Anda di halaman 1dari 4

I.

Pendahuluan

Adanya beberapa kasus yang berkenaan dengan penindasan rakyat yang dilakukan oleh penguasa
merupakan realitas yang sering kali kita lihat dan lita dengan dalam setiap pemberitaan pers, baik media
elektronik maupun media cetak. Sebut saja kasus penindasan yang terjadi di Indonesia ketika rezim orde
baru masih berkuasa, yakni penindasan dengan keberadaan hak tanah rakyat yang diambil oleh
penguasa dengan alas an pembangunan.

Melihat bagian kecil dari realitas tersebut mimpi Indinesia tentang terwujudnya suatu masyarakat yang
terbuka, egaliter, bebas dari dominasi negara nampaknya masih perlu perhatian khusus. Hal itu karena
kurangnya perhatian dari pemerintah yang lebih mengutamakan pembangunan ekonomi dari pada
pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan. Tidak hanya pemerintah, sikap masyarakat yang lebih
banyak protes dari pada memberi solusi dan lebih banyak menyalahkan dari pada memuji juga
nampaknya jadi permasalahan utama bagi terwujudnya masyarakat madani di Indonesia

III. Kesimpulan

Mayarakat madani merupaka suatu wacana berasal dari eropa barat. Adapun tentang penerapannya di
Indonesia masil memerlukan beberapa penyesuaian tersendiri. Hal ini karena mengingat dari teori
tentang masayarakat madani tergantung dari beberapa unsur sosio-kultural.

Disini jelas terlihat bahwa masih banyak penyesuaian yang harus dilakukan untuk menciptakan
masyarakat madani di Indonesia mengingat kultur dan sosio masyarakat Indosesaia tidak sama dengan
di eropa barat. Oleh karena itu harus ada suaru pembaharuan dengan konsep masyarakat madani yang
anrata lain dengan pengembangan demokrasi dan paradigma masyarakat tettang masyarakat madani
dengan pendidikan politik dan pembangunan di bidang ekonomi.

IV. Penutup

Demikian makalah ini saya buat sesuai dengan kemampuan saya. Saya sadar bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang mendukung sangat saya harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat dan dapat memperkaya khasanah keilmuan kita.

II. Pembahasan

1. Uraian Materi

a) Pengertian Masyarakat Madani


Dalam mendefinisikan terma masyarakat madani ini sangat bergantung pada kondisi sosio-kultural suatu
bangsa, karena bagaimanapun konsep masyarakat madani merupakan bangunan terma yang lahir dari
sejarah pergulatan bangsa eropa barat.

Sebagai titik tolak, disini akan disefinisikan beberapa definisi masyarakat madani dari berbagai pakar di
beberapa Negara yang menganalisa dan mengkaji fenomena masyarakat madani ini.

Pertama, definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rau dengan latar belakang kajiannya pada kawasan
eropa timur dan Uni Sovyet. Ia mengatakan bahwa yang dimaksud masyarakat madani merupakan suatu
masyarakat yang berkembang dari sejarah, yang mengandalkan ruang dimana individu dan perkumpulan
tempat mereka bergabung, bersaing saru sama lain guna mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Ruang
ini timbul diantara hubungan-hubungan yang menyangkut kewajiban mereka terhadap negara.

Kedua, yang digambarkan oleh Han Sung-joo dengan latar belakang kasus korea selatan. Ia mengatakan
bahwa masyarakat madani merupakan sebuah kerangka hukum yang melindungi dan menjamin hak-hak
dasar individu, perkumpulan suka rela yang terbebas dari negara, suatu ruang publik yang mampu
mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu mengandalikan diri dan
independen, yang secara bersama-sama mengakui norma-norma dan budaya yang menjasi identitas dan
solidaritas yang terbantuk serta pada ahirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.

Ketiga, definis yang dikemukakan oleh Kim Suhyuk, juga dalam konteks korea selatan. Ia mengemukakan
bahwa yang dimaksud masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok
yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan
dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara, yang merupakan stuan-satuan dasar dari (re)
produksi dan masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang publik,
guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan kepentingan-kepentingan meraka menurut
prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.

b) Sejarah dan Perkembangan Masyarakat Madani

Untuk memahami masyarakat madani terlebih dahulu harus dibangun paradigma bahwa konsep
masyarakat madani ini bukan merupakan suatu konsep yang final dan sudah jadi, ,elainkan ia
merupakan sebuah wacana yang harus difahami sebagai sebuah proses. Oleh karena itu, untuk
memahaminya harus dianalisis secara historik.

Jika dicari akar sejarah dari awal, maka perkembangan wacana masyarakat madani dapat diruntut mulai
dari Cicero sampai pada Antonio Gramsci dan de Tocquivilli. Bahkan menurut Manfred Ride, Cohen dan
Arato serta M. Dawam Raharjo, wacana masyarakat madani sudah mengemuka pada Aristoteles. Pada
masa ini (384-322 SM) masyarakat madani difahami sebagai koinonia politike, yakni sebuah komunitas
politik tempat warga dapat terlibat langsung dalam berbagai pencaturan ekonomi-politik dengan
pengambilan keputusan. Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM) dengan
istilah society civilies, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi komunitas lain.
Pada tahun 1767 wacana masyarakat madani ini dikembangkan oleh Adam Ferguson dengan mengambil
konteks sosio-kultural dan politik Scotlandia. Ferguson menekankan masyarakat madani ini pada sebuah
visi etis dalam kehidupan masyarakat. Dengan konsep ini Ferguson berhahap bahwa publik memiliki
spirit untuk menghalangi munculnya kembali despitisme, karena dalam masyarakat madani itulah
solidaritas sosial muncul dan diilhami oleh sentimen moral dan sikap saling menyayangi serta saling
mempercayai antar warga negara secara alamiah.

Kemudian pada tahun 1792, muncul wacana masyarakat madani yang memiliki aksentuasi yang berbeda
dengan sebelumnya. Konsep ini dimunculkan oleh Thomas Paine yang menggunakan masyarakat madani
sebagai kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan negara, bahkanm
dianggapnya sebagai antitesis dari negara.

Perkembangan selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel (1770-1831), Karl Mark (1818-1883), dan
Antonio Gramski (1891-1937). Wacana masyarakat madani yang dikembangkan oleh ketiga tokoh ini
menekankan pada masyarakat madani sebagai idiologi kelas dominan. Menurut Hegel masyarakat
madani merupakan kelompok subordinatif dari negara. Lebih lanjut Hegel mengatakan bahwa struktur
sosial terbagi atas tiga entitas, yakni keluarga, masyarakat dan negara.

Sedangkan Karl Mark memahami masyarakat madani sebagai masyarakat ”borjuis” dalam konteks
hubungan produksi kapitalis, keberadaannya merupakan kendala bagi pembebasan manusia dari
penindasan.

Pendapan Gramski memberikan tekanan pada kekuatan cendikiawan yang merupakan aktor utama
dalam proses perubahan sosial politik. Gramski dengan melihat adanya kemandirian dan politis pada
masyarakat madani, sekalipun pada ahirnya sangat dipengaruhi oleh basis material (ekonomi).

Periode berikutnya masyarakat madani dikembangkan oleh Alexis de Tocqueville yang berdasarkan pada
pengalaman demokrasi Amerika, dengan mengembangkan teori masyarakat madani sebagai entitas
penyeimbang kekuatan negara. Tidak seperti yang dikembangkan Hegelian, paradigma Tocqueville ini
lebih menekankan masyarakat madani sebagai sesuatu yang tidak apriori subordinatif terhadap negara.
Ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan
penyeimbang untuk menahan kecenderungan intervensionos negara.

c) Karakteristik Masyarakat Madani

Masyarakat madani tidak mucul dengan sendirinya. Ia menghajatkan unsur-unsur sosial yang menjadi
prasyarat terwujudnya tatanan masyarakat madani. Faktor tersebut merupakan satu kesatuan yang
menjadi pengikat dan karakteristik masyarakat madani.

1) Adanya wilayah publik yang bebas

Free public sphere adalah ruang publik yang babas sebagai sarana untuk mengemukakan pendapat
warga masyarakat. Diwilayah ruang pulik ini warga negara memiliki posisi dan hak yang sama untuk
melakukan transaksi sosial dan politik tanpa merasa takut dan terancam dengan kekuatan-kekuatan
diluar civil siciety.
2) Sistem demokrasi

Demokrasi adalah persyaratan mutlak bagi keberadaan civil society yang murni. Tanpa demokrasi
masyarakat sipil tidal mungkin terwujud.

3) Toleransi

Toleransi adalah sikap saling menghargai dan menghormati perbedaan pendapat. Lebih dari menghargai
perbadaan pendapat dari orang lain, toleransi, mengacu pada pandangan tokoh cendikiawan musli Nue
Cholish Majid adalah persoalan ajaran dan kewajiban melaksanakan ajaran itu. Jika toleransi
menghasilkan adanya tatacara pergaulan yang menyenangkan maka hasil itu harus di fahami sebagai
hikmah atau manfaat.

4) Pluralisme

Kemajemukan atau pluralisme merupakan persyaratan lain bagi civil society. Pluralisme tidak hanya
difahami sebatas mengakui dan menerima kenyataan sosial yang beragam, tetap harus disertai dengan
sikap yang tulus untuk menerima perbedaan suatu yang alamiah dan rahmat Tuhan yang bernilai positif
bagi kehidupan masyarakat.

5) Keadilan sosial

Keadilan sosial adalah adanya keseimbangan dan pembagian yang purposional atas hak dan kewajiban
setiap warga negara yang mencakup seluruh aspek kehidupan: ekonomi, politik, pengetahuan, dan
kesempatan. Dengan pengertian lain keadilan sosial adalah hilangnya monopoli dan pemusatan salah
satu aspek kehidupan yang dilakukan oleh kelompok atau golongan tertentu.

Anda mungkin juga menyukai