir sama dengan pelayanan resep tunai, perbedaannya hanya terletak pada pemberian harga dan waktu pembayarannya . Pembayaran resep kredit YKKBI dan inhealth dilakukan dengan sistem klaim pada masing-masing perusahaan pembuat asuransi, sedangkan pada resep BPJS dilakukan pengadaan obat dengan sistem kapitasi. Setelah menerima resep, pasien menyerahkan resep ke apotek dengan menyerahkan kartu identitas kepegawaian/keanggotaan asuransi kepada petugas apotek. Petugas apotek akan memverifikasi resep, identitas serta membuat nota penerimaan untuk penagihan dan arsip. Selanjutnya dilakukan penyiapan atau peracikan obat, sebelum obat diserahkan ke pasien dilakukan pemeriksaan akhir. Pada saat menyerahkan obat, apoteker akan memberikan penjelasan mengenai fungsi obat, cara dan waktu penggunaan obat, efek samping dan penyimpanan obat.
Selain pelayanan resep, apotek Kimia Farma 62 juga melakukan pelayanan
non-resep meliputi: 1. Pelayanan Obat Bebas Pelayanan obat bebas yang disebut juga Handverkoop (HV) atau Over The Counter (OTC) meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas, perlengkapan bayi, kosmetik, alat kesehatan dan perbekalan farmasi lainnya yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter. Alur penjualan obat bebas yaitu petugas apotek menanyakan obat atau perbekalan farmasi yang diperlukan oleh customer, lalu memeriksa ketersediaan barang dan menginformasikan harganya kepada customer. Bila customer setuju maka petugas apotek akan memasukkan data pembelian ke dalam komputer, pasien membayar kepada petugas apotek, kemudian petugas apotek mencetak struk atau nota pembayaran dan diserahkan kepada customer beserta barang yang dibeli dan disertai informasi obat meliputi: nama obat, indikasi, frekuensi minum, cara penggunaan, kemungkinan adanya efek samping, dan cara penyimpanan obat. 2. Pelayanan Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS) Pelayanan Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS) atau swamedikasi merupakan pelayanan obat tanpa resep dokter dilakukan atas permintaan langsung dari pasien. Obat yang dapat dilayani tanpa resep dokter meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras yang termasuk dalam daftar Obat Wajib Apotek (OWA), obat tradisional, kosmetik, dan alat kesehatan. Alur pelayananan untuk pasien UPDS adalah apoteker menggali informasi mengenai identitas pasien, gejala apa yang dirasakan, berapa lama gejala tersebut dirasakan pasien, tindakan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut dan obat apa yang sebelumnya telah dikonsumsi untuk mengatasi gejala tersebut. Apabila informasi sudah didapatkan, maka Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) maupun apoteker dapat mengecek persediaan obat dan harganya serta menawarkan kepada pasien tentang obat yang sesuai dengan kondisi pasien. Jika obat telah disediakan, maka obat diberikan kepada pasien disertai dengan informasi meliputi : nama obat, fungsi, aturan penggunaan obat, kemungkinan efek samping, dan cara penyimpanan obat. b. Dispensing Dispending terdiri dari penyiapan, penyerahan, dan pemberian obat. Setelah melakukan pengkajian resep oleh apoteker, maka tenaga teknis kefarmasian (TTK) dilakukan hal sebagai berikut: 1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep yang meliputi menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep dan mengambil obat yang dibutuhkan pad arak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik obat 2. Melakukan peracikan obat apabila sediaan yang diinginkan dalam bentuk terbagi atau mengubah bentuk sediaan (tablet diubah menjadi sediaan puyer, kapsul, dll). Peracikan resep yang paling banyak dilakukan di apotek Kimia Farma 62 berupa racikan kapsul, puyer, rekonstitusi sirup kering, pembuatan larutan perhidrol, dan pembuatan salep atau krim. Peracikan serbuk sediaan puyer dan kapsul dilakukan menggunakan blender obat ataupun mortir dan stamper. Serbuk obat puyer dibagi dan dikemas dalam wadah kantong kertas kecil berbentuk persegi panjang berlabel Kimia Farma dan ditutup menggunakan mesin pressing. Pembuatan salep dan krim dilakukan menggunakan mortir dan stamper dan dikemas dalam pot salep. Rekonstitusi sirup kering dilakukan dengan menambahkan air matang dengan mengukur volumenya sesuai petunjuk yang tertera pada masing-masing label obat dengan menggunakan gelas ukur. 3. Pemberian etiket pada masing- masing sediaan yang memuat nomor urut resep, nama pasien, tanggal peracikan, cara dan waktu pemakaian serta indikasi obat (jika perlu). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menghindari kesalahan minum obat . Etiket yang digunakan harus sesuai dengan sediaan, yaitu warna putih untuk obat oral dan warna biru untuk obat luar. Selanjutnya obat dimasukkan ke dalam masing-masing wadah yang tepat dan terpisah, hal ini dimaksudkan untuk menjaga mutu dan menghindari penggunaan obat yang tidak tepat. Apabila dalam satu resep berisi 2 macam atau lebih racikan puyer, maka diberi keterangan indikasi obat pada masing- masing etiket dan stampel nomor 1, 2, ataupun 3. Apabila dalam satu resep berisi 2 macam racikan kapsul, maka cangkang kapsul yang digunakan harus berbeda warna dan diberi keterangan indikasi obat pada masing-masing etiket. Etiket pada sediaan larutan dapat ditempel langsung pada botol sirup, sedangkan untuk sediaan topikal dapat dikemas dengan plastik dengan etiket ditempel pada sediaan. Sediaan antibiotik atau racikan yang mengandung antibiotik diberikan keterangan obat dihabiskan pada etiket. Kemudian obat dimasukkan ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda supaya mutu obat terjaga dan menghindari kesalahan penggunaan. 4. Penyerahan obat kepada pasien dilakukan dengan cara pengecekan sebanyak 3 kali terkait kesesuaian nama obat, jumlah obat, aturan pemakaian pada etiket dengan resep, nama dan alamat pasien. Pengecekan pertama dilakukan ketika resep diterima dan di-entry dalam komputer. Kedua pada saat selesai dispensing dan terakhir saat obat akan diserahkan kepada pasien. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan mulai dari penyiapan obat sampai obat diserahkan kepada pasien. Pada saat penyerahan obat, petugas apotek memanggil nama pasien, memeriksa ulang identitas pasien, kemudian menyerahkan obat disertai dengan pemberian informasi obat meliputi nama obat, indikasi, frekuensi minum, cara penggunaan, kemungkinan adananya efek samping, dan cara penyimpanan obat.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain. Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat di Apotek Kimia Farma 62 dapat dikatakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomer 73 tahun 2016. Adapun kegiatan PIO yang dilakukan oleh Kimia Farma 62 meliputi menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan, memberikan informasi dan edukasi kepada pasien, memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada mahasiswa farmasu yang sedang praktik profesi. d. Konseling Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, apoteker menggunakan “three prime questions”. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan. Proses kegiatan konseling di Apotek Kimia Farma 62 telah berjalan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016. Adapun kriteria pasien/ keluarga pasien yang perlu diberi konseling adalah: 1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
Hipertensi, AIDS, epilepsi, dan lain-lain).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off).
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin).
5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat.