Anda di halaman 1dari 24

ARTIKEL TENTANG WIRAUSAHA PANCASILAIS

pengusaha swasta, dunia pendidikan dan


pelatihan, maupun rakyat pada umumnya.
Analisis Prof. Drs. Sunarjo bisa dipahami
sebagai kritik terhadap beberapa kalangan
yang memahami bahwa pengangguran adalah
kesalahan pemerintah negara semata. Artinya,
pemerintah memang bertanggungjawab untuk
menyediakan lapangan kerja
sebanyak-banyaknya. Namun kalau tidak
didukung, terutama oleh individu yang
bekerja keras untuk meningkatkan kualitas
dirinya baik keterampilan nyata ataupun
sotfskill maka sekeras apapun upaya
pemerintah untuk menaggulangi
pengangguran, tidak akan berdampak nyata
bagi kesejahteraaan masyarakatnya.
Bagaimana Spirit Entrepreneurship
dalam Ideologi Pancasila?
Sistem ekonomi Indonesia adalah
sistem ekonomi Pancasila. Sistem ekonomi
Pancasila adalah ekonomi yang dijiwai oleh
ideologi Pancasila, yaitu sistem ekonomi
yang merupakan usaha bersama yang
berasaskan kekeluargaan dan
kegotongroyongan nasional (Pujiono, 2009).
Ekonomi Pancasila adalah ekonomi yang
berorientasi kepada; Ketuhanan Yang Maha
Esa (mengenal etik dan moral agama bukan
materialisme); Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab (tidak mengenal
pemerasan/eksploitasi manusia); Persatuan
(kekeluargaan, kebersamaan, nasionalisme
dan patriotisme ekonomi); Kerakyatan serta
keadilan sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia (persamaan, kemakmuran

(PDF) Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, dan Spirit
Kewirausahaan. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/282581016_Filsafat_Pancasila_Sebagai_Basis_Pergera
kan_Mahasiswa_Kehidupan_Sosial_dan_Spirit_Kewirausahaan [accessed Jun 25 2018].

masyarakat yang utama, bukan kemakmuran


orang perorangan). Lebih lanjut, Pujiono
(2009) mengurai lima ciri khas sistem
ekonomi Pancasila, yaitu :
1.
roda perekonomian digerakan
oleh rangsangan ekonomi,
sosial dan moral;
2.
ada kehendak kuat dari seluruh
anggota masyarakat untuk
mewujudkan keadaan
kemerataan sosial
(egalitarianisme) sesuai dengan
asas-asas kemanusiaan;
3.
prioritas kebijaksanaan
ekonomi adalah penciptaan
ekonomi nasional yang tangguh,
yang berarti nasionalisme
menjiwai tiap kebijakan
ekonomi;
4.
koperasi merupakan sokoguru
perekonomian nasional;
5.
ada imbangan yang jelas dan
tegas antara sentralisme dan
desentralisme kenijakan
ekonomi dan keadilan sosial
dengan sekaligus menjaga
prinsip efisiensi dan
pertumbuhan ekonomi.

(PDF) Filsafat Pancasila Sebagai Basis Pergerakan Mahasiswa, Kehidupan Sosial, dan Spirit
Kewirausahaan. Available from:
https://www.researchgate.net/publication/282581016_Filsafat_Pancasila_Sebagai_Basis_Pergera
kan_Mahasiswa_Kehidupan_Sosial_dan_Spirit_Kewirausahaan [accessed Jun 25 2018].
TRIBUNNEWS.COM - Nasionalisme merupakan suatu bentuk ideologi yang
meletakkan kecintaan, kesetiaan dan komitmen tertinggi pada negara kebangsaan
(Hans Kohn, Nasionalisme. Arti Dan Sejarahnya, (1961) Djakarta, Pustaka Sardjana).
Dalam nasionalisme inilah seorang individu mengintegrasikan perasaan dan
kecintaannya pada negara kebangsaan. Unsur utama yang terkandung dalam
konsep nasionalisme adalah keinginan untuk hidup bersama sebagai suatu komunitas
bangsa yang memiliki tujuan dan cita-cita yang hendak diraih bersama. Dengan
demikian pemikiran dan tingkah laku seorang nasionalis senantiasa didasarkan pada
kesadaran menjadi bagian dari suatu komunitas bangsa dan berorientasi pada
pencapaian tujuan bersama sebagai bangsa.
Maka nasionalisme Indonesia yang berlandaskan pada sila ke- 3 Pancasila, dengan
konsep Nasionale staat, bertujuan mewujudkan apa yang terkandung dalam sila ke-5.
Dengan ini jelaslah, nasionalisme senantiasa bertujuan pada pewujudan kemandirian,
keadilan sosial dan kesejahteraan bersama (sosialisme Pancasila), Disini jiwa
entrepreneur memperoleh landasan sikap kebangsaannya dalam membangun
kemandirian (wirausaha).
Namun, kenyataannya Bangsa Indonesia di awal abad ke-21 ini masih dihadapkan
pada persoalan krusial pada berbagai segi kehidupan baik sosial, budaya, ekonomi,
politik dan pertahanan keamanan. Tingkat kemiskinan dan pengangguran menunjukkan
tren semakin tinggi seiring perkembangan dunia industri yang begitu didewakan
sebagai soko guru pembangunan sepanjang Orde Baru hingga mulai merapuh.
Padahal konsep pertahan semesta kini sudah meliputi matra sosial-ekonomi. Artinya
persoalan kemiskinan dan pengangguran adalah bagian elemen dasar dalam
membangun ketahanan dan pertahanan Negara. Beberapa negara maju, seperti
Amerika, telah (lama) memodifikasi stategi politik internasionalnya yang
mengintegrasikan persoalan ekonomi dan kesejahteraan dalam agenda-agenda yang
mereka sebut civilisasi (pemberadaban). Rupanya ini merupakan kebijakan soft-power
untuk memantapkan sebuah ideologi kapitalisme. Sementara kita masih berkutat dan
bergelut dalam cara-cara (metode) dan kebijakan bagaimana mempercepat tercapainya
kesejahteraan rakyat sembari berbaku bantam antar sesama hanya karena ego-
primordial dan aliran politik. Masih belum terlihat agenda bersama untuk membangun
kemandirian bangsa.
Banyak ahli berpendapat, bahwa sistem ekonomi kapitalis yang monopolistik yang telah
menggurita di lndonesia sebagai penyebab utama terpuruknya kehidupan bangsa
Indonesia dewasa rm. Meski pendapat ini bisa saja benar, juga bisa saja tidak benar
sepenuhnya. Semua apa yang elialami bangsa kini, berpulang pada kebijakan dan
langkah yang eliambil pemerintah. Apalagi kenyataan ini diperparah dengan konelisi
begitu rapuhnya jiwa nasionalisme kita sebagai bangsa.
Sebenarnya sejak tahun 1970-an telah banyak kritik terhadap sistem ekonomi kapitalis,
karena elipandang tidak mampu mensejahterakan umat manusia secara adil eli banyak
negara berkembang; bahkan justru menciptakan keterbelakangan dan ketergantungan.
Meskipun ada pengecualian seperti yang tetjadi di Korea Selatan, dikenal sebagai
Negara Kaya Baru eli Asia akibat pengadopsian terhadap sistem kapitalisme elibanding
saudaranya Korea Utara. Kondisi keterbelakangan antara lain merupakan produk
historis hubungan negara kolonial dengan negara tetjajah, negara miskin dengan
negara maju-selebihnya pertarungan ideologis antara faham Kapitalisme dan
Komunisme/Sosialisme di masa lalu.
Nasionalisme dan Kemandirian Bangsa adalah penting bagi perjalanan Negara
Indonesia dalam memastikan bahwa bangsa ini benar-benar merdeka.
Sebagaimana nasionalisme Indonesia awalnya adalah respok atas kolonialisme dan
segala bentuk turunan mutakhirnya (penindasan, perampasan hak: dan kekayaan
bangsa, pemerpurukan sistemik, dan hegemoni politik-ekonomi). Nasionalisme
Indonesia adalah "nasionalisme hybrid" yang menyatukan perbedaan ras, suku dan
agama dimana justru nasionalisme di tanah kelahirannya berawal dari tribalisme
primordialisme; Seperti Naziisme, Zionisme, dan lain-lain. ltu semua dalam bahasa
Sukamo disebut nasionalisme kebablasan. Berkat nasionalisme hybrid
ini, nasionalisme lndonesai selalu mencita- citakan dan bertujuan mewujudkan
kesejahteraan dan keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam sila ke-5 Pancasila.
Sekali lagi dari sinilah akar kemandirian atau entrepreneurship Pancasila itu.
Setelah Indonesia merdeka setengah abad lebih, nasionalisme tetap diperlukan dalam
rupa, bentuk dan sikap yang mutakhir sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan
pembangunan manusia/ bangsa Indonesia. Kaum professional Indonesia tetap
memerlukan Nasionalisme, kamu muda juga tetap memerlukan nasionalisme di aras
kehidupan masing-masing. Demikian juga kaum pekerja, ilmuwan, akademisi dengan
bidang masing-masing, terutama wirausaha dengan strata karya dan kiprahnya masing-
masmg memerlukan nasionalisme. Jika tidak, keidupan yang berkaitkelindan antara
satu aspek dengan aspek lain, satu bidang dengan bidang yang lain, satu profesi
dengan profesi yang lain tidak akan menciptakan keutuhan, kebersamaan, dan cita-cita
bersama sebagai bangsa Indonesia, negara-bangsa merdeka berdaulat berdasarkan
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Harus diakui, dan diperhatikan dengan seksama, bahwa Indonesia mempakan daerah
di belahan bumi yang memiliki wilayah sangat luas yaitu sekitar 587.000 km2, jarak dari
barat ke timur lebih panjang dari pada jarak antara London dan Siberia. (Drake, C.
Drake. 1989. National Integration in Indonesia: Patters and Policies. Honolulu:
University of Hawaii Press.) Dengan potensi kewilayahan tersebut bangsa Indonesia
juga dihadapankan pada persoalan yang tidak ringan dalam me.WUjudkan integrasi
nasional sebagai bangsa yang merdeka. Wilayah itu merupakan kawasan kepulauan
terbesar di dunia yang terdiri dari sekitar 17.508 pulau besar dan kecil yang dihuni oleh
ratusan suku bangsa (Walcott, A.S., Java and her neighbors: A travele's note in Java
Celebes, the Moluccas and Sumatra (1914), New York and London:
Knickerbocker Press).
Berdasar fakta aktual itu, kita sebagai bangsa besar hidup dalam satu wilayah yang luar
biasa potensi alamnya, dan sekaligus besar pula tantangannya. Krisis multidimensi
menggelayuti bangsa, sejak penegakkan keadilan hukum, pemberantasan tindak
pidana korupsi, kemiskinan, angka pengangguran, dan dekadensi moral remaja. Dalam
kehidupan ekonomi, berangsur-angsur kita sebagai bangsa tidak lagi memiliki
kemandirian apalagi kedaulatan, sehingga perencanaan dan kebijakan pembangunan
semesta tidak berlangsung otonom, mandiri dan berpihak pada mayoritas lemah (32,53
juta orang miskin, per Maret 2009: Data Strategsi BPS-2009.). Padahal kemandirian
adalah kata lain sekaligus bentuk kongkrit dari kemerdekaan yang diperjuangkan oleh
para founding fathers dan pejuang revolusi kemerdekaan
1945 kita.
Tidak berlebihan jika kemudian disimpulkan bahwa nasionalisme dan kemandirian
bangsa Indonesia dewasa ini sangat sangat diperlukan demi cita-cita kemerdekaan
Indonesia. Pengurangan angka pengangguran mempakan bagian dari
sikap nasionalisme yang dapat berefek balik: pada jiwa patriotisme itu sendiri dalam
membangun kemandirian secara ekonomi, politik, dan budaya

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Nasionalisme


Kewirausahaan, http://www.tribunnews.com/tribunners/2015/10/20/nasionalisme-
kewirausahaan.

Editor: Hasanudin Aco

Konsep Kepemimpinan Pancasila


Dalam rangka menjalankan tugas kewajibannya seorang pemimpin harus dapat menjaga
kewibawaannya. Lebih-lebih dalam kemerdekaan dan pembangunan. Berhasilnya pembangunan
nasional tergantung peran aktif rakyat Indonesia, dengan sikap mental, tekad semangat, ketaatan
dan disiplin nasional dalam menjalankan tugas kewajibannya. Dengan demikian perlu
dikembangkan motivasi membangun dikalangan masyarakat luas dan motivasi pengorbanan
pengabdian pada unsur kepemimpinannya. Norma-norma yang tercakup dalam Pancasila itu
sekaligus merupakan sistem nilai yang harus dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara,
khususnya para pemimpin. Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan yang selalu
menggambarkan nilai-nilai dan norma-norma PancasilaBerikut disampaikan suatu pemikiran
mengenai kepemimpinan yang selanjutnya diterapkan diIndonesia:

1Seorang pemimpin di Indonesia adalah seorang yang mampu menanggapi kemajuan IPTEK dan
kemajuan zaman
2.Seorang pemimpin hendaknya berwibawa, yakni timbulnya kepatuhan yang dipimpinnya,
bukan karena katakutan, tetapi karena kesadaran dan kerelaan
3.Seorang pemimpin bertanggung jawab atas segala tindakan dan perbuatan yang dipimpinnya.
Dengan demikian, pemimpin benar-benar bersifat “ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun
karsa, Tut wuri handayani”
Menurut Pak Harto
Mantan presiden Soeharto menjelaskan tentang asas kepemimpinan Hasta Brata
(delapan laku kepemimpinan). Delapan laku tersebut antara lain:
Ø Lir Surya (matahari)
Dengan lambang ini diharapkan seorang pemimpin dapat berfungsi seperti matahari bagi yang
dipimpin. Dapat memberi semangat, memberi kekuatan dan daya hidup bagi orang-orang yang
dipimpinnya.
Ø Lir Candra (bulan)
Dengan lambang ini seorang pemimpin hadaknya berfungsi sebagai bulan, yakni membuat
senang bagi anggotanya dan memberi terang pada waktu gelap. Ketika dalam keadaan sulit, Sang
pemimpin mampu tampil untuk memberi jalan terang atau jalan keluar dari kesulitan.
Ø Lir Kartika (bintang)
Bintang adalah sebagai pedoman bagi pelaut atau pengarung samudra. Dengan lambang ini
pemimpin handaknya berteguh iman takwa, memiliki teguh pendirian sehingga menjadi
pedoman dan panutan bagi rakyatnya yang mungkin kehilagan arah.
Ø Lir Samirana (angin)
Dengan lambang ini, diharapkan seorang pemimpin bersifat seperti angin, teliti, tidak mudah
dihasut. Dia harus “manjing ajur ajer” bergaul dengan rakyat lapisan manapun, guna mencari
masukan untuk menetapakan kebijakan dan keputusan.

Ø Lir Mega mendung (awan hujan)


Mendung memberi kesan menakutkan, tapi apabila hujan turun akan bermanfaat bagi bumi.
Dengan lambang ini, pemimpin diharapkan dapat tampil berwibawa, namun keputusan dan
kebijakan yang diambilnya hemdaknya bermanfaat bagi yang dipimpinnya.
Ø Lir Dahana (api)
Dengan lambang ini, diharapkan seorang pemimpin tegas dan keras seperti api dalam
menegakkan disiplin dan keadilan.
Ø Lir Samudra (laut atau samudra)
Dengan lambang ini, diharapkan pemimpin berwawasan luas, sanggup menerima dan mendengar
persoalan, menyeringnya dan membuat suasana menjadi jernih kembali tanpa ada rasa dendam.
Ø Lir Bantala (bumi)
Dengan lambang ini, diharapkan pemimpin tidak hanya mau berada diatas, tetapi juga bersedia
dibawah. Sang pemimpin seolah-olah menjadi tempat pijakan, sentosa budinya, jujur dan murah
hati bagi anak buahnya.
Menurut Kartini Kartono
Kartini Kartono menjelaskan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh kepemimpinan,
yaitu:
1.Kepemimpinan di Era pembangunan Nasioanal harus bersumber pada falsafah negara,yakni
pancasila
2. Memahami benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin
dicapai
3Diharapkan agar Kepemimpinan Pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai tradisional
yang luhur, untuk kemudian dipadukan dengan nilai-nilai positif dari modernisasi.
Menurut Ary Murty
Menurut Ary Murty, Kepemimpinan Pancasila adalah kepamimpinan yang berasas, berjiwa, dan
beramal pancasila. Sebagai keterpaduan antara penguasaan nilai-nilai luhur yang berakar pada
budaya Nusantara dengan penguasaan nilai-nilai kemajuan universal.
Adapun nilai-nilai budaya Nusantara meliputi keterjalinan hidup manusia dengan tuhannya,
keserasian hidup antara sesama manusia serta lingkungan alam, kerukunan dan mempertemukan
cita-cita hidup di dunia dan akhirat.
Nilai-nilai kemajuan universal meliputi pendayagunaan Sains dan Teknologi secara efektif dan
efisien dalam rangka meningkatkan kemampuan dan ketangguhan bangsa disegala aspek
kehidupan.
Menurut Wahjosumidjo
Menurut Wahjosumidjo, Kepemimpinan Pancasila adalah bentuk kepemimpinan modern yang
selalu menyumberkan diri pada nilai-nilai dan norma-norma pancasila.
Kepemimpinan Pancasila, satu potensi atau kekuatan yang mampu memberdayakan segala daya
sumber masyarakat dan lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila mencapai untuk
tujuannasional.
Kepemimpinan Pancasila adalah suatu perpaduan dari kepemimpinan yang bersifat universal
dengan kepemimpinan indonesia, sehingga dalam kapemimpinan pancasila menonjolkan dua
unsur,yaitu“Rasionalitas”dan“semangatkekeluargaan”.
Agar mampu melaksanakan tugas kewajibannya, pemimpin harus dapat menjaga
kewibawaannya. Dia harus memiliki kelebihan-kelebihan tertentu bila dibanding dengan kualitas
orang-orang yang dipimpinnya. Kelebihan ini terutama meliputi segi teknis, moral, dan semangat
juangnya. Beberapa kelebihan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1. sehat jasmaninya, dengan energi yang berlimpah-limpah, dan keuletan tinggi.
2. memiliki integritas kepribadian, sehingga dia matang, dewasa, bertanggung jawab, dan susila.
3. rela bekerja atas dasar pengabdian dan prinsip kebaikan, serta loyal terhadap kelompoknya.
4. memiliki inteligensi tinggi untuk menanggapi situasi dan kondisi dengan cermat, efisien-
efektif, memiliki kemampuan persuasi, dan mampu memberikan motivasi yang baik kepada
bawahan.
5. mampu menilai dan membedakan aspek yang positif dari yang negative dari setiap pribadi dan
situasi, agar mendapatkan cara yang paling efisien untuk bertindak.
Selanjutnya, di alam kemerdekaan dan pembangunan sekarang, berhasilnya
pembangunan nasional sangat bergantung pada ikut sertanya seluruh rakyat Indonesia yang
memiliki sikap mental, tekad, semangat, ketaatan dan disiplin nasional dalam menjalankan tugas
kewajibannya. Untuk hal ini perlu dibangkitkan motivasi membangun di kalangan masyarakat
luas, dan motivasi pengorbanan pengabdian pada unsur kepemimpinan (local, regional maupun
nasional). Sebab dengan keteladanan yang utama- atas dasar pengorbanan dan pengabdian pada
kepentingan rakyat banyak, maka segenap rakyat kecil akan rela berperan serta dalam usaha
pembangunan. Dengan demikian, dalam era pembangunan sekarang diperlukan tipe
kepemimpinan penggugah/stimulator dinamisator untuk menggairahkan semangat pembangunan
di segala bidang kehidupan.
Ada beberapa persyaratan yang perlu dipenuhi oleh kepemimpinan pembangunan dan para
pejabat pada aparatur pemerintah, yaitu :
a. kepemimpinan dalam era pembangunan nasional harus bersumber pada falsafah negara, yaitu
pancasila.
b. Memahami benar makna dari perencanaan, pelaksanaan, dan tujuan pembangunan yang ingin
dicapai. Khususnya menyadari makna pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan fisik, demi pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok dan riil dari rakyat, serta
peningkatan kehidupan bangsa atas asas manfaat, usaha bersama, kekeluargaan, demokrasi, serta
prinsip adil dan adil.
c. Diharapkan kepemimpinan pancasila mampu menggali intisari dari nilai-nilai tradisional kuno
yang tinggi peninggalan para leluhur dan nenek moyang kita, untuk kemudian dipadukan dengan
nilai-nilai positif dari modernisme, dalam kepemimpinan Indonesia.
Untuk lebih memahami ketiga hal tersebut di atas, marilah kita renungkan pemikiran Dr. Ruslan
Abdulgani mengenai moral pancasila dalam kaitannya dengan kepemimpinan nasional antara
sebagai berikut :
1. yang dimaksud dengan pancasila adalah pancasila yang tercantum pada pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, berupa kesatuan bulat dan utuh dari kelima sila, yaitu ketuhanan YME,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia.
2. nilai-nilai tersebut harus dihayati, yaitu diresapi serta diendapkan dalam hati dan kalbu,
sehingga memunculkan sikap dan tingkah laku yang utama/terpuji dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk kemudian diterapkan/diramalkan dengan kesungguhan hati dalam kehidupan
bermasyarakat, karena orang menyadari sedalam-dalamnya pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa dan sumber kejiwaan masyarakat, (sekaligus menjadi dasar negara Republik Indonesia)
untuk hidup rukun damai bersama-sama.
3. pancasila dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama
masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Kebebasan beragama adalah
salah satu hak paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena kebebasan itu langsung
bersumber pada martabat manusia sebagai mahkluk ciptaan Tuhan. Kebebasan beragama itu
bukan pemberian negara dan bukan pula pemberian golongan, akan tetapi merupakan anugerah
Ilahi.
Pancasila juga dapat dipakai sebagai moral bangsa. Uraian mengenai kelima sila dari pancasila
secara ringkas adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan yang maha esa, orang harus percaya dan takwa kepada Tuhan yang maha Esa dan
menghargai orang lain yang berbeda agama atau kepercayaan. Jadi ada sikap hormat
menghormati dan kerukunan hidup beragama dan ada kebebasan beribadah tanpa paksaan.
2. Kemanusiaan yang adil dn beradab, tidak sewenang-wenang, dan bisa tepa salira, mencintai
sesama ,anusia. Tanpa ada diskriminasi, dan sama hak serta kewajiban asasi pelaku manusia.
Toleran terhadap sesama, saling menghormati, mampu melakukan kegiatan-kegiatan manusiawi
dan kerja sama dengan bangsa-bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia, cinta tanah air, menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi, menempa patriotisme dan nasionalisme. Menempatkan persatuan dan
kesatuan bangsa di atas kepentingan golongan, atas dasar Bhineka Tunggal Ika.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam musywarah/perwakilan, bersifat
demokratis, bersemangat gotong royong (kooperatif, kolektif) dan kekeluargaan, juga patuh pada
putusan rakyat yang sah atas pertimbangan akal sehat dan hati nuraniluhur.
5. Keadilan sosial, hidup sederhana, tidak boros, mengamalkan kelebihan untuk menolong orang
lain, menghargai kerja yang bermanfaat, dan ada keadilan yang lebih merata di segala bidang
kehidupan.
Norma-norma yang tercakup dalam Pancasila itu sekaligus juga merupakan sistem nilai yang
perlu dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara, khususnya oleh para pemimpin.
Selanjutnya, kepemimpinan pancasila ialah bentuk kepemimpinan yang selalu menyumberkan
diri pada nilai-nilai luhur dari norma-norma pancasila, semangat kepemimpinan Pancasila itu
dapat terwujudkan, apabila nilai-nilai luhur yang diwariskan nenek moyang dapat dipadukan
dengan nilai-nilai modernisasi yang positif, antara lain dengan ciri-ciri demokratis, rasional,
kritis, efisien-efektif dan berdisiplin tinggi.

1. Landasan Kepemimpinan Pancasila


Selanjutnya, pada tingkat, jenjang serta di bidang apa pun, pemimpin harus mempunyai
landasan pokok berupa nilai-nilai moral kepemimpinan, seperti yang telah diwariskan oleh nenek
moyang bangsa Indonesia. Keempat macam landasan pokok kepemimpinan itu ialah :
1. Landasan diplomasi (bersumber pada ajaran almarhum Dr. R. Sosrokartono ):
a) Sugih tanpa banda (kaya tanpa harta benda)
b) Nglurung tanpa bala (melurug tanpa balatentara)
c) Menang tanpa ngasorake (menang tanpa mengalahkan)
d) Weweh tanpa kelangan (memberi tanpa merasa kehilangan)
2. Landasan Kepemimpinan
a) Sifat ratu/raja: bijaksana, adil, ambeg paramarta, konsekuen dalam janjinya.
b) Sifat pandita: membelakangi kemewahan dunia, tidak punya interest-interest, dapat melihat
jauh ke depan/waskita
c) Sifat petani: jujur, sederhana, tekun, ulet, blaka
d) Sifat guru : memberikan teladan baik.
3. Landasan Pengabdian (Sri Mangkunegara 1)
a) Ruwangsa handarbeni (merasa ikut memiliki negara)
b) Wajib melu angrungkebi (wajib ikut bela negara)
c) Mulat Sarira hangrasa wani (mawas diri untuk bersikap berani)
2.5 Pemimpin Yang Berjiwa Pancasila
Bagi suatu organisasi apapun, baik itu Negara, Partai Politik, LSM, Ormawa, OKP, dll
yang ingin memperoleh kemajuan dalam bidang usahanya, maka kepemimpinan yang baik
mutlak dibutuhkan bagi organisasi itu terutama keahlian dalam bidang tersebut, Dalam suatu
organisasi dalam mencapai tujuannya, maka seorang pemimpin harus dapat mengelola dan
mengarahkan elemen-elemen yang ada secara baik dan teratur. Seorang pemimpin harus dapat
menciptakan suatu kerjasama yang harmonis di antara pimpinan dan bawahan. Arti
Kepemimpinan Pancasila adalah Kepemimpinan yang membawa masyarakat dalam kesadaran
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD’45. Keyakinan
pemimpin pancasila :
1. Semangat Nasionalisme
2. Semangat Kekeluargaan
3. Semangat Gotong Royong
4. Pembangunan Isi Kemerdekaan
5. Pembangunan Falsafah Negara Pancasila
6. Pembangunan Amalan Pancasila
7. Pembangunan Fungsi Manajemen
8. Pembangunan Memadu Budaya Tradisi dan Modernisasi
9. Pembangunan Berazas Persatuan, Kebersamaan, Kesatuan

Melihat perilaku pemimpin bangsa kita sekarang yang bercokol di Jakarta, tentunya kita
masih bersikap bijak dengan tidak menyalahkan rakyat pemilihnya, dan tentunya kita juga tidak
layak mempermasalahkan ungkapan vox populi, vox dei, suara rakyat, suara Tuhan. Kerena ini
menyangkut pesan moral bagi pemimpin yang masih merasa beriman untuk memperhatikan
rakyat, terlepas dari rakyat pemilihnya yang memang juga tidak bermoral, tapi ini tentunya
menjadi tanggung jawab pemimpin yang masih saja mengklaim ia di pilih rakyat, ia mewakili
suara rakyat, suara Tuhan yang tentunya tidak diskriminasi.
Pemimpin kita selalu mengklaim diri seorang Pancasilais sejati, namun selalu
menunjukan ironi, ketika dipertanyakan nilai-nilai Pancasila yang dianutnya, ia lebih
menunjukan diri sebagai perwujudan paham nasionalisme sempit, atau suatu ketidakperdulian
dengan pembenaran di sisi lain. Dia meniadakan sila-sila Pancasila, apa lagi Bhineka Tunggal
Ika yang kita anut. Dia hanya menunjuk diri, kuasa egonya agar diketahui dirinya orang besar
yang mempunyai modal untuk menguasai dunia, dimana Pancasila yang sesungguhnya hanya
sebuah inspirasi untuk dijadikan alatnya agar dapat di pakai dalam masa kepemimpinannya yang
sifatnya sementara ini untuk menindas. Ia hanya menjadikan Pancasila untuk meningkatkan
kapitalnya tanpa perduli terhadap yang lain, rakyat pemilihnya.
Melihat hal ini, rakyat tentunya tahu bahwa pemimpinnya bukan pemimpin Pancasila,
dan senjata untuk melawannya tidaklah kuat jika hanya dengan seeokor Kerbau. Rakyat tentunya
masih berpikir untuk melawan pemimpin yang memperalat mereka, dan masih terus berharap
mempunyai pemimpin yang berpihak pada mereka.
Bila kita sejenak merujuk pada referensi sejarah, Pidato Bung Karno 1 Juni tentang
Lahirnya Pancasila memberi kita pencerahan bahwa kita mendirikan negara semua untuk semua
dimana tidak ada klaim kultural maupun stempel identitas tertentu di atas blanko republik ini.
Dalam UUD 1945, Pasal 1 ayat 3 menyatakan Indonesia adalah negara hukum. Sedangkan dalam
pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, jelas
tercantum “Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum”. Sementara Bhinneka Tunggal
Ika, nilai-nilai luhurnya sudah lama ada di sanubari tiap-tiap rakyat Indonesia. Kesadaran akan
hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta semangat anak-anak
bangsa di negeri ini.
Rujukan ideologis, kultural dan konstitusional memberi kita makna bahwa Indonesia
punya cita-cita kolektif dimana semua golongan bisa hidup berdampingan dengan berlandaskan
pada norma-norma hukum dimana sumber rujukanya adalah Pancasila. Pembangkangan terhadap
hukum dengan dalih menjaga ketertiban umum adalah sikap pengecut. Selama bangsa ini
dipimpin oleh orang-orang yang berjiwa kerdil, jangan pernah berharap bangsa ini bisa besar.
Demokrasi yang bersendi Pancasila harus dijalankan dengan hubungan mayoritas dan minoritas
yang berimbang (majority rule, minority rights). Dalam hal ini berwujud kebijakan publik yang
berkeadilan sesuai dengan nilai-nilai kekeluargaan yang terkandung dalam sila-sila Pancasila.
Tanpa itu, demokrasi hanya akan jadi pepesan kosong bagi rakyat yang lapar rasa adil dan haus
rasa nyaman.
Pemimpin Indonesia harus menjadi “Pancasila Hidup” atau “Pancasila Berjalan”
Tanggal 1 Juni 1945 merupakan momen penting dalam sejarah bangsa Indonesia dalam
menentukan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang baru saja lahir.
Kukuhnya Pancasila sebagia dasar NKRI kenyataannya memang banyak mengorbankan nyawa
sesama bangsa sendiri. Ini membuktikan bahwa Pancasila adalah hasil kerja keras para
pemimpin bangsa dalam menghadapi kondisi pluralitas bangsa Indonesia yang terdiri atas
berbagai macam unsur, baik suku bangsa, adat istiadat maupun agama yang berbeda-beda. Nilai-
nilai universalitas Pancasila makin tampak ketika menghadapi pluralitas masyarakat Indonesia
ketimbang harus mengadopsi kelompok agama tertentu.
Yang paling ironis sekarang ini adalah menjadikan Pancasila hanya sebagai hiasan
dinding yang tak memiliki makna. Nilai-nilai luhur Pancasila yang memuat segala aspek
kehidupan berkebangsaan tak lagi menyentuh moralitas bangsa dan memengaruhi mentalitas
para pemimpin bangsa.
Dengan demikian, yang terjadi adalah mentahnya nilai-nilai Pancasila dalam sanubari
para pemimpin kita. Simbol-simbol burung Garuda yang dipajang di setiap kantor pemerintahan
seolah tak memiiki pengaruh apa-apa bagi aktivitas pemerintahan sendiri. Di setiap ruangan para
pejabat tingi ada burung Garuda yang selalu mengawasi segala aktivitasnya, namun dengan
tanpa merasa berdosa mereka berani manandatangani “perjanjian” korupsi yang jumlahnya
miliaran rupiah. Di lain kesempatan mereka dengan rajin membacakan lima sila Pancasila secara
lengkap di depan para bawahannya secara jelas dan tegas. Namun, Pancasila kini telah
kehilangan eksistensinya sebagai perekat kekuatan moral dan pemersatu bangsa. Yang paling
ironis sekarang ini adalah menjadikan Pancasila hanya sebagai hiasan dinding yang tak memiliki
makna.
Nilai-nilai luhur Pancasila yang memuat segala aspek kehidupan berkebangsaan tak lagi
menyentuh moralitas bangsa dan memengaruhi mentalitas para pemimpin bangsa. Dengan
demikian, yang terjadi adalah mentahnya nilai-nilai Pancasila dalam sanubari para pemimpin
kita. Simbol-simbol burung Garuda yang dipajang di setiap kantor pemerintahan seolah tak
memiiki pengaruh apa-apa bagi aktivitas pemerintahan sendiri. Di setiap ruangan para pejabat
tingi ada burung Garuda yang selalu mengawasi segala aktivitasnya, namun dengan tanpa merasa
berdosa mereka berani manandatangani “perjanjian” korupsi yang jumlahnya miliaran rupiah. Di
lain kesempatan mereka dengan rajin membacakan lima sila Pancasila secara lengkap di depan
para bawahannya secara jelas dan tegas. Namun, Pancasila kini telah kehilangan eksistensinya
sebagai perekat kekuatan moral dan pemersatu bangsa.
Tanggal 1 Juni yang diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila tidak hanya menjadi
ajang simbolisasi peringatan yang tak memiliki makna. Kita tidak bisa berdiam diri membiarkan
nilai-nilai luhur Pancasila hilang tanpa meninggalkan jejak. Berkaitan dengan itu semua, sebagai
bangsa yang menjujung tinggi demokrasi, sudah saatnya kita kini selektif memilih sosok calon
pemimpin yang benar-benar memiliki kapabilitas yang cukup mumpuni dan bermoral Pancasila.
Seorang pemimpin yang Pancasilais adalah sosok pemimpin yang selalu memperhatikan nasib
rakyatnya sesuai dengan tujuan kesejahteraan dalam sila Pancasila. Seorang pemimpin yang
Pancasilais adalah sosok pemimpin yang tidak mengutamakan kepentingan pribadi di atas
kepentingan masyarakatnya. Pemimpin yang Pancasilais harus mengedepankan kepentingan
rakyat daripada kepentingan-kepentingan yang lain. Pemimpin yang Pancasilais adalah
pemimpin yang tidak terlalu berambisi mengejar jabatan demi kepentingan pribadi, menanamkan
permusuhan dengan lawan-lawan politiknya.
Pemimpin yang Pancasilais adalah sosok pemimpin yang selalu dengan teguh
mengamalkan sila-sila Pancasila dengan sempurna. Ia adalah pemimpin yang memiliki jiwa
religiositas sesuai dengan sila pertama Pancasila, selalu menanamkan jiwa-jiwa keadilan dalam
setiap aspeknya, bersikap toleran dan terbuka sebagai jalan untuk mempersatukan semua unsur
perbedaan yang ada, dan selalu bijak dalam pengambilan keputusannya. Dalam cara pandang
sudut agama, Pancasila telah mewakili semua agama yang ada di negeri ini. Sebagai jalan
penengah di antara semua unsur perbedaan itu, Pancasila tidak pernah memihak kepada salah
satu di antara semua agama yang ada. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-
nilai moral universal di mana semua agama mengajarkannya.
Seorang agamawan yang baik sudah pasti mengerti filsafat Pancasila menurut
pandangan agamanya. Sebab, Pancasila bersifat netral. Pancasila sesuai dengan agama apa pun
yang ada di negeri ini karena ia yakin bahwa setiap agama pasti mengajarkan nilai-nilai
kebenaran, keadilan, serta toleransi. Kalaupun ada sekelompok orang yang ingin mengganti
Pancasila dengan hukum-hukum agama tertentu, berarti ia kurang bisa membedakan dan
memahami antara agama dan substansi ajarannya.
2.6 Azas-azas kepemimpinan pancasila
Dalam kepemimpinan Pancasila keterpaduan pola pikir modern
dengandengan pola pikir Pancasila bertumpu pada azas-azas sebagai berikut:
1. Azas Kebersamaan;
Menurut azas kebersamaan, dalam Kepemimpinan Pancasila hendaknya:
a. pemimpin dan yang dipimpin merupakan kesatuan organisasi;
b. pemimpin tidak terpisah dengan yang dipimpin;
c. pemimpin dan yang dipimpin saling pengaruh mempengaruhi;
d. p e m i m p i n dan ya n g dipimpin bukan unsur ya n g saling
b e r t e n t a n g a n sehingga tak terjadi dualisme;
e. masing-masing unsur yang terlibat dalam kegiatan mempunyai tempat dankewajiban hidup
(dharma) sendiri-sendiri dan merupakan suatu golonganyang paling kuat, tetapi juga tidak
menganggap kepentingan seseorangsebagai pusat;
f. tanpa ada yang dipimpin tidak mungkin ada pemimpin;

2. Azas Kekeluargaan dan Kegotong-royongan


Ciri-ciri kekeluargaan dan Kepemimpinan Pancasila, di antaranya:
a timbul kerjasama yang akrab;
b.kesejahteraan dan kebahagiaan bersama yang menjadi titik tumpu;
c. berlandaskan kasih sayang dan pengorbanan;
3. Azas Persatuan dan Kesatuan dalam Kebhinekaan;
Kita semua sadar akan kebhinekaan Bangsa Indonesia, baik dari segi suku, bangsa, adat
istiadat, agama, aliran dan sebagainya. Namun keanekaragaman itu, masing-masing diakui
keberadaannya sendiri-sendiri dan ciri-ciri kepribadiannya dalam persatuan dan kesatuan ibarat bunga
setamandalam satu jambangan, terdiri dari jenis bunga mawar, melati dan kenangan. Masing-
masing tetap dikenal sebagai jenis bunga, tetapi baru akan dinamakan bunga setaman bila ketiga-ketiganya ada
dalam jambangan tersebut, sehingga bunga setaman ini merupakan suatu kesatuan. Melati
tidak mengharapkan agar mawar dan kenanga berubah menjadi melati semua. Sebaliknya
mawar pun tidak akan memaksa melati supaya berubah menjadi mawar. Bila
tidakdemikian, maka tidak akan berbentuk bunga setaman.

4. Azas Selaras, Serasi dan Seimbang;


Semua azas tersebut di atas harus dijiwai dan disemangati oleh azas k e s e l a r a s a n ,
k e s e r a s i a n d a n k e s e i m b a n g a n , a z a s ya n g t i d a k m e n c a r i m e n a n g n ya s e n d i r i ,
a d u k e k u a t a n , a t a u t i m b u l k o n t r a d i k s i , k o n f l i k d a n pertentangan. Adanya
perbedaan keanekaragaman adalah mencerminkan kodrat alam yang masing-masing
memiliki tempat. Kedudukan dan kewajiban serta fungsinya sendiri-sendiri. Dengan adanya
berbagai warna seperti biru, hijau, merah, kuning, jingga dan sebagainya akan
memberikan kesan yang i n d a h a p a b i l a t e r s u s u n s e c a r a t e p a t . K o m p o s i s i
w a r n a ya n g t e p a t a k a n menimbulkan suasana indah yang akan menumbuhkan
ketentraman batin. Di negara Indonesia, setiap warga negara diharapkan bersikap dan
bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang terkandung dalam Pancasila.
Seorangp e m i m p i n d i h a r a p k a n m e n j a d i c o n t o h t e l a d a n s e r t a p a n u t a n o r a n g -
o r a n g ya n g d i p i m p i n n ya , m a u t i d a k m a u h a r u s b e r s i k a p d a n b e r t i n g k a h
l a k u s e s u a i d e n g a n Pancasila. Ia harus melaksanakan butir-butir yang merupakan nilai-nilai
dan norma-norma Pancasila dalam kehidupan sehari-hari yang nyata. Perbuatannya tidak
bolehbertentangan dengan nilai-nilai tersebut.
Dikalangan ABRI telah dirumuskan sebelas asas kepemimpinan, yang telah digali dari
nilai-nilai kepemimpinan di bumi Indonesia. Semua asas itu dapat diterapkan pada tugas-tugas
kepemimpinan pada semua sektor dan eselon, mulai dari guru dan lurah di desa, sampai pada
pejabat-pejabat lokal, regional, dan di pusat pemerintahan. Yang paling penting dari kesebelas
asas tersebut ialah tiga asas pertama, yang sangat ditonjolkan oleh Ki Hajar Dewantara, dan pada
akhirnya dijadikan prinsip utama kepemimpinan Pancasila. Kesebelas asas tersebut ialah :
1.Ing Ngarsa sung Tulada (di depan memberikan teladan)
Pemimpin yang baik adalah orang yang berani berjalan di depan, untuk menjadi ujung
tombak dan tameng/perisai di arena perjuangan, untuk menghadapi rintangan dan bahay-bahaya
dalam merintis segala macam usaha. Dengan tekad besar dan keberanian yang membara dia
harus sanggup bekerja paling berat, sambil menegakkan disiplin diri sendiri maupun disiplin
pengikutnya. Di depan dia menjadi teladan yang baik.
Seorang pemimpin harus menngabdikan diri kepada kepentingan umum dan
kepentingan segenap anggota organisasi. Dia bukan hanya pandai memberi perintah saja, akan
tetapi juga bijaksana dalam memberikan petunuju-petunjuk, nasihat-nasihat, perlindungan dan
pertimbangan. Di depan dia harus benar-benar berani menjadi ”ujung tombak” bagi setiap usaha
rintisan dan perjuangan.
2.Ing Madya Mangun Karsa ( di tengah membangun motivasi dan kemauan)
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mau terjun di tengah-tengah anak buahnya,
merasa senasib sepenanggungan sanggup menggugah dan membangkitkan gairah serta motivasi
kerja, semangat tempur/juang, dan etik kerja yang tinggi. Karena dia ada di tengah-tengah anak
buahnya, maka dia selalu tanggap dan mampu berpikir serta bertindak dengan cepat serta tepat,
sesuai dengan tuntutan kondisi dan situasinya.
Pemimpin yang sedemikian itu selalu memiliki kesentosaan batin. Dia menghayati
kesulitan anak buahnya, dan ikut merasakan peristiwa-peristiwa yang gawat bersama-sama para
pengikutnya.

3.Tut Wuri Handayani


Pada saat yang tepat pemimpin juga harus sanggup berdiri di belakang anak buahnya.
Hal ini bukan berarti bahwa dengan kecut hati pemimpin ”bersembunyi” di belakang
pengikutnya, dan mengekor di balik kekuatan anak buahnya. Akan tetapi harus diartikan sebagai
mau memberikan dorongan dan kebebasan, agar bawahannya mau berprakarsa, berani
berinisiatif, dan memiliki kepercayaan diri untuk berpartisipasi dan berkarya dan tidak selalu
bergantung pada perintah atasan saja.
Nasihat-nasihat, koreksi, dan petunjuk-petunjuk akan selalu diberikan atas dasar rasa
sayang pada anak buah, dan didorong oleh rasa tanggung jawab besar akan keberhasilan usaha
yang dilakukan bersama-sama. Dengan demikian, walaupun pemimpin berdiri dibelakang,
namun fungsinya memberikan daya kekuatan dan dukungan moril untuk memperkuat setiap
langkah dan tindakan bawahannya. Ringkasnya, dibelakang dia mendorong dan memberi
pengaruh baik ”yang menguatkan” kepada anak buahnya yang dipimpinnya.
4.Takwa kepada TYME
Pemimpin Indonesia dituntut agar memiliki keyakinan beragama, keimanan, dan
ketakwaan yang teguh terhadap Tuhan yang Maha Esa. Kesadaran sedemikian menimbulkan
pengertian bahwa setiap insan Indonesia mempeunyai kedudukan yang sama tingginya di
hadapan Tuhan. Kesadaran tersebut menginsyafkan seorang pemimpin, bahwa dirinya bukan
seorang yang maha super, bukan pula sumber kewenangan yang mutlak dalam menentukan
permasalahandan kedudukan orang lain, terutama bawahan dan pengikut-pengikutnya.
Kesadaran beragama dan keimanan akan menjadikan orang tidak merasa lebih tinggi dari orang
lain, sehingga dia memiliki perasaan kasih sayang, belas kasih terhadap sesama, dan semangat
persaudaraan terhadap bawahan yang harus dibimbing dan dikembangkan. Karena itu keimanan
kapada Tuhan akan membawa orang untuk selalu berbuat adil, benar, jujur, sabar, tekun dan
rendah hati (tidak sombong).
Kepercayaan kepada Tuhan akan membuat kalbu dan hati menjadi bersih dan suci lahir
batin dan membuat pemimpin menjadi hening, heling, dan awas waspada. ”Hening” dalam
bahasa Indonesianya berarti diam, teduh, tenang. Dalam hal ini pemimpin diharapkan memiliki
batin yang telah mengendap, sehingga dia selalu imbang tenang, tidak pernah gentar, tidak
mudah menjadi gugup, khususnya pada saat-saat yang gawat. Dalam menghadapi cobaan hidup
dan bahaya yang mengancam jiwapun dia harus tetap tenang dan tidak menjadi panik. Sebab
apabila dia menjadi takut dan panik, maka para pengikutnya menjadi kacau, dan organisasi
mendapatkan kerugian. ”Heneng” tenang, namun penuh ketabahan menghadapi segala tugas-
tugas pekerja, serta harus berupaya mencari jalan keluar dari jalan buntu, dan tidak pernah
kehabisan akal menyelesaikan setiap permasalahan yan harus ditangani.
“Hening” artinya bening, bersih, suci, sejati, ceria, jernih, murni. Pemimpin itu harus
memiliki keheningan batin, yaitu ketulusan, kelurusan dan keikhlasan. Dia selalu bersikap jujur
terhadap diri sendiri dan terhadap para pengikutnya, tanpa memiliki pamrih kecuali mengabdi
dan melayani sebagai seorang pemimpin. Dalam keheningan rasa dan ciptanya, dia selalu tekun
memikirkan kemajuan organisasi dan kesejahteraan anak buah yang dibina dan dibimbingnya.
“Heling” artinya ingat, sadar, dan insyaf. Yaitu menyadari hakikta alam dengan segala
hukum-hukumnya, juga selalu ingat pada perilaku yang luhur, baik dan jujur. Dengan demikian
akan terhindar kesulitan, bahaya, kesdihan, kemelaratan, kesengsaraan dan penderitaan. Ingat
pula bahwa keserakahan hati, kemunafikkan dan kejahatan itu selalu akan menyebarkan
malapetaka dan kesedihan, baik pada diri sendiri maupun bagi rakyat banyak.
“Awas” artinya dapat melihat. Dapat melihat gejala yang ada di dunia, dengan jalan
menguak tabir penyelubung, sehingga setiap peristiwa tampak jelas tanpa penutup, dan bisa
dipahami benar karena semua sudah terbuka, orang tidak perlu merasa ragu-ragu, takut, dan
cemas. Maka dengan kemampuan menyingkap segala tabir kehidupan, akan tersingkap semua
rahasia. Orang tidak menjadi takut, bahkan justru dapat membuat macam-macam rencana untuk
masa depan. Semua kesulitan dan hambatan bisa diatasi, sehingga perencanaan dan pelaksanaan
kerja bisa diselesaikan menurut jadwal semula.
Awas itu juga mengandung pengertian waspada dan bijaksana. Waspada itu tajam
penglihatan, antisipatoris, bahkan menembuas penglihatan ke depan, tahu sebelum terjadinya
sesuatu.
Bijaksana itu mengandung pengertia pandai, cakap, mahir, bijaksana, mahir, ahli,
berpengalaman, cerdik banyak akal, sehingga pribadi yang bersangkutan memiliki kewibawaan
untuk memimpin.
5.Waspada purba wisesa (waspada dan berkuasa)
Waspada itu mempunyai ketajaman penglihatan dan juga mampu menembus
penglihatan ke depan, mampu mengadakan forecasting atau meramal bagi masa mendatang, atau
bersifat futuristik. Sedang ”murba” atau ”purba” itu artinya mampu mencipta atau mampu
mengendalikan menguasai.
Wasesa ialah keunggulan, kelebihan, kekuasaan berdasarkan kewibawaan, atau
kewibawaan yang disertai kekuasaan. Jadi purba wasesa ialah mampu menciptakan dan
mengendalikan semua kelebihan/keunggulan dan kekuasaan.
6.Ambeg paramarta
Ambeg itu artinya mempunyai sifat-sifat. Paramarta (sansekerta : paramartha) artinya
yang benar, yang hakiki. Maka ambeg paramartha itu artinya murah, karim, dermawan, mulia,
murni, baik hati. Biasanya ”paramartha” selalu disertai dengan ”adil” jadi ambeg adil-paramartha
berarti : bersikap adil, mampu membedakan yang penting dan yang tidak penting, sehingga
mendahulukan hal-hal yang perlu dan penting, dan menomorduakan peristiwa-peristiwa yang
remeh dan tidak penting. Jadi, pemimpin itu harus cakap menyusun satu sistem hierarki, agar
selalu dapat memeriksa (haniti priksa), serta menata segala usaha dan prilaku. Ringkasnya, dia
mampu dengan tepat memilih mana yang harus didahulukan, dan mana yang harus diusulkan
kemudian serta selalu bersikap adil.
7.Ambeg prasaja (bersifat sederhana)
Ambeg prasaja pada diri pemimpin itu berarti dia bersifat sederhana, terus terang, blak-
blakan, tulus, lurus, ikhlas, benar, dan toleran. Sikapnya bersahaja/tunggal, hidupnya juga tidak
berlebih-lebihan, tetap sederhana, dan tidak tamak.

8.Ambeg Satya (setia)


Amberg satya itu ialah bersifat setia, menepati janji, dan selalu memenuhi segala
ucapannya. Pemimpin sedemikian ini dapat dipercaya sebab dia jujur-lurus-tulus dan setia,
cermat, tepat, dan loyal terhadap kelompoknya. Dia senantiasa berusaha agar hidupnya berguna,
dan bisa membuat senang serta bahagia orang lain, terutama bawahan atau anak buahnya.
9.Gemi Nastiti ( hemat dan teliti-cermat)
Pemimpin yang baik itu sifatnya hemat cermat, dan berhati-hati, tidak boros. Hemat
karena ia mampu melaksanakan semua pekerjaan dengan efektif dan efisien. Hemat pula dalam
mengelola sumber tenaga manusia, material, dan harta per,odalan, dan menyingkiri semua
tingkah laku yang tidak memberi manfaat.
Cermat itu dalam bahasa Jawanya ialah nastiti, yaitu meneliti dengan sangat hati-hati
segala karya, perbuatan, dan peristiwa di sekitarnya. Sedang berhati-hati artinya : pemimpin itu
selalu bernalar, cermat, dan teliti. Selalu menggunakan duga prayoga, yaitu pandai menduga-
duga apakah yang paling prayoga/baik pada suatu saat. Lalu menghindari hal-hal yang bisa
mendatangkan mara bahaya dan kesengsaraan. Dia sadar dan mampu membatasi penggunaaan
dan pengeluaran apa saja untuk keperluan yang benar-benar penting.
10.Blaka ( terbuka, jujur, lurus)
Pimpinan yang baik harus bersikap terbuka, komunikatif. Dia bersedia memberikan
kesempatan kepada bawahan dan orang lain untuk mengemukakan sugesti usul, pendapat, kritik
yang konstruktif, dan koreksi. Dia tidak merasa terlalu bodoh atau malu hati untuk belajar dari
lingkungan dan bawahannya sendiri sekalipun. Sebab, belajar dari pengalaman orang lain itu
merupakan pemerkayaan pribadinya. Ringkasnya, personnya merupakan satu sistem yang
terbuka.
11.Legawa (tulus ikhlas)
Legawa artinya rela dan tulus ikhlas, setiap saat dia bersedia untuk memberikan
pengorbanan. Sifat orangnya ialah pemurah (murah hati), karim, dan dermawan. Dia mudah
merasa senang bahagia dengan kesukaan yang kecil-kecil, dan tidak mabuk oleh kesukaan yang
besar-besar. Karena itu sifatnya prasaja/sederhana dan tulus rela. Jika terjadi kekecewaan dan
kegagalan, maka dia bisa ”mupus” atau menghibur diri, dan pasrah menyerah dengan hati yang
murni kemudia bangkit kembali, berusaha membangun dan berkarya lagi.
2.7 Kepemimpinan Pancasila Dalam Perspektif Pemimpin yang Ada di Indonesia
Kepemimpinan pancasila, teori ini mengisyaratkan bahwa kepemimpinan itu harus
didasarkan pada nilai-nilai pancasila seperti yang dijelaskan oleh lima sila yang ada pada idiologi
negara ini. Kepemimpinan pancasila menurut Drs. Sukarna dalam bukunya yang berjudul
“kepemimpinan dalam administrasi Negara” adalah kepemimpinan yang Thesis (percaya kepada
Tuhan Yang Maha Esa), kepemimpinan yang humanis (memiliki rasa kemanusian),
kepemimpinan yang demokratis, kepemimpinan yang runitaris (mempersatukan) dan
kepemimpinan yang sosial justice ( kepemimpinan yang berkeadilan).
Kepemimpinan pancasila mengisyaratkan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin
yang mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kepemimpinanya, baik itu nilai keTuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Secara lebih terperinci akan
dijelaskan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan Thesis atau yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa
Kepemimpinan Thesis adalah kepemimpinan yang religius dan melaksanakan hal-hal
yang harus diperbuat yang diperintahkan Tuhannya, dan menjauhkan diri dari setiap larangan
Tuhan dan agamanya. Kepemimipinan ini didasarkan pada sila pertama yaitu ke-Tuhanan Yang
Maha Esa. Kepemimpinan tipe thesis ini biasanya dimainkan oleh tokoh-tokoh agama, tokoh-
tokoh religius dan pemimpin yang taat pada aturan agamanya. Ajaran-ajaran agama menjadi
tolak ukur setiap tindakan yang diambil oleh pemimpin yang seperti ini. Konsep kepemimpinan
thesis ini sangat susah diterapkan karena merupakan konsep ideal suatu kepemimpinan, dan
merupakan das sein namun das sollennya tidak semua pemimpin mampu mewujudkannya.
Kepemimpinan tipe ini sangat dipengaruhi oleh ajaran agama yang dianutnya, misalnya Islam
dengan gaya nabi panutannya yaitu Nabi Muhammad, kemudian Kristen dengan tokoh
panutannya yaitu Jesust Crist, serta Hindu dan Budha dengan Dewa yang mereka yakini sebagai
tokoh panutan dalam bertindak.
2. Kepemimpinan yang humanis
Kepemimpinan model ini berdasarkan sila ke-2 pancasila kita yaitu kemanusiaan yang
adil dan beradab. Maka setiap tindakan kepemimpinan harus berdasarkan perikemanusiaan,
perikeadaban dan perikeadilan. Perikemanusiaan diartikan sebagai suatu tindakan yang
didasarkan nilai-niali kemanusiaan yang menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia. Perikeadaban
dimaksudkan sebagai nilai-nilai manusia yang beradab, yang memiliki etika sosial yang kuat dan
menjunjung tinggi kebersamaan yang harmonis. Kemudian perikeadilan dianggap sebagai
prilaku pemimpin yang adil kepada setiap orang yang dipimpinnya, adil bukan berarti sama rata,
namun adil sesuai dengan hak dan kewajibannya atau sesuai dengan porsinya. Praktek
kepemimpinan model ini juga tidak gampang, perlu pembelajaran dan penghayatan yang
mendalam dan harus tertanam dalam sikap dan tingkah laku sehari-hari para pemimpin model
ini.
3. Kepemimpinan yang unitaris atau nasionalis
Kepemimpinan yang mengacu pada sila ke-3 ini yaitu persatuan indonesia tidak boleh
melepaskan diri dari nasionalisme yang sehat. Nasionalisme diartikan sebagai kesetiaan tertinggi
dari setiap inividu ditujukan kepada kepribadian bangsa. Ada 4 fungsi nasionalisme bagi
kepemimpinan administratif menurut Drs. Sukarna, yaitu:
a. Mempersatukan seluruh kekuatan politik, ekonomi, sosial budaya dan bangsa Indonesia
b. Mengeliminasi dominasi asing, ataupun yang bersifat asing dalam politik, ekonomi, sosial dan
budaya
c. Mempertahankan kepribadian bangsa indonsia di tengah-tengah percaturan global
d. Mengusahakan gengsi dan pengaruh dalam dunia internasional
Kepemimpinan yang menyatukan yang menjadikan perbedaan itu ke suatu arah tujuan bersama
itulah ide utama dari kepemimpinan tipe ini, dengan perbedaan yang ada kita tetap teguh dan
kuat dalam menghadapi tantangan dan acaman dari luar. Esensinya bahwa rasa cinta pada negeri
yang rasional dan kemampuan untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam masyarakatnya.
Kepemimpinan tipe ini harus bebas dari primordial yang sempit, harus mempunyai wawasan
nusantara yang mendalam, agar tidak terpengaruhi oleh iming-iming asing yang menggoda
sesaat.
4. Kepemimpinan demokratik
Kepemimpinan administratif yang mengacu pada sila ke-4 yaitu kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan atau dengan kata lain
adalah kepemimpinan demokratis pancasila. Adapun ciri-ciri kepemimpinan yang demokratis
pancasila ini menurut Drs. Sukarna adalah sebagai berikut:
a. Kepemimpinan administartif tunduk dan taat kepada kehendak serta aspirasi-aspirasi rakyat di
dalam segala bidang baik yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
b. Kepemimpinan administratif selalu melaksanakan amanat rakyat yang tertuang dalam falsafah
hidupnya sendiri, UUD dan aturan lain yang ada dibawahnya yang merupakan aspirasi dan suara
rakyat
c. Kepemimpinan demokratik selalu menjunjung tinggi falsafah”ambeg paramarta” yaitu
mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, buka ororiter atau tirani
d. Kepemimpinan demokratik harus menjunjung tinggi penegakan hukum, karena negara kita
adalah negara hukum
e. Kepemimpinan administratif mempunyai kewajiban untuk menegakan HAM
f. Kepemipinan yang demokratik pada dasarnya tidak memusatkan kekuasaan pada satu tangan,
namun meyerahkannya kepada pembagian yang proporsional.
5. Kepemimpinan social justice
Kepemimpinan yang didasarkan pada sila ke-5 yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia. Kepemimpinan berkeadilan itulah konsep dasar teori ini, adil dalam hal ini bukan
sama rata dan sama rasa, namu lebih pada adil yang sesuai dengan hak dan kewajibannya, harus
proporsional, oleh karena itu untuk menerapkan kepemimpinan ini perlu strategi yang tepat
untuk mengasah kemampuan membuat suatu kebijaksanaan yang benar-benar bijaksana.
Pemimpin yang menganut paham ini harus pandai membaca situasi, harus pandai mencari
kearifan dan menemukan hal-hal yang tidak pernah dikemukakan orang lain yang benar-benar
sesuai dengan kondisi masyarakat. Ada beberapa ciri-ciri kepemimpinan yang berkeadilan
(Sukarna, 2006,75), yaitu:
a. Kepemimpinan selalu mendahulukan kepentingan orang yang mengikutinya atau kepentingan
umum diatas kepentingan pribadi atau kelompok;
b. Tidak bersifat nepotisme atau mendahulukan orang-orang terdekat dalam setiap pengambilan;
c. Mampu menegakkan keadilan;
d. Tidak mungkin mewujudkan keadilan sosial jika dalam suatu negara atau suatu organisasi
yang pemimpinnya menganut paham otoriterisme, karena dalam konsep otoriterisme tidak
meengenal keadilan model ini;
e. Menempatkan pengikutnya diatas segalanya, karena dia sebagai pelayan pengikutnya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat indonesia adalah masyarakat majemuk, yang memiliki corak kebhinekaan,
baik etnis, suku, budaya, maupun keragaman dalam polotik dan ekonomi. Karena hal itu, kerap
menimbulakan pola pikir yang mementingkan kelompok atau primordialisme.Kondisi yang
demikian menyebabkan masyarakat Indonesia secara umum, masih sulit mengadakan
penyesuaian terhadap hadirnya nilai-nilai baru. Oleh karena itu, diperlukan sosok kepemimpinan
yang dapat mengintegrasikan keragaman tersebut dan dapat memadukan atau menggali inspirasi
dari nilai-nilai luhur Nusantara dan nilai-nilai kamajuan universal, yang disebut dengan
Kepemimpinan Pancasila.
Kepemimpinan yang berjiwa pancasila adalah pemimpin dambaan semua masyarakat
indonesia. Pemimpin yang selalu mendahulukan kepentingan masyarakat atau kepentingan
bersama dari pada kepentingan lain atau kepentingan pribadi. Pimpinanlah yang merupakan
motor pergerakan dari suatu usaha atau kegitan, juga dalam pengambilan keputusan, dan
kebijakan yang dapat mempermudah pencapaian tujuan dari organisasi itu secara efktif dan
efisien. Kepemimpinan Pancasila adalah kepemimpinan yang dapat memancarkan watak pribadi
dan sikap untuk membina berkembangnya rasa persatuan, kebersaman dan sikap untuk membina
berkembangnya rasa persatuan, kebersamaan , keselarasan, keseimbangan dan keserasian hidup.
Arti Kepemimpinan Pancasila adalah Kepemimpinan yang membawa masyarakat dalam
kesadaran bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD’45.
Keyakinan pemimpin pancasila :
1. Semangat Nasionalisme
2. Semangat Kekeluargaan
3. Semangat Gotong Royong
4. Pembangunan Isi Kemerdekaan
5. Pembangunan Falsafah Negara Pancasila
6. Pembangunan Amalan Pancasila
7. Pembangunan Fungsi Manajemen
8. Pembangunan Memadu Budaya Tradisi dan Modernisasi
9. Pembangunan Berazas Persatuan, Kebersamaan, Kesatuan

http://nursoviyati.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai