Indonesia kini sedang mengalami banyak gejolak, terutama di bidang politik dan
ideologi. Semakin tumbuhnya paham ekstremis dan radikal, di tambah dengan semakin
terpolarisasinya masyarakat baik di dalam maupun di luar Indonesia, memberikan ancaman
pada keutuhan Pancasila sebagai ideologi negara dan kelangsungan bangsa dan negara
Indonesia. Banyak pihak yang ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi lain,
seperti Komunisme, Liberalisme, Fasisme, maupun Teokrasi ekstremis. Ideologi-ideologi ini
merupakan ideologi luar, yang tidak mengerti karakteristik, budaya, adat istiadat, maupun
keadaan sosial bangsa Indonesia, sehingga tidak dapat mempertahankan keutuhan maupun
mensejahterahkan bangsa Indonesia, layaknya Pancasila.
Hal yang sama juga terjadi pada ideologi Liberalisme dan Fasisme. Liberalisme
memandang manusia sebagai individu yang utuh dan terlepas dari manusia lain, sehingga
kaum Liberal ingin sebuah masyarakat yang menempatkan hak pribadi diatas hak kolektif,
serta meminimalisir campur tangan pemerintah. Kekurangan Liberalisme adalah
menempatkan terlalu banyak fokus pada kepentingan pribadi dan mengabaikan kepentingan
kolektif, sehingga dapat berpotensi besar menimbulkan konflik di dalam masyarakat, serta
kesenjangan sosial yang tinggi. Fasisme bertujuan untuk menghasilkan persatuan bangsa
dengan membuat sistem pemerintahan otokrasi dan diktatorial yang bersifat chauvinis,
sehingga memungkinkan kontrol ketat terhadap ekonomi, sosial dan politik masyarakat
disertai penggunaan kekerasan terhadap kelompok oposisi atau masyarakat. Kekurangannya
tentu saja berada pada konsep persatuan dan nasionalisme yang sempit dan cenderung
mengutamakan satu kelompok di banding dengan yang lain. Hal ini tentu saja tidak adil dan
tidak dapat berfungsi, karena Indonesia adalah negara yang multi etnik dan multi kultural.
Sila kedua mengenai kemanusiaan yang adil dan beradab merupakan jalan tengah
terhadap cara pandang memperlakukan manusia dalam ideologi Liberalisme dan Komunisme.
Liberalisme menganggap manusia sebagai makhluk bebas yang memiliki hak untuk
menentukan dirinya sendiri dan tidak memiliki kewajiban terhadap orang lain, sementara
Komunisme menganggap manusia terikat penuh terhadap relasi-relasi sosialnya dan hak
kolektif berada diatas hak pribadi. Sila kedua menganggap manusia harus memperlakukan
satu sama lain dengan baik dan tidak berat sebelah dalam menentukan hak pribadi dan hak
kolektif.
Sila ketiga mengenai persatuan Indonesia, lebih baik daripada persatuan ras dalam
Fasisme, karena sila ketiga tidak bersifat ekslusif ataupun chauvinis terhadap ras atau
golongan tertentu, sehingga persatuan yang di miliki Indonesia lebih luas dan terbuka bagi
siapapun yang bersedia untuk mengabdi pada Pancasila dan negara Indonesia. Hal ini sangat
penting mengingat Indonesia merupakan sebuah negara yang multietnik dan multikultural.
Sila keempat mengenai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, lebih baik daripada unsur solidaritas sosial dan antagonisme
kelas yang ada pada Komunisme. Sila keempat menganggap bahwa Indonesia adalah negara
untuk kelompok apapun, baik kaya maupun miskin. Sila keempat menerangkan bahwa
Indonesia merupakan negara yang di pimpin oleh “hikmat kebijaksanaan” yang berarti
berlandaskan moral dan nilai luhur agama dan “permusyawaratan perwakilan” yang berarti
demokratis. Sangat berbeda dengan Komunisme ala Marxisme Leninisme yang cenderung
bersifat totaliter dan atheistik.
Sila kelima mengenai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia juga merupakan
jalan tengah dari sistem Liberalisme yang Kapitalistik dengan sistem Komunisme dan
Fasisme. Tidak seperti Liberalisme Kapitalisme yang mengutamakan pasar dan persaingan
bebas dengan sedikit mungkin regulasi dari pemerintah atau Komunisme dan Fasisme yang
memiliki sistem ekonomi yang terkontrol penuh oleh negara. Walaupun Sila kelima
menganggap bahwa kegiatan ekonomi harus memakai asas persamaan demi kemakmuran
rakyat, dan beberapa sumber daya seperti listrik dan air di kendalikan pemerintah, tetapi
kepemilikan bisnis atau properti pribadi tidak di hilangkan. Sila kelima memungkinkan
ekonomi negara dapat berkembang dan dapat menggunakan hasilnya untuk kepentingan
bersama.
Daftar Pustaka