MENURUT KAMU,
PENTINGKAH PENDIDIKAN
PANCASILA DIAJARKAN DI
PERGURUAN TINGGI?
Apa akibatnya? Kapitalisme pasar semakin menguat. Oligarki (politik mempertahankan kekayaan) mengakar. Apa yang
disebut oleh Soekarno sebagai “marhaenisme” sudah lenyap. Marhaenisme adalah sosialisme ala Indonesia.
Sosialisme memperjuangkan hak kaum buruh, proletar, dan kaum tani melarat, yang telah dimiskinkan oleh
kapitalisme, imperalisme dan kolonialisme. “Kolonialisme dan imperialisme” kata Jeremy Bentham, filsuf utilitarian
Inggris, adalah KETOLOLAN.
Menguatnya hegemoni kapitalisme di segala bidang saat ini adalah masalah bangsa. Oligarki, pemiskinan struktural,
pencaplokan lahan masyarakat adat tanpa ganti rugi, dominasi investor, dan lain-lain adalah lonceng kematian
“keadilan sosial” di Indonesia, sekaligus pertanda kapitalisme (neo-liberalisme) semakin hegemonik.
Pancasila perlu diajarkan di kampus sebagai counter-ideology melawan ideologi kapitalisme dan paradigma neo-
liberal dalam pembangunan di Indonesia sekarang ini. Ingat: Menurut Soekarno, pancasila pada dasarnya KIRI: “sosio-
nasionalisme dan sosio-demokrasi”.
• Neoliberalisme saat ini juga menembus dunia pendidikan. Pendidikan saat ini
menjadi sangat mahal, yang mengakibatkan ketimpangan antara mereka yang
bisa mengakses pendidikan tinggi dan mereka yang tidak. Data yang dirilis BPS
2023 memperlihatkan: lebih dari 60% buruh pekerja di Indonesia hanya
menamatkan SD, SMP dan SMA. Hanya sedikit yang bergelar sarjana (S1-S3).
Itulah sebabnya, mengapa saat ini ilmu-ilmu sosial- apalagi filsafat- kurang laku
dan kurang diminati. Jenis studi sejarah dan ilmu sosial, etika, filsafat,
kewarganegaraan, termasuk mungkin Pancasila diangggap tidak penting (studi
sampingan).
Apa dampak lebih lanjutnya? Semakin banyak sarjana, bukan hanya pengangguran
meningkat, tetapi juga tingkat ketimpangan sosial justru semakin tinggi. Artinya,
pendidikan tidak punya pengaruh terhadap perjuangan humanistis untuk
mewujudkan sila kedua dan kelima pancasila: kemanusiaan dan keadilan sosial
(kesetaraan antarmanusia).
• Pancasila dimaksudkan oleh Soekarno sebagai
counter-philosophy melawan
imperialisme/kapitalisme.
Albert Camus:
“The freedom is not the gift received
from the State or a leader, but a
possesion to be won everyday by
effort of each and union of all”
Kemandirian: keharusan membangun sebuah struktur
nasional, politik, ekonomi dan hukum alternatif yang berakar
kuat dalam masyarakat pribumi dan sejajar dengan
pemerintahan kolonial. Konsep “kemandirian” berdiri di atas
gagasan filosofis bahwa “setiap bangsa memiliki otonomitas
untuk mengatur diri sendiri, membentuk perangkat
insititusional, hukum dan tujuan-tujuannya.
• Artinya: “Konsep negara kekuasaan harus diganti dengan konsep liberal yang memungkinkan
ada jarak (oposisi) antara negara dan masyarakat; ada ruang publik yaitu ruang masyarakat
warga, tempat di mana warga bebas berdiskusi tentang politik, membangun kritik terhadap
pemerintah, membentuk organisasi atau serikat, dan mengadvokasi hak-hak mereka . Rakyat
harus menjadi “musuh yang sahih” dari kekuasaan (Smith, Chantal Mouffe), yang
berarti demokrasi adalah disensus, bukan konsensus.
• Liberalisme Hatta dipengaruhi oleh pemikiran Adam Smith (demokrasi
ekonomi), J.J Rousseau dan John Locke. Smith menggagaskan konsep
“kebebasan ekonomi” yaitu gagasan bahwa ekonomi bukan urusan
negara, melainkan urusan individu. Menurutnya, kebebasan ekonomi
pertumbuhan ekonomi. Konsep ini di AS berkembang ke bentuk yang
radikal yaitu paham libertarianisme. Locke menekankan hak individu.
Negara ada untuk menjamin hak-hak individu. Gagasan Locke merupakan
dasar dari demokrasi liberal. Demokrasi liberal mengutamakan hak-hak
individu seperti hak asasi manusia, hak konstitusional dan hak partisipasi
politik. Rousseau mengedepankan gagasan “negara sebagai ungkapan
volonte generale, kehendak umum”. Kehendak umum yang dimaksud
adalah warga negara, demos. Dengan demikian, Rousseau menekankan
demokrasi. Pandangan Hatta juga dipengaruhi oleh revolusi Prancis yang
bersemboyan: liberte, egalite, fraternite.
• Dari pelbagai perdebatan tersebut, Soekarno merumuskan lima prinsip yang diterima oleh
semua golongan (Islam, nasionalis, sosialis) karena merupakan sintesis dari pandangan tiga
golongan tersebut:
1) Kebangsaan yang Indonesia: bangsa “semua buat semua”. Asas kebangsaan menolak
gagasan negara golongan, angkatan atau negara agama. Karena itu, Soekarno
menempatkan prinsip kebangsaan sebagai prinsip pertama dari lima prinsip.
2) Internasionalisme/perikemanusiaan: prinsip ini bersandar pada universalitas HAM,
kemanusiaan global, dan solidaritas global. Prinsip ini menolak chauvinisme dan
nasionalisme sempit.
3) Mufakat/demokrasi: prinsip ini menekankan deliberasi artinya segala yang menyangkut
kepentingan publik harus diselesaikan melalui dialog dan kesepakatan bersama. Gagasan
demokrasi sebagai demokrasi deliberatif (Habermas) sudah tampak dalam prinsip ini.
Tujuannya adalah mencapai konsensus (kesepakatan).
4) Kesejahteraan sosial: Prinsip ini menekankan keadilan sosial dengan mengerucut pada
“keadilan ekonomi”. Kesetaraan tidak hanya berupa kesetaraan politik (kebebasan
berpendapat, bersuara, berserikat, dan lain-lain) tetapi juga “kesetaraan ekonomi”.
Prinsip ini secara moral menuntut negara mempersempit ketimpangan sosial dan
memberi subsidi bagi orang miskin dan yatim piatu (amanat konstitusi: pelihara fakir
miskin, cerdaskan bangsa!). Prinsip ini menolak konsep “ekonomi liberal” apalagi
“libertarian” barat. Dalam wacana filsafat politik, prinsip kesejahteraan sosial ala
Soekarno ini tampak dalam konsep filsuf politik kontemporer AS, John Rawls, tentang
keadilan distributif.
5) Ketuhanan yang berkebudayaan: prinsip ini menekankan keyakinan bangsa pada Tuhan
yang Maha Esa yang berkebudayaan. Artinya, keyakinan yang mendorong budi pekerti
• Menurut Soekarno, kelima prinsip tersebut bisa disederhanakan
menjadi tiga prinsip yaitu 1) sosio-nationalisme (kebangsaan dan
kemanusiaan), 2) sosio-democracy (bukan demokrasi Barat/liberal
melainkan “demokrasi politik-ekonomi, 3) Ketuhanan yang
menghormati satu sama lain.
• Jika lima prinsip tadi hendak disatukan ke dalam satu prinsip saja,
menurut Soekarno, prinsip tunggal tersebut adalah GOTONG
ROYONG. Ketuhanan yg bergotong royong berarti: agama/iman
yang toleran terhadap yang lain; kemanusiaan yang bergotong
royong berarti menghormati martabat orang lain, bukan menjajah;
kebangsaan bergotong royong berarti bhineka tunggal ika, bukan
kebangsaan yang anti perbedaan; demokrasi berjiwa gotong royong
berarti diskursus dan konsensus, bukan dikte suara mayoritas atau
elit2 ekonomi-politik; kesejahteraan sosial yang bergotong royong
berarti partisipasi dan emansipasi dalam bidang ekonomi di bawah
prinsip kekeluargaan, bukan individualisme dan kapitalisme yang
memperlebar ketimpangan sosial dan juga bukan yang mengekang
kebebasan individu seperti pada negara-negara komunis
(liberalisme klasik vs sosialisme= teori keadilan distributif John
Rawls).
DISKUSI
Presiden Jokowi: “Kita ingin
membangun sebuah demokrasi
gotong royong. Jadi perlu saya
sampaikan bahwa di Indonesia ini
tidak ada yang namanya oposisi kaya
di negara lain. Demokrasi kita ini
adalah demokrasi gotong royong.”
(24/10/2019).
• Selain polemik tentang dasar negara, polemik lain muncul ketika prinsip terakhir
(ketuhanan yang berkebudayaan) dipindahkan ke prinsip pertama dengan
penambahan anak kalimat “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” (tujuh kata)– Piagam Jakarta.
• Perdebatan. Golongan Islam: penambahan tujuh kata sebagai bentuk the politics of
recognition. Alasannya: Selama zaman kolonial, Islam yg adalah agama mayoritas
terus dipinggirkan (menjadi korban, ummah) dan karena itu harus mendapat tempat
yang layak dalam Indonesia merdeka.
• Hatta dari golongan nasionalis, setuju pemindahan tersebut (dan perubahan posisi
sila-sila lainnya), namun dengan interpretasi berbeda. Menurutnya, pemindahan itu
secara simbolik merupakan bahwa “fondamen bangsa Indonesia adalah fundamen
moral; fundamen moral (ketuhanan) menjadi dasar dari prinsip-prinsip lainnya (sila
ke-2 sampai 5).
• Meskipun banyak pihak yang merasa keberatan dengan penambahan “tujuh kata”,
rumusan dengan tujuh kata itu masih bertahan sampai masa persidangan kedua yaitu
17 Juli 1945. Latuhararhary misalnya menyampaikan tanggapan yang membuat
sidang ribu karena pro-kontra tujuh kata tersebut beserta pasal-pasal yang
diturunkannya seperti “agama negara” (Islam) dan syarat-syarat seorang menjadi
Presiden (harus beragama Islam).
C. Fase Pengesahan
Hal penting yang menjadi fokus pada fase ini adalah
kesepakatan final tentang berbagai rumusan prinsip-
prinsip dasar negara Indonesia.
Setelah melalui berbagai macam dialog dan kompromi,
akhirnya golongan Islam dengan terbuka menerima
pencoretan “tujuh kata” dengan alasan yang sangat kuat
yaitu “demi menjaga persatuan bangsa” karena Indonesia
bukan hanya Islam. Prinsip pertama diganti menjadi
“Ketuhanan yang mahaesa”. Mohamad Hatta punya peran
penting untuk mendekati beberapa tokoh Islam dan
membicarakan alasan kenapa tujuh kata perlu dicoret.
Meskipun banyak golongan muslim yang kecewa, namun
banyak juga yang sepakat dengan pencoretan itu
mengingat Indonesia adalah negara yang plural.
Dalam pembukaan UUD 1945, tidak ada lagi pokok pikiran
yang memberikan keistimewaan kepada penduduk yang
beragama Islam.
Jadi, pencoretan tujuh kata itu merupakan bukti bahwa
“GOLONGAN ISLAM PADA MASA ITU ADALAH
GOLONGAN YANG MODERAT, YANG MEMIKIRKAN
KEPENTINGAN BANGSA KETIMBANG AMBISI-AMBISI
PRIMORDIAL DAN SEKTORAL AGAMA.”
Lima Sila/Prinsip pun disahkan (Pancasila):
1. Ketuhanan yang Mahaesa
2. Kemanusiaan yang Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
PEMBAGIAN TEMA DAN KELOMPOK:
1. Pancasila sebagai Fundamen Etis dan Moral Bangsa dan Problem
Korupsi.
2. Pancasila dan Ideologi/Gerakan Khilafah (Negara Islam Indonesia).
3. Pancasila dan Diskursus Sekularisasi di Indonesia (Relasi agama dan
negara).
4. Pancasila dan Keadilan Sosial (Problem Oligarki dan Neo-liberalisme).
5. Pancasila dan Krisis Lingkungan Hidup (Pancasila sebagai enviroment
Ethics).
6. Pancasila, Radikalisme dan Terorisme.
7. Pancasila dan Humanisme.
8. Pancasila dan Krsisis Nasionalisme.
9. Pancasila dan Tantangan Globalisasi
10. Pancasila dan Krisis Solidaritas.
Ketentuan Makalah:
• Sesuai dengan topik.
• Makalah ditulis secara teratur dan sistematis: Judul, nama kelompok,
abstrak, pendahuluan, pembahasan (dibagi ke dalam sub-sub pokok
bahasan), kesimpulan dan referensi. Makalah harus dilengkapi dengan
catatan referensi menggunakan body note dan daftar pustaka.
• Makalah harus ditulis dalam bahasa Indonesia yang baku.
• Hindari plagiarisme atau copy paste dari internet (berbahaya!). Plagiarisme
dapat dengan mudah dilacak lewat Turnitin.
• Makalah ditulis menggunakan Times News Roman, 12 pt, spasi 1,5, kertas
A4 (top:1,5, Left:2, Bottom:2, Right:1,5).
• Makalah berjumlah maksimal 10 halaman, minimal 7 halaman (Termasuk
daftar Pustaka).
• Paper ini harus disusun, dipresentasikan dan dikerjakan sebaik-baiknya.
Usai presentasi, berdasarkan catatan dosen dan teman-teman peserta
kuliah, paper akan direvisi dan akan menjadi tugas pengganti Ujian Akhir
Semester.
• Materi Paper: Jangan ambil dari bahan kuliah saya. Silakan mencari sendiri
sumber-sumber yang valid: buku, jurnal, prosiding seminar, dll
Tugas
Tgl 13 dan 20 tidak ada kuliah tatap muka, diganti dengan Tugas.
Topik untuk Tugas: “Pluralitas di Indonesia, Problemnya dan Peran Pancasila”.
a) Kelas dibagi ke dalam 9 kelompok (pakai pembagian kelompok yang sudah ada).
b) Buatlah diskusi dalam kelompok (tgl 13). Proses diskusi Anda, dari awal sampai akhir,
divideokan dengan durasi minimal 45 menit. Karena itu, silakan atur kelompok Anda:
ada yang bertugas sebagai pemantik (menyiapkan paper sesuai topik), yg lain MC,
moderator, notulis, penanggap, dan peserta. Keaktifan semua anggota kelompok
dalam proses diskusi (sebagaimana akan terlihat dalam video) memengaruhi nilai tugas
kelompok.
c) Hasil dan sintesis diskusi dirumuskan dalam bentuk artikel dan dikerjakan pada tgl 20.
Metodologi Artikel: Judul, pendahuluan, Isi (dibagi ke sub-sub pokok), kesimpulan,
dan daftar pustaka. Artikel dilengkapi dengan catatan kaki atau body note (tinggal
pilih). Untuk catatan kaki, ikuti model penulisan catatan kaki yang berlaku di UNWIRA
atau bisa lihat contoh di JURNAL LUMEN. Ditulis dengan huruf bebas, kertas A4, spasi
1,5, dengan panjang minimal 8 halaman. Jangan lupa mencantumkan nama anggota
kelompok dan NIM masing-masing.
d) Artikel dikumpul bersama dengan video proses diskusi pada kuliah tanggal 27
September 2023. Jadi, saya akan mendapatkan 9 video dan 9 paper dari 9 kelompok.