Anda di halaman 1dari 8

4.4.

2 Pelayanan Farmasi Klinis


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 menyatakan bahwa
pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan pengobatan untuk mencapai hasil yang optimal
sehingga meningkatkan mutu kehidupan pasien serta menegaskan bahwa pekerjaan
kefarmasian pada pelayanan kefarmasian dilakukan oleh apoteker. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari
pelayaan kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab dari apoteker kepada
pasien berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 menyatakan bahwa
terdapat 2 tugas utama apoteker dalam farmasi klinis meliputi pengkajian dan
pelayanan resep; dispensing; pelayanan informasi obat (PIO); konseling; pelayanan
kefarmasian di rumah (home pharmacy care); pemantauan terapi obat; dan
monitoring efek samping obat (MESO).
Mahasiswa Mahasiswa PKPA dilibatkan dalam proses pelayanan resep
meliputi penerimaan resep, skrining resep, dispensing, penulisan salinan resep dan
kuitansi, penyerahan obat ke pasien dan KIE. Pelayanan obat atas resep di Apotek
Kimia Farma 62 selalu menerapkan ketepatan, kecepatan, dan keramahan.
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang standar
pelayanan kefarmasian, pengkajian resep adalah hasil evaluasi dengan cara
membandingkan literature dan ketentuan yang telah ditetapkan terhadap resep dokter
untuk mengetahui, menentukan dan memastikan kelengkapan dan kerasionalan resep
(termasuk dosis) kepada pasien. Tahap pengkajian resep terdiri dari kajian
administrasi, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis.
Kajian administratif terdiri dari Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat
badan, nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon, paraf
dokter, dan tanggal penulisan resep . Kajian Kesesuaian Farmasetik meliputi Bentuk
dan kekuatan sediaan, stabilitas, dan kompatibilitas (ketercampuran obat).
Pertimbangan klinis meliputi ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan, cara dan lama
penggunaan obat, duplikasi dan/atau polifarmasi , reaksi obat yang tidak diinginkan
(alergi dan efek samping obat), kontraindikasi, interaksi obat.
Pengkajian dan pelayanan resep berupa skrining resep, dispensing dan
penyerahan obat kepada pasien. Secara singkat, hal pertama kali yang harus
dilakukan oleh apoteker ataupun Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) ketika
menerima resep adalah mengecek kelengkapan resep dan skrining resep yang
bertujuan untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam dispensing obat dan
pemberian harga. Setelah pemberian harga, maka pasien dapat menyetujui untuk
menebus seluruh obat yang diresepkan atau setengahnya. Jika sudah disetujui oleh
pasien, maka pasien akan membayar, dan resep akan diproses untuk dispensing.
Setelah selesai dispensing obat sesuai resep, maka obat akan dicek kembali
kesesuaiannya dengan resep (double check), kemudian obat diserahkan kepada
pasien disertai dengan KIE. Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil
pengkajian maka apoteker harus menghubungi dokter penulis resep. Ketika pasien
mendapatkan resep dan terdapat obat yang tidak tersedia di apotek, maka perlu
dilakukan konfirmasi kepada dokter dan/atau pasien atau keluarga pasien untuk dapat
diganti dengan obat lain yang memiliki kandungan yang sama. Pada Apotek Kimia
Farma 62, alur pelayanan resep sudah sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian.
Terdapat beberapa jenis pelayanan resep yang diterima oleh Apotek Kimia
Farma 62, yaitu:
1. Pelayanan Resep Tunai
Pasien datang dan membawa resep lalu menyerahkan resep pada petugas
apotek, selanjutnya dilakukan skrinning pada resep yang dibawa. Apabila
terdapat ketidaksesuaian pada resep, maka dikonsultasikan terhadap dokter
penulis resep dan pasien dengan tujuan memberikan pertimbangan dan
alternative bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan. Jika
tidak terdapat permasalahan, petugas apotek melihat ketersediaan dan harga
obat untuk menginformasikan dan meminta persetujuan kepada pasien. Jika
pasien setuju maka penyiapan dan peracikan obat dilakukan. Setelah Setelah
obat selesai disiapkan dan diperiksa, penyerahan obat dilakukan oleh apoteker
dengan memberikan informasi mengenai fungsi obat, cara dan waktu
penggunaan obat, efek samping obat, dan penyimpanan obat.
2. Pelayanan Resep Kredit
Kimia Farma 62 melayani resep kredit meliputi resep BPJS, asuransi
pegawai Bank Indonesia (YKKBI), dan Bank Mandiri (asuransi jiwa
Inhealth). Obat yang diberikan untuk resep kredit YKKBI sesuai dengan
daftar obat formularium YKKBI, sedangkan untuk inhealth sesuai dengan
FOI. Setiap pelayanan resep kredit harus dilakukan pencatatan dalam laporan
penjualan harian kredit lalu diserahkan pada bagian administrasi. Khusus
resep narkotika dan psikotropika hanya dapat diberikan bila pasien
menggunakan resep dokter yang asli atau copy resep yang belum diambil
sepenuhnya dimana resep asli ada di Apotek Kimia Farma 62 Jember. Alur
pelayanan resep kredit hampir sama dengan pelayanan resep tunai,
perbedaannya hanya terletak pada pemberian harga dan waktu
pembayarannya . Pembayaran resep kredit YKKBI dan inhealth dilakukan
dengan sistem klaim pada masing-masing perusahaan pembuat asuransi,
sedangkan pada resep BPJS dilakukan pengadaan obat dengan sistem
kapitasi. Setelah menerima resep, pasien menyerahkan resep ke apotek
dengan menyerahkan kartu identitas kepegawaian/keanggotaan asuransi
kepada petugas apotek. Petugas apotek akan memverifikasi resep, identitas
serta membuat nota penerimaan untuk penagihan dan arsip. Selanjutnya
dilakukan penyiapan atau peracikan obat, sebelum obat diserahkan ke pasien
dilakukan pemeriksaan akhir. Pada saat menyerahkan obat, apoteker akan
memberikan penjelasan mengenai fungsi obat, cara dan waktu penggunaan
obat, efek samping dan penyimpanan obat.

Selain pelayanan resep, apotek Kimia Farma 62 juga melakukan pelayanan


non-resep meliputi:
1. Pelayanan Obat Bebas
Pelayanan obat bebas yang disebut juga Handverkoop (HV) atau Over
The Counter (OTC) meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas,
perlengkapan bayi, kosmetik, alat kesehatan dan perbekalan farmasi
lainnya yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter. Alur penjualan obat
bebas yaitu petugas apotek menanyakan obat atau perbekalan farmasi
yang diperlukan oleh customer, lalu memeriksa ketersediaan barang dan
menginformasikan harganya kepada customer. Bila customer setuju maka
petugas apotek akan memasukkan data pembelian ke dalam komputer,
pasien membayar kepada petugas apotek, kemudian petugas apotek
mencetak struk atau nota pembayaran dan diserahkan kepada customer
beserta barang yang dibeli dan disertai informasi obat meliputi: nama
obat, indikasi, frekuensi minum, cara penggunaan, kemungkinan adanya
efek samping, dan cara penyimpanan obat.
2. Pelayanan Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS)
Pelayanan Upaya Pengobatan Diri Sendiri (UPDS) atau swamedikasi
merupakan pelayanan obat tanpa resep dokter dilakukan atas permintaan
langsung dari pasien. Obat yang dapat dilayani tanpa resep dokter
meliputi obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras yang termasuk dalam
daftar Obat Wajib Apotek (OWA), obat tradisional, kosmetik, dan alat
kesehatan. Alur pelayananan untuk pasien UPDS adalah apoteker
menggali informasi mengenai identitas pasien, gejala apa yang dirasakan,
berapa lama gejala tersebut dirasakan pasien, tindakan apa yang telah
dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut dan obat apa yang sebelumnya
telah dikonsumsi untuk mengatasi gejala tersebut. Apabila informasi
sudah didapatkan, maka Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) maupun
apoteker dapat mengecek persediaan obat dan harganya serta
menawarkan kepada pasien tentang obat yang sesuai dengan kondisi
pasien. Jika obat telah disediakan, maka obat diberikan kepada pasien
disertai dengan informasi meliputi : nama obat, fungsi, aturan penggunaan
obat, kemungkinan efek samping, dan cara penyimpanan obat.
b. Dispensing
Dispending terdiri dari penyiapan, penyerahan, dan pemberian obat. Setelah
melakukan pengkajian resep oleh apoteker, maka tenaga teknis kefarmasian (TTK)
dilakukan hal sebagai berikut:
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep yang meliputi
menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep dan mengambil
obat yang dibutuhkan pad arak penyimpanan dengan memperhatikan nama
obat, tanggal kadaluarsa dan keadaan fisik obat
2. Melakukan peracikan obat apabila sediaan yang diinginkan dalam bentuk
terbagi atau mengubah bentuk sediaan (tablet diubah menjadi sediaan
puyer, kapsul, dll). Peracikan resep yang paling banyak dilakukan di
apotek Kimia Farma 62 berupa racikan kapsul, puyer, rekonstitusi sirup
kering, pembuatan larutan perhidrol, dan pembuatan salep atau krim.
Peracikan serbuk sediaan puyer dan kapsul dilakukan menggunakan
blender obat ataupun mortir dan stamper. Serbuk obat puyer dibagi dan
dikemas dalam wadah kantong kertas kecil berbentuk persegi panjang
berlabel Kimia Farma dan ditutup menggunakan mesin pressing.
Pembuatan salep dan krim dilakukan menggunakan mortir dan stamper
dan dikemas dalam pot salep. Rekonstitusi sirup kering dilakukan dengan
menambahkan air matang dengan mengukur volumenya sesuai petunjuk
yang tertera pada masing-masing label obat dengan menggunakan gelas
ukur.
3. Pemberian etiket pada masing- masing sediaan yang memuat nomor urut
resep, nama pasien, tanggal peracikan, cara dan waktu pemakaian serta
indikasi obat (jika perlu). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk
menghindari kesalahan minum obat . Etiket yang digunakan harus sesuai
dengan sediaan, yaitu warna putih untuk obat oral dan warna biru untuk
obat luar. Selanjutnya obat dimasukkan ke dalam masing-masing wadah
yang tepat dan terpisah, hal ini dimaksudkan untuk menjaga mutu dan
menghindari penggunaan obat yang tidak tepat. Apabila dalam satu resep
berisi 2 macam atau lebih racikan puyer, maka diberi keterangan indikasi
obat pada masing- masing etiket dan stampel nomor 1, 2, ataupun 3.
Apabila dalam satu resep berisi 2 macam racikan kapsul, maka cangkang
kapsul yang digunakan harus berbeda warna dan diberi keterangan
indikasi obat pada masing-masing etiket. Etiket pada sediaan larutan dapat
ditempel langsung pada botol sirup, sedangkan untuk sediaan topikal dapat
dikemas dengan plastik dengan etiket ditempel pada sediaan. Sediaan
antibiotik atau racikan yang mengandung antibiotik diberikan keterangan
obat dihabiskan pada etiket. Kemudian obat dimasukkan ke dalam wadah
yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda supaya mutu obat terjaga
dan menghindari kesalahan penggunaan.
4. Penyerahan obat kepada pasien dilakukan dengan cara pengecekan
sebanyak 3 kali terkait kesesuaian nama obat, jumlah obat, aturan
pemakaian pada etiket dengan resep, nama dan alamat pasien. Pengecekan
pertama dilakukan ketika resep diterima dan di-entry dalam komputer.
Kedua pada saat selesai dispensing dan terakhir saat obat akan diserahkan
kepada pasien. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kesalahan
mulai dari penyiapan obat sampai obat diserahkan kepada pasien. Pada
saat penyerahan obat, petugas apotek memanggil nama pasien, memeriksa
ulang identitas pasien, kemudian menyerahkan obat disertai dengan
pemberian informasi obat meliputi nama obat, indikasi, frekuensi minum,
cara penggunaan, kemungkinan adananya efek samping, dan cara
penyimpanan obat.

c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)


Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker
dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan
kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi
kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat
resep, obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi
khusus, rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan
alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek
samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan
lain-lain. Pelaksanaan Pelayanan Informasi Obat di Apotek Kimia Farma 62 dapat
dikatakan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Kesehatan nomer 73
tahun 2016.
Adapun kegiatan PIO yang dilakukan oleh Kimia Farma 62 meliputi menjawab
pertanyaan baik lisan maupun tulisan, memberikan informasi dan edukasi kepada
pasien, memberikan pengetahuan dan ketrampilan kepada mahasiswa farmasu yang
sedang praktik profesi.
d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan pasien/keluarga
pasien untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan kepatuhan
sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan
masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, apoteker menggunakan
“three prime questions”. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau
keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan. Proses kegiatan konseling di
Apotek Kimia Farma 62 telah berjalan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
No. 73 Tahun 2016. Adapun kriteria pasien/ keluarga pasien yang perlu diberi
konseling adalah:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,
ibu hamil dan menyusui).

2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,


Hipertensi, AIDS, epilepsi, dan lain-lain).

3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan


kortikosteroid dengan tappering down/off).

4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,


fenitoin, teofilin).

5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi


penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari
satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis
obat.

6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah

Anda mungkin juga menyukai