Anda di halaman 1dari 3

NAMA :IMELDA INA LALO AWA

NPM :19520018

UAS PEMIKIRAN POLITIK INDONESIA

1.  Nasionalisme dan Marxisme memiliki persamaan, yakni sama-sama suatu asas yang
berasal dari rasa ingin hidup menjadi satu, bahwa rakyat merupakan satu golongan dan
satu bangsa maupun sebagai satu persatuan perangai. Hal ini yang menandakan bahwa
Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme menurut Soekarno dapat disandingkan satu sama
lain. Sehingga, para kaum nasionalis dan marxis yang menganggap bahwa negara Islam
lebih rendah derajatnya dari negara Barat adalah suatu kesalahpahaman. Negara-negara
Islam menjadi seperti itu bukan karena apa yang mereka anut tetapi karena pemeluk-
pemeluknya yang kurang memiliki budi pekerti. Menurut Soekarno, apabila dilihat dari
sisi pendirian sosialistis dan nasional, Islam hampir tidak memiliki tandingan jika
diimplementasikan secara sesuai. Islam sesungguhnya tidak mengandung unsur-unsur
anti-nasionalis dan anti-sosialis. Soekarno beranggapan bahwa Islamisme yang
memusuhi pergerakan nasional bukanlah Islamisme sejati.Soekarno berpendapat bahwa
di dalam Islam sendiri terdapat nilai-nilai sosialisme meskipun tidak mencapai tahap
Marxisme. Sosialisme dalam Islam memiliki asas spiritualisme, sedangkan sosialisme
dalam Marxisme memiliki asas materialisme. Sehingga, kemudian asas materialisme
inilah yang dianggap menjadi pedoman bagi persoalan ekonomi dan politik dunia dengan
metode Historis-Materialisme. Islamisme dan Marxisme memiliki musuh yang sama,
yaitu kapitalisme yang memiliki teori meerwaarde. Meerwaarde adalah riba, yaitu
mengambil keuntungan dari kaum buruh yang telah bekerja keras mendapatkan
keuntungan bagi tuannya.

tujuan Islamisme maupun Marxisme adalah sama, yakni ingin menghapuskan perbedaan
kelas akibat dari penjajahan seperti kolonial Belanda di Indonesia. Selanjutnya, yang
membuat keduanya berbeda adalah bahwa Marxisme memandang permasalahan dari segi
ekonomi sedangkan Islamisme memakai sudut pandang spritualitas sebagai bentuk
pertanggung jawaban manusia terhadap sesamanya. Meskipun begitu, masih banyak
rakyat Indonesia pada masa pra kemerdekaan memandang negatif Marxisme sebagai
paham dari Barat. Padahal faktanya tujuan keduanya tidak ada bedanya. Sama seperti
Nasionalisme yang tumbuh sebagai akibat dari rasa ingin bebas dari kolonialisme
Belanda. Kaum nasionalis juga bekerja sama dengan Marxis. Nasionalis memanfaatkan
kritik kaum Marxis tentang perbedaan kelas antara borjuis dan proletar untuk
mengembangkan dan menyebarkan semangat persatuan.

2. Ada dua kelompok yang mangetakan bahwa islam harus dipisahkan dari
politik.kelompok pertama adalah mereka yang beri’tiqad terhadap pemikiran klasik dan
tetap mempertahankan nilai-nilai dan asas yang telah dibentuk dari beberapa puluh tahun
silam, yakni persoalan Agama dan politik yang tak boleh dipisahkan, Didalam Agama
telah diatur dari segala bentuk kehidupan termasuk politik. Hal ini seperti pernyataan
Hasan Albanna, yang mana menurutnya “orang yang beranggapan bahwa islam tidak
berurusan sama sekali dengan politik, atau sebaliknya politik tidak ada sangkutpautnya
dengan agama, adalah gagasan yang keliru, yakni islam sudah memberikan prinsip
legislasi dan rincian hukum diberbagai bidang, baik itu kehartabendaan, kriminal
perdagangan maupun kenegaraan.
Kelompok kedua, mereka yang mengagungkan pemikiran-pemikiran kontemporer, dalam
perspektif mereka bahwasanya Agama hanyalah mengatur persoalan manusia kepada
Tuhanya dan Tuhan kepada ciptaanya, hal ini disebabkan pemikiran mereka yang
nampak berbeda dengan kelompok pertama, dikarenakan banyaknya problematika yang
terjadi di era modern ini yang menyebabkan timbulnya perspektif yang memisahkan
antara agama dan politik, mereka menilai politik dicampuri dengan agama hanyalah
menjadikan mereka candu dan tak dapat merubah segala hal, sulit untuk berkembang
karna berpatokan hanya dengan satu Agama tidak secara Kolektif.

3. Hal yang membuat pancasila sampai saat ini belum mengakar pada masyarakat adalah
Pertama karena tidak dituturkan dari generasi ke generasi dengan baik hal ini dapat kita
temui pada kaum milenial yang sampai sekarang kalau ditanya isi dari pancasila mereka
masih saja bingung dan salah-salah dalam menyebutkannya, kedua kurangnya tokoh
keteladanan, ketiga praktik pembangunan yang menyiksakan kemiskinan, ketidakadilan,
kerusakan lingkungan fisik, sosial dan budaya. Kemudian keempat dekandesi moral,
kelima individualisme, kapitalisme dan liberalisme, dan keenam tumbuhnya paham-
paham radikal,” di era globalisasi saaat ini dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat
membuat masyrakat lebih keasikan dengan dunia mereka sendiri ketimbang hidup
bersosial dengan orang disekitar mereka hal inilah yang membuat pancasila sulit
mengakar pada kehidupan masyarakat
4. Nasionalisme adalah sikap mental dan tingkah laku individu atau masyarakat yang
menunjukkan adanya loyalitas atau pengabdian yang tinggi terhadap bangsa dan
negaranya. Rasa ini sangat berhubungan dengan rasa patriotisme atau biasa disebut
dengan rela berkorban. Rasa nasionalisme yang tidak diimbangi dengan rasa patriotisme
berarti di dalam diri seseorang tidak sepenuhnya memiliki rasa nasionalisme. Sekarang
nasionalisme sangat menjadi polemik di masyarakat Indonesia yang mulai kahilangan
atau luntur rasa nasionalismenya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor misal arus
globalisasi yang mulai merambah luas dikalangan masyrakat. Peristiwa ini harus dicegah
dengan sungguh-sungguh, salah satu solusi tersebut adalah melalui sosialisasi. Sosialisasi
ini merupakan suatu proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari
generasi ke generasi lainnya daloam sebuah kelompok atau masyarakat. Jika tidak hal ini
akan berakibat pada rasa nasionalisme atau cinta tanah air pada kalangan masyarakat
Indonesia akan semakin menjadi. Ada beberapa langkah atau cara untuk mengatasi hal
negatif ini, misal menyadarkan masyarakat untuk mencintai produk dalam negeri,
menanamkan nilai-nilai Pancasila pada masyarakat dengan cara yang sebaik-baiknya, dan
masih banyak lagi hal-hal yang dapat dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai